FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN K
KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK DI
KELURAHAN GUNG NEGERI KECAMATAN
KABANJAHE
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Diploma III
VIO ARDILLES PUTRA BRAHMANA
P00933011099
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Jurusan Kesehatan Lingkungan
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka peningkatan status kesehatan masyarakat, ada berbagai
upaya yang bisa dilakukan di mana salah satunya adalah sanitasi lingkungan atau
kesehatan lingkungan. Hal ini sesuai dengan konsep H.L.Blum yang menyatakan
bahwa faktor yang paling besar memberikan kontribusi bagi status kesehatan
masyarakat adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terdiri dari unsur fisik,
kimia, biologi dan radioaktif. Faktor inipun sangat bergantung atau selalu berinteraksi
dengan faktor perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan.
Banyak upaya kesehatan lingkungan yang dilakukan antara lain program /
kegiatan penyediaan air minum, pengelolaan dan pembuangan limbah cair, gas dan
padat, mencegah kebisingan, mencegah kecelakaan, mencegah penyebaran
penyakit bawaan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya (Soemirat,
1994).
Upaya kebersihan suatu kota sangat ditunjang oleh upaya pengawasan
pembuangan dan penampungan sampah yang melibatkan berbagai sektor (Dinkes
Prop.NTT, 1995). Sampah mempunyai pengaruh terhadap kondisi lingkungan dan
status kesehatan masyarakat. Pola aktifitas dan kehidupan masyarakat juga
berpengaruh terhadap volume, komposisi dan produksi sampah. Sampah yang
dibuang begitu saja akan mudah mencemari lingkungan dan membahayakan
masyarakat. Salah satu penyakit akibat sampah adalah diare.
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia ditemukan sekitar 60 juta kejadian
diare setiap tahunnya dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
(Depkes RI, 2003).
Di Propinsi Sumatera Utara, diare menduduki urutan ke dua tertinggi
berdasarkan surveilans terpadu penyakit berbasis puskesmas di sepanjang tahun
2012, di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil Medical Record di Rumah Sakit Umum Kabanjahe priode
tahun 2008-2009 angka kejadian diare mempunyai persentase paling tinggi, 106-207
yang terkena diare.
Dengan melihat kondisi sanitasi pemukiman penduduk yang buruk dan
tempat penampungan sampah sementara (TPSS) yang kurang dari 5 buah di
Kelurahan Gung Negeri dengan kondisi yang kurang baik serta tidak dimanfaatkan
maka penulis tertarik untuk membuat penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare
pada penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang?’
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pembuangan sampah dengan kejadian diare di pada penduduk di Kelurahan
Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya adalah
Untuk mengetahui hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare,
Mengetahui hubungan antara jarak TPSS terhadap pemukiman penduduk
dan SAB dengan kejadian diare,
Mengetahui hubungan penggunaan TPSS dengan kejadian diare,
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare,
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
diare,
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan
kejadian diare,
Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.
2.
2.1. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, manfaat yang bisa didapat antara lain adalah
Sebagai salah satu sumber informasi dan bahan masukan bagi peneliti
selanjutnya.
Sebagai bahan masukan bagi pihak Pemerintah Daerah serta instansi terkait
lainnya dalam menetapkan program pemeliharaan kesehatan lingkungan
pemukiman, khususnya pembuangan dan penampungan sampah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1.Pengertian Diare
Menurut WHO 1980, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3
kali sehari (Mansjoer, 1999).
Secara definisi, diare adalah defekasi (Buang Air Besar) lebih dari 3 kali
sehari, dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja atau berubahnya konsistensi
tinja menjadi lembek atau encer dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
(Sarbini, 2005)
Secara operasional, diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes RI, 2003).
2.1.2.Penyebab Diare
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan yaitu :
Infeksi (virus, bakteri dan protozoa), alergi, keracunan, Imunodefisiensi, Malabsorpsi
dan sebab-sebab lain (Depkes RI, 2003)
2.1.3.Penyebaran Diare
Diare ditularkan secara fecal oral, melalui masukan makanan/ minuman yang
terkontaminasi, ditambah ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang atau
yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang
melalui aerosolisasi (Norwalk Rota Virus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium
Defficile) atau melalui aktifitas seksual (Mansjoer, 1999).
Kontaminasi dapat terjadi karena :
Makanan/minuman yang dimasak kurang matang atau sengaja dimakan
mentah,
Makanan atau alat-alat makan yang dihinggapi lalat sehingga dapat
memindahkan bibit penyakit dari sampah ke makanan,
Tidak mencuci tangan sebelum makan.
Makanan atau alat-alat makan yang disiapkan/disediakan oleh orang yang
mengandung bibit penyakit/ carrier.
Selain itu penyebaran penyakit diare erat hubungannya dengan penyediaan
air bersih dalam rumah tangga dan cara pembuangan kotoran yang tidak baik
(Entjang, 2000). Disamping itu faktor social ekonomi dan adanya keseimbangan
persediaan makanan merupakan faktor penting dalam pencegahan penyakit diare
(Shulman, 1999). Karenanya sering pula dikatakan bahwa diare dapat berujung
pada malnutrisi atau kematian. Bahkan bila suatu ketika sumber penyediaan air
yang digunakan oleh keluarga dan Masyarakat tersebut tercemar oleh virus
penyebab diare dan atau terdapat E. colii maka bukan tidak mungkin diare tersebut
menjadi suatu wabah yang menjangkiti banyak orang pada suatu daerah tertentu.
2.2. Faktor Lingkungan
2.2.1.Sampah
Sampah adalah bahan atau benda padat yang terjadi akibat aktifitas manusia
yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara saniter, kecuali
yang berasal dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1985). Dan menurut Apriadji
(1992) sampah/waste adalah zat atau benda yang sudah tidak terpakai lagi baik dari
bahan buangan rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.
Definisi Sampah dalam Dinas Kebersihan Kota Kupang, 2005 adalah limbah
yang bersifat padat atau setengah padat yang terdiri dari zat organik, berasal dari
kegiatan manusia yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan.
Menurut Notoadmodjo (1997), sampah terdiri dari beberapa jenis, yakni :
Berdasarkan zat kimia yang terkandung,
Berdasarkan zat kimia yang terkandung, sampah dibedakan lagi menjadi :
a) Sampah anorganik yang adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, seperti logam, besi,plastik, dll,
b) Sampah organik yang adalah sampah yang mudah membusuk,
seperti sisa makanan dan daun-daun.
Berdasarkan dapat tidaknya terbakar,
Sampah yang berdasarkan dapat tidaknya terbakar, dibagi menjadi
a) sampah yang mudah terbakar seperti kertas, plastik, dll,
b) sampah yang tidak dapat terbakar seperti logam, kaca, kaleng,dll
Berdasarkan karakteristik sampah.
Sedangkan pembagian sampah berdasarkan karakteristik sampahnya sendiri
dibedakan atas :
a) Garbage yaitu sampah hasil pengolahan makanan yang umumnya
mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel,dan
sebagainya,
b) Rubbish yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagngan, baik
yang mudah terbakar atau tidak mudah terbakar, seperti kertas, kaleng,
kaca,dan sebagainya,
c) Ashes/ abu yaitu sisa pembakaran bahan yang mudah terbakar seperti
abu rokok,
d) Street sweeping/ sampah jalanan yaitu sampah yang berasal dari
pembersihan jalan yang terdiri dari sampah daun, kertas, dan
sebagainya,
e) Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari industri atau pabrikpabrik,
f) Sampah Bangkai binatang yaitu bangkai binatang yang mati karena
alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh manusia
g) Sampah Bangka kendaraan seperti bangkai mobil, sepeda, dan lain-lain.
h) Sampah Pembangunan yaitu sampah dari proses permbangunan
gedung, rumah dan sebaginya yang berupa puing-puing/ potongan kayu,
besi, bambu dan sebagainya.
2.2.2.Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Pengumpulan dan penampungan sampah merupakan rangkaian kegiatan
yang termasuk dalam suatu proses pengelolaan dan pengolahan sampah.
Pengumpulan dan penampungan sampah ini adalah merupakan tanggung jawab
dari masing-masing rumah tangga, institusi dan atau tempat yang menghasilkan/
memproduksi sampah. Untuk itu diperlukan suatu tempat yang dapat menampung
sampah yang dikumpulkan sebelum diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir
(TPA).
Direktorat Bina Tehnik Departemen PU (1999) mengemukakan bahwa
pewadahan/ penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah
sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA dengan tujuan :
Untuk
menghindari
terjadinya
sampah
yang
berserakan
mengganggu lingkungan dan kesehatan dan estetika dan
sehingga
Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpul sampah baik petugas kota maupun pengumpul
setempat.
Jenis TPSS yang baik adalah yang kedap air dan tertutup. Tetapi TPSS ini tidak
harus berupa bak khusus dari batu bata dan semen, karena tidak setiap pemukiman
dapat menyediakannya (Apriadji, 1992).
Menurut Apriadji (1994) letak TPPS yang baik sehingga dapat mengurangi risiko
pencemaran dan memenuhi syarat kesehatan haruslah :
Mudah dibersihkan,
Tidak mudah rusak,
Sebaiknya TPSS tidak berupa lokasi terbuka/ tumpukan sampah yang
dibuang atau dibiarkan beguitu saja diatas permukaan tanah,
Sebaiknya TPSS mempunyai tutup yang rapat untuk menghindari kumpulan
lalat dan
Kalau bisa TPSS ditempatkan di luar atau jauh dari rumah dengan tujuan
agar kebersihan rumah terjaga, menjaga kesejukan hawa/udara sekitar
rumah dan mudah diangkut oleh petugas sampah/truk sampah.
Diharapkan dengan terpenuhinya 5 syarat TPSS diatas maka kebersihan
lingkungan dapat terjaga sehingga mengurangi resiko pencemaran dan penyebaran
vektor penyakit akibat sampah-sampah yang ada.
2.3. Faktor Manusia
Dalam melihat faktor manusia sebagai penyebab kejadian diare dalam
Masyarakat, maka perlu dipertimbangkan pula latar belakang kehidupan Masyarakat
yang bersangkutan.
2.3.1.Kebiasaan Jajan
Perilaku dan gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kejadian dan
kegawatan penyakit diare, terutama yang berhubungan dengan kebiasaan/ budaya
pola makan dan minum tiap individu dalam masyarakat.
Menurut Sarbini (2005), ada beberapa hal yang perlu dilihat menyangkut
persepsi dari masyarakat mengenai perilaku makan/minum yaitu :
Kebiasaan makan,
Jenis makanan yang sering di konsumsi,
Tempat memperoleh makanan/ minuman (warung, kaki lima, restoran, masak
sendiri, dll),
Kesukaan makan-minum (pedas, gorengan, dingin, dll),
Kondisi sosial fisik tempat penjualan makan/minuman,
Keamanan makanan yang dijual,
Tingkat hygiene sanitasi makanan yang dijual atau dimakan.
2.3.2.Kebiasaan Cuci Tangan
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal
oral. Penularannya dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda
tercemar (terutama kotoran/tinja), misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Kebiasaan perorangan yang berhubungan dengan penularan kuman
penyebab diare adalah kebiasaan mencuci tangan, terutama saat selesai buang air
besar, sesudah membuang kotoran/sampah sebelum menyiapkan makanan, seblum
menyuapi anak atau sebelum makan (Depkes RI, 2003)
2.3.3.Kebiasaan dan Cara Menyimpan Hidangan
Makanan yang kotor akan berbahaya bagi anggota keluarga karena dapat
menyebabkan kejadian diare. Karena itu agar keamanan makanan terjaga,
usahakan agar menyimpan makanan pada tempat yang dingin dan tertutup, seperti
pada lemari makan atau meja yang ditutup dengan tutupan saji (Heru, 1995 cit Toyo,
2005)
Menurut Widyati (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya bakteri dalam makanan adalah :
Temperatur tempat penyimpanan makanan,
Merebus atau memanaskan makanan sampai mendidih tetapi kurang
maksimal dengan suhu tertinggi 120oC,
Suhu terlalu rendah saat menyimpan hidangan, minimal 7oC,
Kandungan cairan atau air dalam bahan makanan yang tinggi dan
Jangka waktu penyimpanan makanan yang lama (5-6 jam).
2.4. Faktor Agent (Vektor Lalat)
Pada dasarnya setiap mahluk di dunia ini mempunyai hubungan dengan
lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lalat adalah salah
satu mahluk yang berperan dalam penyebaran kejadian diare, bertindak sebagai
agent dan atau vektor mekanis yang hanya bertindak sebagai alat pemindah pasif
dengan pengertian bahwa kuman-kuman ptogen tidak mengalami perubahan
apapun (Widyati, 2002)
Perkembangbiakan seekor lalat dimulai pada saat seekor lalat betina yang bertelur.
Biasanya sekali bertelur akan menghasilkan 75-150 butir, setiap 30 hari. Setelah 1024 jam dalam keadaan baik telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva dan
kepompong dalam waktu 4 hari. Setelah itu menjadi imago dan terakhir menjadi lalat
dewasa. Setelah berumur 3 hari, lalat tersebut sudah mampu untuk bertelur kembali.
Siklus hidup lalat, mulai dari telur hingga lalat dewasa memerlukan waktu 14 hari.
dan sangat membutuhkan air. Tanpa air lalat tidak dapat hidup lebih dari 46 jam
(Widyati, 2002)
Kebiasaan lalat untuk menempatkan telurnya pada tempat yang banyak
mengandung zat-zat organik, seperti temapat sampah, membuat kesulitan dalam
pemberantasannya. Lalat lebih menyukai makanan yang bersuhu lebih tinggi dari
suhu udara sekitarnya
2.5. Kerangka Konsep
Bedasarkan tinjauan pustaka di atas, disusun suatu kerangka konsep yang
menggambarkan hubungan kejadian diare dengan faktor lingkungan, faktor
manusia, dan faktor agent ( vektor lalat). Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan
tersebut dapat dilihat di skema ini :
Faktor Lingkungan (TPS)
Faktor Manusia
a. Kebiasaan Jajan
b. Kebiasaan Mencuci
Makanan
c. Kebiasaan dan Cara
Menyimpan Hidangan
Makanan
Kejadian Diare
2.6.
Faktor Agent (Vektor Lalat)
Defenisi Operasional
N
Variabel
Defenisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
o.
1 Jenis TPSS
2 Jarak TPSS
3 Penggunaan
TPSS
4 Kebiasaan Jajan
Jenis tempat yang dapat
menampung sampah yang
dikumpulkan
sebelum
diangkut
ke
tempat
pembuangan
sampah
akhir.
Angka yang menunjukkan
seberapa jauh suatu TPSS
pada pemukiman.
Kuesioner 1.Kedap air
2.Tidak Kedap
Kuesioner 1.>= 10 meter
2.< 10 meter
Numerik
Kegiatan yang dilakukan
terhadap TPSS
Kuesioner 1.Digunakan
2.Tidak
Ordinal
Perilaku dan gaya hidup
sangat
berpengaruh
terhadap kejadian dan
kegawatan penyakit diare,
terutama
yang
berhubungan
dengan
kebiasaan/ budaya pola
makan dan minum tiap
individu dalam masyarakat
Ordinal
Air
Digunakan
Kuesioner 1.Sembaranga
n
2.Tidak
Sembaranga
n
Ordinal
5 Kebiasaan
Mencuci Tangan
6 Kebiasaan
Menyimpan
Makanan
7 Kepadatan Lalat
pola
tingkah
laku
mencuci tangan yang
tetap,
ajeg,
dan
normal
di
dalam
suatu masyarakat
pola
tingkah
laku
menyimpan makanan
yang tetap, ajeg, dan
normal
di
dalam
suatu masyarakat
Kuesioner 1.Mencuci
Parameter keberhasilan
dalam pengelolaan
sampah.
Observasi 1.>=20 ekor
2.
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PENDUDUK DI
KELURAHAN GUNG NEGERI KECAMATAN
KABANJAHE
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Diploma III
VIO ARDILLES PUTRA BRAHMANA
P00933011099
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Jurusan Kesehatan Lingkungan
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka peningkatan status kesehatan masyarakat, ada berbagai
upaya yang bisa dilakukan di mana salah satunya adalah sanitasi lingkungan atau
kesehatan lingkungan. Hal ini sesuai dengan konsep H.L.Blum yang menyatakan
bahwa faktor yang paling besar memberikan kontribusi bagi status kesehatan
masyarakat adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terdiri dari unsur fisik,
kimia, biologi dan radioaktif. Faktor inipun sangat bergantung atau selalu berinteraksi
dengan faktor perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan.
Banyak upaya kesehatan lingkungan yang dilakukan antara lain program /
kegiatan penyediaan air minum, pengelolaan dan pembuangan limbah cair, gas dan
padat, mencegah kebisingan, mencegah kecelakaan, mencegah penyebaran
penyakit bawaan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya (Soemirat,
1994).
Upaya kebersihan suatu kota sangat ditunjang oleh upaya pengawasan
pembuangan dan penampungan sampah yang melibatkan berbagai sektor (Dinkes
Prop.NTT, 1995). Sampah mempunyai pengaruh terhadap kondisi lingkungan dan
status kesehatan masyarakat. Pola aktifitas dan kehidupan masyarakat juga
berpengaruh terhadap volume, komposisi dan produksi sampah. Sampah yang
dibuang begitu saja akan mudah mencemari lingkungan dan membahayakan
masyarakat. Salah satu penyakit akibat sampah adalah diare.
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia ditemukan sekitar 60 juta kejadian
diare setiap tahunnya dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
(Depkes RI, 2003).
Di Propinsi Sumatera Utara, diare menduduki urutan ke dua tertinggi
berdasarkan surveilans terpadu penyakit berbasis puskesmas di sepanjang tahun
2012, di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil Medical Record di Rumah Sakit Umum Kabanjahe priode
tahun 2008-2009 angka kejadian diare mempunyai persentase paling tinggi, 106-207
yang terkena diare.
Dengan melihat kondisi sanitasi pemukiman penduduk yang buruk dan
tempat penampungan sampah sementara (TPSS) yang kurang dari 5 buah di
Kelurahan Gung Negeri dengan kondisi yang kurang baik serta tidak dimanfaatkan
maka penulis tertarik untuk membuat penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare
pada penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang?’
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pembuangan sampah dengan kejadian diare di pada penduduk di Kelurahan
Oesapa Kecamatan Kelapa lima Kota Kupang.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khususnya adalah
Untuk mengetahui hubungan antara jenis TPSS dengan kejadian diare,
Mengetahui hubungan antara jarak TPSS terhadap pemukiman penduduk
dan SAB dengan kejadian diare,
Mengetahui hubungan penggunaan TPSS dengan kejadian diare,
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare,
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
diare,
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menyimpan hidangan dengan
kejadian diare,
Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.
2.
2.1. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, manfaat yang bisa didapat antara lain adalah
Sebagai salah satu sumber informasi dan bahan masukan bagi peneliti
selanjutnya.
Sebagai bahan masukan bagi pihak Pemerintah Daerah serta instansi terkait
lainnya dalam menetapkan program pemeliharaan kesehatan lingkungan
pemukiman, khususnya pembuangan dan penampungan sampah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1.Pengertian Diare
Menurut WHO 1980, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3
kali sehari (Mansjoer, 1999).
Secara definisi, diare adalah defekasi (Buang Air Besar) lebih dari 3 kali
sehari, dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja atau berubahnya konsistensi
tinja menjadi lembek atau encer dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
(Sarbini, 2005)
Secara operasional, diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes RI, 2003).
2.1.2.Penyebab Diare
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan yaitu :
Infeksi (virus, bakteri dan protozoa), alergi, keracunan, Imunodefisiensi, Malabsorpsi
dan sebab-sebab lain (Depkes RI, 2003)
2.1.3.Penyebaran Diare
Diare ditularkan secara fecal oral, melalui masukan makanan/ minuman yang
terkontaminasi, ditambah ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang atau
yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang
melalui aerosolisasi (Norwalk Rota Virus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium
Defficile) atau melalui aktifitas seksual (Mansjoer, 1999).
Kontaminasi dapat terjadi karena :
Makanan/minuman yang dimasak kurang matang atau sengaja dimakan
mentah,
Makanan atau alat-alat makan yang dihinggapi lalat sehingga dapat
memindahkan bibit penyakit dari sampah ke makanan,
Tidak mencuci tangan sebelum makan.
Makanan atau alat-alat makan yang disiapkan/disediakan oleh orang yang
mengandung bibit penyakit/ carrier.
Selain itu penyebaran penyakit diare erat hubungannya dengan penyediaan
air bersih dalam rumah tangga dan cara pembuangan kotoran yang tidak baik
(Entjang, 2000). Disamping itu faktor social ekonomi dan adanya keseimbangan
persediaan makanan merupakan faktor penting dalam pencegahan penyakit diare
(Shulman, 1999). Karenanya sering pula dikatakan bahwa diare dapat berujung
pada malnutrisi atau kematian. Bahkan bila suatu ketika sumber penyediaan air
yang digunakan oleh keluarga dan Masyarakat tersebut tercemar oleh virus
penyebab diare dan atau terdapat E. colii maka bukan tidak mungkin diare tersebut
menjadi suatu wabah yang menjangkiti banyak orang pada suatu daerah tertentu.
2.2. Faktor Lingkungan
2.2.1.Sampah
Sampah adalah bahan atau benda padat yang terjadi akibat aktifitas manusia
yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara saniter, kecuali
yang berasal dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1985). Dan menurut Apriadji
(1992) sampah/waste adalah zat atau benda yang sudah tidak terpakai lagi baik dari
bahan buangan rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.
Definisi Sampah dalam Dinas Kebersihan Kota Kupang, 2005 adalah limbah
yang bersifat padat atau setengah padat yang terdiri dari zat organik, berasal dari
kegiatan manusia yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan.
Menurut Notoadmodjo (1997), sampah terdiri dari beberapa jenis, yakni :
Berdasarkan zat kimia yang terkandung,
Berdasarkan zat kimia yang terkandung, sampah dibedakan lagi menjadi :
a) Sampah anorganik yang adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, seperti logam, besi,plastik, dll,
b) Sampah organik yang adalah sampah yang mudah membusuk,
seperti sisa makanan dan daun-daun.
Berdasarkan dapat tidaknya terbakar,
Sampah yang berdasarkan dapat tidaknya terbakar, dibagi menjadi
a) sampah yang mudah terbakar seperti kertas, plastik, dll,
b) sampah yang tidak dapat terbakar seperti logam, kaca, kaleng,dll
Berdasarkan karakteristik sampah.
Sedangkan pembagian sampah berdasarkan karakteristik sampahnya sendiri
dibedakan atas :
a) Garbage yaitu sampah hasil pengolahan makanan yang umumnya
mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel,dan
sebagainya,
b) Rubbish yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagngan, baik
yang mudah terbakar atau tidak mudah terbakar, seperti kertas, kaleng,
kaca,dan sebagainya,
c) Ashes/ abu yaitu sisa pembakaran bahan yang mudah terbakar seperti
abu rokok,
d) Street sweeping/ sampah jalanan yaitu sampah yang berasal dari
pembersihan jalan yang terdiri dari sampah daun, kertas, dan
sebagainya,
e) Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari industri atau pabrikpabrik,
f) Sampah Bangkai binatang yaitu bangkai binatang yang mati karena
alam, ditabrak kendaraan atau dibuang oleh manusia
g) Sampah Bangka kendaraan seperti bangkai mobil, sepeda, dan lain-lain.
h) Sampah Pembangunan yaitu sampah dari proses permbangunan
gedung, rumah dan sebaginya yang berupa puing-puing/ potongan kayu,
besi, bambu dan sebagainya.
2.2.2.Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Pengumpulan dan penampungan sampah merupakan rangkaian kegiatan
yang termasuk dalam suatu proses pengelolaan dan pengolahan sampah.
Pengumpulan dan penampungan sampah ini adalah merupakan tanggung jawab
dari masing-masing rumah tangga, institusi dan atau tempat yang menghasilkan/
memproduksi sampah. Untuk itu diperlukan suatu tempat yang dapat menampung
sampah yang dikumpulkan sebelum diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir
(TPA).
Direktorat Bina Tehnik Departemen PU (1999) mengemukakan bahwa
pewadahan/ penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah
sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA dengan tujuan :
Untuk
menghindari
terjadinya
sampah
yang
berserakan
mengganggu lingkungan dan kesehatan dan estetika dan
sehingga
Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpul sampah baik petugas kota maupun pengumpul
setempat.
Jenis TPSS yang baik adalah yang kedap air dan tertutup. Tetapi TPSS ini tidak
harus berupa bak khusus dari batu bata dan semen, karena tidak setiap pemukiman
dapat menyediakannya (Apriadji, 1992).
Menurut Apriadji (1994) letak TPPS yang baik sehingga dapat mengurangi risiko
pencemaran dan memenuhi syarat kesehatan haruslah :
Mudah dibersihkan,
Tidak mudah rusak,
Sebaiknya TPSS tidak berupa lokasi terbuka/ tumpukan sampah yang
dibuang atau dibiarkan beguitu saja diatas permukaan tanah,
Sebaiknya TPSS mempunyai tutup yang rapat untuk menghindari kumpulan
lalat dan
Kalau bisa TPSS ditempatkan di luar atau jauh dari rumah dengan tujuan
agar kebersihan rumah terjaga, menjaga kesejukan hawa/udara sekitar
rumah dan mudah diangkut oleh petugas sampah/truk sampah.
Diharapkan dengan terpenuhinya 5 syarat TPSS diatas maka kebersihan
lingkungan dapat terjaga sehingga mengurangi resiko pencemaran dan penyebaran
vektor penyakit akibat sampah-sampah yang ada.
2.3. Faktor Manusia
Dalam melihat faktor manusia sebagai penyebab kejadian diare dalam
Masyarakat, maka perlu dipertimbangkan pula latar belakang kehidupan Masyarakat
yang bersangkutan.
2.3.1.Kebiasaan Jajan
Perilaku dan gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kejadian dan
kegawatan penyakit diare, terutama yang berhubungan dengan kebiasaan/ budaya
pola makan dan minum tiap individu dalam masyarakat.
Menurut Sarbini (2005), ada beberapa hal yang perlu dilihat menyangkut
persepsi dari masyarakat mengenai perilaku makan/minum yaitu :
Kebiasaan makan,
Jenis makanan yang sering di konsumsi,
Tempat memperoleh makanan/ minuman (warung, kaki lima, restoran, masak
sendiri, dll),
Kesukaan makan-minum (pedas, gorengan, dingin, dll),
Kondisi sosial fisik tempat penjualan makan/minuman,
Keamanan makanan yang dijual,
Tingkat hygiene sanitasi makanan yang dijual atau dimakan.
2.3.2.Kebiasaan Cuci Tangan
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal
oral. Penularannya dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda
tercemar (terutama kotoran/tinja), misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Kebiasaan perorangan yang berhubungan dengan penularan kuman
penyebab diare adalah kebiasaan mencuci tangan, terutama saat selesai buang air
besar, sesudah membuang kotoran/sampah sebelum menyiapkan makanan, seblum
menyuapi anak atau sebelum makan (Depkes RI, 2003)
2.3.3.Kebiasaan dan Cara Menyimpan Hidangan
Makanan yang kotor akan berbahaya bagi anggota keluarga karena dapat
menyebabkan kejadian diare. Karena itu agar keamanan makanan terjaga,
usahakan agar menyimpan makanan pada tempat yang dingin dan tertutup, seperti
pada lemari makan atau meja yang ditutup dengan tutupan saji (Heru, 1995 cit Toyo,
2005)
Menurut Widyati (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya bakteri dalam makanan adalah :
Temperatur tempat penyimpanan makanan,
Merebus atau memanaskan makanan sampai mendidih tetapi kurang
maksimal dengan suhu tertinggi 120oC,
Suhu terlalu rendah saat menyimpan hidangan, minimal 7oC,
Kandungan cairan atau air dalam bahan makanan yang tinggi dan
Jangka waktu penyimpanan makanan yang lama (5-6 jam).
2.4. Faktor Agent (Vektor Lalat)
Pada dasarnya setiap mahluk di dunia ini mempunyai hubungan dengan
lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lalat adalah salah
satu mahluk yang berperan dalam penyebaran kejadian diare, bertindak sebagai
agent dan atau vektor mekanis yang hanya bertindak sebagai alat pemindah pasif
dengan pengertian bahwa kuman-kuman ptogen tidak mengalami perubahan
apapun (Widyati, 2002)
Perkembangbiakan seekor lalat dimulai pada saat seekor lalat betina yang bertelur.
Biasanya sekali bertelur akan menghasilkan 75-150 butir, setiap 30 hari. Setelah 1024 jam dalam keadaan baik telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva dan
kepompong dalam waktu 4 hari. Setelah itu menjadi imago dan terakhir menjadi lalat
dewasa. Setelah berumur 3 hari, lalat tersebut sudah mampu untuk bertelur kembali.
Siklus hidup lalat, mulai dari telur hingga lalat dewasa memerlukan waktu 14 hari.
dan sangat membutuhkan air. Tanpa air lalat tidak dapat hidup lebih dari 46 jam
(Widyati, 2002)
Kebiasaan lalat untuk menempatkan telurnya pada tempat yang banyak
mengandung zat-zat organik, seperti temapat sampah, membuat kesulitan dalam
pemberantasannya. Lalat lebih menyukai makanan yang bersuhu lebih tinggi dari
suhu udara sekitarnya
2.5. Kerangka Konsep
Bedasarkan tinjauan pustaka di atas, disusun suatu kerangka konsep yang
menggambarkan hubungan kejadian diare dengan faktor lingkungan, faktor
manusia, dan faktor agent ( vektor lalat). Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan
tersebut dapat dilihat di skema ini :
Faktor Lingkungan (TPS)
Faktor Manusia
a. Kebiasaan Jajan
b. Kebiasaan Mencuci
Makanan
c. Kebiasaan dan Cara
Menyimpan Hidangan
Makanan
Kejadian Diare
2.6.
Faktor Agent (Vektor Lalat)
Defenisi Operasional
N
Variabel
Defenisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
o.
1 Jenis TPSS
2 Jarak TPSS
3 Penggunaan
TPSS
4 Kebiasaan Jajan
Jenis tempat yang dapat
menampung sampah yang
dikumpulkan
sebelum
diangkut
ke
tempat
pembuangan
sampah
akhir.
Angka yang menunjukkan
seberapa jauh suatu TPSS
pada pemukiman.
Kuesioner 1.Kedap air
2.Tidak Kedap
Kuesioner 1.>= 10 meter
2.< 10 meter
Numerik
Kegiatan yang dilakukan
terhadap TPSS
Kuesioner 1.Digunakan
2.Tidak
Ordinal
Perilaku dan gaya hidup
sangat
berpengaruh
terhadap kejadian dan
kegawatan penyakit diare,
terutama
yang
berhubungan
dengan
kebiasaan/ budaya pola
makan dan minum tiap
individu dalam masyarakat
Ordinal
Air
Digunakan
Kuesioner 1.Sembaranga
n
2.Tidak
Sembaranga
n
Ordinal
5 Kebiasaan
Mencuci Tangan
6 Kebiasaan
Menyimpan
Makanan
7 Kepadatan Lalat
pola
tingkah
laku
mencuci tangan yang
tetap,
ajeg,
dan
normal
di
dalam
suatu masyarakat
pola
tingkah
laku
menyimpan makanan
yang tetap, ajeg, dan
normal
di
dalam
suatu masyarakat
Kuesioner 1.Mencuci
Parameter keberhasilan
dalam pengelolaan
sampah.
Observasi 1.>=20 ekor
2.