ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1454 K/PID.SUS/2011 TENTANG PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI.
ABSTRAK
Bahasyim Assifie didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar
Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan tindak pidana pencucian uang
sebesar Rp. 64.000.000.000 (enam puluh empat milyar rupiah). Penuntut
umum menggunakan dakwaan kombinasi kumulatif alternative. Dalam
persidangan terdakwa telah melakukan pembuktian terbalik mengenai harta
kekayaan yang terdakwa dan keluarga miliki bukan merupakan hasil tindak
pidana. Pada putusan No. 1454 K/ Pid.Sus/ 2011 terdakwa secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dengan
menjatuhkan pidana 6 tahun serta denda Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta
rupiah) dan juga dirampas untuk Negara Rp. 64.000.000.000 (enam puluh
empat milyar rupiah) yang diduga merupakan hasil pencucian uang. Dalam
perbedaan pembuktian jumlah uang dalam dakwaan tindak pidana pencucian
sebesar Rp. 64 M dengan tindak pidana korupsi sebesar Rp. 1 M dan dalam
penerapan ajaran concursus realis dalam putusan Mahkamah Agung Nomor
1454 K/PID.SUS/2011 dikaitkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang
tentang Tindak pidana Pencucian Uang
Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
untuk mengetahui penerapan asas dan kaidah hukum serta peraturanperaturan hukum yang berlaku dalam perkara ini. Analisis dan pemecahan
masalah hukum dalam perkara ini adalah dengan menggunakan metode
Deskriptif Analitis, yaitu dengan melukiskan fakta-fakta berupa data.
Dari hasil penelitian dapat diketahui, bahwa dalam perkara Bahasyim
Assifie dalam pertimbangan PN, PT, dan MA sama sekali tidak
mempertimbangkan keterangan terdakwa mengenai asal-usul kekayaan yang
terdakwa miliki, pembuktian mengenai harta kekayaan sebesar Rp.
64.000.000.000 (enam puluh empat milyar rupiah) yang diduga pencucian
uang mengenai tindak pidana asal terlebih dahulu. Dengan dakwaan
kombinasi setiap perbuatan diangaap berdiri sendiri-sendiri maka penerapan
ajaran concursus realis lebih tepat dan karena pidana pokok yang sama
maka Majelis Hakim Agung lebih tepat menggunakan Pasal 65 KUHP.
iv
Bahasyim Assifie didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar
Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan tindak pidana pencucian uang
sebesar Rp. 64.000.000.000 (enam puluh empat milyar rupiah). Penuntut
umum menggunakan dakwaan kombinasi kumulatif alternative. Dalam
persidangan terdakwa telah melakukan pembuktian terbalik mengenai harta
kekayaan yang terdakwa dan keluarga miliki bukan merupakan hasil tindak
pidana. Pada putusan No. 1454 K/ Pid.Sus/ 2011 terdakwa secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dengan
menjatuhkan pidana 6 tahun serta denda Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta
rupiah) dan juga dirampas untuk Negara Rp. 64.000.000.000 (enam puluh
empat milyar rupiah) yang diduga merupakan hasil pencucian uang. Dalam
perbedaan pembuktian jumlah uang dalam dakwaan tindak pidana pencucian
sebesar Rp. 64 M dengan tindak pidana korupsi sebesar Rp. 1 M dan dalam
penerapan ajaran concursus realis dalam putusan Mahkamah Agung Nomor
1454 K/PID.SUS/2011 dikaitkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang
tentang Tindak pidana Pencucian Uang
Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
untuk mengetahui penerapan asas dan kaidah hukum serta peraturanperaturan hukum yang berlaku dalam perkara ini. Analisis dan pemecahan
masalah hukum dalam perkara ini adalah dengan menggunakan metode
Deskriptif Analitis, yaitu dengan melukiskan fakta-fakta berupa data.
Dari hasil penelitian dapat diketahui, bahwa dalam perkara Bahasyim
Assifie dalam pertimbangan PN, PT, dan MA sama sekali tidak
mempertimbangkan keterangan terdakwa mengenai asal-usul kekayaan yang
terdakwa miliki, pembuktian mengenai harta kekayaan sebesar Rp.
64.000.000.000 (enam puluh empat milyar rupiah) yang diduga pencucian
uang mengenai tindak pidana asal terlebih dahulu. Dengan dakwaan
kombinasi setiap perbuatan diangaap berdiri sendiri-sendiri maka penerapan
ajaran concursus realis lebih tepat dan karena pidana pokok yang sama
maka Majelis Hakim Agung lebih tepat menggunakan Pasal 65 KUHP.
iv