KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN.
iv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1
B. IdentifikasiMasalah ... 10
C. PerumusanMasalah... 11
D. TujuanPenelitian ... 11
E. ManfaatPenelitian... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka... 13
1. Keterampilan Dasar BermainBulutangkis ... 13
2. Kecemasan ... 19
3. KepercayaanDiri ... 26
B. Kerangka Berpikir ... 29
C. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. MetodePenelitian... 31
B. Penentuan Populasi dan Sampel ... 32
(2)
v
D. Instrumen Penelitian ... 35
1. InstrumenKepercayaanDiri ... 36
2. InstrumenKecemasan ... 40
3. InstrumenKetrampilanDasarBermainBulutangkis ... 46
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51
F. Teknik Analisis Data ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75
BAB V KESIMPILAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
(3)
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategorisasiketerampilangerakdasarmemukulberdasarkanposisi
raketketikamelakukanpukulan. ... 18
Tabel 3.1 Kisi-kisikepercayaandiri ... 40
Tabel 3.2 Kisi-kisikecemasan ... 44
Tabel 3.3kisi-kisiinstrumenketerampilanbermainbulutangkis ... 46
Tabel 3.4HasilUjiValiditasIntrumenKepercayaanDiri ... 52
Tabel 3.5Data hasilujivaliditasSkalaKepercayaandiri ... 53
Tabel 3.6HasilUjiReliabilitasIntrumenKepercayaanDiri ... 55
Tabel 3.7HasilUjiValiditasIntrumenKecemasan ... 57
Tabel 3.8Data hasilujivaliditasSkalakecemasan ... 58
Tabel 3.9HasilUjiReliabilitasIntrumenKecemasan ... 60
Tabel 4.1StatistikDesktiptifHasilTesKeterampilan Lob Bertahan, Servis Tinggi, KepercayaandiridanKecemasan ... 62
Tabel 4.2StatistikDesktiptifkelompokdengantingkatkecemasantinggi ... 63
Tabel 4.3StatistikDesktiptifkelompokdengantingkatkecemasanrendah ... 63
Tabel 4.4Ujinomalitashasilteskepercayaandiri, keterampilandasarbermain bulutangkisdankecemasan ... 64
Tabel 4.5Ujinormalitaskelompokdengantingkatkecemasantinggi... 65
Tabel 4.6Ujinormalitaskelompokdengantingkatkecemasanrendah ... 66
Tabel 4.7Ujihomogentitasteskepercayaandiri, keterampilanbermaindan kecemasan ... 67
Tabel 4.8Ujilinearitasketerampilanbermaindankepercayaandiri ... 68
Tabel 4.9Ujilinearitasketerampilanbermaindankecemasan ... 68
Tabel 4.10Ujikorelasikepercayaandiridankecemasan ... 70
Tabel 4.11UjiRegresiKepercayaandiri, kecemasandanketerampilanbermain bulutangkis ... 72 Tabel 4.12UjiRegresikoefisienKepercayaandiri, kecemasandanketerampilan
(4)
vii
bermain ... 72
Tabel 4.13UjiRegresiKepercayaanDiridengantingkatKecemasan
Tinggidanketerampilandasarbermainbulutangkis ... 73 Tabel 4.14UjiRegresiKepercayaanDiridengantingkatKecemasan
(5)
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1Model Proses TerjadinyaKetegangandanKecemasan ... 21
Gambar 2.2 Proses TerjadinyaKecemasandalanSituasiOlahraga ... 23
Gambar3.1 Langkah-langkahPenelitian ... 33
Gambar3.2 DesainPenelitian ... 34
Gambar3.3 LapanganUntukTes Lob Bertahan ... 48
(6)
i
Abstrak
KontribusiKepercayaanDiriTerhadapHasilBelajarKeterampilanBermainBul utangkisBerdasarkan Tingkat Kecemasan
PembimbingI : Yusuf Hidayat., S.Pd., M.Si PembimbingII : dr. IkbalGentarAlam
M. AriefFadhillah
Penelitianinibertujuanuntukmengujibesarnyakontribusikepercayaandiriterh adaphasilbelajarketerampilandasarbermainbulutangkisberdasarkantingkatkecemas an.Penelitiandilakukanmenggunakanmetodedeskriptifkuantitatifterhadap80 orang siswa (40puteradan40puteri) yang berusia 10–12 tahun di SDMuhammadiyah 3 Bandung.Data dikumpulkanmenggunakanskalakepercayaandiri, skalakecemasandantesketerampilandasarbermainbulutangkis (servispanjangdan
lobbertahan).Mengujivaliditas data
skalakecemasandianalisismenggunakananalisisekspolatorifaktordenganfaktor
loading 0.788,
skalakepercayaandirimenggunakananalisiskonfirmatorifaktordenganfaktor loading 0.760.UjireliabilitasmenggunakanCronbachAlpha skalakecemasan0,942 danskalakepercayaandirimempunyaireliabilitas0,826.
Hasilujiasumsianalisislinearitasuntukmengetahuihubunganantarvariabeldengansig nifikasi 0.000 metode yang digunakanadalah< 0,05. Hasilujihipotesismenunjukanbahwaterdapathubungannegatifantarakepercayaandiri dankecemasansebesar -0,903 danhasilujiModeratRegresion Analysis
(MRA)menujukanbahwaterdapatkontribusikepercayaandiritethadaphasilketerampi landasarbermainbulutangkisberdasarkantingkatkecemasanyaitusebesar52,6%. HasilujiRegresikepercayaandiridengantingkatkecemasantinggimemberikankontrib usisebesar30,5%
sedangkankepercayaandiridengantingkatkecemasanrendahmemberikankontribusis ebesar14,8%.
Kata-kata kunci:
Kepercayaandiri,kecemasan,keterampilanteknikdasarbul utangkis.
(7)
ii
Abstract
Contribution of Self-Confidence on Badminton Learning Outcome Based on Anxiety Level
Supervisior I: Yusuf Hidayat., S.Pd.,M.Si Supervisior II: dr. IkbalGentarAlam
M. AriefFadhillah
This study is intended to figure out to what extent the contribution of self-confidence on badminton learning outcome based on anxiety level. The studyis carried out by using descriptive quantitative method on 80 students (40 males and 40 females) whose ages range from 10 to 12 years old in SD Muhamadiyah 3 Bandung as participants. The data are collected by employing the scale of self-confidence, scale of anxiety, and a test to measure the students’ skill in badminton (in terms of long serve and defense lob). The data obtained from the scale of anxiety are analyzed by using explanatory factor analysis to test its validity with 0.788factor-loading, while the factor loading of the scale of confidence is 0.760.Cronbach Alpha is used to measure the reliability of both scales. The result shows a value of 0,942 for the self-confidence scale and 0,826 for the anxiety scale. The result of assumption trial using linearity analysis to find out the relationship between the variables with 0.000 significance method is < 0,05. The hypothesis testing shows that there is a negative correlation between self-confidence and anxiety by -0,903. Moderate Regression Analysis(MRA) was used to find out that there is a contribution of self-confidence to anxiety by 52,6%.High level of confidence contribute 30,5% and low level of confidence contributes 14,8%, while the rest is influenced by uninvestigated factors.
(8)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memainkan peranan penting dalam mengusung kemajuan suatu bangsa, melalui pendidikan yang baik akan diperoleh beragam hal baru yang dapat digunakan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas yang mampu membangun bangsa dan negara menjadi lebih maju, dan karena itu setiap bangsa harus menyelenggarakan pendidikan yang baik dan berkualitas. Pendidikan yang berkualitas harus mampu mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem penddidikan nasional disebutkan, yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas dengan ciri-iri beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Pendidikan dapat dimaknai secara berbeda oleh setiap individu, tergantung dari konteks waktu dan kepentingan, karena itu pengertian pendidikan pun dapat berbeda-beda.Deweymengartikan pendidikan sebagai “rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakna”, sementara Morse (1964) membedakan pengertian pendidikan ke dalam istilah pendidikan liberal (liberal education) dan pendidikan umum (general education). Pendidikan liberal lebih berorientasi pada bidang studi dan menekankan pada penguasaan materi,sedangkan pendidikan umum lebih bersifat memperhatikan pelakunya dari pada bidang studi dan materinya.Tujuan utamanya adalah mencapai perkembangan individu secara menyeluruh sambil tetap memperhatikan
(9)
belajarnya.
Sorotan terhadap belum berhasilnya pendidikan di Indonesia sementara ini terutama dapat dilihat dari masih relatif rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dan pengaruhnya terhadap pengembangan karakter, moral akhlak, danilmu pengetahuanya.Salahsatu fakta terkait rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah realitas pada rendahnya mutu pendidikan. Terkait dengan laporan Human Development Report (HDR), United Nation Development
Programme (UNDP) melaporkan bahwa pada tahun 2011, peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index) Indonesia meliputi peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala berada di urutan 124 dari 183 negara yang ada di dunia. Kondisi ini jauh berada di bawah Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), Filipina (112), dan sedikit lebih baik dibandingkan Vietnam (128) dan Myanmar (149)
Begitu juga untuk Indeks Pembangunan Pendidikan (Education Development
Index) untuk semua (education for all) di Indonesia menurun dari peringkat 65
pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report (2011): The Hidden Crisis, Armed Conflict and
Education yang dikeluarkan UNESCO, Indeks Pembangunan Pendidikan
Indonesia pada 2008 adalah 0,934 (rangking 69 dari 127 negara). Posisi ini jauh tertinggal dari Brunei Darussalam (peringkat 34) dan Jepang (rangking 1 dunia).Adapun Malaysia berada di peringkat 65, Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
Untuk pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Kemdiknas (2003) melaporkan bahwa dari 146.052 SD di Indonesia, hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dan dari 20.918 SMP yang ada, hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle
Years Program (MYP).Sementara itu, dari 8.036 SMA, hanya 7 sekolah yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program
(10)
urutan ke-12 dari 12 negara, berada di bawah Vietnam. Akibat rendahnya kualitas pendidikan, maka Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei (The World Economic
Forum Swedia Report, 2000).Indonesia pun hanya berpredikat sebagai follower
bukan sebagai leader teknologi dari 53 negara di dunia.Ini menunjukkan bahwa Sumber Daya Manusia kita memang masih tertinggal.Oleh karena itu, Indonesia harus berusaha jauh lebih keras dibandingkan dengan negara-negara lain untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Secara spesifik, pendidikan jasmani dan olahraga merupakan salah satu bidang studi yang tidak luput dari sorotan di atas, terutama dikaitkan dengan gejala seperti kesehatan, kebugaran jasmani dan jiwa kompetitif yang fair play.Seorang pakar pendidikan jasmani dari Amerika Serikat, Siedentop (1991, hlm. 1) menjelaskan bahwa :
Pada masa tahun 1990-an pendidikan jasmani dapat diterima secara luas sebagai model pendidikan melalui aktivitas jasmani, yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telaahan pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 dan menekankan pada kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan dan perkembangan sosial secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan dari, tentang dan melalui aktivitas jasmani.
Menurut Wiliams (1999, dalam Freeman,2001, hlm. 1), pendidikan jasmani adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih dan dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini didukung oleh adanya pemahaman bahwa:
Manakala pikiran (mental) dan tubuh disebut dua unsur yang terpisah, pendidikan jasmani yang menekankan pendidikan fisikal, melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan individual adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal.Pemahaman ini menunjukan bahwa pendidikan jasmani juga terkait dengan respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran mental, intelektual, emosional dan estetika.
(11)
Pendidikan melalui fisikal maksudnya adalah pendidikan melalui aktifitas fisik yang bertujuan mencangkup semua aspek perkembangan pendidikan, termasuk pertumbuhan mental, sosial dan keterampilan siswa.Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran harus dibelajarkan dan di kembangkan.Menurut CDC (2006; dalam Ambardini, 2006), bahwa:
Aktivitas fisik melalui pendidikan jasmani membantu membentuk dan mempertahankan tulang dan otot yang sehat, membantu mengontrol berat badan, membentuk otot dan mengurangi lemak, mengurangi depresi, kecemasan, serta mencegah atau memperlambat hipertensi dan membantu mengurangi tekanan darah pada beberapa remaja yang menderita hipetensi.
Persoalan kesehatan bangsa Indonesia diduga kuat berakar pada perubahan dalam gaya hidup termasuk pola makan yang tidak sehat, makan-makanan yang mengandung lemak jenuh dan kurang melakukan aktifitas fisik dan olahraga.Seperti yang di tegaskan dalam penelitian Carison et al (2008, dalam Ambardini) bahwa pendidikan jasmani tidak berdampak negatif terhadap prestasi akademik siswa, bahkan pada siswa perempuan terdapat peningkatan nilai matematika dan membaca pada siswa yang mendapatkan pendidikan jasmani lebih banyak.Hasil penelitian tersebut menguatkan pandangan bahwa pendidikan jasmani sangat penting untuk siswa-siswi di sekolah karena dapat meningkatkan kemampuan akademik siswa-siswi seperti matematika dan membaca, dan sebaliknya siswa yang tidak atau kurang mendapatkan pendidikan jasmani rentan terkena penyakit obesitas, kronik degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus dan jantung.
Seperti diketahui, tujuan pembelajaran meliputi tiga aspek domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, orientasi penilaian masih lebih terorientasi pada aspek psikomotor, sementara aspek afektif dan kognitif masih terabaikan.Padahal pencapaian tujuan pada domain afektif sama pentingnya dengan aspek kognitif dan psikomotor. Karena itu, pencapaian domain afektif
(12)
dicapai oleh peserta didik.
Menurut Popham (1995 dalam Mardapi 2004) domain afektif menentukan keberhasilan seseorang.Orang yang tidak memiliki kemampuan afektif yang baik, sulit mencapai keberhasilan studi yang optimal. Hasil belajar kognitif dan psikomotorik akan optimal jika peserta didik mempunyai kemampuan afektif tinggi. Oleh karena itu pendidikan harus diselenggarakan dengan memberikan perhatian yang lebih baik menyangkut domain afektif ini. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotor dalam bidang pendidikan jasmani tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat, apabila tidak diikuti dengan kemampuan afektif. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa baik jika digunakan untuk membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan ini digunakan untuk merugikan pihak lain. Selain itu pengembangan domain afektif di sekolah akanmembawa pengaruh yang sangat positif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya, baik di rumah maupun di lingkungan luar.
Permainan bulutangkis merupakan salahsatu cabang olahraga yangterpopuler dan banyak di gemari oleh masyarakat Indonesia, bahkan di dunia.Permainan ini menggunakan raket sebagai alat pemukulnya dan satelkok sebagai ojek pukulnya, lapangan permainan bulutangkis berbentuk persegi panjang, di tandai dengan garis sebagai pembatas dan dipisahkan oleh net untuk daerah permainan sendiri dan lawan.Permainan ini bersifat individual, berbeda dengan permainan sepakbola atau basket yang bersifat beregu, permainan bulutangkis dapat dimainkan oleh satu orang lawan satu orang atau dua orang lawan dua orang.Dapat dimainkan oleh putera, puteriatau oleh pasangan putera dan puteri.Bulutangkis merupakan permainan yang banyak menggunakan kemampuan fisik dengan gerakan yang cepat dan pukulan keras yang dilakukan dalam waktu beberapa detik di antara reli-reli panjang (Ballou, 1998 dalam Subarjah, 2010).Permainan Bulutangkis masuk dalam kategori olahraga permainan bola kecil, yang tercantum dalam kurikulum 2013 di point 4.2., yaitu mempraktikkan variasi dan kombinasi pola gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif dalam permainan bola
(13)
tradisional bola kecil.
Meskipun menurut Ballou (1998 dalam Subarjah, 2010), bahwa permainan bulutangkis banyak menggunakan kemampuan fisik tetapi dalam kenyataanya tidak hanya kemampuan fisik semata, tetapi juga ada aspek mental didalamnya seperti kepercayaan diri, motivasi, kecemasan, kekompakan, agresifitas, dan lain-lain.Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang sedang belajar keterampilan bermain bulutangkis seperti servis, lob, drive, netting, dropshot, dan smash, proses dan hasil belajarnya tidak akan masksimal jika memiliki motivasi yang rendah. Ketika siswa yang telah belajar keterampilan bermain bulutangkis akan melakukan tes keterampilan sebelum dan atau sedang melakukan tes, maka keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah kecemasan.Sebagaimana dikemukakan oleh Post (1978 dalam Trismiati, 2004, hlm. 4), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang di tandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Lefrancois (1980 dalam Trismiati, hlm. 4), menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Jadi pada saat tes siswa akan mengalami rasa cemas yang dapat mempengaruhi hasil tes, akan tetapi tidak hanya rasa cemas saja yang ada pada diri siswa, rasa percaya diri siswapun dapat mempengaruhi terhadap hasil tes. Menurut Surna, (2000, dalam Afrina, 2012, hlm. 3).
Kepercayaan diri adalah penghargaan akan kemampuan, potensi, bakat, kekuatan, prestasi yang diwujudkan dalam bentuk prilaku nyata yang menghasilkan karya-karya tertentu sesuai dengan profesinya dan member manfaat dalam upaya membentuk kemandirian dan aktualisasi diri.
Sedangkan menurut Hakim (2005, dalam Afrina, 2012, hlm. 3)
Rasa percaya diri yaitu suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Siswa yang
(14)
dimiliki.
Fakta-fakta dari beberapa penelitian tentang kepercayaan diri dapat memberikan peningkatan terhadap keterampilan. Contohnya seperti :
“Landin and Herbert (1999) on five female tennis players, Perkos et al., (2002) on four young basketball players, and, Johnson, Hrycaiko, Johnson and Halas (2004) on four female football players, proves that self talk intervention program can increase self confidence. Motivational self talk is found to help increase ability to execute tennis forehand drive, self confidence, and decrease anxiety (Hatzigeorgiadis et al., 2008), and, increase self efficacy and tennis forehand drive (Hatzigeorgiadis et al., 2009).”
Artinya adalah dalam penelitian Landin dan Herbert (1999, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada lima orang perempuan pemain tenis, Perkos et al., (2002, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada empat orang anak kecil pemain bola basket, dan Johnson, Hrycaiko, Johnson and Halas (2004, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada empat orang perempuan pemain sepakbola, membuktikan bahwa Self-talk atau berbicara kepada diri sendiri dapat memberikan peningkatan terhadap kepercayaan diri. Motivational
self talk dapat memberikan peningkatan kemampuan gerak dalam melakukan tennis forehand drive, Kepercayaan diri danmengurangi kecemasan Hatzigeorgiadis et al., (2008, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), danmemberikan peningkatan terhadap self efficacy dan tennis forehand drive Hatzigeorgiadis et al., (2009, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187).
Hidayat dan Budiman (2014, hlm. 191), mengungkapkan bawha “teachers and coaches should teach their athletes how to use self talk in order to help
increase self confidence and movement performance”. Artinya adalah guru dan pelatih dapat mengajarkan kepada atlet bagaimana cara menggunakkan self talk dalam perintah untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan gerak. “Self talk dapat diartikan sebagai apa yang di katakan oleh siswa/atlet terhadap dirinya
(15)
secara langsung dalam merespon dirinya” (Hidayat, 2009, hlm. 285).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran seseorang akan kemampuan yang dimiliki dirinya dan ada rasa percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Meskipun secara konseptual pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam meningkatkan kebugaran jasmani siswa dan merubah gaya hidup sehat tetapi secara umum fakta dilapangan masih menunjukan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga masih memiliki berbagai permasalahan terutama yang terkait dengan kualitas proses pembelajara pendidikan jasmani di sekolahan. Secara umum para guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dihadapkan pada masalah-masalah yang cukup serius. Jika dicermati ada empat masalah pokok yang dihadapi guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehata, yaitu (1) pengembangan aspek kognitif dan afektif sangat kurang di bandingkan dengan aspek psikomotor (2) materi yang diajarkan tidak sesuai dengan kurikulum dan bahan ajar (3) sarana dan prasarana kurang mendukung dalam pembelajaran dan (4) alokasi waktu pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang sangat terbatas.
Persoalan-persoalan seperti yang diuraikan di atas bisa berdampak pada munculnya masalah-masalah lain, seperti siswa memiliki tingkat kebugaran jasmani yang rendah dan keterampilan gerak dasar yang tidak memadai (Panggrazi & Daeur, 1995 dalam Hidayat, 2011, hlm 72), adanya ketidak termotivasian siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah (lavay, Henderson, & French, 1997 dalam hidayat, 2011, hlm 73). Hasil survey yang dilakukan oleh cholik dan harsono (dalam Nagasmin & Soepartono, 1999 dalam hidayat, 2011, hlm. 73) menunjukan adanya kecenderungan siswa kurang meminati aktivitas pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan karena dirasakan saangat berat.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran pada latar belakang di atas, ada persoalan pokok yaitu siswa cemas dan kurang percaya diri ketika akan melakukan tes, gejala yang nampak siswa menunjukan rasa takut, malu. Hal ini akan berimbas
(16)
siswa atau kurang memuaskanya prestasi akademik karena minimnya penguasaan keterampilan gerak bermain bulutangkis. Menurut Thursan Hakim (2005, dalam Afrina,2012, hlm 3) dijelaskan bahwa:
Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses: (a) Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. (b) Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelbihannya. (c) Pemahaman dan reaksi positif seorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. (d) Pengalaman di dalam menjalani berbagaiaspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.
Davies (2004 dalam Afrina, 2012, hlm. ) menjelaskan tentang ciri-ciri individu yang mempunyai rasa percaya diri yaitu (1) menikmati hidup dan bergembira (2) mengetahui dan menilai diri sendiri (3) mempunyai keahlian-keahlian sosial yang baik (4) mempunyai sikap yang positif (5) tegas (6) mempunyai tujuan yang jelas (7) siap menghadapi tantangan-tantangan.
Kecemasan yang terjadi selama masa stres tinggi atau akibatnya peristiwa traumatis adalah normal. Dalam kebanyakan kasus, kecemasan yang disebabkan stres akan segera hilang sendiri, ketika penyebab tersebut tidak lagi menjadi perhatian. Namun, ketika kecemasan parah, mengganggu kehidupan sehari-hari akan menyebabkan serangan panik atau tidak menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, jika seperti itu harus mengalami pengobatan secara khusus.kecemasan yang tinggi di akibatkan karena kurangnya rasa percaya diri tettang apa yang sedang kita hadapi. Dalam pembelajaran bulutangkis di sekola siswa sering merasakan cemas ketika akan melakukan tes itu di sebabkan karena siswa kurang latihan dan siswa mengalami gerakan baru.
Tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan kecemasan yang rendah dapat mempengaruhi hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dibuktikan dengan penelitian ini.Sesuai dengan uraian pokok-pokok pikiran di atas dan kondisi riil
(17)
maka perlu dilakukan upaya inovatif dan kreatif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran mata pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya dengan membelajarkan aspek kognitif dan afektif yaitu kepercayaan diri dan kecemasandalam pembelajaran bermain bulutangkis sehingga dapat berdampak pada hasil yang lebih baik, untuk itu penulis bermaksud melakukan penelitian deskriptifkuantitatif dan merumuskanya dalam judul “Kontribusi Kepercayaan Diri Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis
Berdasarkan Tingkat Kecemasan”.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan pokok-pokok uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
(1) Pengembangan domain kognitif dan afektifmasih sangat terabaikan di bandingkan dengan aspek psikomotor. Pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah lebih menekankan pada pengembangan domain keterampilan gerak.Aspek-aspek kepercayaan diri, motivasi, kecemasan, agresivitas, fair play, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab masih belum banyak dikaji dan dikembangkan;
(2) Muatan kurikulum masih relatif kurang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan lebih banyak penekannya pada penguasaan cabang olahrga.
(3) Fasilitas atau sarana dan prasarana masih kurang mendukung, contohnya seperti dalam pembelajaran bulutangkis kurangnya alat pemukul dan objek pemukul jadi membatasi ruang gerak siswa.
(4) Alokasi waktu yang sangat terbatas untuk memberikan materi dari tahap kognnisi, afeksi dan psikomotor.
(5) Kompetensi guru pendidikan jasmani yang masih kurang memadai, terutama yang berlatar belakang bukan guru pendidikan jasmani.
(6) Kebijakan-kebijakan sekolah (terutama kepala sekolah) dan atau pemerintah yang menomorduakan mata pelajaran pendidikan jasmani di bawah mata pelajaran lain seperti Ilmu Pengetahuan Alam, matematika dan lain-lain.
(18)
C. Perumusan Masalah
Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan juga biaya, tidak mungkin masalah-masalah tersebut di atas dikaji dan dipecahkan melalui penelitian ini, oleh karena itu, penelitian ini hanya akan mengkaji mengenai kontribusi tingkat kepercayaan diri terhadap penguasaan keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan pada saat tes, dan dalam kaitan itu, secara umum dirumuskan dalam
rumusan masalah “seberapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan?”Selanjutnya, rumusan umum di atas, dijabarkan kedalam rumusan masalah khusus, sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun?
2. Adakah hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan siswa usia 10-12 tahun?
3. Berapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Sedangkan secara khusus didasarkan pada beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui gambaran kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun.
2. Menguji hubungan hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan siswa usia 10-12 tahun.
3. Menguji kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan
(19)
E. ManfaatPenelitian
Manfaat dalam penelitian dibagi menjadi dua kategori, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis :
1. Manfaat Teoritis
Secara teori hasil peneitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan, khusunya dalam kajian tentang hubungan antara aspek afektif kepeprcayaan diri dengan hasil belajar psikomotorik (keterampilan bermain bulutangkis) dilihat dari tingkat kecemasan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis: dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan dalam pembelajaran keterampilan bermain bulutangkis dengan melihat kontribusi domain afektif seperti kepercayaan diri dan kecemasan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para guru, pelatih, atlit dan siswa pada umumnya dalam melakuka latihan atau pembelajaran.
(20)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Keterampilan Dasar Bermain Bulutangkis
a. Pengertian keterampilan dasar bermain bulutangkis
Subarjah dan Hidayat (2010) menjelaaskan bahwa permainan bulutangkis merupakan jenis olahraga yang dimainkan dengan menggunakan net, raket, raket sebagai alat pemukul, satelkok sebagai obyek yang dipukul, dan berbagai keterampilan, mulai keterampilan dasar hingga keterampilan yang paling kompleks. Tujuan dari permainan bulutangkis adalah memperoleh angka dan kemenangan dengan cara menyebrangkan dan menjatuhkan satelkok di bidang permainan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul satelkok atau menjatuhkanya di daerah permainanya sendiri. Permainan ini dianggap sebagai salah satu olahraga lapangan yang paling cepat dan paling terkenal di duina, karena itu berhasil menyedot minat berbagai kalangan tanpa dibatasi oleh kelompok umur, kelompok social ekonomi, maupun kategori jenis kelamin.
Menjadi seorang pemain bulutangkis yang berprestasi bukan pekerjaan yang mudah sebab dituntut memahami dan menguasai sejumlah keterampilann fisik, teknik, taktik dan psikologi secara efektif, efisien dan stimulant.
“Keterampilan dasar merupakan salahsatu jenis keterampilan yang harus dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain dalam melakukan kegiatan bermain bulutangkis” (Tohar, 1991 dalam Subarjah dan Hidayat, 2010).
b. Ruang lingkup keterampilan dasar bermain blutangkis
Dalam belajar bermain bulutangkis, inti kegiatan belajar bagi siswa berupa berbagai aktifitas gerak fisik yang tersusun dalam pola gerak untuk melakukan berbagai keterampilan bulutangkis. Berdasarkan penelusuran terhadap sejumlah sumber seperti yang di kemukakan oleh Arisanto at al (1990, dalam Hidayat, 2008, hlm. 219) bahwa :
(21)
Aktivitas belajar gerak dalam bulutangkis berupa penguasaan berbagai macam teknik dasar, yakni (1) pegangan (grip); (2) olah kerja; (3) kaki (footwork); dan (4) berbagai jenis pukulan (strokes); yang terdiri dari: (a) pukulan atas kepala (overhead strokes); (b) pukulan samping (side arm
strokes); (c) pukulan-pukulan bawah (under arm strokes).
Pukulan atas kepala (overhead), terdiri dari lob (clear), drop shots dan
smash. Pukulan samping (side arm), terdiri dari drive dan drop shots.
Sedangkan pukulan bawah (under arm), terdiri dari servis pendek (short
service), servis panjang (long service), underhand lob, underhand drop shots dan netting.
Sedangkan menurut Varner, 1966; Davis, 1990; Edward, 1997; (dalam Subarjah dan Hidayat 2010, hlm. 29) “secara umum keterampilan dasar permainan bulutangkias dapat dikelompokan kedalma empat bagian yaitu (1) cara memegang raket (grips), (2) sikap siap (stance atau ready position), (3) gerakan kaki (footwork), dan (4) gerak memukul (stroke).”
Adapun uraian keepat keterampilan dasar bermain bulutangkis tersebut akan di jelaskan sebagai berikut :
1) Cara Memegang Raket (Grips)
Subarjah dan Hidayat (2010) menjelaaskan bahwa permainan bulutangkis merupakan salah satu permainan yang menggunakan raket yang dipegang menggunakan tangan kanan ataupun kiri, karena itu permainan bulutangkis banyak menggunakan pergelangan tangan, oleh karena itu belajar bermain bulutangkis harus benar dulu cara pegangannya. Cara pegangan raket yang dilakukan dengan benar akan menentukan hasil pukulan seseorang pemain bulutangkis. Menurut subarjah dan Hidayat (2010, hlm. 30) “Cara memegang raket merupakan salah satu teknik dasar yang harus dikuasai oleh setiap pemain.” Maka dari itu pegangan raket yang benar harus di kuasai oleh setiap setiap pemain bulutangkis.
Pegangan raket meupakan awal dari koordinasi tangan, mata dan raket. Cara memegang raket merupakan keterampilan dasar bermain bulutangkis yang esensial artinya kualitas seorang pemain dikatakan baik atau tidaknya ditentukan oleh cara memegang raketnya. Seperti telah disebutkan, merujuk pada beberapa
(22)
literatur yang ada, cara pegangan raket yang dilakukan pemain dapat dibedakan menjadi empat cara yang berbeda Menurut Subarjah dan Hidayat, (2010, hlm. 31) setidaknya ada empat cara memegang raket yaitu (1) pegangan pistol (shakehand grip), (2) pegangan western (american grip), (3) pegangan inggris (backhand grip), (4) pegangan campuran (mix grip).
Berikut empat uraian cara memegang raket yang berbeda dalam permainan bulutangkis :
a) Cara Western Grip (American Grip)
Raket dipegang dengan bagian antara ibu jari dan telinjuk nempel pada
bagian permukaan raket. Dikalangan masyarakat disebut pegangan “gebuk kasur”.
Pegangan ini seperti pegangan continental/inggris, tetapi raket diputar setengah putaran kekiri, sehingga muka raket menghadap ke bawah. Pemain bulutangkis dunia tidak ada yang menggunakan pegangan ini.
b) Cara Continental (Backhand Grip)
Cara pegangan raket continental sama seperti pegangan inggris, tetapi raket diputar seperempat putaran ke kanan, sehingga ibu jari pegangan raket melekat pada bagian yang lebar. Cara pegangan raket sedemikian rupa sehingga bagian ibu jari menempel pada bagian tangkai yang gepeng dan telunjuk berada pada bagian yang sempit
c) Cara Shakehand (Forehand Grip)
Cara pegangan ini samasseperti orang berjabat tangan. Cara pegangan ini sering pula dinamakan forehand grip, karena dengan pegangan ini sangat mudah untuk melakukan pukulan forehand (Subarjah dan Hidayat, 2010, hlm. 31). Meskipun demikian dengan cara pegangan ini juga dapat melakukan pukulan
(23)
d) Cara Campuran (Combination Grip)
Cara pegangan ini adalah cara pegangan campuran dari ketiga bentuk tadi yaitu cara shakehand (Forehand Grip), cara continental (Backhand Grip), cara western grip (American Grip). Pegangan inidilakukan dengan cara mengubah-ubah posisi jari telunjuk dan ibu jari disesuaikan dengan arah datangnya kok dan jenis pukulan. Subarjah dan Hidayat (2010, hlm.33) mengatakan :
Biasanya para pemain top dunia hanya menggunakan cara pegangan shakehand pada saat melakukan pukulan forehand, sedangkan pada waktu melakukan pukulan overhead backhand gripnya diubah dan diputar seperempat putaran ke sebelah dalam sehingga ibu jari berada pada bagian pegangan yang gepeng (pegangan inggris). Cara pegangan ini biasanya digunakan oleh pemain yang mahir.
2) Sikap Berdiri (Stance)
Cara berdiri dalam permainan bulutangkis sebenarnya mudah, akan tetapi apabila cara berdiri ini kurang tepat maka akan mengakibatkan kepada gerakan menjadi kurang efisien dan merugikan kepada pemain. Oleh karena itu meskipun cara berdiri ini relative mudah tetapi harus dipelajari dengan baik. Keterampilan daras ini sangat penting untuk di kuasai oleh seorang pemain bulutangkis.
Menurut Subarjah dan Hidayat, (2010, hlm 34) mengatakan bahwa, “beberapa
bentuk sikap berdiri yang perlu diketahui dan dikuasai pada dasarnya dapat dibagi tiga bagian, yaitu stance (a) pada saat servis, (b) pada saat menerima servis, dan
(c) pada saat reli (Permainan sedang berlangsung).” 3) Gerakan Kaki (Footwork)
Manusia bergerak pada umumnya dengan menggunakan kedua kaki, kemana kaki bergerak disitulah badanya berada. Menurut Subarjah dan Hidayat, (2010, hlm. 38) mengatakan :
Pemain bulutangkis yang memiliki kemampuan memukul satelkok yang baik sekalipun, apabila tidak ditunjang oleh pergerakan kaki yang baik
(24)
atau pergerakan tidak efektif maka pemain tersebut akan sulit untuk memperoleh penampilan yang baik atau seringkali tidak mampu menyelesaikan permainan dengan baik.
Gerakan kaki adalah gerakan-gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi badan sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan memukul satelkok sesuai dengan posisinya Subarjah (1999 dalam Subarjah dan Hidayat, 2010, hlm.38).
Menurut Subarjah & Hidayat (2010, hlm.41) Ada beberapa gerakan kaki yang perlu dikuasai oleh para pemain bulutangkis diantaranya (1) Pergerakan ke depan, (2) Pergerakan ke belakang, (3) Pergerakan ke samping kiri, (4) Pergerakan ke samping, (5) Pergerakan menyilang, (6) Meloncat.
4) Gerak Memukul (Stroke)
Untuk dapat memainkan permainan bulutangkis dengan baik seorang pemain harus mampu melakukan beberapa teknik pukulan (Strokes). “Teknik pukulan diartikan sebagai cara-cara melakukan pukulan pada permainan bulutangkis dengan tujuan menerbangkan satelkok kebidang lapangan lawan.” Tohar (1991 dalam Subarjah dan Hidayat, 2010, hlm.45). Mengacu kepada sistem pengklasifikasian yang dikemukakan oleh Tohar (1991), Johnson (1990), Subarjah (1999), Davis (1998), Ballou (1998), dan Grice (1996) dalam Subarjah & Hidayat, (2007:47). Secara umum keterampilan gerak memukul permainan bulutangkis dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, kategorisasi ini berdasarkan pada posisi raket pada waktu melakukan pukulan. Ketiga jenis keterampilan gerak memukul tersebut ialah (1) pukulan dengan ayunan raket dari bawah ke atas (underarm strokes), (2) Pukulan menyamping (Sidearm strokes), (3) Pukulan dari atas kepala (overhead strokes). Berikut tabel 2.1 menampilkan kategorisasi dari setiap jenis pukulan.
(25)
Tabel 2.1 Kategorisasi keterampilan gerak dasar memukul berdasarkan posisi raket ketika melakukan pukulan.
No Jenis Pukulan
1. Pukulan dari bawah ke atas (underarm strokes) 1.1.Servis (service)
1.1.1.Servis panjang atau tinggi (high service)
1.1.2.Servis pendek (short service)
1.1.3.Servis kedut (flick service)
1.2.Mengangkat satelkok tinggi (underarm lob/clear)
1.2.1.Defensive clear; 1.2.2.Offensive clear 1.3. Net (netting)
2. Pukulan menyamping
(sidearm strokes)
2.1. Drive lurus ke belakang (clear drive)
2.1.2.Drive lurus ke belakang-bertahan
(Defensive clear drive)
2.1.3.Drive lurus ke belakang- menyerang
(Offensive atau attacking clear drive) 2.2. Drive pelan dan rendah, tepat di atas net
(dropshot drive) 2.3. Chopped drive
2.4. Drive net (netting drive) 3. Pukulan dari atas kepala
(overhead strokes)
3.1. Lob atau clear
3.1.1.Lob tinggi ke belakang (defensive clear)
3.1.2.Lob menyerang (ofensive clear)
3.2. Smash
3.2.1.Smash penuh (full smash)
3.2.2.Smash potong (cutting smash)
3.3. Pukulan drop (dropshot)
3.4. Chopped
3.5. Memutar di atas kepala (around the head strokes) Sumber : Varner, 1996; Johnson, 1990; Tohar, 1991; Davis, 1998; Grice, 1996;
Edward, 1997; Ballao, 1998; Subarjah, 1999 ( dalam Hidayat, 2010, hlm. 46)
(26)
2. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa
Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik.
Secara umum, kecemasan di bagi menjadi dua kategori yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah seseorang merasakan ketakutan yang tidak proposional terhadap satu situasi tertentu atau kondisional. “Kecemasan kondisional merupakan kecemasan yang terjadi secara temmporer yang tercermin pada respon seseorang pada situasi” Spielberger (1991 dalam Hidayat, 2009, hlm. 237) Jenis kecemasan ini merupakan kondisi emosi yang bersifat sementara dan terjadi pada suatu situasi tertentu saja. Trait Anxiety adalah jenis kecemasa yang bersifat menetap atau bawaan sebaliknnya dari State Anxiety, seseorang merasa cemas, kapan dan sehingga menimbulkan rasa khawatir dan tegang. Martens (1982 dalam Hidayat, 2009, hlm. 237), mengatakan bahwa :
Kecemasan bawaan sebagai kecenderungan dasar pada seseorang untuk mempersiapkan diri terhadap bahaya atau ancaman pada situasi tertentu dilingkungan dan beresponsi terhadap situasi-situasi tersebut dengan peningkatan kecemasan kondisional
Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri (Lazarus, 1961, dalam Trismiati, 2004, hlm. 4). Menurut Post (1978 dalam Trismiati, 2004, hlm. 4), “Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat”. Freud (dalam Arndt, 1974)
“menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan”. Menurut Freud (dalam Andri, dewi, 2007),
“kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya”.
(27)
Menurut Bucklew (dalam Trismiati, 2004, hlm. 5), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat yaitu:
1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai geala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.
2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik,, terutama pada fungsi system syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual dan ssebagainya
Sue, dkk (dalam Kartikasari, 1995, dalam Trismiati, 2004, hlm. 5), menyebutkkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini.
1) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
2) Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.
3) Perubahan somatic, muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah, dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.
4) Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah dan perasaan tegang yang berlebihan.
Terjadinya rasa cemas tentunya tidak begitu saja datang pada diri seseorang, tentunya ada sebab dan akibat melalui proses. Menurut Hidayat (2009, hlm. 242), mengemukakan bahwa “Proses terjadinya kecemasan merupakan serangkaian peristiwa yang menunjukan adanya ketidak seimbangan antara tuntutan fisik, psikologis, dan kemampuan merespon”. Biasanya kegagalan dalam memenuhi tuntutan tersebut merupakan rangkaian terjadinya ketegangan McGrath (1970 dalam Hidayat, 2009, hlm. 242 ).
Ada sebuah model sederhana yang menjelaskan tentang terjadinya proses kecemasan. Model tersebut menyebutkan bahwa proses ketegangan terdiri atas
(28)
empat tahapan yang saling berhubungan yaitu tuntutan lingkungan, persepsi pada tuntutan, respon terhadap ketegangan, dan akibat dari perilaku. Selanjutnya keempat tahapan tersebut digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1.
Model Proses Terjadinya Ketegangan dan Kecemasan (Sumber: McGrath, 1970 dalam Hidayat, 2009 hlm.243 )
1) Tahap 1 : Tuntutan lingkungan, jenis tuntutan pada individu bias berupa fisik atau psikologis, contohnya siswa/atlet harus menampilkan keterampilan baru pada cabang olahraga bulutangkis di depan kelasnya atau orang tua menekan atlet muda untuk memenangkan pertandingan.
Tahap 1 Tuntutan Lingkungan fisik dan psikologi
Persepsi individu pada tuntutan lingkungan (sejumlah ancaman yang
dirasakan pada fisik dan psikologi)
Respon (fisik dan psikologis): aurosal,
state anxiety (kognitif dan somatik)
ketegangan otot, perubahan perhatian
Perilaku (penampilan dan hasil) Tahap 1
Tahap 1 Tahap 1
(29)
2) Tahap 2 : Persepsi pada tuntutan, pada tahap ini seseorang mempersepsikan tuntutan fisik dan psikologis. Contoh, kelas 2 dan kelas 6 sekolah dasar dalam memperagakan keterampilan gerak baru di depan kelas akan berbeda. Robby senang di perhatikan di depan kelas, sedangkan Ridwan merasa terancam. Ridwan merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan pada dirinya untuk memperagakan di depan kelas dan kemampuanya untuk memenuhi tuntutan itu Robby tidak merasakan ketidakseimbangan atau hanya merasakan, tetapi tidak mengancam dirinya. Seseorang yang mempunyai kecemasan bawaan (trait anxiety) tinggi akan memiliki kencenderungan merasakan situasi yang lebih (kususnya jika dinilai dalam pertandingan) sebagan ancaman disbanding orang yang memiliki kecemasan bawaan rendah. Dengan demikian kecemasan bawaan sangat berpengaruh pada tahapan yang ke dua.
3) Tahap 3 : Respon Tegang, seseorang akanmerespon secara fisik dan psikologis untuk mempersiapkan suatu situasi. Jika persepsi seseorang tidak seimbang antara tuntutan dan kemampuan merespon akan menyebabkan perasaan terancam, maka kecemasan kondisional meningkat, orang tersebut menjadi cemas (cognitive state anxiety) dan aktivasi fisiologinya pun meningkat (somatic state anxiety). Reaksi lainya muncul seperti perubahan konsentrasi dan meningkatnya ketegangan.
4) Tahap 4 : Akibat Perilaku, akibat perilaku maksudnya adalah perilaku aktual seseorang di bawah ketegangan. Jika atlet belajar bulutangkis dapat memenuhi perasaan ketidakseimbangan antara kemampuan dan tuntutan dan merasakan peningkatan pada kecemasan kondisional, apakah penampilana memburuk? Atau apakah meningkatnya kecemasan kondisional menyebabkan pula kehebatanya? Dengan demikian penampilan siswa/atlet meningkat.
(30)
Terkait dengan olahraga, kecemasan yang timbul ketika akan menghadapi tes atau pertandingan merupakan reaksi emosional negatif siswa/atlet ketika harga dirinya merasa terancam. Hal ini terjadi karena siswa/atlet menganggap tes atau pertandingan tersebut sebagai tantangan terbesar dan berat untuk berhasil, melihat dari kemampuan dirinya sendiri.kecemasan tersebut terjadi akibat siswa/atlet terlalu banyak memikirkan akibat kegagalan atau kekalahanya. Kecemasan akan selalu terjadi pada setiap individu apabila apa yang di harapkan mendapatkan rintangan sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan menghantui pikiranya. Menurut Martens, Vealey, & Brurton (dalam Amir, 2012), “Kecemasan olahraga adalah perasaan khawatir, gelisah, dan tidak tenang dengan menganggap pertandingan sebagai suatu yang membahayakan”.
Gunarsa (dalam Hidayat, 2009, hlm.244), menggambarkan proses terjadinya kecemasan dalam situasi olahraga seperti terlihat pada gambar 2.2. di bawah ini :
Gambar 2.2.
Proses Terjadinya Kecemasan dalan Situasi Olahraga (Sumber: Gunarsa, 1989 dalam Hidayat, 2009, hlm.244)
Dalam gambar 2.2. di atas, siswa/atlet sebelum tes atau bertanding menerima tuntutan situasi kompetitif yang objektif dari pelatih, guru, pengurus atau Pembina, dalam tuntutan tersebut, guru/pelatih mengharapkan agar siswa/atlet dapat memenangkan pertandingan yang diikutinya. Tuntutan tersebut akan menjadi stimulus bagi siswa/atlet yang dipersepsi sebagai ancaman, sementara kecemasan bawaan (trait anxiety) yang dimilikinya mempengaruhi persepsinya secera emosional, maka timbul reaksi kecemasan seketika (state
Kepribadian yang pencemas (trait Anxiety)
Tuntutan Situasi Kompetitif
Persepsi terhadap ancaman (threat)
Reaksi keadaan cemas
(31)
anxiety) pada penampilan siswa/atlet sebagai respon terhadap tuntutan situasi objektif tadi.
“Unsur yang paling dominan menyebabkan kecemasan adalah unsur
kognitif yaitu kekhawatiran dan pikiran negatife bahwa proses dan hasil
pertandingan dapat mengancam posisi atlet” Smith & Sarason (dalam Amir,
2012, hlm. 328). “Kecemasan olahraga menggambarkan perasaan atlet bahwa
sesuatu yang tidak di kehendaki akan terjadi” Anshel (dalam Amir, 2012, 328).
Hal yang tidak di kehendaki misalnya atlet yang bertanding menujukan penamplanya yang buruk, lawan mainya terkenal selalu juara, altet tersebut akan mengalami kekalahan, kekalahan yang menyebabkan dirinya di cemooh oleh teman-temanya dan seterusnya membentuk kecemasan berantai. Kondisi ini memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada atlet apalagi rasa percaya diri atlet yang kurang tinggi. Atlet cenderung tampil kaku, bingung, dan gerakan-gerakanya menjadi kurang terkontrol dengan baik Contoh selanjutnya siswa yang akan melakukan tes keterampilan gerak, tidak dapat disangkal situasi tes memberikan pengaruh yang menekan pada siswa, reaksi tersebut sangat bergantung pada siswa yang melakukan tes yaitu siswa. Pada siswa yang sensitif, situasi ini dapat menimbulkan kecemasan. Siswa takut gagal karena kalau gagal taku di tertawakan oleh teman-temanya, malu karena melakukanya sendiri. Sifat kecemasan olahraga juga dapat berubah yaitu sebelum, selama melakukan dan ketika akan selesai. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cratty (1973 dalam Amir, 2012, hlm. 329) sebagai berikut.
1) Biasanya sebelum pertandingan, anxiety naik di sebabkan oleh bayangan akan beratnya tugas atau pertandingan yang akan datang 2) Selama pertandingan, tingkat anxiety biasanya menurun karena atlet
telah beradaptasi dengan situasi pertandingan
3) Mendekati akhir pertandingan, tingkat anxiety biasanya mulai naik kembali, terutama apabila skor pertandingan sama atau hanya berbeda sedikit saja
Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang kecemasan di atas dapat di kemukakan bahwa kecemasan adalah salah satu kepribadian yang dimiliki semua
(32)
orang, yakni kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang di tandai oleh reaksi psikologi seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan reaksi fisiologi seperti tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual dan sebagainya, karena itu kecemasan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengerjakan sesuatu, bahkan dalam kontes pendidikan jasmani kesehatan dan olahraga kecemasa dapat timbul pada diri siswa ketika akan mengikuti tes keterampilan, jika siswa dapat mengendalikan rasa cemas tersebut maka penampilanya akan baik begitu juga sebaliknya.
b. Dimensi dan Indikator Kecemasan
Menurut Smith, Small dan Schutz (1990), kecemasan dalam olahraga memiliki empat komponen, yaitu (1) cognitive (cognitively), (2) afektif (affectively), (3) somatic (somaticaly) dan (4) motoric (motoricaly)
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Simanjutak, dkk, (1984 dalam Pratiwi, 2010, hlm. 6), menyebutkan ada beberapa faktor yang mentebabkan individu mengalami kecemasan, yaitu :
Keadaan biologis, kemampuan beradaptasi/ mempertahankan diri terhadap lingkungan yang diperoleh dari perkembangan dan pengalaman, sereta adaptasi terhadap rangksangan, situasi atau stressor yang di hadapi. Sumber stressor/situasi yang dapat menyebabkan kecemasan didapatkan dari lingkungan sosial. Lingkuang sosial mempunyai aturan-aturan, kebiasaan, hukum-hukum, yang berlaku didaerah tertentu. Hal inilah yang menyebabkan individu harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang ada. Individu yang tidak bias menyesuaikan diri dengan norma/aturan dalam masyarakat akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri dan sosialnya, sehingga dapat menimbulkan kecemasan.
Selanjutnya, berkaitan dengan faktor-faktor terjadinya kecemasan Freud (dalam Arndt, 1974, dalam Trismiati, 2004, hlm. 5), mengemukakan bahwa
(33)
lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya kecemasan. Freud (dalam Trismiati, 2004, hlm. 5), berpendapat bahwa:
Sumber ancaman terhadap ego tersebut berasal dari dorongan id (aspek dari kepribadian yang berhubungan dengan doronganninsting yang merupakan sumber energi psikis yang bekerja berdasarkan prinsip kepuasan/ pleasure principle dan selalu ingin dipuaskan) dan tuntutan superego.
Freud (dalam Hall dan Lindzy, 1995, dalam Trismiati, 2004, hlm. 5), menegaskan bahwa :
Ego disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberikan respon, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caraya.
Murray (dalam Arndt, 1974, dalam Trismiati, 2004, hlm. 6), menyebutkan sumber-sumber kecemasan adalah need-need untuk menghindari dari terluka (harmvoidance), menghindari teracuni (infavoidance), menghindari dari disalahkan (blamavoidance) dan bermacam sumber-sumber lain.
3. Kepercayaan Diri
a. Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah salah satu aspek afektif yang penting dalam kehidupan manusia. Secara umum istilah kepercayaan diri sering diartikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Seseorang yang percaya diri dan yakin terhadap kemampuan mereka sendiri ketika harapan seseorang tersebut tidak tercapai maka seseorang tersebut akan tetap menerimanya dan berfikir positif. Menurut Fatimah (2006) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan menurut Guilford ( dalam Hakim, 2004) bahwa
(34)
Branden (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang pada kemampuan yang ada dalam dirinya. Bandura (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan, dan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang dilandasi keyakinan untuk sukses.
Selanjutnya Radenbach (1998) menyatakan bahwa percaya diri bukan berarti menjadi keras atau seseorang yang paling sering menghibur dalam suatu kelompok, percaya diri tidak juga menjadi kebal terhadap ketakutan. Percaya diri adalah kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan, dengan demikian biarkan rasa percaya diri setiap orang digunakan pada kemampuan dan pengetahuan
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu sehingga mendapatkan keberhasilan dalam melakukan sesuatu hal tersebut
b. Dimensi dan Indikator Kepercayaan diri
Menurut Vealey, et al. (1998) Kepercayaan diri dalam olahraga memiliki tiga komponen, yaitu (1) Efisiensi kognitif (cognitive efficiency), (2) Latihan dan keterampilan fisik (physical skill and training), (3) Serta resiliensi (resilience).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan diri
Faktor – faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri menurut Angelis (2003, hlm. 4) adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan pribadi: Rasa percaya diri hanya timbul pada saat seseorang mengerjakan sesuatu yang memang mampu dilakukan.
2. Keberhasilan seseorang: Keberhasilan seseorang ketika mendapatkan apa yang selama ini diharapkan dan citacitakan akan memperkuat timbulnya rasa percaya diri.
3. Keinginan: ketika seseorang menghendaki sesuatu maka orang tersebut akan belajar dari kesalahan yang telah diperbuat untuk mendapatkanya.
(35)
4. Tekat yang kuat: Rasa percaya diri yang akan dating ketika seseorang memiliki tekat yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri adalah kemampuan pribadi, keberhasilan seseorang, keinginan dan tekat yang kuat
d. Peranan kepercayaan diri dalam pembelajaran keterampilan gerak
Untuk bisa berprestasi dan untuk mencepai tujuan pembelajaran yang maksimal siswa harus mempunyai kondisi fisik dan mental yang baik, jadi siswa harus memiliki kesiapan mental ataupun fisik yang baik sebelum melakukan tes. Siswa yang mempunyai kesiapan mental yang baik akan mempunyai pengaruh terhadap ketrampilan atau fisiknya, dalam penelitian in kepercayaan diri memiliki peranan penting terhadap hasil belajar keterampilan bermaun bulutangkis. Seperti dalam penelitian Dimyati yang meneliti atlit-atlit PON bahwa atlit-atlit tertentu mempuyai rata-rata tingkat kepercayaan diri sebesar 90% dan dapat tampil baik di PON XVI Palembang. Harapan positif ini akan membawa dampak positif pada penampilan Horn (1993). Weinberg dan Gold (2003) mengatakan bahwa seseorang atlit/siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang baik yakin bahwa dirinya akan mampu menampilkan kinerja olahraga seperti yang diharapkan.
Berdasarkan pendapat di atas dan peneliti yang sudah dilakukan para ahli, kepercayaan diri adalah salah saatu faktor yang bisa mempengaruhi terhadap penampilan. Dalam hal ini terdapatnya hubungan antara kepercayaan diri dengan keterampila bermain bulutangkis.
B. Kerangka Pemikiran
Olahraga permainan bulutangkis adalah salah satu olahraga yang di gemari dan populer di masyarakat, selain di gemari dan popular olahraga bulutangkis ini juga mudah dimaikan oleh siapa saja, baik orang tua, maupun anak-anak. Olahraga ini merupakan cabang olahraga permainan bola kecil dan di mainkan
(36)
oleh dua orang yang saling berlawanan (tunggal) dan empat orang yang saling berlawanan (ganda) yang bertujuan untuk memperoleh point atau skor dan kemenangan dengan cara menyebrangkan satelkok dan menjatuhkanya didaerah permainan lawan, menjadi seorang pemain bulutangkis yang berprestasi tidaklah mudah sebab seseorang di tuntut untuk menguasai dan memahami sejumlah keterampilan dasar, fisik, taktik, teknik dan psikologi atau mental secara efektif dan efisien.
Keterampilan dasar bermain bulutangkis dapat dikelompokan menjadi empat bagian yaitu (1) cara memegang raket (grips), (2) sikap siap (stance atau
ready position), (3) gerak kaki (footwork), (4) gerakan memukul (stroke), namun
selain keterampilan-keterampilan dasar bermain bulutangkis ada beberapa faktor psikologi yang dapat memaksimalkan penammpilan permainan yaitu, yang pertama faktor kepercayaan diri dapat menjadi modal utama untuk bisa memaksimalkan penampilan bermain, faktor yang kedua adalah kecemasan bisa menjadi pendukung untuk memaksaimalkan penampilan bermain dan bisa juga menjadi penghambat penampilan bermain bulutangkis. Dalam hal ini prestasi olahraga tidak hanya di tentukan oleh keterampilan teknik olahraga dan kesehatan fisik saja tetapi faktor-faktor psikologi juga menentukan penampilan bermain bulutangkis.
Kepercayaan diri merupakan salah satu kepribadian seseorang yang bisa membuat suatu keyakinan terhadap kemampuan atau keterampilan yang dimilikinya, dalam olahraga kepercayaan diri mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis yang maksimal, semakin tinggi tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang semakin baik pula hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis, sebaliknya semakin rendah tingkat kepercayaan diri seseorang maka semakin rendah hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dan jika kepercayaan diri seseorang terlalu berlebihan (over confidance) maka akan berpengaruh terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis.
Kecemasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis, semakin tinggi tingkat kecemasan maka hasil
(37)
beajar keterampilan bermain bulutangkis tidak akan maksimal, sebaliknya semakin rendah tingkat kecemasan yang dimiliki seseorang maka hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis akan maksimal.
C. Hipotesis Penelitian
Setelah dilihat dari uraian di atas, maka penulis dapat menarik hipotesis awal dari permsalahan penelitian ini, seperi yang di kemukakan oleh Sugiyono
(2010, hlm. 96) bahwa “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.” Berdasarkan rumusan masalah penelitian maka
penulis merumusakan hipotesis sebagai berikut :
1. Terdapat gambaran antara kepercayaan diri, kecemasan dan keterampilan dasar bermain bulutangkis
2. Terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan siswa usia 10-12 tahun.
3. Terdapat kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan
(38)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian
Untuk memecahkan suatu masalah perlu adanya penelitian, Penelitian pada dasarnya merupakan suatu proses pencarian (inquiry), menghimpun data, mengadakan pengukuran, analisis, sintesis, menbandingkan, mencari hubungan dan menafsirkan hal-hal yang dianggap masalah oleh peneliti. Menurut Kumar (2005, dalam Proboyekti hlm. 1).
Penelitian adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan. Ketika melakukan studi penelitian atau research study itu berarti ada proses studi tersebut dilakukan dalam kerangka filosofi tertentu, menggunakan prosedur, metode dan teknik yang telah diuji validitas dan keandalannya, dan dirancang untuk objektif dan tidak bias
Sedangkan menurut Sugiyono (2010, hlm. 3) “Secara umum metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang dilakukan oleh peneliti dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang dapat mengetahui dan memahami cara yang digunakan, contohnya seperti cara yang tidak ilmiah mencari anak yang hilang ketika sedang mendaki gunung, atau ingin mencari sesuatu barang yang hilang dating ke paranormal. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Sesuai dengan penelitian ini, tujuan penelitian untuk mengetahui berapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini dan untuk membuktikan hipotesis yang telah di tetapkan, maka perlu metode penelitian yang sesuai dengan masalah tersebut. untuk itu peneliti memilih
(39)
dan menentukan jenis penelitian deskriptif (descriptive research) sebagai metode penelitian ini. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Menurut Arifin (2013, hlm. 2) mengatakan bahwa “penelitian deskriptif bertujuan
untuk menggmbarkan sesuatu” penelitian deskriptif memiliki pernyataan yang
jelas mengenai masalah yang akan diteliti.
B. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi. Seperti yang di jelaskan oleh Sugiyono (2010, hlm.
117) Populasi adalah ”wilayah generalisasi yang terdiri atas obek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.” jadi populasi bukan hanya orang,
tetapi obyek benda-benda alam lainnya. Populasi juga tidak mempelajari jumlah yang ada tetapi mempelajari karekteristik/sifat yang dimiliki subyek atau obyek itu. Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri Muhammadiyah 3 Bandung.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010, hlm. 118). Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakter yang sama sehingga betul-betul mewakili populasinya Sudjana dan Ibrahim (2001, hlm. 84). Dalam penelitian ini sampelnya adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Muhammadiyah 3 Bandung yang berusia 10-12 tahun.
Berdasarkan pada penjelasan diatas, maka penulis menentukan sampel yang akan digunakan sebagai subjek penelitian berjumlah 80 orang dengan teknik pengambilan sampel populasi (Sampling Population), adapun ciri-ciri sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (a) Sampel terdaftar sebagai siswa-siswi Sekolah Dasar Muhammadiyah 3 Bandung yang
(40)
M. Arief Fadhillah, 2014
KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
akan diteliti (b) Sampel merupakan siswa-siswi yang sudah berlatih selama sekurang-kurang 2 Bulan (c) Sampel merupakan siswa-siswi yang berumur 10 – 12 tahun.
C. Langkah-langkah dan Desain Penelitian 1. Langkah-langkah penelitian
Dalam melaksanakan penelitian deskriptif ini, peneliti menyusun langkah-langkah penelitiasn sebagai berikut :
a. Langkah pertama menentukan populasi yaitu diambil dari siswa-siswi sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung
b. Menentukan sampel sebanyak 80 orang, 40 puta dan 40 putri, yang berada di sekolah dasar muhammadiyah 3 Bandung.
c. Kemudian melakukan tes pengukuran menggunakan skala untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri dan tingkat kecemasan. Tes keterampilan untuk mengukur sejauh mana penguasaan keterampilan bermain bulutangkis.
d. Setelah mendapatkan data hasil pengetesan, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan dan menganalisis data.
e. Menentukan kesimpulan berdasarkan hasil dari pengolahan dan menganalisis data.
Dari penjelasan tersebut, langkah-langkah penelitian dapat digambarkan dalam bagan 3.1 sebagai berikut :
Populasi Sampel
Tes Keterampilan Bermain Bulutangkis
Tes Skala Kecemasan
(anxiety)
Tes Skala Kepercayaan diri (self confidance) Pengolahan dan
Analisis data Hasil dan Kesimpulan
(41)
2. Desain Penelitian
Desain penelitian sangat menentukan kualitas proses dan hasil penelitian, oleh karena itu, supaya dapat menghasilkan penelitian yang baik, maka
dibutuhkan desain penelitian yang baik. “Desain penelitian adalah kerangka kerja
yang digunakan untuk melaksanakan penelitian” Arifin (2013, hlm 2). Secara singkat, desain penelitian dapat didefinisikan sebagai rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian. Menurut Arifin (2013, hlm 3). Dalam pengertian yang lebih luas, desain penelitian mencakup proses-proses berikut:
1. Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian; 2. Pemilihan kerangka konseptual;
3. Memformulasikan masalah penelitian dan membuat hipotesis; 4. Membangun penyelidikan atau percobaan;
5. Memilih serta mendefinisikan pengukuran variabel-variabel; 6. Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan; 7. Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data;
8. Membuat coding, serta mengadakan editing dan processing data; 9. Menganalisa data dan pemilihan prosedur statistik; dan
10. Penulisan laporan hasil penelitian.
Adapun desain penelitian ini terdiri atas satu variable independen, dependen dan variable moderator, hal ini dapat digambarkan seperti gambar 3.2 berikut :
Gambar 3.2 : Desain Penelitian X = Variabel Kepercayaan Diri
Y = Variabel Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis Z = Variabel Kecemasan
X
Y
(42)
Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor dan antecedent. Dalam bahasa Indonesia disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau sering menjadi akibat. Dalam bahasa Indonesia disebut variabel terikat. Dalam penelitian ini terdapat variabel moderator. Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel moderator disebut juga sebagai variabel independen ke dua.
Dalam gambar di atas variable kecemasan merupakan variable moderator karna dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara variable independen yaitu tingkat kepercayaan diri dan variable dependen yaitu hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis.
D. Instrumen Penelitian
Penelititan pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam (Sugiyono, 2010, hlm 147). Alat ukur dalam penelitian dinamakan intrumen penelitian. “Intrumen penelitian adalah suatu alat ukur yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati” (Sugiyono, 2010, hlm 148). Secara spesifik semua fenomena ini dinamakan variable penelitian. Menurut Arikunto (2000, hlm. 134) “instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya”. Sedangkan menurut Hadjar (1996, hlm. 160) berpendapat bahwa
”instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif”. Instrumen pengumpul data menurut Suryabrata (2008, hlm. 52) adalah “alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Disini disebutkan bahwa Atibut-atribut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi dua yaitu atribut kognitif dan atribut non kognitif. Suryabrata (2008, hlm. 52) menegaskan bahwa “untuk atribut kognitif,
(43)
perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.”
Sesuai dengan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa intrumen penelitian merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel dan mendapatkan informasi tentang karakteristik variabel secara objektif yang bertujuan untuk pengumpulan data kuantitatif atau kualitatif dalam proses penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu pengukuran tingkat kepercayaan diri, tingkat kecemasan dan pengukuran penguasaan keterampilan bermain bulutangkis, untuk mengukur tingkat kepercayaan diri digunakan instrumen yang diadaptasi dari Yusuf Hidayat, instrument untuk mengukur tingkat kecemasan digunakan prosedur pengembangan instrumen mengikuti Costin (1989), sedangkan instrument hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis digunakan tes yang di adaptasi dari Yusup Hidayat. Adapun instrumen yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Instrumen Kepercayaan Diri
Untuk memperoleh data tentang tingkat kepercayaan diri seseorang digunakan kuisioner yang disusun oleh peneliti. Kuisionernya adalah berbentuk skala. Skala menurut Azwar (2012, hlm. xvii) adalah “perangkat yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut.” sebagai alat ukur, skala psikologis mempunyai karakteristik khusus yang membedakan dengan instrument pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, inventori dan lain-lain
Karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi menurut Azwar (2012, hlm 6) ada 3 yaitu :
a. Stimulus atau item dalam skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Meskipun subjek dapat dengan mudah memahami isi itemnya namun tidak mengetahui arah jawaban yang di kehendaki oleh
(44)
item yang diajukan sehingga jawaban yang diberikan subjek akan banyak tergantung pada interpretasinya terhadap isi item. Karena itu jawaban yang diberikan atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya. b. Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat
indikator-indikator perilaku sedangkan perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item, maka skala psikologis selalu berisi banyak item.jawaban subjek terhadap satu item baru merupakan sebagian banyak dari indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis diperoleh berdasar respon terhadap semua item.
c. Respon subjek tidak di klasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau
“salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Skor yang diberikan hanyalah kuantitas yang mewakili indikasi adanya aatribut yang diukur.
Karekteristik tersebut menjadi ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu atribut manisfestasinya munculnya karakteristik seseorang dalam keadaan sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi yang sedang
dihadapi. Menurut Azwar (2012, hlm 7) mengungkapkan “dalam penggunaan
psikodiagnosa dan penelitian psikologi, skala-skala performansi tipikal digunakan untuk pengungkapan aspek-aspek afektif seperti minat, sikap, dan berbagai variabel kepribadian lainya semisal agresifitas, self-esteem, locus of control, motivasi, resiliensi, kecemasan , kemepimpinan, dan sebagainya.”
Meskipun dalam penggunaakn kata sehari-hari banyak peneliti menyamakan sitilah angket dan skala namun pada kenyataanya kedua intrumen tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda. Perbedaan skala dan angket menurut Azwar (2012, hlm 7) bahwa :
a. Data yang diungkap oleh angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaranya yang diketahui oleh subjek, sedangkan data yang diungkap oleh skala psikologi adalah deskripsi mengenai aspek kepribadian individu.
b. Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung terarah kepada informasi mengenai data yang diungkap. Pada item skala psikologi berupa penerjemahan dari indikator keperlakuan guna memancing jawaban yang tidak secara langsung menggambarkan keadaan diri
(1)
SKALA KECEMASAN OLAHRAGA A. DefinisiOprasional
Tingkat keberhasilanuntukmelakukanaktifitas yang
diukurmelaluiaitem-aitemkecemasankognitif, afektif, somatikdankecemasan motoric (smith, smoll, danschutz,
1990).Semakintinggiskorkecemasanmakasemakintinggitingkatkecemasandansebalikn ya.
B. Kisi-kisiSkala
Skala DimensidanIndikator Aitem
UjiCoba Aitem Dibutuhkan Kecemasan Olahraga 1. KecemasanKognitif a. Tidakbisaberkonsentrasi b. Berpikirtentanghal-hal yang
tidakberhubungan c. Pikirannegatif yang
mengganggukonsentrasi 3 3 3 2 2 2 2. KecemasanSikap a. Atletsepertimerasacepatputusasa b. Sembrono c. Memilikikeraguandiri 3 3 3 2 2 2 3. KecemasanSomatik
a. Jantungberdebar-debar keras b. Inginbuang air kecil
c. Mengalamiketegangan
d. Pernafasantidakteratur e. Seringminum air f. Berkeringatdingin g. Sukartidur 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 4. KecemasanMotorik a. Keadaanrautmukadandahiberkerut b. Gemetar
c. Kaki terasaberat
d. Seringmenggaruk-garukkepala e. Otot-ototsakit f. Seringjalanmondar-mandir g. Badanlesu h. Tubuhterasakaku i. Mengalamiketeganganotot 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
(2)
C. PetunjukPengisian
1. Bacadanpahamibaik-baiksetiappernyataan di bawahini yang
menggambarkansituasiketika kalian tesketerampilandasarbermainbulutangkis 2. Kalian dimintauntukmengemukakanapakahpernyataan-pernyataantersebut
SESUAI atau TIDAK SESUAI denganapa yang kalian pikirkan,
rasakandanalamidengancaramemberitanda (x) padasalahsatupilihanjawaba yang tersedia
3. Setiappilihanjawabanbukanmerupakanpilihan yang di anggapbenaratausalah. Olehkarenaitu, pilihlahsalahsatudari lima pilihan yang tersedia yang paling sesuaidenganapa yang kalian pikirkan, rasakandanalami
Adapunpilihanjawaban yang di maksudadalahsebagaiberikut:
[ S ] = Jika kalian Setujudenganpernyataantersebut [ E ] = Jika kalian tidakmenentukansetujuatautidaksetuju [ TS ]= Jika kalianTidakSetujudenganpersyaratantersebut Contohpengerjaan
1) Sayatidakbisakonsentrasiketikamelakukantes
D. Pernyataan
1. KecemasanKognitif
a. KK-Tidakbisaberkonsentrasi
1) Sayatidakbisakonsentrasiketikamelakukantes 2) Pikiransayabuyarketikabanyakpenonton 3) Ketikatesberlangsungsayatidakbisafokus
b. KK-Berpikirtentanghal-hal yang tidakberhubungan
1) Sayateringattemanketikamelakukangerakan 2) Teringat orang tuaketikatessedangberlangsung
3) Ketikamelakuangerakantekniksayateringatpadatugassekolah
c. KK-Pikirannegatif yang mengganggukonsentrasi
1) Sayatakuttidakbisamelukangerakan
2) Takut di marahikarenasalahmelakukangerakan 3) Sayatakuttidakmendapatkanhasil yang baikketikates
2. KecemasanSikap
a. KS-Atletsepertimerasacepatputusasa
1) Sayatakutsalahketikaakanmelakukangerakan
2) Sayamerasapaling jelek di bandingkandengantemansaya 3) Temansayalebihbagusdaripadasaya
b. KS-Sembrono
(3)
1) Sayasalahketikamelakukantes
2) Alat yang sayagunakanrusakketikamelakukangerakan 3) Temansayaterlukakarenasaya
c. KS-Memilikikeraguandiri
1) Sayaragu-raguketikaakanmelakukangerakan 2) Sayaraguketikaalat yang sayagunakankurangbagus 3) Sayaragubisamencapainilaitertinggi
3. KecemasanSomatik
a. KS-Jantungberdebar-debar keras
1) ketikamelakukangerakanjantungsayaberdebar-debar
2) Jantungsayaberdebar-debarketikamelihattemansayamelakukangerakan 3) Jantungsayaberdebar-debarkerasketikatemansayamendapatkannilaitertinggi b. KS-Inginbuang air kecil
1) Ketikaakanmelakukantessayainginbuang air kecil 2) Sayainginbuang air kecilketikaakanmelakukantes 3) Ketikaselesaimelakukantessayainginbuang air kecil
c. KS-Mengalamiketegangan
1) Sayategangketikamelakukantes
2) Sayategangketikatemansayamendapatkannilaitertinggi 3) Sayategangketikamenunggugiliran
d. KS-Pernafasantidakteratur
1) Nafassayatidakteraturketikamelakukantes 2) Nafassayatidakteraturketikaselesaimelakukantes 3) Ketikasayamenunggugilirannafassayatidakteratur
e. KS-Seringminum air
1) Sayasukaminum airketikasayamenunggugiliran
2) Untukmenghilangkan rasa tidaknyamansayasukaminum air 3) sayasukaminum air sebelumsayates
f. KS-Berkeringatdingin
1) Sayaberkeringatdinginketikasayaakanmelakukangerakan
2) Ketikasayasedangmelakukangerakansayaselaluberkeringandingin 3) Sayaberkeringatdinginketikasayamenunggugiliran
g. KS-Sukartidur
1) Sayasusahtidurkarenabesokakanmelakukantes 2) Sayasukartidurketikasayamemikirkantesbesok 3) Karenabesoktessayasukartidur
(4)
4. KecemasanMotorik
a. KM-Keadaanrautmukadandahiberkerut
1) Rautmukadandahisayamengkerutketikamelakukantes
2) Karenanilaisayarendahrautmukadandahiberkerut
3) Rautmukadandahisayamengkerutketikamelihattemansayamendapatkannilaitinggi
b. KM-Gemetar
1) Ketikaakanmelakukantestubuhsayagemetar 2) Tubuhsayagemetarketikasedangmelakukantes 3) ketikaselesaimelakukantestubuhsayagemetar
c. KM-Kaki terasaberat
1) Ketikaakanmelakukantes kaki terasaberat 2) Kaki terasaberatketikasedangmelakukantes 3) Kaki terasaberatketikasetelahmelakukantes
d. KM-Seringmenggaruk-garukkepala
1) Ketikahasilpukulansayakurangmemuaskansayaseringmenggarukkepala 2) Sayaseringmenggarukkepalaketikaakanmelakukantes
3) Ketikaselesaimelakukantessayaseringmenggarukankepala
e. KM-Otot-ototsakit
1) Ketikaakanmelakukantesototsayaterasasakit 2) Ototsayaterasasakitketikasedangmelakukantes 3) Ototsayaterasasakitketikaselesaimelakukantes
f. KM-Seringjalanmondar-mandir
1) Sayajalanmondarmandirsebelummelakukantes
2) Ketikaselesaimelakukantessayajalanmondarmandir 3) Sayajalanmondar-mandirketikamendapatkannilaikecil
g. KM-Badanlesu
1) Ketikaakanmelakukantesbadansayaterasalesu 2) Badansayaterasalesuketikasedangmelakukantes 3) Ketikaselesaimelakukantesbadansayaterasalesu
h. KM-Tubuhterasakaku
1) Ketikaakanmelakukantestubuhsayaterasakaku 2) Tubuhsayaterasakakuketikasedangmelakukantes 3) Ketikaselesaimelakukantestubuhsayaterasakaku
i. KM-Mengalamiketeganganotot
1) Ketikaakanmelakukantesototsayamerasategang 2) Ototsayamerasategangketikasedangmelakukantes 3) Ketikaselesaimelakukantesototsayamerasategang
(5)
SKALA KECEMASAN DALAM OLAHRAGA SALAM OLAHRAGA
Selamatdatangadik-adikparaatlit yang kami cintaidanbanggakan, hariini kami sangatbanggadanbahagiadapatbertemudengan kalian, paraatletmuda yang berbakat yang
telahdengantekuntanpamengenallelahmenghabiskanwaktunyauntukberlatih.Semoga
kalian menjadiatlet-atlet yang dapatberprestasisetinggimungkin,
mengharumkannamabangsadannegaraIndonesia yang kitacintaiini.
Skalainibertujuanuntukmengetahuitingkatkecemasanatletdalammelakukantesk
eterampilanbermainbulutangkis.Apa yang kalian
isikandalamskalainitidakakanmemberipengaruh yang
merugikanbahkansebaliknyaakanmenjadisuatu yang
sangatberhargabagikemajuanpembinaanolahraga di Indonesia. Olehkarenaitu, kami mohonadik-adikmemberikanjawabansejujur-jujurnyaterhadapsemuapernyataan yang terdapatdalamskalaini
IDENTITAS SISWA
1. NamaLengkap :
2. TempatTanggalLahir :
3. JenisKelamin :
4. Usia :
5. Sekolah :
PetunjukPengisian
1. Baca danpahamibaik-baiksetiappernyataan di bawahini yang
menggambarkansituasiketika kalian tesketerampilandasarbermainbulutangkis
2. Kalian dimintauntukmengemukakanapakahpernyataan-pernyataantersebut
SESUAI atau TIDAK SESUAI denganapa yang kalian pikirkan,
rasakandanalamidengancaramemberitanda (x) padasalahsatupilihanjawaba yang tersedia
3. Setiappilihanjawabanbukanmerupakanpilihan yang di anggapbenaratausalah. Olehkarenaitu, pilihlahsalahsatudaritigapilihan yang tersedia yang paling sesuaidenganapa yang kalian pikirkan, rasakandanalami
Adapunpilihanjawaban yang di maksudadalahsebagaiberikut:
(6)
[ E ] = Jika kalian tidakmenentukanSesuaiatauTidakSesuai [ TS ] = Jika kalianTidakSesuaidenganpersyaratantersebut Contohpengerjaan