KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN : studi deskriptif pada siswa sekolah dasar Muhammadiyah 3 Bandung usia 10–12 tahun.

(1)

KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS

BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN

(studi deskriptif pada siswa sekolah dasar Muhammadiyah 3 Bandung usia 1012 tahun)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Oleh

M. ARIEF FADHILLAH NIM 1000011

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREAASI FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Kontribusi Kepercayaan Diri

Terhadap Hasil Belajar

Keterampilan Bermain

Bulutangkis Berdasarkan Tingkat

Kecemasan

Oleh M. Arief Fadhillah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan

Kesehatan

© M. Arief Fadhillah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

M. ARIEF FADHILLAH

KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS

BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN

disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing : Pembimbing I

Yusuf Hidayat, S. Pd., M. Si NIP. 196808301999031001

Pembimbing II

Dr. Ikbal Gentar Alam NIP. 197610152008011000

Mengetahui Ketua Program Studi

Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Drs. Mudjihartono, M. Pd NIP. 196508171990011001


(4)

Abstrak

Kontribusi Kepercayaan Diri Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pembimbing I : Yusuf Hidayat., S.Pd., M.Si

Pembimbing II : dr. Ikbal Gentar Alam

M. Arief Fadhillah

Penelitian ini bertujuan untuk menguji besarnya kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan dasar bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif kuantitatif terhadap 80 orang siswa (40 putera dan 40 puteri) yang berusia 10–12 tahun di SD Muhammadiyah 3 Bandung. Data dikumpulkan menggunakan skala kepercayaan diri, skala kecemasan dan tes keterampilan dasar bermain bulutangkis (servis panjang dan lob bertahan). Menguji validitas data skala kecemasan dianalisis menggunakan analisis ekspolatori faktor dengan faktor loading 0.788, skala kepercayaan diri menggunakan analisis konfirmatori faktor dengan faktor loading 0.760. Uji reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha skala kecemasan 0,942 dan skala kepercayaan diri mempunyai reliabilitas 0,826. Hasil uji asumsi analisis linearitas untuk mengetahui hubungan antar variabel dengan signifikasi 0.000 metode yang digunakan adalah < 0,05. Hasil uji hipotesis menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri dan kecemasan sebesar -0,903 dan hasil uji Moderat Regresion Analysis (MRA) menujukan bahwa terdapat kontribusi kepercayaan diri tethadap hasil keterampilan dasar bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan yaitu sebesar 52,6%. Hasil uji Regresi kepercayaan diri dengan tingkat kecemasan tinggi memberikan kontribusi sebesar 30,5% sedangkan kepercayaan diri dengan tingkat kecemasan rendah memberikan kontribusi sebesar 14,8%.

Kata-kata kunci: Kepercayaan diri, kecemasan, keterampilan teknik dasar bulutangkis.


(5)

Abstract

Contribution of Self-Confidence on Badminton Learning Outcome Based on Anxiety Level

Supervisior I: Yusuf Hidayat., S.Pd., M.Si Supervisior II: dr. Ikbal Gentar Alam

M. Arief Fadhillah

This study is intended to figure out to what extent the contribution of self-confidence on badminton learning outcome based on anxiety level. The study is carried out by using descriptive quantitative method on 80 students (40 males and 40 females) whose ages range from 10 to 12 years old in SD Muhamadiyah 3 Bandung as participants. The data are collected by employing the scale of self-confidence, scale of anxiety, and a test to measure the students’ skill in badminton (in terms of long serve and defense lob). The data obtained from the scale of anxiety are analyzed by using explanatory factor analysis to test its validity with 0.788 factor-loading, while the factor loading of the scale of confidence is 0.760. Cronbach Alpha is used to measure the reliability of both scales. The result shows a value of 0,942 for the self-confidence scale and 0,826 for the anxiety scale. The result of assumption trial using linearity analysis to find out the relationship between the variables with 0.000 significance method is < 0,05. The hypothesis testing shows that there is a negative correlation between self-confidence and anxiety by -0,903. Moderate Regression Analysis(MRA) was used to find out that there is a contribution of self-confidence to anxiety by 52,6%. High level of confidence contribute 30,5% and low level of confidence contributes 14,8%, while the rest is influenced by uninvestigated factors.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Perumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 13

1. Keterampilan Dasar Bermain Bulutangkis... 13

2. Kecemasan ... 19

3. Kepercayaan Diri ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 29

C. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 31

B. Penentuan Populasi dan Sampel... 32

C. Langkah-langkah dan Desain Penelitian ... 34

D. Instrumen Penelitian... 35


(7)

2. Instrumen Kecemasan ... 40

3. Instrumen Ketrampilan Dasar Bermain Bulutangkis ... 46

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51

F. Teknik Analisis Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

BAB V KESIMPILAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategorisasi keterampilan gerak dasar memukul berdasarkan posisi

raket ketika melakukan pukulan. ... 18

Tabel 3.1 Kisi-kisi kepercayaan diri ... 40

Tabel 3.2 Kisi-kisi kecemasan ... 44

Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen keterampilan bermain bulutangkis ... 46

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Intrumen Kepercayaan Diri ... 52

Tabel 3.5 Data hasil uji validitas Skala Kepercayaan diri ... 53

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Intrumen Kepercayaan Diri ... 55

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Intrumen Kecemasan... 57

Tabel 3.8 Data hasil uji validitas Skala kecemasan ... 58

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Intrumen Kecemasan ... 60

Tabel 4.1 Statistik Desktiptif Hasil Tes Keterampilan Lob Bertahan, Servis Tinggi, Kepercayaan diri dan Kecemasan ... 62

Tabel 4.2 Statistik Desktiptif kelompok dengan tingkat kecemasan tinggi ... 63

Tabel 4.3 Statistik Desktiptif kelompok dengan tingkat kecemasan rendah ... 63

Tabel 4.4 Uji nomalitas hasil tes kepercayaan diri, keterampilan dasar bermain bulutangkis dan kecemasan ... 64

Tabel 4.5 Uji normalitas kelompok dengan tingkat kecemasan tinggi ... 65

Tabel 4.6 Uji normalitas kelompok dengan tingkat kecemasan rendah... 66

Tabel 4.7 Uji homogentitas tes kepercayaan diri, keterampilan bermain dan kecemasan ... 67

Tabel 4.8 Uji linearitas keterampilan bermain dan kepercayaan diri... 68

Tabel 4.9 Uji linearitas keterampilan bermain dan kecemasan... 68

Tabel 4.10 Uji korelasi kepercayaan diri dan kecemasan ... 70

Tabel 4.11 Uji Regresi Kepercayaan diri, kecemasan dan keterampilan bermain bulutangkis ... 72

Tabel 4.12 Uji Regresi koefisien Kepercayaan diri, kecemasan dan keterampilan bermain ... 72


(9)

Tabel 4.13 Uji Regresi Kepercayaan Diri dengan tingkat Kecemasan

Tinggi dan keterampilan dasar bermain bulutangkis ... 73 Tabel 4.14 Uji Regresi Kepercayaan Diri dengan tingkat Kecemasan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Proses Terjadinya Ketegangan dan Kecemasan ... 21

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Kecemasan dalan Situasi Olahraga ... 23

Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian ... 33

Gambar 3.2 Desain Penelitian ... 34

Gambar 3.3 Lapangan Untuk Tes Lob Bertahan ... 48


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memainkan peranan penting dalam mengusung kemajuan suatu bangsa, melalui pendidikan yang baik akan diperoleh beragam hal baru yang dapat digunakan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu membangun bangsa dan negara menjadi lebih maju, dan karena itu setiap bangsa harus menyelenggarakan pendidikan yang baik dan berkualitas. Pendidikan yang berkualitas harus mampu mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem penddidikan nasional disebutkan, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas dengan ciri-iri beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Pendidikan dapat dimaknai secara berbeda oleh setiap individu, tergantung dari konteks waktu dan kepentingan, karena itu pengertian pendidikan pun dapat berbeda-beda. Dewey mengartikan pendidikan sebagai “ rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakna”, sementara Morse (1964) membedakan pengertian pendidikan ke dalam istilah pendidikan liberal (liberal education) dan pendidikan umum (general education). Pendidikan liberal lebih berorientasi pada bidang studi dan menekankan pada penguasaan materi, sedangkan pendidikan umum lebih bersifat memperhatikan pelakunya dari pada bidang studi dan materinya. Tujuan utamanya adalah mencapai perkembangan individu secara menyeluruh sambil tetap memperhatikan perkembangan perilaku intelektual dan sosial individu sebagai produk dari belajarnya.


(12)

Sorotan terhadap belum berhasilnya pendidikan di Indonesia sementara ini terutama dapat dilihat dari masih relatif rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dan pengaruhnya terhadap pengembangan karakter, moral akhlak, dan ilmu pengetahuanya. Salah satu fakta terkait rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah realitas pada rendahnya mutu pendidikan. Terkait dengan laporan Human Development Report (HDR), United Nation Development Programme (UNDP) melaporkan bahwa pada tahun 2011, peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) Indonesia meliputi peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala berada di urutan 124 dari 183 negara yang ada di dunia. Kondisi ini jauh berada di bawah Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), Filipina (112), dan sedikit lebih baik dibandingkan Vietnam (128) dan Myanmar (149)

Begitu juga untuk Indeks Pembangunan Pendidikan (Education Development Index) untuk semua (education for all) di Indonesia menurun dari peringkat 65 pada 2010 ke peringkat 69 pada 2011. Berdasarkan data dalam Education For All

(EFA) Global Monitoring Report (2011): The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan UNESCO, Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia pada 2008 adalah 0,934 (rangking 69 dari 127 negara). Posisi ini jauh tertinggal dari Brunei Darussalam (peringkat 34) dan Jepang (rangking 1 dunia). Adapun Malaysia berada di peringkat 65, Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).

Untuk pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Kemdiknas (2003) melaporkan bahwa dari 146.052 SD di Indonesia, hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dan dari 20.918 SMP yang ada, hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP). Sementara itu, dari 8.036 SMA, hanya 7 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Dibandingkan dengan negara Asia lainnya, menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara, berada di bawah Vietnam. Akibat rendahnya kualitas


(13)

pendidikan, maka Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei (The World Economic Forum Swedia Report, 2000). Indonesia pun hanya berpredikat sebagai follower

bukan sebagai leader teknologi dari 53 negara di dunia. Ini menunjukkan bahwa Sumber Daya Manusia kita memang masih tertinggal. Oleh karena itu, Indonesia harus berusaha jauh lebih keras dibandingkan dengan negara-negara lain untuk mengejar ketertinggalan tersebut.

Secara spesifik, pendidikan jasmani dan olahraga merupakan salah satu bidang studi yang tidak luput dari sorotan di atas, terutama dikaitkan dengan gejala seperti kesehatan, kebugaran jasmani dan jiwa kompetitif yang fair play. Seorang pakar pendidikan jasmani dari Amerika Serikat, Siedentop (1991, hlm. 1) menjelaskan bahwa :

Pada masa tahun 1990-an pendidikan jasmani dapat diterima secara luas sebagai model pendidikan melalui aktivitas jasmani, yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telaahan pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 dan menekankan pada kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan dan perkembangan sosial secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan dari, tentang dan melalui aktivitas jasmani.

Menurut Wiliams (1999, dalam Freeman, 2001, hlm. 1), pendidikan jasmani adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih dan dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini didukung oleh adanya pemahaman bahwa:

Manakala pikiran (mental) dan tubuh disebut dua unsur yang terpisah, pendidikan jasmani yang menekankan pendidikan fisikal, melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan individual adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal. Pemahaman ini menunjukan bahwa pendidikan jasmani juga terkait dengan respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran mental, intelektual, emosional dan estetika.


(14)

Pendidikan melalui fisikal maksudnya adalah pendidikan melalui aktifitas fisik yang bertujuan mencangkup semua aspek perkembangan pendidikan, termasuk pertumbuhan mental, sosial dan keterampilan siswa. Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran harus dibelajarkan dan di kembangkan. Menurut CDC (2006; dalam Ambardini, 2006), bahwa:

Aktivitas fisik melalui pendidikan jasmani membantu membentuk dan mempertahankan tulang dan otot yang sehat, membantu mengontrol berat badan, membentuk otot dan mengurangi lemak, mengurangi depresi, kecemasan, serta mencegah atau memperlambat hipertensi dan membantu mengurangi tekanan darah pada beberapa remaja yang menderita hipetensi.

Persoalan kesehatan bangsa Indonesia diduga kuat berakar pada perubahan dalam gaya hidup termasuk pola makan yang tidak sehat, makan-makanan yang mengandung lemak jenuh dan kurang melakukan aktifitas fisik dan olahraga. Seperti yang di tegaskan dalam penelitian Carison et al (2008, dalam Ambardini) bahwa pendidikan jasmani tidak berdampak negatif terhadap prestasi akademik siswa, bahkan pada siswa perempuan terdapat peningkatan nilai matematika dan membaca pada siswa yang mendapatkan pendidikan jasmani lebih banyak. Hasil penelitian tersebut menguatkan pandangan bahwa pendidikan jasmani sangat penting untuk siswa-siswi di sekolah karena dapat meningkatkan kemampuan akademik siswa-siswi seperti matematika dan membaca, dan sebaliknya siswa yang tidak atau kurang mendapatkan pendidikan jasmani rentan terkena penyakit obesitas, kronik degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus dan jantung.

Seperti diketahui, tujuan pembelajaran meliputi tiga aspek domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, orientasi penilaian masih lebih terorientasi pada aspek psikomotor, sementara aspek afektif dan kognitif masih terabaikan. Padahal pencapaian tujuan pada domain afektif sama pentingnya dengan aspek kognitif dan psikomotor. Karena itu, pencapaian domain afektif harus dituangkan secara eksplisit dalam proses dan hasil belajar yang ingin dicapai oleh peserta didik.


(15)

Menurut Popham (1995 dalam Mardapi 2004) domain afektif menentukan keberhasilan seseorang. Orang yang tidak memiliki kemampuan afektif yang baik, sulit mencapai keberhasilan studi yang optimal. Hasil belajar kognitif dan psikomotorik akan optimal jika peserta didik mempunyai kemampuan afektif tinggi. Oleh karena itu pendidikan harus diselenggarakan dengan memberikan perhatian yang lebih baik menyangkut domain afektif ini. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotor dalam bidang pendidikan jasmani tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat, apabila tidak diikuti dengan kemampuan afektif. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa baik jika digunakan untuk membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan ini digunakan untuk merugikan pihak lain. Selain itu pengembangan domain afektif di sekolah akan membawa pengaruh yang sangat positif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya, baik di rumah maupun di lingkungan luar.

Permainan bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang terpopuler dan banyak di gemari oleh masyarakat Indonesia, bahkan di dunia. Permainan ini menggunakan raket sebagai alat pemukulnya dan satelkok sebagai ojek pukulnya, lapangan permainan bulutangkis berbentuk persegi panjang, di tandai dengan garis sebagai pembatas dan dipisahkan oleh net untuk daerah permainan sendiri dan lawan. Permainan ini bersifat individual, berbeda dengan permainan sepakbola atau basket yang bersifat beregu, permainan bulutangkis dapat dimainkan oleh satu orang lawan satu orang atau dua orang lawan dua orang. Dapat dimainkan oleh putera, puteri atau oleh pasangan putera dan puteri. Bulutangkis merupakan permainan yang banyak menggunakan kemampuan fisik dengan gerakan yang cepat dan pukulan keras yang dilakukan dalam waktu beberapa detik di antara reli-reli panjang (Ballou, 1998 dalam Subarjah, 2010). Permainan Bulutangkis masuk dalam kategori olahraga permainan bola kecil, yang tercantum dalam kurikulum 2013 di point 4.2., yaitu mempraktikkan variasi dan kombinasi pola gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif dalam permainan bola kecil yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai permainan dan atau olahraga tradisional bola kecil.


(16)

Meskipun menurut Ballou (1998 dalam Subarjah, 2010), bahwa permainan bulutangkis banyak menggunakan kemampuan fisik tetapi dalam kenyataanya tidak hanya kemampuan fisik semata, tetapi juga ada aspek mental didalamnya seperti kepercayaan diri, motivasi, kecemasan, kekompakan, agresifitas, dan lain-lain. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang sedang belajar keterampilan bermain bulutangkis seperti servis, lob, drive, netting, dropshot, dan smash, proses dan hasil belajarnya tidak akan masksimal jika memiliki motivasi yang rendah. Ketika siswa yang telah belajar keterampilan bermain bulutangkis akan melakukan tes keterampilan sebelum dan atau sedang melakukan tes, maka keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah kecemasan. Sebagaimana dikemukakan oleh Post (1978 dalam Trismiati, 2004, hlm. 4), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang di tandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Lefrancois (1980 dalam Trismiati, hlm. 4), menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Jadi pada saat tes siswa akan mengalami rasa cemas yang dapat mempengaruhi hasil tes, akan tetapi tidak hanya rasa cemas saja yang ada pada diri siswa, rasa percaya diri siswapun dapat mempengaruhi terhadap hasil tes. Menurut Surna, (2000, dalam Afrina, 2012, hlm. 3).

Kepercayaan diri adalah penghargaan akan kemampuan, potensi, bakat, kekuatan, prestasi yang diwujudkan dalam bentuk prilaku nyata yang menghasilkan karya-karya tertentu sesuai dengan profesinya dan member manfaat dalam upaya membentuk kemandirian dan aktualisasi diri.

Sedangkan menurut Hakim (2005, dalam Afrina, 2012, hlm. 3)

Rasa percaya diri yaitu suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Siswa yang memiliki kepercayaan diri akan mampu mengetahui kelebihan yang dimilikinya, karena siswa tersebut menyadari bahwa segala kelebihan yang dimiliki.


(17)

Fakta-fakta dari beberapa penelitian tentang kepercayaan diri dapat memberikan peningkatan terhadap keterampilan. Contohnya seperti :

“Landin and Herbert (1999) on five female tennis players, Perkos et al., (2002) on four young basketball players, and, Johnson, Hrycaiko, Johnson and Halas (2004) on four female football players, proves that self talk intervention program can increase self confidence. Motivational self talk is found to help increase ability to execute tennis forehand drive, self confidence, and decrease anxiety (Hatzigeorgiadis et al., 2008), and, increase self efficacy and tennis forehand drive (Hatzigeorgiadis et al., 2009).”

Artinya adalah dalam penelitian Landin dan Herbert (1999, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada lima orang perempuan pemain tenis, Perkos et al., (2002, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada empat orang anak kecil pemain bola basket, dan Johnson, Hrycaiko, Johnson and Halas (2004, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), ada empat orang perempuan pemain sepakbola, membuktikan bahwa Self-talk atau berbicara kepada diri sendiri dapat memberikan peningkatan terhadap kepercayaan diri. Motivational self talk dapat memberikan peningkatan kemampuan gerak dalam melakukan

tennis forehand drive, Kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan Hatzigeorgiadis et al., (2008, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187), dan memberikan peningkatan terhadap self efficacy dan tennis forehand drive

Hatzigeorgiadis et al., (2009, dalam Hidayat dan Budiman, 2014, hlm. 187).

Hidayat dan Budiman (2014, hlm. 191), mengungkapkan bawha “teachers and coaches should teach their athletes how to use self talk in order to help

increase self confidence and movement performance”. Artinya adalah guru dan pelatih dapat mengajarkan kepada atlet bagaimana cara menggunakkan self talk

dalam perintah untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan gerak. “Self talk dapat diartikan sebagai apa yang di katakan oleh siswa/atlet terhadap dirinya sendiri untuk memikirkan yang lebih tepat tentang tindakan dan penampilanya


(18)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran seseorang akan kemampuan yang dimiliki dirinya dan ada rasa percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Meskipun secara konseptual pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam meningkatkan kebugaran jasmani siswa dan merubah gaya hidup sehat tetapi secara umum fakta dilapangan masih menunjukan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga masih memiliki berbagai permasalahan terutama yang terkait dengan kualitas proses pembelajara pendidikan jasmani di sekolahan. Secara umum para guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dihadapkan pada masalah-masalah yang cukup serius. Jika dicermati ada empat masalah pokok yang dihadapi guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehata, yaitu (1) pengembangan aspek kognitif dan afektif sangat kurang di bandingkan dengan aspek psikomotor (2) materi yang diajarkan tidak sesuai dengan kurikulum dan bahan ajar (3) sarana dan prasarana kurang mendukung dalam pembelajaran dan (4) alokasi waktu pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang sangat terbatas.

Persoalan-persoalan seperti yang diuraikan di atas bisa berdampak pada munculnya masalah-masalah lain, seperti siswa memiliki tingkat kebugaran jasmani yang rendah dan keterampilan gerak dasar yang tidak memadai (Panggrazi & Daeur, 1995 dalam Hidayat, 2011, hlm 72), adanya ketidak termotivasian siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah (lavay, Henderson, & French, 1997 dalam hidayat, 2011, hlm 73). Hasil survey yang dilakukan oleh cholik dan harsono (dalam Nagasmin & Soepartono, 1999 dalam hidayat, 2011, hlm. 73) menunjukan adanya kecenderungan siswa kurang meminati aktivitas pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan karena dirasakan saangat berat.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran pada latar belakang di atas, ada persoalan pokok yaitu siswa cemas dan kurang percaya diri ketika akan melakukan tes, gejala yang nampak siswa menunjukan rasa takut, malu. Hal ini akan berimbas kepada hasil tes keterampilan bermain bulutangkis dan nilai akhir yang diperoleh siswa atau kurang memuaskanya prestasi akademik karena minimnya penguasaan


(19)

keterampilan gerak bermain bulutangkis. Menurut Thursan Hakim (2005, dalam Afrina, 2012, hlm 3) dijelaskan bahwa:

Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses: (a) Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. (b) Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelbihannya. (c) Pemahaman dan reaksi positif seorang terhadap kelemahan- kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. (d) Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

Davies (2004 dalam Afrina, 2012, hlm. ) menjelaskan tentang ciri-ciri individu yang mempunyai rasa percaya diri yaitu (1) menikmati hidup dan bergembira (2) mengetahui dan menilai diri sendiri (3) mempunyai keahlian-keahlian sosial yang baik (4) mempunyai sikap yang positif (5) tegas (6) mempunyai tujuan yang jelas (7) siap menghadapi tantangan-tantangan.

Kecemasan yang terjadi selama masa stres tinggi atau akibatnya peristiwa traumatis adalah normal. Dalam kebanyakan kasus, kecemasan yang disebabkan stres akan segera hilang sendiri, ketika penyebab tersebut tidak lagi menjadi perhatian. Namun, ketika kecemasan parah, mengganggu kehidupan sehari-hari akan menyebabkan serangan panik atau tidak menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, jika seperti itu harus mengalami pengobatan secara khusus. kecemasan yang tinggi di akibatkan karena kurangnya rasa percaya diri tettang apa yang sedang kita hadapi. Dalam pembelajaran bulutangkis di sekola siswa sering merasakan cemas ketika akan melakukan tes itu di sebabkan karena siswa kurang latihan dan siswa mengalami gerakan baru.

Tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan kecemasan yang rendah dapat mempengaruhi hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dibuktikan dengan penelitian ini. Sesuai dengan uraian pokok-pokok pikiran di atas dan kondisi riil yang dihadapi dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan maka perlu dilakukan upaya inovatif dan kreatif untuk meningkatkan kualitas


(20)

proses dan hasil pembelajaran mata pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya dengan membelajarkan aspek kognitif dan afektif yaitu kepercayaan diri dan kecemasan dalam pembelajaran bermain bulutangkis sehingga dapat berdampak pada hasil yang lebih baik, untuk itu penulis bermaksud melakukan penelitian deskriptif kuantitatif dan merumuskanya dalam judul “Kontribusi Kepercayaan Diri Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis

Berdasarkan Tingkat Kecemasan”.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan pokok-pokok uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

(1) Pengembangan domain kognitif dan afektif masih sangat terabaikan di bandingkan dengan aspek psikomotor. Pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah lebih menekankan pada pengembangan domain keterampilan gerak. Aspek-aspek kepercayaan diri, motivasi, kecemasan, agresivitas, fair play, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab masih belum banyak dikaji dan dikembangkan;

(2) Muatan kurikulum masih relatif kurang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan lebih banyak penekannya pada penguasaan cabang olahrga.

(3) Fasilitas atau sarana dan prasarana masih kurang mendukung, contohnya seperti dalam pembelajaran bulutangkis kurangnya alat pemukul dan objek pemukul jadi membatasi ruang gerak siswa.

(4) Alokasi waktu yang sangat terbatas untuk memberikan materi dari tahap kognnisi, afeksi dan psikomotor.

(5) Kompetensi guru pendidikan jasmani yang masih kurang memadai, terutama yang berlatar belakang bukan guru pendidikan jasmani.

(6) Kebijakan-kebijakan sekolah (terutama kepala sekolah) dan atau pemerintah yang menomorduakan mata pelajaran pendidikan jasmani di bawah mata pelajaran lain seperti Ilmu Pengetahuan Alam, matematika dan lain-lain.


(21)

C. Perumusan Masalah

Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan juga biaya, tidak mungkin masalah-masalah tersebut di atas dikaji dan dipecahkan melalui penelitian ini, oleh karena itu, penelitian ini hanya akan mengkaji mengenai kontribusi tingkat kepercayaan diri terhadap penguasaan keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan pada saat tes, dan dalam kaitan itu, secara umum dirumuskan dalam

rumusan masalah “seberapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan? ” Selanjutnya, rumusan umum di atas, dijabarkan kedalam rumusan masalah khusus, sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun?

2. Adakah hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan siswa usia 10-12 tahun?

3. Berapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Sedangkan secara khusus didasarkan pada beberapa tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui gambaran kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun.

2. Menguji hubungan hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan siswa usia 10-12 tahun.

3. Menguji kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari tingkat kecemasan


(22)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian dibagi menjadi dua kategori, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Manfaat Teoritis

Secara teori hasil peneitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan, khusunya dalam kajian tentang hubungan antara aspek afektif kepeprcayaan diri dengan hasil belajar psikomotorik (keterampilan bermain bulutangkis) dilihat dari tingkat kecemasan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis: dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan dalam pembelajaran keterampilan bermain bulutangkis dengan melihat kontribusi domain afektif seperti kepercayaan diri dan kecemasan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para guru, pelatih, atlit dan siswa pada umumnya dalam melakuka latihan atau pembelajaran.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Untuk memecahkan suatu masalah perlu adanya penelitian, Penelitian pada dasarnya merupakan suatu proses pencarian (inquiry), menghimpun data, mengadakan pengukuran, analisis, sintesis, menbandingkan, mencari hubungan dan menafsirkan hal-hal yang dianggap masalah oleh peneliti. Menurut Kumar (2005, dalam Proboyekti hlm. 1).

Penelitian adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan. Ketika melakukan studi penelitian atau research study itu berarti ada proses studi tersebut dilakukan dalam kerangka filosofi tertentu, menggunakan prosedur, metode dan teknik yang telah diuji validitas dan keandalannya, dan dirancang untuk objektif dan tidak bias

Sedangkan menurut Sugiyono (2010, hlm. 3) “Secara umum metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang dilakukan oleh peneliti dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang dapat mengetahui dan memahami cara yang digunakan, contohnya seperti cara yang tidak ilmiah mencari anak yang hilang ketika sedang mendaki gunung, atau ingin mencari sesuatu barang yang hilang dating ke paranormal. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Sesuai dengan penelitian ini, tujuan penelitian untuk mengetahui berapa besar kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini dan untuk membuktikan hipotesis yang telah di tetapkan, maka perlu metode penelitian yang sesuai dengan masalah tersebut. untuk itu peneliti memilih dan menentukan jenis penelitian deskriptif (descriptive research) sebagai metode


(24)

penelitian ini. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Menurut Arifin (2013, hlm. 2) mengatakan bahwa “penelitian deskriptif bertujuan

untuk menggmbarkan sesuatu” penelitian deskriptif memiliki pernyataan yang

jelas mengenai masalah yang akan diteliti.

B. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi. Seperti yang di jelaskan oleh Sugiyono (2010, hlm.

117) Populasi adalah ”wilayah generalisasi yang terdiri atas obek dan subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.” jadi populasi bukan hanya orang,

tetapi obyek benda-benda alam lainnya. Populasi juga tidak mempelajari jumlah yang ada tetapi mempelajari karekteristik/sifat yang dimiliki subyek atau obyek itu. Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri Muhammadiyah 3 Bandung.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010, hlm. 118). Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakter yang sama sehingga betul-betul mewakili populasinya Sudjana dan Ibrahim (2001, hlm. 84). Dalam penelitian ini sampelnya adalah siswa-siswi Sekolah Dasar Muhammadiyah 3 Bandung yang berusia 10-12 tahun.

Berdasarkan pada penjelasan diatas, maka penulis menentukan sampel yang akan digunakan sebagai subjek penelitian berjumlah 80 orang dengan teknik pengambilan sampel populasi (Sampling Population), adapun ciri-ciri sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (a) Sampel terdaftar sebagai siswa-siswi Sekolah Dasar Muhammadiyah 3 Bandung yang akan diteliti (b) Sampel merupakan siswa-siswi yang sudah berlatih selama


(25)

M. Arief Fadhillah, 2014

sekurang-kurang 2 Bulan (c) Sampel merupakan siswa-siswi yang berumur 10 – 12 tahun.

C. Langkah-langkah dan Desain Penelitian 1. Langkah-langkah penelitian

Dalam melaksanakan penelitian deskriptif ini, peneliti menyusun langkah-langkah penelitiasn sebagai berikut :

a. Langkah pertama menentukan populasi yaitu diambil dari siswa-siswi sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung

b. Menentukan sampel sebanyak 80 orang, 40 puta dan 40 putri, yang berada di sekolah dasar muhammadiyah 3 Bandung.

c. Kemudian melakukan tes pengukuran menggunakan skala untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri dan tingkat kecemasan. Tes keterampilan untuk mengukur sejauh mana penguasaan keterampilan bermain bulutangkis.

d. Setelah mendapatkan data hasil pengetesan, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan dan menganalisis data.

e. Menentukan kesimpulan berdasarkan hasil dari pengolahan dan menganalisis data.

Dari penjelasan tersebut, langkah-langkah penelitian dapat digambarkan dalam bagan 3.1 sebagai berikut :

Populasi Sampel

Tes Keterampilan Bermain Bulutangkis

Tes Skala Kecemasan

(anxiety)

Tes Skala Kepercayaan diri (self confidance) Pengolahan dan

Analisis data Hasil dan Kesimpulan


(26)

2. Desain Penelitian

Desain penelitian sangat menentukan kualitas proses dan hasil penelitian, oleh karena itu, supaya dapat menghasilkan penelitian yang baik, maka

dibutuhkan desain penelitian yang baik. “Desain penelitian adalah kerangka kerja

yang digunakan untuk melaksanakan penelitian” Arifin (2013, hlm 2). Secara singkat, desain penelitian dapat didefinisikan sebagai rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian. Menurut Arifin (2013, hlm 3). Dalam pengertian yang lebih luas, desain penelitian mencakup proses-proses berikut:

1. Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian; 2. Pemilihan kerangka konseptual;

3. Memformulasikan masalah penelitian dan membuat hipotesis; 4. Membangun penyelidikan atau percobaan;

5. Memilih serta mendefinisikan pengukuran variabel-variabel; 6. Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan; 7. Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data;

8. Membuat coding, serta mengadakan editing dan processing data; 9. Menganalisa data dan pemilihan prosedur statistik; dan

10. Penulisan laporan hasil penelitian.

Adapun desain penelitian ini terdiri atas satu variable independen, dependen dan variable moderator, hal ini dapat digambarkan seperti gambar 3.2 berikut :

Gambar 3.2 : Desain Penelitian X = Variabel Kepercayaan Diri

Y = Variabel Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis Z = Variabel Kecemasan

X

Y


(27)

Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor dan antecedent. Dalam bahasa Indonesia disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau sering menjadi akibat. Dalam bahasa Indonesia disebut variabel terikat. Dalam penelitian ini terdapat variabel moderator. Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel moderator disebut juga sebagai variabel independen ke dua.

Dalam gambar di atas variable kecemasan merupakan variable moderator karna dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara variable independen yaitu tingkat kepercayaan diri dan variable dependen yaitu hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis.

D. Instrumen Penelitian

Penelititan pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam (Sugiyono, 2010, hlm 147). Alat ukur dalam penelitian dinamakan intrumen penelitian. “Intrumen penelitian adalah suatu alat ukur yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati” (Sugiyono, 2010, hlm 148). Secara spesifik semua fenomena ini dinamakan variable penelitian. Menurut Arikunto (2000, hlm. 134) “instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya”. Sedangkan menurut Hadjar (1996, hlm. 160) berpendapat bahwa

”instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif”. Instrumen pengumpul data menurut Suryabrata (2008, hlm. 52) adalah “alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Disini disebutkan bahwa Atibut-atribut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi dua yaitu atribut kognitif dan atribut non kognitif. Suryabrata (2008, hlm. 52) menegaskan bahwa “untuk atribut kognitif,


(28)

perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.”

Sesuai dengan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa intrumen penelitian merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel dan mendapatkan informasi tentang karakteristik variabel secara objektif yang bertujuan untuk pengumpulan data kuantitatif atau kualitatif dalam proses penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu pengukuran tingkat kepercayaan diri, tingkat kecemasan dan pengukuran penguasaan keterampilan bermain bulutangkis, untuk mengukur tingkat kepercayaan diri digunakan instrumen yang diadaptasi dari Yusuf Hidayat, instrument untuk mengukur tingkat kecemasan digunakan prosedur pengembangan instrumen mengikuti Costin (1989), sedangkan instrument hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis digunakan tes yang di adaptasi dari Yusup Hidayat. Adapun instrumen yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Instrumen Kepercayaan Diri

Untuk memperoleh data tentang tingkat kepercayaan diri seseorang digunakan kuisioner yang disusun oleh peneliti. Kuisionernya adalah berbentuk skala. Skala menurut Azwar (2012, hlm. xvii) adalah “perangkat yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut.” sebagai alat ukur, skala psikologis mempunyai karakteristik khusus yang membedakan dengan instrument pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, inventori dan lain-lain

Karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi menurut Azwar (2012, hlm 6) ada 3 yaitu :

a. Stimulus atau item dalam skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Meskipun subjek dapat dengan mudah memahami isi itemnya namun tidak mengetahui arah jawaban yang di kehendaki oleh item yang diajukan sehingga jawaban yang diberikan subjek akan


(29)

banyak tergantung pada interpretasinya terhadap isi item. Karena itu jawaban yang diberikan atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya. b. Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat

indikator-indikator perilaku sedangkan perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item, maka skala psikologis selalu berisi banyak item.jawaban subjek terhadap satu item baru merupakan sebagian banyak dari indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis diperoleh berdasar respon terhadap semua item.

c. Respon subjek tidak di klasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau

“salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara

jujur dan sungguh-sungguh. Skor yang diberikan hanyalah kuantitas yang mewakili indikasi adanya aatribut yang diukur.

Karekteristik tersebut menjadi ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu atribut manisfestasinya munculnya karakteristik seseorang dalam keadaan sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi yang sedang

dihadapi. Menurut Azwar (2012, hlm 7) mengungkapkan “dalam penggunaan

psikodiagnosa dan penelitian psikologi, skala-skala performansi tipikal digunakan untuk pengungkapan aspek-aspek afektif seperti minat, sikap, dan berbagai variabel kepribadian lainya semisal agresifitas, self-esteem, locus of control, motivasi, resiliensi, kecemasan , kemepimpinan, dan sebagainya.”

Meskipun dalam penggunaakn kata sehari-hari banyak peneliti menyamakan sitilah angket dan skala namun pada kenyataanya kedua intrumen tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda. Perbedaan skala dan angket menurut Azwar (2012, hlm 7) bahwa :

a. Data yang diungkap oleh angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaranya yang diketahui oleh subjek, sedangkan data yang diungkap oleh skala psikologi adalah deskripsi mengenai aspek kepribadian individu.

b. Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung terarah kepada informasi mengenai data yang diungkap. Pada item skala psikologi berupa penerjemahan dari indikator keperlakuan guna memancing jawaban yang tidak secara langsung menggambarkan keadaan diri subjek, yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan.


(30)

c. Responden terhadap angket tahu pesris mengenai apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa dicari oleh pertanyaan yang bersangkutan. Responden terhadap skala psikologi, skalipun sangan memahami isi pertanyaan, namun tidak menyadari awah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.

d. Respon yang diberikan subjek terhadap angket tidak diberikan skor. Respon terhadap skala psikologi diberikan skor melalui proses penskalaan (scaling)

e. Satu perangkat angket dirancang untuk mengungkap data dan informasi mengenai banyak hal, sedangkan satu perangkat skala psikologi dirancang hanya untuk mengungkap satu tujuan ukur saja (unidimensional).

f. Data hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya secara psikometrik sedangkan hasil ukur skala psikologi harus tinggi reliabilitasnya secara psikometrik dikarenakan relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus pada skala psikologi lebih teruka terhadap berbagai sumber eror.

g. Validasi angket lebih ditentukan oleh kejelasan tujuan dan kelengkapan informasi yang hendak diungkapkan sedangkan validitas skala psikologi ditentukan oleh ketepatan oprasionalisasi konstrak psikologi yang hendak diukur menjadi indikator keprilakuan dan item-itemnya.

Jelas bahwa beberapa perbedaan pokok antara skala psikologi dan angket ini menyebabkan pula perbedaan dalam cara penyusunan, cara ppengujian kualitas, cara penggunaaan, dan cara interpretasi hasilnya

Instrument dikembangkan dalam bentuk skala dengan pola jawaban skala

Likert. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 134) “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseoang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial.” Dalam penelitian ini fenomena sosial adalah kepercayaan diri.

Dengan skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan. Dalam penelitian ini skala untuk mengukur tingkat kepercayaan diri seseorang menggunakan pernyataan-pernyataan.

Proses penyusunan skala diawali dengan menentukan kepercayaan diri sebagai variabel, kemudian menentukan dan menyusun indikator-indikator


(31)

kepercayaan diri, pembuatan kisi-kisi kepercayaan diri dan dikembangan menjadi item-item pernyataan beserta taraf skalanya. Penyusunan item-item pernyataan mengacu pada indikator dan dimensi konstrak yang didasarkan pada konsep-konsep teoritis mengenai kepercayaan diri yang dikembangkan oleh Vealey, et al. (1998). Adapun dimensi konstrak kepercayaan diri dalam kuesioner ini terdiri dari (1) Efisiensi kognitif (cognitive efficiency), (2) Latihan dan keterampilan fisik (physical skill and training), (3) Serta resiliensi (resilience). Menurut Sugiyono

(2010, hlm. 135) mengungkapkan bahwa “Jawaban setiap item instrument yang

menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.” Skala pada penelitian ini dibuat untuk menjaring dan memperoleh informasi bagaimana gambaran sikap kepercayaan diri siswa dan siswi sekolah dasar muhammadiyah 3 Bandung usia 10 – 12 tahun.

a. Definisi Konseptual

Kepercayaan diri sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan, dan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang dilandasi keyakinan untuk sukses Bandura (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005). Tingkat kepercayaan diri akan berpengaruh terhadap tingkat kecemasan dan hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis. alat untuk mengukur tingkat kepercayaan diri adalah dengan dibuatnya instrument tes yang disebut skala psikologi kepercayaan diri dengan mengacu kepada tiga dimensi konstrak yaitu (1) Efisiensi kognitif, (2) Latihan dan keterampilan fisik, (3) resiliensi (Vealey, et al. 1998)

b. Definisi Oprasional

Kepercayaan diri adalah salah satu aspek afektif dan sikap positif yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu sehingga seseorang yakin pada kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mendapatkan keberhasilan dalam melakukan hal tersebut. Tinggi rendahnya tingkat kepercayaan diri seseorang akan terlihat dalam pertanyaan atau pernyataan yang di jawab oleh siswa sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung setelah diukur menggunakan istrumen


(32)

kepercayaan diri yang berbentuk skala psikologi yang ditandai oleh dimensi konstrak, indikator-indikator dan item-item yang telah disusun. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi kepercayaan diri seseorang begitupun sebaliknya semakin kecil skor seseorang maka semakin kecil kepercayaan dirinya.

c. Kisi-kisi Instrumen Kepercyaan diri

Berdasarkan dimensi kontrak di atas kemudian disusun indikator-indikator untuk mempermudah membuat item-item pertanyaan atau pernyataan. Item-item pertanyaan dan pernyataan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri siswa dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kepercayaan diri

Variabel Dimensi dan Indikator Nomor

Item

Jumlah Item

Kepercayaan diri

1. Efisiensi Kognitif

a. Kepercayaan diri memfokuskan perhatian

b. Kepercayaan diri membuat keputusan yang tepat

c. Kepercayaan diri mengelola pikiran unntuk mencapai keberhasilan

1,3,4 4,6,7 1,10,11, 12 3 3 4

2. Penguasaan keterampilan fisik dan Teknik a. Kepercayaan diri menguasai

keterampilan fisik

b. Kepercayaan diri menguasai keterampilan teknik 14,15 17,18,19 2 3 3. Resiliensi

a. Kepercayaan diri memperbaiki kesalahan

b. Kepercayaan diri mengatasi keraguan c. Kepercayaan diri menampilkan yang

terbaik 21,22,23,2 4 25,26,27,2 8 29,30,32 4 4 3


(33)

Dari Item uji coba yang tercantum di atas 3 item dari tiap-tiap indikator tetapi kemunginan besar ada item yang tidak valid jadi item yang di butuhkan dari tiap-tiap indikator adalah 2 item.

d. Kriteria Pemberian Skor Pertanyaan atau Pernyataan

Setiap item-item pertanyaan atau pernyataan mempunyai tiga alternatif jawaban, yaitu setuju, setuju atau tidak setuju, dan tidak setuju. Kategori penskoran sebagai berikut : kategori untuk pernyataan setuju = 3, setuju atau tidak setuju = 2, dan tidak setuju = 1

e. Uji Coba Skala Kepercayaan Diri

Skala yang sudah di buat oleh peneliti tidak bisa langsung di berikan kepada sampel yang akan diteliti tetapi harus di ujicobakan dulu untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitas dari setiap item-item pernyataan. Hasil dari ujicoba tersebut akan diperoleh skala kepercayaan diri yang memenuhi syarat untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Ujicoba instrumen bertujuan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu tes dan cocok atau tidaknya digunakan dalam penelitian kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan.

Pada penelitian ini penulis melakukan uji coba skala psikologi pada waktu setelah selesai penelitian Bpk. Yusuf Hidayat, S.Pd., M.Si di gedung Fpok UPI Kampus Padasuka bandung. Skala kepercayaan diri tersebut diberikan kepada sampel penelitian yaitu anak-anak yang berusia 10-12 tahun dan sudah diberikan pelatihan bermain bulutangkis sebanyak 130 orang siswa.

2. Instrumen Kecemasan

Untuk memperoleh data tentang tingkat kepercayaan diri seseorang digunakan kuisioner yang disusun oleh peneliti. Kuisionernya adalah berbentuk

skala. Skala menurut Azwar (2012, hlm. xvii) adalah “perangkat yang disusun

untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut.”


(34)

membedakan dengan instrument pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, inventori dan lain-lain

Instrument dikembangkan dalam bentuk skala dengan pola jawaban skala

Likert. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 134) “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseoang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.” Dalam penelitian ini fenomena sosial adalah kepercayaan diri. Dengan skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan. Dalam penelitian ini skala untuk mengukur tingkat kepercayaan diri seseorang menggunakan pernyataan-pernyataan.

Proses penyusunan skala diawali dengan menentukan kecemasan sebagai variabel, kemudian menentukan dan menyusun indikator-indikator kecemasan, pembuatan kisi-kisi kecemasan dan dikembangan menjadi item-item pernyataan beserta taraf skalanya. Penyusunan item-item pernyataan mengacu pada indikator dan dimensi konstrak yang didasarkan pada konsep-konsep teoritis mengenai kecemasan yang dikembangkan oleh Costin (1989) mengadaptasi intrumen Sport Anxiety Scale (SAS) yang dikembangkan oleh Smith, Smoll, dan Schutz (1990). Adapun dimensi konstrak kecemasan dalam kuesioner ini terdiri dari (1) Kognitif (cognitiflly), (2) afektif (affektively), (3) somatik (somatically) serta (4) Motorik (motorically). Menurut Sugiyono (2010, hlm. 135) mengungkapkan bahwa

“Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai

gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.” Skala pada penelitian ini dibuat untuk menjaring dan memperoleh informasi bagaimana gambaran tingkat kecemasan siswa dan siswi sekolah dasar muhammadiyah 3 Bandung usia 10 – 12 tahun.

a. Definisi Konseptual

Secara umum, kecemasan di bagi menjadi dua kategori yaitu state anxiety

dan trait anxiety. State Anxiety adalah seseorang merasakan ketakutan yang tidak


(35)

kondisional merupakan kecemasan yang terjadi secara temmporer yang tercermin

pada respon seseorang pada situasi” Spielberger (1991 dalam Hidayat, 2009, hlm.

237) Jenis kecemasan ini merupakan kondisi emosi yang bersifat sementara dan terjadi pada suatu situasi tertentu saja. Trait Anxiety adalah jenis kecemasa yang bersifat menetap atau bawaan sebaliknnya dari State Anxiety, seseorang merasa cemas, kapan dan sehingga menimbulkan rasa khawatir dan tegang. Martens (1982 dalam Hidayat, 2009, hlm. 237), mengatakan bahwa :

Kecemasan bawaan sebagai kecenderungan dasar pada seseorang untuk mempersiapkan diri terhadap bahaya atau ancaman pada situasi tertentu dilingkungan dan beresponsi terhadap situasi-situasi tersebut dengan peningkatan kecemasan kondisional

Dalam penelitian ini tingkat kecemasan akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri dan hasil belajar bermain bulutangkis. Alat untuk mengukur tungkat kecemasan adalah dengan dibuatnya instrumen tes yang disebut skala psikologi kecemmasan dengan mengacu kepada empat dimensi konstrak yaitu (1) Kecemasan kognitif, (2) Kecemasan Sikap, (3) Kecemasan somatik dan (4) Kecemasan motorik (Costin, 1989).

b. Definisi Oprasional

Tingkat keberhasilan untuk melakukan aktifitas yang diukur melalui item-item kecemasan kognitif, afektif, somatik dan kecemasan motorik (smith, smoll, dan schutz, 1990). Tinggi rendahnya tingkat kepercayaan diri seseorang akan terlihat dalam pertanyaan atau pernyataan yang di jawab oleh siswa sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung setelah diukur menggunakan istrumen kecemasan yang berbentuk skala psikologi yang ditandai oleh dimensi konstrak, indikator-indikator dan item-item yang telah disusun, Semakin tinggi skor kecemasan maka semakin tinggi tingkat kecemasan dan sebaliknya.


(36)

c. Kisi-kisi Instrumen Kecemasan

Berdasarkan dimensi konstrak di atas kemudian disusun untuk mempermudah membuat item-item pernyataan atau pertanyaan. Item-item pertanyaan atau pernyataan untuk mengukur tingkat kecemasan siswa dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kecemasan

Dari Item uji coba yang tercantum di atas 3 item dari tiap-tiap indikator tetapi kemunginan besar ada item yang tidak valid jadi item yang di butuhkan dari tiap-tiap indikator adalah 2 item. Dibuktikan dengan hasil di atas bahwa tida

Skala Dimensi dan Indikator Nomor

Item

Jumlah Item

Kecemasan Olahraga

1. Kecemasan Kognitif

a. Tidak bisa berkonsentrasi 23, 45 2

2. Kecemasan Sikap

a. Atlet seperti merasa cepat putus asa b. Sembrono

c. Memiliki keraguan diri

4, 26 27 6, 50 2 1 2 3. Kecemasan Somatik

a. Jantung berdebar-debar keras b. Ingin buang air kecil

c. Mengalami ketegangan d. Pernafasan tidak teratur e. Berkeringat dingin

7, 51 8 31, 53 32, 54 34, 56 2 1 2 2 2 4. Kecemasan Motorik

a. Keadaan raut muka dan dahi berkerut

b. Gemetar

c. Kaki terasa berat

d. Sering menggaruk-garuk kepala e. Otot-otot sakit

f. Sering jalan mondar-mandir g. Badan lesu

h. Tubuh terasa kaku

i. Mengalami ketegangan otot

14, 36 15, 59 38, 60 39 40 19, 63 20, 42 43, 65 44, 66 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2


(37)

semua indikator valid dan beberapa indikator ada yang valid satu item jadi diambil skor yang tertinggi dan valid maka jumlah item menjadi 32.

d. Kriteria Pemberian Skor Pertanyaan atau Pernyataan

Setiap item-item pertanyaan atau pernyataan mempunyai tiga alternatif jawaban, yaitu setuju, setuju atau tidak setuju, dan tidak setuju. Kategori penskoran sebagai berikut : kategori untuk pernyataan setuju = 3, setuju atau tidak setuju = 2, dan tidak setuju = 1

e. Uji Coba Skala Kecemasan

Skala yang sudah di buat oleh peneliti tidak bisa langsung di berikan kepada sampel yang akan diteliti tetapi harus di ujicobakan dulu untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitas dari setiap item-item pernyataan. Hasil dari ujicoba tersebut akan diperoleh skala kecemasan yang memenuhi syarat untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Uji coba instrumen bertujuan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu tes dan cocok atau tidaknya digunakan dalam penelitian kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan.

Pada penelitian ini penulis melakukan uji coba skala kecemasan pada waktu setelah selesai penelitian Bpk. Yusuf Hidayat, S.Pd., M.Si di gedung Fpok UPI Kampus Padasuka bandung. Skala kecemasan tersebut diberikan kepada sampel penelitian yaitu anak-anak yang berusia 10-12 tahun dan sudah diberikan pelatihan bermain bulutangkis sebanyak 130 orang siswa.

3. Instrumen Keterampilan Bermain Bulutangkis a. Definisi Konseptual

Keterampilan dasar merupakan salah satu keterampilan yang harus dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain dalam melakukan kegiatan bermain bulutangkis. Tohar (1999, dalam Subarjah & Hidayat, 2010, hlm. 29). Hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis dimasukan kedalam bentuk tes yang


(38)

akan dilakukan oleh siswa sekolah dasar muhammadiyah 3 yang berusia 10 – 12 tahun yang meliputi tes (1) pukulan servis dan pukulan lob.

b. Definisi Oprasional

Keterampilan dasar bermain bulutangkis dalam penelitian ini merupakan gambaran berapa besar tingkat penguasaan keterampilan dasar bermain bulutangkis siswa sekolah dasa muhammadiyah 3 yang berusia 10-12 tahun. Tinggi rendahnya tingkat penguasaan keterampilan bermain bulutangkis dilihat dari hasil tes keterampilan lob bertahan dan servis panjang. Semakin tinggi skor keterampilan bermain bulutangkis maka semakin tinggi tingkat penguasaan keterampilan bermain bulutangkis dan sebaliknya

c. Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Bermain Bulutangkis

Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen keterampilan bermain bulutangkis

No Variabel Indikator Jumlah Butir

1 Keterampilan Bermain Bulutangkis

1. Pukulan servis panjang

( long service)

1

2. Pukulan lob ( clear ) 1

Jumlah 2

d. Tes Keterampilan Bermain Bulutangkis

Untuk dapat mengetahui dan menentukan tingkat keterampilan bermain siswa sekolah dasar muhammadiyah 3 bandung yang berusia 10-12 tahun tersebut, maka harus ada alat pengumpul data yaitu tes keterampilan memukul. Istrumen dalam penelitian in yaitu tes keterampilan lob dan servis. Tes keterampilan lob dan servis tersebut di adaptasi dari Hidayat (2004, dalam Skripsi Hambali, 2011, hlm. 66) . tes servis panjang (long service) mempunyai tingkat validitas 0.60 dan reliabilitas 0.87 dan tes lob (clear) mempunyai tingkat validitas 0.76 dan


(39)

reliabilitas 0.91. Adapun prosedur pelaksanaan tes keterampilan lob dan servis sebagai berikut :

1) Prosedur Tes Keterampilan Dasar Lob Bertahan

Seperti yang telah dijelaskan tes keterampulan lob bertahan ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari tes lob bertahan yang di kembangkan oleh Hidayat (2012). Karena tes keterampilan dasar lob bertahan di adaptasi maka prosedur pengetesan didasarkan pada tes tersebut yaitu sebagai berikut :

a) Deskripsi tes

Jenis tes keterampilan dasar memukul yang dilakukan dari atas kepala dengan gerakan forehand dan arah kok melambung ke bagian belakang lapangan lawan dengan tujuan untuk bertahan atau mendapatkan keseimbangan pada posisi semula.

b) Tujuan tes

Mengukur ketepatan memukul keterampilan hasil belajar siswa/atlet dalam melakukan keterampilan dasar lob bertahan kearah sasaran tertentu dengan arah kok melambung ke bagian belakang lapangan lawan.

c) Peralatan

Lapangan bulutangkis standart, raket, satelkok, meteran, dua buah tiang besi setinggi 2,72 meter, pita yang direntangkan sejajar di atas net dengan jarak 4.27 meter, dan tinggi 3 meter dari lantai, alat tulis dan formulir pengisian skor.

d) Petugas pelaksanaan pengetesan

Terdiri dari 5 orang, dua orang sebagai pengumpan, satu orang penghitung, pencatat, dan pengambil satelkok.


(40)

e) Pelaksanaan tes

(1) Penyaji berdiri di tengah-tengah lapangan atau pada titik yang sudah ditentukan paling dekat dengan net 3,35 meter dari net.

(2) Testi atau partisipan mengambil tempat dan berdiri pada zona yang telah ditentukan paling dekat 3,35 meter dari net.

(3) Penyaji melakukan servis ke zona partisipan dan bergerak memukul satelkok sehingga melewati tali setinggi 3 meter dari permukaan lantai yang dipasang pada tiang net.

(4) Setiap partisipan mendapatkan dua kali kesempatan, dan setiap kali kesempatan di sediakan 6 satelkok, sehingga partisipan mendapatkan 12 kesempatan untuk melakukan pukulan.

(5) Apabila satelkok mengenai tali setinggi 3 meter dari permukaan lantai yang dipasang pada tiang net dan ajatunya tidak sampai pada zona skor maka diadakan pukulan ulang.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.3 (Sumber: Pengaruh intervensi strategi multiteknik terhadap hasil belajar keterampilan dasar bermain bulutangkis, motivasi olahraga, dan


(41)

2) Prosedur Tes Keterampilan Dasar Servis Panjang

Sama seperti tes lob bertahan bahwa tes keterampulan servis panjang ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari tes servis panjang yang di kembangkan oleh Hidayat (2012). Karena tes keterampilan dasar servis panjang di adaptasi maka prosedur pengetesan didasarkan pada tes tersebut yaitu sebagai berikut :

a) Deskrpsi tes

Jenis tes keterampilan dasar memukul yang dilakukan dari dengan gerakan forehand dan dengan ayunan raket dari bawah ke atas untuk mengerahkan kok tinggi jauh ke belakang daerah lawan.

b) Tujuan tes

Mengukur ketepatan memukul keterampilan hasil belajar siswa/atlet dalam melakukan keterampilan dasar servis tinggi kearah sasaran tertentu dengan pukulan tinggi dan panjang.

c) Peralatan

Lapangan bulutangkis standar, raket, satelkok, net, alat tulis, dan pita yang direntangkan sejajar dengan net berjarak 4,27 meter dari tinggi net 2,44 dari permukaan lapangan.

d) Petugan pelaksanaan pengetesan

Tiga orang, teridiri satu orang penghitung, pencatat, dan pengambil satelkok.

e) Pelaksanaan tes

(1) Kok (shuttle cock), yang jatuh pada sasaran terluar (terjauh) atau di bidang area diberi nilai 5, kemudian 3, dan kok (suttle cock), yang jatuh di luar target sasaran (terdalam) masih pada bagian kotak servis diberi nilai 1;

(2) Apabila kok (shuttle cock), mengenai tali setinggi 2,44 meter dari per-mukaan lantai yang dipasang sejajar dengan tiang net dengan jarak


(42)

4,27 meter dari net dan jatuhnya tidak sampai di zona skor maka diadakan pukulan ulang;

(3) Area skor : 3 = area ABCB (76 cm); 2 = area EFGH – 76 cm termasuk tebal garis; 1= area diluar kotak skor; 0 = apabila kok (shuttle cock), jatuh di luar lapangan atau apabila kok (shuttle cock), tidak melewati di atas tali 2,44 cm dari pemukaan lantai yang dipasang pada tiang net;

(4) Servis yang tidak memenuhi sarat dianggap tidak sah dan tidak diberi nilai;

(5) Kok (shuttle cock) yang tidak lewat di atas tali atau jatuh di kotak servis yang salah atau servis untuk ganda tidak diberi nilai;

(6) Kok (shuttle cock) yang jatuh pada bagian garis, dianggap jatuh pada bagian yang bernilai tinggi;

(7) Penilain skor kesempatan pertama digabungkan dengan skor kesem-patan kedua.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3.4 (Sumber: Pengaruh intervensi strategi multiteknik terhadap hasil belajar keterampilan dasar bermain bulutangkis, motivasi olahraga, dan


(43)

E. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Skala Kepercayaan Diri

Untuk memperoleh kesahihan (valid) dan keajegan (reliabel) dari setiap item. Harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas intrumen. Semua data yang terkumpul dari hasil uji coba instrumen di analisis menggunakan bantuan Software SPSS versi 20. Metode uji validitas instrumen yang digunakan adalah metode Analisis faktor (Factors Analysis) model Kaiser-Meyer-Olkin dan

Bartlett’s yaitu uji validitas dengan tujuan utama adalah mendefinisikan struktur hubungan antar variabel atau responden degan cara melihat korelasi antar variabel atau korelasi antar responden Ghozali (2011, hlm. 393), sedangkan untuk uji reliabilitas instrumen peneliti menggunakan metode Cronbach Alfpha.

1.

Pengujian Validitas

Istilah validitas banyak digunakan dalam penelitian seperti contoh validitas eksperimen, validitas pengukuran dan validitas butir. Menurut Susetyo

(2011, hlm 88) mengungkapkan bahwa “suatu tes dinyatakan valid jika perangkat

tes yang butir-butirnya benar-benar mengukur sasaran tes yang berupa

kemampuan dalam bidang tertentu dan bukan kemampuan yang lainya”.

Sedangkan menurut Aiken (1997 dalam Susetyo, 2011, hlm. 88) “validity of a tast has been define as the extent to which the test measures what it was designed to measure” ditegaskan oleh Azwar (2011, hlm. 5) “valditas berasal dari kata validity

yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya”. Dalam penelitian ini teknik untuk menentukan

validitas intrumen yaitu dengan menggunakan analisis faktor. Menurut Azwar (2011, hlm. 135)

Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks guna menganalisis saling hubungan diantara variabel-variabel dan menjelaskan saling hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut faktor. Oleh karena itu validitas yang ditegakan melalui prosedur analisis faktor disebut sebagai validitas faktorial (factorial validity).


(44)

Jadi menentuan untuk menentukan validitas skala kepercayaan diri dengan menggunakan analisis faktor. Dalam prosedur analisis faktor menurut Azwar (2011, hlm. 137) tes yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu disebut sebagai tes yang memiliki muatan faktor (factor loading) yang tinggi. Muatan faktor adalah indeks yang artinya besarannya sama dengan koefisien korelasi. Hasil analisis faktor lihat tabel 3.5 nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) sebesar 0.760 hasil ini dinyatakan valid karna lebih besar dari 0.50, pendekatan Chi-Square stasistik sebesar 1301.821 dengan DF (degrees of freedom) sebesar 276, ternyata signifikan pada tingkat alpha 0.05 atau 5%. Tabel 3.5 hasil penghitungan analisis

faktor dengan metode KMO dan Baretlett’s sebagai berikut :

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Intrumen Kepercayaan Diri

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .760

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 1301.821

df 276

Sig. .000

Berikut adalah butir-butir pernyataan dalam bentuk tebel yang sudah di analisis menggunakan analisis faktor. Menurut Noer (1787 dalam Susetyo, 2011, hlm. 92) menjelaskan bahwa :

Perhitungan kecocokan terhadap validitas isi dilakukan dengan menghitung besarnya persentase pada pernyataan cocok, yaitu “persentase kecocokan suatu butir dengan tujuan/indikator” berdasarkan penilaian guru/dosen atau ahli. Butir tes dinyatakan valid jika kecocokan indikator mencapai lebih besar dari 50%.

Dalam hal ini adalah skor atau harga yang didapat oleh butir-utir pernyaaan harus lebih dari 0.5 karena skor 0.5 adalah skor tengah antara 0 sampai 1.0. sesuai dengan yang disebutkan oleh Susetyo (2011, hlm. 98) bahwa


(45)

“perangkat ukur dinyatakan valid jika diperoleh harga di atas 0,50. Ditegaskan oleh Azwar (2011, hlm. 18) bahwa :

Kuat-lemahnya salih hubungan yang ada diantara dua variabel ditunjukan oleh besar-kecilnya angka yang merupakan koefisien korelasi itu. Koefisien yang besarnya semakin mendekati 1,0 menunjukan semakin kuatnya hubungan yang ada sedangkan koefisien yang semakin kecil mendekati 0 berarti lemahnya hubungan yang terjadi.

Berikut adalah tabel koefisien korelasi butir-butir pernyataan instrument kepercayaan diri, sebagai berikut :

Tabel 3.5

Data hasil uji validitas Skala Kepercayaan diri

No Item Skor Keterangan

1 0.665 Valid

2 0.292 Tidak Valid

3 0.465 Tidak Valid

4 0.810 Valid

5 0.781 Valid

6 0.821 Valid

7 0.774 Valid

8 0.373 Tidak Valid

9 0.847 Valid

10 0.792 Valid

11 0.612 Valid

12 0.773 Valid

13 0.359 Tidak Valid

14 0.758 Valid

15 0.696 Valid

16 0.387 Tidak Valid

17 0,664 Valid

18 0.737 Valid

19 0.889 Valid

20 0.412 Tidak Valid

21 0.806 Valid

22 0.695 Valid

23 0.695 Valid

24 0.846 Valid

25 0.400 Tidak Valid

26 0.672 Valid


(46)

28 0.773 Valid

29 0.660 Valid

30 0.833 Valid

31 0.414 Tidak Valid

32 0.507 Valid

Dilihat dari tabel 3.6 data hasil uji validitas skala kepercayaan diri dari 32 item yang dinyatakan valid 24 item dan yang tidak valid 8 item.

2.

Pengujian Reliabilitas

Suatu perangkat ukur yang dapat dipercaya adalah alat ukur yang hasilnya tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara berulang-ulang dan alat ukur yang demikian dinamakan dengan reliable (Susetyo, 2011, hlm. 105). Reliabilitas suatu perangkat ukur didasarkan pada skor yang diperoleh peserta tes (Susetyo, 2011, hlm. 105). Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas pada pada penelitian ini adalah metode Cronbach Alpha. Menurut Susetyo (2011, hlm. 120) menjelaskan bahwa metode Cronbach Alpha digunakan untuk yang butir yang politomi, sehingga sering digunakan untuk tes yang berbentuk essay. Rumus alpha dari Cronbach sebagai berikut :

r 11 = [

] [ ∑ ]

Keterangan :

r 11 : reliabilitas instrument

k : banyaknya butir pertanyaan ( item )

∑ : jumlah varians butir

: jumlah varians total

Suatu perangkat tes dinyatakan reliable jika telah mencapai sekurang-kurangnya memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,50 (Susetyo, 2011, hlm. 107). Menurut Dali

(1992 dalam Susetyo, 2011, hlm. 107) mengatakan “ada cabang ilmu yang telah memiliki


(47)

sebaliknya ada cabang ilmu yang kurang mantap dengan koefisien reliabilitas sebesar

0,50 ke atas sudah cukup memadai”. Sedangkan menurut Sekaran (2003 dalam wijaya, 2009, hlm. 110) mengatakan bahwa “ suatu konstruk dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,7. Setelah diuji reliabilitas, terdapat 6 item yang tidak valid dan 60 item butir soal dinyatakan valid

Hasil uji reliabilitas alpha Cronbach butir soal dengan menggunakan bantuan komputer melalui program Statistical Packed for Social Sciences (SPSS Versi 20) adalah sebesar 0,826 dengan jumlah item sebanyak 32 yang ditampilkan dalam table 3.7 karena nilai lebih dari 0,75 maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kecemasan adalah reliabel.

Tabel 3.6

Hasil Uji Reliabilitas Intrumen Kepercayaan Diri Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 80 100.0

Excludeda 0 .0

Total 80 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items

.826 32

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Skala Kecemasan

Untuk memperoleh kesahihan (valid) dan keajegan (reliabel) dari setiap item. Harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas intrumen. Semua data yang terkumpul dari hasil uji coba instrumen di analisis menggunakan bantuan Software SPSS versi 20. Metode uji validitas instrumen yang digunakan adalah metode Analisis faktor (Factors Analysis) model Kaiser-Meyer-Olkin dan


(1)

76

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan dan perhitungan serta analisis data yang telah dilakukan maka penulis dapat merumuskan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat gambaran yang signifikan antara kepercayaan diri, kecemasan, dan keterampilan dasar bermain bulutangkis siswa usia 10-12 tahun.

2. Terdapat kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan sebesar 52,6%.

3. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara kepercayaan diri dan kecemasan dengan nilai koefisien korelasi sebesar -.903 dan signifikan pada 0,000.

B. Saran

1. Bagi siswa atau atlit

Kepercayaan diri adalah salahsatu faktor psikologis yang dapat meningkatkan penampilan olahraga, tetapi tingkat keceamasn juga harus diperhitungkan dalam hal ini, jika siswa yang mempunyai tingkat kepercayaan diri baik dan tingkat kecemasan rendah maka akan diikuti dengan peningkatan keterampilan.

2. Bagi Guru atau Pelatih

Menurut penulis ketahui selama pembelajaran dan pelatihan guru atau pelatih masih kurang memperhatikan aspek psikologis dibandingkan dengan aspek keterampilan. Dengan adanya penelitian ini kita dapat mengatahui pengaruh kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat kecemasan.


(2)

77

3. Bagi peneliti atau pembaca

Diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut khususnya pada penelitian kuantitatif deskriptif kontribusi kepercayaan diri terhadap hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis berdasarkan tingkat keceamsan


(3)

DAFTAS PUSTAKA

Abduljabar B, (2009). Manajemen Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Bandung. Afrina, (2013), Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan

Kepercayaan Diri Siswa Yang Berekonomi Rendah Kelas Vii Smpn 1 Siak Hulu Tp.2012/20, 1, 3. Diakses 29 Oktober 2013

Afrina, Arlizon R, Yusuf Sardi, (2012). Pengaruh Bimbingan Kelompok

Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Yang Berekonomi Rendah Kelas Vii Smpn 1 Siak Hulu Tp.2012/2013.Riau

Arifin T, (2013). Teori dan Teknik Pembuatan Desain Penelitian.

Makalah Workshop Penelitian Dosen Perguruan Tinggi Gama Islam Swasta.

Andri, Dewi Y, (2007). Teori Kecemasan Berdasarkan Psikoanalisis lask dan Berbagai Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan. 57 (7), hlm. 233- 238

Ambardini R Laksmi, (2006). Pendidikan jamani dan prestasi Akademik:

Tinjauan Neurosains. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default /files/ 132256204 /Pendidikan%20Jasmani-Otak.pdf [26 Maret 2014]

Amir N, (2012). Pengembangan Alat Ukur Kecemasan Olahraga. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. 16 (1), hlm. 325-347

Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Dimyanti, (……). Kepercayaan Diri Atlet PON DIY Menghadapi PON XVI di

Palembang. Jurnal Psikologi. 32 (1), hlm. 24-33

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Semarang. Hadjar, I. (1996). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam

Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hambali, B. (2011). Daya prediksi kepercayaan diri dalam penguasaan teknik dasar bermain bulutangkis. PJKR FPOK UPI: Tidak diterbitkan.

Hidayat,Y. (2004). Latihan Keterampilan Psikologis Dalam Belajar Keterampilan Gerak : Penelitian Eksperimen Tentang Pengaruh Penetapan Tujuan dan Latihan Imajeri Mental Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Gerak


(4)

Bermain Bulutangkis Pada Anak Usia 10 – 12 Tahun. Tesis. UGM Yogyakarta: Tidak di terbitkan..

Hidayat, Y. (2012). Modul Pelatihan Intervensi Strategi Multiteknik Untuk Pelatih Bulutangkis. FPOK UPI Bandung : Tidak di terbitkan.

Hidayat Y, (2011). Penulisan Penelitian Tindakan Kelas dalam Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Bandung.

Hidayat Y, (2008). Psikologi Olahraga, Bandung, Bintang Warliartika. Hidayat, Y., Budiman, D. (2014) The Influence of Self-Talk on Learning

Achievement and Self Confidence, Canadian Center of Science and Education, 10 (5), hlm. 186-193

Linda L. Grffin dan Kevin Patton. (2013). Teaching Game For

Understanding, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan /Komarudin,%20M.A./BUKU%20%20TERJEMAHAN%20TGFU.pdf. Diakses 11 November 2013.

Muhajir, (2007). Konsep dasar Pendidikan Jasmani SMA. Tersedia: http:// www. 4shared.com/web/preview/doc/_fQwJkky. [26 Maret 2014]

Majid M. Shabri Abd, (2013). Potret Buram Pendidikan Kita, Tersedia: http://aceh. tribunnews.com/2013/01/03/potret-buram-pendidikan-kita. [25 maret 2014]

Muhidin S A, Abdurahman M. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur. CV Pustaka Setia. Bandung

Rosyid R, (2010). Epistemologi Pragmatisme: dalam Pendidikan kita. Jurnal Pendidikan Sosiolgi dan Humaniora. 1 (1), hlm. 56-67

Robert E, MacCracken, Thomas A, Severance C, (2002). A Childern’s From of

the Competetive State Anxiety Inventory : The CSAI-2C. Measurment in Physical Education and Exercise Science. 6 (3), hlm. 147-165

Shabri, Abd, Majid, M. (2013) Potret Buram Pendidikan Kita. [Online]. tersedia di:http://aceh.tribunnews.com/2013/01/03/potret-buram-pendidikan-kita. [Diakses 4 April 2014]

Subarjah H, (2010). Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis Studi Eksperimen Pada Siswa Diklat Bulutangkis FPOK-UPI. Cakrawala Pendidikan. No. 3, hlm. 325-340


(5)

Sucipto, Budiana, Lubay L H, Darajat, (2010). Permainan Bola Basket, Bandung

Sudjana dan Ibrahim. (2001). Metode Statistika. Tarsito. Bandung

Sumardianto, Rohmah O, Carsiwan, Rahayu N I. (2010). Sejarah dan Filsafat Olahraga, Bandung, Bintang Waliartika.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung

Susanto S. (2012). Panduan Lengkap SPSS Versi 20. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta

Suryabrata, S. (2008). Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Susetyo B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. CV. Cakra. Bandung

Tirtojiwo, (2012). Anxiety (Kecemasan). Tersedia: http://tirtojiwo.org/ wp-content/ uploads/ 2012/06/kuliah-anxiety.pdf [29 Maret 2014]

Trismiati, (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSU Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Psyche. 1(1).

Priyatno Duwi. (2010). Teknik Mudah dan cepat melakukan Analisis Data penelitian dengan SPPS. Gava Media : Yogyakarta

Vealey, R. S., Hayashi, S.W., Garner-Holman, M., & Giacobi,P. (1998). “Sources Of Sport-Confident : Conceptualization and Instrument Develoment”.

Journal Of Sport and Exercise Psychology, 20, 54-80.

Vealey, R. S., & Chase, M. A. (2008). Self-confidence in sport: Conceptual and research Advances. In T. S. Horn (Ed.), Advances in Sport Psychology (3rd ed., pp. 65-97). Champaign, IL: Human Kinetics.

Wijaya T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta

Woodman at al. (2010). Self-confidence and performance: A little self-doubt helps. Psychology of Sport and Exercise 11 467-470

Yusnita M, (…..). Kepercayaan Driri Individu Dwarfisme. Tinjauan Teori Psikologi Transpersonal. ..(..), …


(6)

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES HASIL BELAJAR KETERAMPILAN DASAR BERMAIN BULUTANGKIS.

0 2 65

KONTRIBUSI KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS BERDASARKAN TINGKAT KECEMASAN.

1 16 115

HUBUNGAN MOTIVASI OLAHRAGA DENGAN PENGUASAAN KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BERMAIN BULUTANGKIS (studi deskriptif pada siswa sekolah bulutangkis kelompok usia 11-13tahun).

5 13 32

KONTRIBUSI TINGKAT VO2 MAX TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI DALAM OLAHRAGA BULUTANGKIS (studi deskriptif pada atlet sekolah bulutangkis kelompok usia 11–13 tahun).

0 3 34

PENGARUH INTERVENSI METODE LATIHAN IMAJERI MOTIVASIONAL TERHADAP PENGUASAAN KETERAMPILAN TEKNIK DASAR LOB BERTAHAN DAN KEPERCAYAAN DIRI ATLET BULUTANGKIS PEMULA USIA 10-12 TAHUN.

4 15 40

PENYUSUNAN NORMA TEKNIK DASAR BERMAIN SEPAKBOLA PADA SISWA USIA 10-12 TAHUN SEKOLAH SEPAKBOLA SE KARESIDENAN SURAKARTA TAHUN 2013.

0 1 16

SURVEI KETERAMPILAN DASAR BERMAIN SEPAKBOLA SISWA PUTERA USIA 10-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH SIRAMAN WONOSARI GUNUNGKIDUL.

0 1 134

TINGKAT KETERAMPILAN BERMAIN FUTSAL PADA SISWA USIA 10-12 TAHUN PESERTA EKSTRAKURIKULER FUTSAL DI SD MUHAMMADIYAH SAPEN YOGYAKARTA.

3 18 78

HUBUNGAN ANTARA PERSEPTUAL MOTORIK DENGAN KETERAMPILAN DASAR BERMAIN SEPAKBOLA SISWA SEKOLAH SEPAKBOLA (SSB) PUTRA BANGSA KLATEN USIA 10-12 TAHUN.

0 8 125

HUBUNGAN MOTIVASI OLAHRAGA DENGAN PENGUASAAN KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BERMAIN BULUTANGKIS (studi deskriptif pada siswa sekolah bulutangkis kelompok usia 11-13tahun) - repository UPI S KOR 1002256 Title

0 0 3