GAMBARAN SOCIAL WELL BEING PADA HOMOSEKSUAL DEWASA MUDA YANG MELAKUKAN COMING OUT : Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung.

(1)

GAMBARAN SOCIAL WELL BEING PADA HOMOSEKSUAL DEWASA MUDA YANG MELAKUKAN COMING OUT

(Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh: Gita Annisa R F

0802717

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN IINDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

Gambaran Social Well-Being pada Homoseksual Dewasa Awal yang

Melakukan Coming out

(Studi Fenomenologi pada 2 Homoseksual Dewasa Awal di Bandung)

Oleh:

Gita Annisa Rahmalia Fajriani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Gita Annisa Rahmalia Fajriani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

Gita Annisa Rahmalia Fajriani (0802717)


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Gita Annisa Rahmalia Fajriani (0802717). Gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out (Studi Fenomenologi Pada 2 Homoseksual Dewasa Muda di Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out dilihat dari lima dimensi social well being yaitu penerimaan sosial, akutualisasi sosial, kontribusi sosial, hubungan sosial, integritas sosial. Social well being ini adalah penilaian terhadap suatu keadaan dan fungsi di dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini di pilih dengan cara snowball. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi tidak terstruktur dan divalidasi dengan teknik triangulasi dan member check. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa alasan homoseksual untuk melakukan coming out adalah mereka tidak ingin membohongi orang lain dan menjadi orang yang munafik. Gambaran social well being pada homoseksual yang melakukan coming out mereka selalu berusaha baik terhadap lingkungan walaupun lingkungan menolaknya. Mereka pun yakin suatu saat lingkungan akan menerimanya. Homoseksual tidak menghalangi mereka untuk tetap mempersembahkan yang terbaik untuk lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan. Namun untuk masalah pernikahan di Indonesia sendiri masih ilegal.


(6)

ABSTRACT

Gita Annisa Rahmalia Fajriani (0802717). Gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out (studi fenomenologi pada 2 homoseksual dewasa muda di Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (2013).

The aim of this study is to discover the social well being description of the early adulthood homosexuals who do coming out based on five dimensions of social well being, namely social acceptance, social actualization, social contribution, social coherence, and social integration. The social well being is judgments of a condition and function in the society. The present study utilizes qualitative phenomenological research. The subjects of the study were selected through snowball sampling. The data were collected through a deep interview technique and unstructured observation, and validated through triangulation and member checking. The study found that the reasons of homosexuals to do coming out are that they do not want to lie to themselves and be a hypocrite. The social well being description of homosexuals who do coming out shows that they always seek to do good to people although people refuse them. They believe that someday people will accept them. Their homosexuality will not hinder their strong determination to give the best to people. However, the homosexual marriage is illegal in Indonesia.


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Orientasi seksual yang lazim di masyarakat adalah heteroseksual. Akan tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ada pula yang memiliki orientasi seksual yang berbeda, misalnya homoseksual. Homoseksual menggambarkan laki-laki atau perempuan yang cenderung menyukai sesama jenisnya (Bell and Weinberg, 1978; Masters and Johnson, 1979). Menurut beberapa teori, sebagian merupakan pengaruh murni biologi seperti faktor genetik, hormon prenatal, atau ketidak seimbangan hormon (Masters, Johnson, Kolodny, 1992). Sedangkan teori psikoanalisis Freud (Masters, Johnson dan Kolodny, 1992) mengatakan bahwa perilaku homoseksual muncul dari fiksasi dalam sebuah ketidakmatangan proses perkembangan psikoseksualnya. Teori Psikososial menekankan homoseksualitas merupakan hasil pembelajaran dari fenomena, pengalaman seksual awal mungkin mengarahkan mereka kepada perilaku homoseksual dengan kenikmatan, hubungan sesama jenis yang memuaskan atau dengan ketidaknyamanan, kekecewaan, atau pengalaman heteroseksual yang menakutkan (Masters, Johnson, Kolodny, 1992).

American Psychological Association, American Psychiatric Association, dan National Association of Social Workers mengemukakan bahwa pada tahun 1952 ketika Asosiasi Psikiatri pertama kali menerbitkan Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder, homoseksualitas masih tergolong sebagai gangguan mental (wikipedia.org). Namun pengklasifikasian tersebut menjadi sasaran pemeriksaan kritis dalam penelitian yang didanai oleh Institut Kesehatan Mental Nasional. Dari berbagai kumpulan hasil penelitian homoseksualitas oleh para ahli bidang kedokteran, kesehatan mental, ilmu-ilmu sosial dan ilmu perilaku meyimpulkan bahwa pengklasifikasian homoseksualitas sebagai gangguan mental tidak akurat (wikipedia.org).

Setelah penemuan ilmiah, terutama oleh APA (American Psychiatric Association) tahun 1973 homoseksual dihilangkan sebagai salah satu kategori


(8)

diagnostik dan dikeluarkan dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Seperti yang di utarakan oleh Kinsey (1953), homoseksual adalah variasi dari tingkah laku seksual, seperti masturbasi. Maka yang menjadi dasar pada perilaku seksual ini adalah stimulus yang menimbulkan tingkah laku tersebut.

. Dari suatu survei di Amerika Serikat pada saat dilangsungkan pemilu 2004, diketahui bahwa 4% dari seluruh pemilih pria menyatakan bahwa dirinya adalah seorang gay (Ramitha, 2011). Di Alabama menunjukkan rumah tangga sesama jenis naik 38,8 persen antara tahun 2000 dan tahun 2010, dan naik 42,1 persen di Wyoming dan 55,4 persen di Kansas (Charles, 2011). Sedangkan di Indonesia, data statistik menyatakan bahwa 8 sampai 10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu pernah terlibat pengalaman homoseksual (Asteria, 2008).

Di Indonesia, menurut hasil penelitian dan penelusuran Yayasan Priangan Jawa Barat, pada tahun 2003 kasus homoseksual di kalangan pelajar di Bandung sudah tinggi, Bahkan 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir melakukan perbuatan homoseksual (Asteria, 2008). Sayangnya penulis tidak dapat menemukan penjelasan mengenai presentasi yang diambil ini dari jumlah seluruh siswa atau hanya dari jumlah siswa yang homoseksual.

Sampai saat ini tidak ada jumlah pasti berapa homoseksual yang ada di Indonesia, tapi menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN) menyebut adanya 4000 sampai 5000 homoseksual di Jakarta (Gunadi, Rahman, Indra, Sujoko, 2003). Sedangkan Gaya Nusantara menyebutkan sekitar 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Bahkan Dede Oetomo memperkirakan bahwa 1% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia adalah homoseksual (Gunadi, Rahman, Indra, Sujoko, 2003). Maka dari itu kita pun tidak dapat menutup mata bahwa jumlah homoseksual tidak lah sedikit.

Pandangan tentang seksualitas manusia juga sangat diwarnai oleh paradigma orientasi seksual hetero. Akibatnya, terjadi hegemoni dan heteronormativitas dalam konsep seksualitas (Musdah, 2010). Sehingga membuat


(9)

paradigma dimasyarakat selama berabad-abad memaksakan norma-norma orientasi heteroseksual sebagai satu-satunya kebenaran (heteronormativitas).

Menurut Butler (1999) “sex” ini adalah sebuah kategorisasi yang

dihasilkan dan dijalankan berdasarkan sitem kewajiban heteroseksualitas didalam usaha membatasi adanya identitas lain selain hasrat heteroseksual. Selain itu hampir semua kebudayaan memilih untuk melestarikan kelompoknya dan identitas sosial dari kelompoknya harus dilestarikan, maka mereka lebih mengakui adanya pernikahan heteroseksual diluar kekerabatan. Karenanya, dianggap perbuatan salah dan tabu jika ada hubungan seksual yang terjalin dengan kerabat termasuk juga terhadap hubungan homoseksual (Butler, 1990)

Teori tentang homoseksual yang berkembang saat ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan: esensialis dan konstruksionis. Esensialisme berpendapat bahwa homoseksual berbeda dengan heteroseksual sejak lahir, hasil dari proses biologi dan perkembangan. Teori ini menyiratkan bahwa homoseksualitas merupakan abnormalitas perkembangan, yang membawa perdebatan bahwa homoseksualitas merupakan sebuah penyakit. Sebaliknya, konstruksionis berpendapat bahwa homoseksualitas adalah sebuah peran sosial yang telah berkembang secara berbeda dalam budaya dan waktu yang berbeda, dan oleh karenanya tidak ada perbedaan antara homoseksual dan heteroseksual secara lahiriah (Carroll, 2007).

Sebagai negara yang beragama, Indonesia menyandarkan nilai dan norma pada agama. Dalam hal ini sebagian besar agama di Indonesia memang melarang bahkan mengaharamkan keberadaan homoseksual (Mulyani, dkk, 2009). Sehingga homoseksual dianggap sebagai suatu penyimpangan, pendosa, terlaknat, bahkan penyakit sosial (Musdah, 2010).

Jika ditinjau dari nilai agama homoseksual ini termasuk penyimpangan seksual karena menyalahi perintah Allah dan memnyalahi fitrahnya sebagai makhluk ciptaan-Nya. Seperti yang tertera dalam Al-Quran surat Asy Syu’ara Allah berfiman:

“mengapa kamu mendatangi jenis lelaki diantara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”. (Asy Syu’ara: 165-166)


(10)

Bukti nyata penolakan masyarakat Indonesia adalah ketika akan digelar konferensi International Lesbian, Gay, Bisexsual, Transgender, and Intersex Assotiation (ILGA) yang akan diadakan di Yogyakarta. Hal itu ditentang keras oleh masyarakat sekitar termasuk oleh gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Tn, 2010). Menurutnya Yogyakarta adalah kota budaya sehingga tidak etis jika diadakan kongres semacam itu disana (Tn, 2010).

Masa dewasa awal adalah masa dimana seorang individu sudah mulai mendapat tuntutan dari lingkungan mengenai masalah hubungan intim (Atkinson, Dkk. 2003). Dimana pertanyaan mengenai pasangan dan pernikahan sering kali muncul. Individu dewasa awal menjalin hubungan interaksi sosial yang lebih luas. Individu mampu melibatkan diri dalam hubungan bersama yang memungkinkan individu berbagi hidup dengan seorang mitra yang intim (Hall dan lindzey, 1993).

Mungkin bagi pasangan heteroseksual tidak sulit untuk mengenalkan pasangannya kepada keluarga ataupun orang-orang sekitar. Bagi homoseksual untuk mengenalkan pasangannya atau bahkan untuk menunjukan diri bahwa ia seorang homoseksual sangatlah sulit. Mereka takut terhadap reaksi-reaksi yang akan muncul dari keluarga maupun orang terdekat. Mereka takut akan penolakan dan pengucilan yang dilakukan kepada meraka. Banyak orang tua yang mengetahui bahwa anaknya homoseksual seringkali merasa terpukul dan merasa bersalah, tidak sedikit juga yang akhirnya mengusir anaknya dari rumah atau mengucilkan anaknya (Walker, 1996; Nevid et all, 1995). Penjelasan tersebut merupakan gambaran beberapa hambatan dan resiko yang dihadapi homoseksual untuk menyatakan diri kepada orang lain atau lingkungan.

Menurut Eighberg (1990) banyak orang yang merasakan ketertarikan kepada sesama jenis memiliki fase "coming out" dalam kehidupan mereka (Eichberg, 1990). Coming out digambarkan dalam tiga fase. Fase pertama adalah fase "mengenali diri", dimana muncul kesadaran bahwa ia terbuka untuk hubungan sesama jenis. Fase ini sering digambarkan sebagai coming out yang bersifat internal. Tahap kedua melibatkan keputusan untuk terbuka kepada orang lain, misalnya keluarga, teman, dan/atau kolega. Tahap ketiga mencakup hidup secara terbuka sebagai orang Lesbian Gay Bisexsual Transgender (LGBT)


(11)

(Eichberg, 1990). Di Amerika Serikat saat ini, orang sering "come out" di usia sekolah menengah atas atau kuliah. Pada usia ini, mereka mungkin tidak percaya atau meminta bantuan dari orang lain, terutama ketika orientasi mereka tidak diterima di masyarakat. Terkadang keluarga mereka sendiri bahkan tidak diberitahu (Eighberg, 1990).

Menurut Kimmel (2000) isu-isu perkembangan yang akan di hadapi adalah apakah mereka akan coming out, menikah atau melajang, untuk memiliki anak atau tidak, pernikahan heteroseksual dengan hubungan luar homoseksual, reaksi terhadap kenyataan dan persepsi terhadap diskriminasi (Greene, 2000;p.65). Hal ini berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial yang didapatkan oleh para gay setelah mereka melakukan coming out. Karena setelah mereka menyatakan diri atau coming out mereka bisa mengevaluasi perasaan dan pemfungsian lingkungan sosialnya terhadap dirinya juga pemfungsian dirinya terhadap lingkungan, hal ini yang disebut dengan social well being (keyes, 1998). Penelitian mengenai social well being ini salah satunya pada tahun 2009 penelitian mengenai social Well terhadap homoseksual dilakukan di Amerika dan dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa pentingnya sebuah komunitas dalam kehidupan minoritas dapat memberikan rasa memiliki, juga perlindungan bagi homoseksual. Dalam perbedaan umur dan status sosial juga dapat mempengaruhi kesejahteraan sosial dari seorang homoseksual (Kertzner, Meyer, Stirratt, dan Forst, 2009).

Di Indonesia sendiri penelitian mengenai homoseksual tidak banyak ditemukan. Seperti penelitian Anggraeni Nur Pratiwi (2008) alumni FIP Universitas Pendidikan Indonesia mengenani Tinjauan analisis-eksistensialis mengenai corak pemaknaan diri subjek homoseksual di Bandung, dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan ruang yang dimaknai subjek tergantung dari situasi, perluasan ruang terjadi jika ia berada bersama teman-temannya, dan penyempitan ruang terjadi ketika ia bersama pasangannya ditempat umum, dan tubuh tidak dimaknai berbeda dengan laki-laki kebanyakan namun saat orientasi seksualnya subjek merasa berbeda. Lalu penelitian Agnes Fitria Nandrie (2008) alumni FIP Universitas Pendidikan Indonesia mengenai Upaya penyesuaian diri sosial pria dewasa dengan orientasi seksual sejenis dari


(12)

kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari kedua subjek terlihat keduanya dapat menyesuaikan diri dengan baik, terutama pada penyesuaian diri dalam setting lingkungan sosialnya. Dari ketiga indikator dari penyesuaian diri sosial berpengaruh satu sama lain, terutama penyesuaian diri sosial di rumah yang menjadi dasar penyesuaian diri sekolah, dan masyarakat. Penyesuaian diri pun tidak lepas dari pola asuh orang tua. Jika dilihat dari norma agama di Indonesia yang mayoritas muslim homoseksual ini dilarang dan dianggap menyimpang. Namun pada kenyataannya banyak homoseksual yang bergama Islam. Homoseksual ini terus berkembang bahkan ada beberapa yang berani menunjukan dirinya sebagai homoseksual dihadapan publik. Atas dasar latar belakang tersebut

penulis tertarik untuk meneliti mengenai “ Gambaran Social Well Being pada

homoseksual dewasa muda yang melakukan coming out”.

B.Fokus penelitian

Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang, fokus penelitian ini meliputi bagaimana gambaran dimenis social well-being yang dikemukakan oleh Keyes (1998) yaitu: (1.) penerimaan sosial (social acceptance) meliputi memiliki sifat positif kepada orang lain, mengakui orang lain dan secara umum menerima orang lain, menerima orang lain walaupun terkadang kompleks dan memiliki perilaku membingungkan. (2) aktualisasi social (social actualization) meliputi peduli dan percaya bahwa lingkungan berkembang positif. Berpikir bahwa lingkungan sosial memiliki potensi untuk berkembang secara positif, berpikir bahwa lingkungan sendiri menyadari potensinya. (3) kontribusi sosial (social contribution) meliputi merasa bahwa mereka memiliki sesuatu yang berharga yang dapat diberikan kepada lingkungan, berpikir bahwa aktifitas sehari-hari mereka akan dihargai oleh lingkungan sekitar. (4) hubungan sosial meliputi melihat bawa dunia sosial dapat dimengerti, logis dan dapat diprediksi, peduli dan tertatik pada lingkungan dan keadaan sekitar. (5) integrasi sosial (social integration) meliputi merasa bagian dari komunitas, berpikir bahwa mereka merasa didukung, dan berbagi kesamaan dengan komunitas.


(13)

Subjek yang difokuskan pada penelitian ini kepada dua orang homoseksual berumur 20-30 tahun dan telah melakukan coming out serta berdomisili di Bandung.

C.Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang akan dimunckan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran Social Well Being homoseksual dewasa awal yang telah melakukan coming out?

Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran coming out pada homoseksual?

2. Bagaimana gambaran social well being homoseksual yang telah coming out?

3. Bagaimana homoseksual memilih pasangan hidupnya?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menggambarkan coming out pada homoseksual

2. Untuk menggambarkan social well being homoseksual yang telah coming out.

3. Untuk mengatahui bagaimana homoseksual memilih pasangan hidupnya.

E.Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis memperkaya informasi mengenai keilmuan psikologi khususnya psikologi perkembangan, psikologi sosial, dan psikologi klinis mengenai fenomena homoseksual.

2. Secara aplikatif memberikan informasi mengenai sosial well being, dan bagaimanakah coming out pada homoseksual. Agar bisa menyikapi dirinya dalam penyesuaian diri dengan cara sehat dan adaptif.


(14)

F. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kantor subjek atau di tempat yang telah disepakati oleh subjek. Subjek dilakukan secara snow ball sampling. Subjek penelitian ini dua orang yang berorientasi seksual homoseksual, laki-laki, berumur antara 20-40 tahun, dan telah melakukan coming out.

G.Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang B.Fokus Penelitian C.Rumusan Masalah D.Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian

F. Lokasi dan Subjek Penelitian G.Struktur Organisasi Skripsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Social well baing B.Homoseksual C.Dewasa Awal

BAB III METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian

B.Instrumen Penelitian C.Teknik Pengumpulan Data D.Teknik Analisis Data E. Keabsahan Data

F. Lokasi dan Subjek Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil

1. Subjek 1

a. Profil partisipan b. Hasil observasi


(15)

c. Status praesens d. Riwayat hidup e. Display data 2. Subjek 2

a. Profil partisipan b. Hasil observasi c. Status praesens d. Riwayat hidup e. Display data B.Pembahasan

1. Subjek 1

a. Yudha dan orientasi seksualnya

b. Gambaran coming out pada homoseksual

c. Gambaran social well being homoseksual yang coming out d. Yudha dalam memilih pasangan hidupnya

2. Subjek 2

a. Stevian dan orientasi seksualnya

b. Gambaran coming out pada homoseksual

c. Gambaran social well being homoseksual yang coming out d. Stevian dalam memilih pasangan hidupnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

B.Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitan

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran social well-being pada homoseksual dewasa awal yang melakuakn coming out secara mendalam. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Moleong (1996) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Memanfaatkan metode kualitatif mengandalkan analisis data secara induktif, bersifat deskriptif, mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus dan memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitian bersifat sementara, hasil disepakati kedua pihak yaitu peneliti dan subjek penelitian.

Perspektif fenomenologi menurut Husrell (dalam moleong, 2002) ialah cara pendekatan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu (objek) sebagaimana tampilnya dan menjadi pengalaman kesadaran manusia. penelitian fenomenologi digunakan untuk mengunkap pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan.

Metode penelitian kualitatif dipilih karena jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam. Sehingga data yang diperoleh lebih mendalam dan bersifat menyeluruh atau holistik.

B.Penentuan Subjek Penelitian

Penentuan subjek pada penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitaif. Menurut Lincoln dan Guba (1989) penentuan sample dalam penelitian


(17)

kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan statistik. Sample yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan (Sugiyono, 2012). Jadi penentuan sample dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Dengan cara peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu peneliti dapat menetapkan sampel lainnya ini lah yang disebut teknik snowball (Sugiyono, 2012).

C.Instrumen penelitian

Instrumen penelitian pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Menurut Lincoln dan Guba mejelaskan bahwa manusia sebagai instrument pengumpulan data memberi keuntungan dimana ia dapat bersikap lebih flexibel dan adaftif, serta dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk menghadapi sesuatu (Satori dan Komariah, 2009). Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2012). Sehingga diharapkan peneliti dapat lebih peka dalam menggali permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat penelitian, dan juga peneliti harus dapat bersikap netral.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Teknik wawancara

Interview atau wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab (Satori dan Komariah, 2011). Menurut Esterberg (2012) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi


(18)

dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur dimana respondennya merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan (Satori dan Komariah, 2011).

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengatahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden (Sugiono, 2002:133).

Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru menukik”, artinya pada awal wawancara, yang dibicarakan adalah hal-hal terkait dengan tujuan, dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan maka segera ditanyakan (Sugiono, 2002:133)

2. Observasi

Teknik lainnya yang digunakan untuk membantu mencari data adalah observasi. Dengan observasi ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak (Sugiono, 2010).

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tidak terstruktur. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapakan secara sistematis tentang apa yang akan diobeservasi (Sugiyono, 2012). Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.

E.Analisis data

Menurut Cresswell (Kuswarno, 2009) secara rinci analisis data penelitian fenomenologi sebagai berikut:


(19)

1. Peneliti memulainya dengan mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya.

2. Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara) tentang bagaimana orang-orang memahami topik, rinci pernyataan-pernyataan tersebut (horisonalisasi data).

3. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dikelompokan kedalam unit-unit bermakna (meaning unit), peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan sebuah penjelasan teks (textural description).

4. Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi imaginatif (imaginative variation) atau deskripsi struktural (structural description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui perspektif yang divergen (divergent perspective), mempertimbangkan kerangka rujukan atas phenomenon.

5. Mengkonstruksikan seluruh penjelasan tentang makna dan esensi (essence) pengalamanya.

6. Mengungkapkan pengalamannya, kemudian diikuti pengalaman seluruh pasrtisipan yang digabungkan sebagai tulisan deskripsi gabungannya (composite description).

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian dilakukan pengecekan keabsahan data melalui:

1. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian, triangulasi terdiri atas triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Namun Pada penelitian kali ini hanya akan dilakukan pengecekan melalui triangulasi data dan triangulasi waktu. Triangulasi data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dengan teknik yang berbeda dalam hal ini observasi. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara menanyakan pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda yaitu pada saat wawancara berikutnya (Sugiyono, 2010).


(20)

2. Proses dan hasil penelitian ini didiskusikan dengan rekan sejawat yang menggunakan metode yang sama serta dengan dosen pembimbing.

3. Member check adalah proses pengecekan data yang berasal dari pemberi data. Bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai atau setelah mendapatkan suatu temuan atau kesimpulan (Sugiyono, 2010).


(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil dari penelitian mengenai gambaran social well being pada homoseksual dewasa awal yang melakukan coming out akan diuraikan sebagai berikut:

1. Yudha (subjek 1)

a. Gambaran coming out pada Homoseksual

Yudha memutuskan untuk coming out karena ia tidak ingin membohongi orang lain. Karena menurutnya menjadi seorang homoseksual adalah hak individu masing-masing. Awal mula ia hanya memberanikan diri untuk memberitahukan temannya yang memiliki orientasi seksual sama, namun karena ia tak mau menyembunyikan orientasinya akhirnya teman, keluarga, bahkan lingkungannya kerjanya mengetahui orientasi seksualnya ini. Walau awalnya ia mendapatkan penolakan namun akhir lingkungan dapat menerimanya.

b. Gambaran social well being homoseksual yang melakukan coming

out

Yudha memandang lingkungannya posif meskipun lingkungan ada yang menolaknya. Walau lingkungan masih memandang homoseksual negatif ia percaya bahwa suatu saat masyarakat dapat menerima adanya homoseksual. Menurutnya orientasi seksual tidak menghalanginya untuk mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk lingkungan. Yudha juga termasuk individu yang peduli terhadap lingkungan. Saat ia berada di komunitas homoseksual ia merasa didukung.

c. Subjek dalam memilih pasangannya

Yudha memilih untuk tidak menikah dengan lawan jenis. Ia lebih memilih untuk tinggal bersama dengan pasangan sejenisnya. Karena menurutnya ia tidak mendapatkan sex appeal dari lawan jenis.


(22)

2. Stevian (subjek 2)

a. Gambaran coming out pada Homoseksual

Alasan Stevian melakukan coming out karena ia memegang teguh apa yang selama ini keluarga ajarkan padanya untuk tidak berbohong dan menjadi orang munafik. Untuk melakukan coming out ini bagi Stevian agar ia tidak perlu lagi untuk berpura-pura dihadapan orang lain. awal mula stevian menyadari orientasi seksualnya ia langsung memberi tahukan sahabatnya, lalu setelah itu ibunya mengetahui orientasi seksualnya dari guru disekolahnya, sampai akhirnya keluarga besar dan lingkungan sekitar mengatahui orientasi seksualnya. menurutnya sebagian besar dapat menerimanya dengan baik hanya sebagian kelurga ada yang masih menolak b. Gambaran social well being homoseksual yang melakukan coming

out

Stevian merasa lingkunganya menerimanya dengan baik, walaupun ada saja cemoohan untuk dirinya namun Stevian tidak mau ambil pusing terhadap penilaian orang lain. karena ia yakin suatu saat homoseksual dapat diterima dengan baik di Indonesia. Stevian juga selalu berusaha agar bisa menjadi berguna bagi lingkungannya. Namun Stevian memandang bahwa semakin sini lingkungan sudah tidak diprediksi. Salah satunya komunitas homoseksual yang menurutnya hanya sebagai ajang pencarian pasangan. Oleh sebab itu Stevian lebih menyukai penerimaan masyarakat yang mengayomi dan membantunya saat mendapatkan kesulitan.

c. subjek dalam memilih pasangannya

Stevian mengaku bahwa suatu saat ia ingin menikah dengan lawan jenis. Karena ia meyakini bahwa walapun ibunya dapat menirima keadaannya sekarang namun pasti ibunya menginginkan ia untuk kembali menjadi heteroseksual.


(23)

B.Saran

Melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini maka peneliti ajukan saran bagi beberapa pihak, diantaranya:

1. Subjek

Saran untuk subjek jika ditinjau dari norma agama di Indonesia yang mayoritas beragama islam homoseksual ini termasuk penyimpangan. Maka diharapkan untuk tetap dapat mengikuti dan menghormati norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2. Orang tua

Orang tua diharapkan lebih memperhatikan, memahami, dan memantau perkembangan anaknya. Memberikan kasih sayang yang cukup. Dan juga melihat lingkungan pergaulan dari anak. Karena salah satu faktor yang mendorong orientasi seksual sebagian besar berasal dari lingkungan luar. 3. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggali lebih dalam lagi hal-hal yang kurang dari penelitian yang telah dilakukan. Mencari literatur yang lebih banyak mengenai social well being. dan memilih subjek yang lebih bervariasi, seperti meneliti mengenai lesbian.


(24)

DAFTAR PUSTAKA

Asteria. (2008). Ancaman Perilaku Homoseksual. [Online]. Tersedia: http://www.inilah.com/read/detail/15225/ancaman-perilaku-homoseksual [29 Desember 2011]

Atkinson, Rita L. dkk. (2003). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Brannon, Linda. (2008). Gender Psychological Perspectives. Boston: Pearson.

Cahyo. Sigit N. dkk. (2010). Pengambilan Keputusan Menjadi Homoseksual Pada Laki-Laki Usia Dewasa Awal. [Online] Tersedia:

http://eprints.undip.ac.id/11145/1/Jurnal_-_Sigit_Cahyo_N_-_M2A005074.pdf [23 September 2010]

Carlson, N. R. (1994). Physiology of behavior fifth edition. Boston : Allyn and Bacon.

Carroll. L J. (2007). Sexsuality now: embracing diversity (ed2). Belmont: Thomson learning inc.USA

Chaplin, J.P. (1968). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Charles. (2011). Pasangan Gay dan Lesbian di California Meledak. [Online]. Tersedia: http://www.inilah.com/read/detail/1637412/pasangan-gay-dan-lesbian-di-california-meledak [4 Desember 2011]

Compton, William C. (2005). Intoduction to Positive Psychology. California: Thomson Wadsworth.

Diener, Ed, dan Suh, Eunkook M. (2000). Culture and Subjective Well-being. London: A Bradford Book.


(25)

Eichberg. R. (1990). Coming out: An Action of Love. Canada: A Dutton book.

Feldmen, R.S. (1990). Understanding Psychology, second edition. New York: Mc Graw-Hill publishing company.

Fagan, Ronald W. (1993). “Social Well-Being In University Student” [Online]. Jurnal Of Youth And Adolescence Vol.23 no. 2,1994 [21 Mei 2011].

Greene, Beverly., Croom, G.L. (2000). Educational Research, and practice in Lesbian, Gay, Bisexsual, adn Transgendered Psychology. Califfornia: Sage Publication, Inc.

Gunadi, H., Rahman, M., Indra, S., & Sujoko. (2003). "Jalan Berliku Kaum Homo Menuju Pelaminan". Gatra, Laporan Utama, Edisi 46. This data retrieved from http://www.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335 [06 Maret 2012]

Hall, Calvin S. dan Lindzey, Gardner. (1993). Teori-Teori Psikodinamika (klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Hawari, D. (2009). Pendekatan psikoreligi pada homoseksual. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Huppert, Felicia, et al. (2006). PERSONAL AND SOCIAL WELL-BEING MODULE for the European Social Survey, Round 3 [25 Mei 2011].

Hurlock, Elizabeth B. (2006). Psikologi perkembangan edisi kelima. Jakarta:Erlangga


(26)

Kertzner, Robert M. et al. (2009). Social and Psychological Well-Being in Lesbians, Gay Men, and Bisexsuals: The Effedt Of Race, Gender, Age, And Sexual Identity. American Journal of Orthopsychiatry 1-10. [Online]. Tersedia: http://www.columbia.edu/~im15/files/wellbeing.pdf [06 Maret 2012]

Keyes, Corey Lee M. (1998). Social Well-being. Social Psychology Quarterly [online], Vol. 61 (2), 20 halaman. Tersedia: http://midus.wisc.edu/findings/pdfs/58.pdf [11 Desember 2011].

Kuswarno, Engkus. (2009). Metodelogi penelitian komunikasi fenomenologi konsepsi, pedoman, dan contoh penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran.

Lopez, Shane J. Snyder, C. R. (2004). Positive psychological assessment : A handbook of models and measures. Washington DC, US : American Psychological Association. Xvii 495 pp.

Mappiare, Andi. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Masters. William H. et al. (1992). Human Sexsuality. New York: Harper Collins Publishers.

Moleong, Lexy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Remadja Karya.

Monks, F.J, dkk. (2006). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Mulyani, Sri R, dkk. (2009). TINJAUAN PSIKOSOSIAL, AGAMA, HUKUM DAN BUDAYA TERHADAP KEBERADAAN KAUM GAY DI INDONESIA (Kasus: Mahasiswa Institut Pertanian Bogor). [Online] Tersedia:


(27)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/28162/jurnal%20ba ru.pdf [12 Februari 2012]

Mulia, Siti Musdah. (2010). “Islam dan Homoseksulatitas: Membaca Ulang

Pemahaman Islam”. Jurnal Gandrung Vol. 1 No. 1 juni 2010. 9-30.

Nietzel, dkk. (1998). Abnormal psychology. Boston : Allyn dan bacon, Inc.

Oetomo, Dede. (1991). Homoseksualitas di indonesia. Prisma. [Online]. Tersedia: http://staff.ui.ac.id/internal/131882269/material/Dede-Oetomo.pdf [29 Januari 2012]

Papilla, Diane E, dkk. (2002). HUMAN DEVELOPMENT. Jakarta: Salemba Humanika.

Ramitha, Vina. (2011). Kemenangan Baru Kaum Homoseksual Amerika. [Online]. Tersedia: http://m.inilah.com/read/detail/1640682/kemenangan-baru-kaum-homoseksual-amerika/ [29 Januari 2012]

Riley, Bettina H. (2010). Journal of child and adolecent psychiatric nursing. Vol

23 (1). Pp 3-10. Tersedia:

http://www.empirestatephtc.org/resources/res/curr/LGBT/GLB-adolescents-coming-out.pdf (22 oktober 2013)

Reuters. (2013). Indonesia Termasuk Paling Tidak Toleran Terhadap Homoseksualitas. Voice of America [online]. Tersedia: http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-termasuk-paling-tidak-toleran-terhadap-homoseksualitas/1675468.html [02 juli 2013]

Satori, Djam’an, dan Komariah, Aan. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


(28)

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Surakhmad, Winarno. (1994). Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah dasar metoda teknik. Bandung: Tarsit

_______.(2006). Gay. [Online]. Tersedia:

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=4&submit.x=11&submit.y=17&su bmit=next&qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1% [11 Desember 2011].

__________. (2010). Sultan Tolak DIY Jadi Tempat Kongres Gay-Lesbian. [Online]. Tersedia: http://metropolitan.inilah.com/read/detail/422182/ sultan-tolak-diy-jadi-tempat-kongres-gay-lesbian [12 Februari2012]

__________. (2011). Homoseksualitas. [Online] Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas [29 September 2011]


(1)

66

B.Saran

Melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini maka peneliti ajukan saran bagi beberapa pihak, diantaranya:

1. Subjek

Saran untuk subjek jika ditinjau dari norma agama di Indonesia yang mayoritas beragama islam homoseksual ini termasuk penyimpangan. Maka diharapkan untuk tetap dapat mengikuti dan menghormati norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2. Orang tua

Orang tua diharapkan lebih memperhatikan, memahami, dan memantau perkembangan anaknya. Memberikan kasih sayang yang cukup. Dan juga melihat lingkungan pergaulan dari anak. Karena salah satu faktor yang mendorong orientasi seksual sebagian besar berasal dari lingkungan luar.

3. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggali lebih dalam lagi hal-hal yang kurang dari penelitian yang telah dilakukan. Mencari literatur yang lebih banyak mengenai social well being. dan memilih subjek yang lebih bervariasi, seperti meneliti mengenai lesbian.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Asteria. (2008). Ancaman Perilaku Homoseksual. [Online]. Tersedia:

http://www.inilah.com/read/detail/15225/ancaman-perilaku-homoseksual [29 Desember 2011]

Atkinson, Rita L. dkk. (2003). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Brannon, Linda. (2008). Gender Psychological Perspectives. Boston: Pearson.

Cahyo. Sigit N. dkk. (2010). Pengambilan Keputusan Menjadi Homoseksual Pada Laki-Laki Usia Dewasa Awal. [Online] Tersedia:

http://eprints.undip.ac.id/11145/1/Jurnal_-_Sigit_Cahyo_N_-_M2A005074.pdf [23 September 2010]

Carlson, N. R. (1994). Physiology of behavior fifth edition. Boston : Allyn and Bacon.

Carroll. L J. (2007). Sexsuality now: embracing diversity (ed2). Belmont: Thomson learning inc.USA

Chaplin, J.P. (1968). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Charles. (2011). Pasangan Gay dan Lesbian di California Meledak. [Online]. Tersedia: http://www.inilah.com/read/detail/1637412/pasangan-gay-dan-lesbian-di-california-meledak [4 Desember 2011]

Compton, William C. (2005). Intoduction to Positive Psychology. California: Thomson Wadsworth.

Diener, Ed, dan Suh, Eunkook M. (2000). Culture and Subjective Well-being. London: A Bradford Book.


(3)

Eichberg. R. (1990). Coming out: An Action of Love. Canada: A Dutton book.

Feldmen, R.S. (1990). Understanding Psychology, second edition. New York: Mc Graw-Hill publishing company.

Fagan, Ronald W. (1993). “Social Well-Being In University Student” [Online]. Jurnal Of Youth And Adolescence Vol.23 no. 2,1994 [21 Mei 2011].

Greene, Beverly., Croom, G.L. (2000). Educational Research, and practice in Lesbian, Gay, Bisexsual, adn Transgendered Psychology. Califfornia: Sage Publication, Inc.

Gunadi, H., Rahman, M., Indra, S., & Sujoko. (2003). "Jalan Berliku Kaum Homo Menuju Pelaminan". Gatra, Laporan Utama, Edisi 46. This data retrieved from http://www.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335 [06 Maret 2012]

Hall, Calvin S. dan Lindzey, Gardner. (1993). Teori-Teori Psikodinamika (klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Hawari, D. (2009). Pendekatan psikoreligi pada homoseksual. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Huppert, Felicia, et al. (2006). PERSONAL AND SOCIAL WELL-BEING MODULE for the European Social Survey, Round 3 [25 Mei 2011].

Hurlock, Elizabeth B. (2006). Psikologi perkembangan edisi kelima. Jakarta:Erlangga


(4)

Kertzner, Robert M. et al. (2009). Social and Psychological Well-Being in Lesbians, Gay Men, and Bisexsuals: The Effedt Of Race, Gender, Age, And Sexual Identity. American Journal of Orthopsychiatry 1-10. [Online]. Tersedia: http://www.columbia.edu/~im15/files/wellbeing.pdf [06 Maret 2012]

Keyes, Corey Lee M. (1998). Social Well-being. Social Psychology Quarterly [online], Vol. 61 (2), 20 halaman. Tersedia:

http://midus.wisc.edu/findings/pdfs/58.pdf [11 Desember 2011].

Kuswarno, Engkus. (2009). Metodelogi penelitian komunikasi fenomenologi konsepsi, pedoman, dan contoh penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran.

Lopez, Shane J. Snyder, C. R. (2004). Positive psychological assessment : A handbook of models and measures. Washington DC, US : American Psychological Association. Xvii 495 pp.

Mappiare, Andi. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Masters. William H. et al. (1992). Human Sexsuality. New York: Harper Collins Publishers.

Moleong, Lexy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Remadja Karya.

Monks, F.J, dkk. (2006). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Mulyani, Sri R, dkk. (2009). TINJAUAN PSIKOSOSIAL, AGAMA, HUKUM DAN BUDAYA TERHADAP KEBERADAAN KAUM GAY DI INDONESIA (Kasus: Mahasiswa Institut Pertanian Bogor). [Online] Tersedia:


(5)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/28162/jurnal%20ba ru.pdf [12 Februari 2012]

Mulia, Siti Musdah. (2010). “Islam dan Homoseksulatitas: Membaca Ulang Pemahaman Islam”. Jurnal Gandrung Vol. 1 No. 1 juni 2010. 9-30.

Nietzel, dkk. (1998). Abnormal psychology. Boston : Allyn dan bacon, Inc.

Oetomo, Dede. (1991). Homoseksualitas di indonesia. Prisma. [Online]. Tersedia:

http://staff.ui.ac.id/internal/131882269/material/Dede-Oetomo.pdf [29

Januari 2012]

Papilla, Diane E, dkk. (2002). HUMAN DEVELOPMENT. Jakarta: Salemba Humanika.

Ramitha, Vina. (2011). Kemenangan Baru Kaum Homoseksual Amerika. [Online]. Tersedia: http://m.inilah.com/read/detail/1640682/kemenangan-baru-kaum-homoseksual-amerika/ [29 Januari 2012]

Riley, Bettina H. (2010). Journal of child and adolecent psychiatric nursing. Vol

23 (1). Pp 3-10. Tersedia:

http://www.empirestatephtc.org/resources/res/curr/LGBT/GLB-adolescents-coming-out.pdf (22 oktober 2013)

Reuters. (2013). Indonesia Termasuk Paling Tidak Toleran Terhadap Homoseksualitas. Voice of America [online]. Tersedia:

http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-termasuk-paling-tidak-toleran-terhadap-homoseksualitas/1675468.html [02 juli 2013]

Satori, Djam’an, dan Komariah, Aan. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


(6)

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Surakhmad, Winarno. (1994). Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah dasar metoda teknik. Bandung: Tarsit

_______.(2006). Gay. [Online]. Tersedia:

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=4&submit.x=11&submit.y=17&su bmit=next&qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1% [11 Desember 2011].

__________. (2010). Sultan Tolak DIY Jadi Tempat Kongres Gay-Lesbian. [Online]. Tersedia: http://metropolitan.inilah.com/read/detail/422182/ sultan-tolak-diy-jadi-tempat-kongres-gay-lesbian [12 Februari2012]

__________. (2011). Homoseksualitas. [Online] Tersedia: