TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN SENIOR FINANCE EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gresik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs).

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN SENIOR FINANCE
EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gresik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur

Oleh :
AHMAD IHSAN
NPM. 0871010044

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


HALAMAN PERSETUJ UAN MENGIKUTI UJ IAN SKRIPSI

TINDAK PIDANA PENGGELAPANAN DALAM JABATAN SENIOR
FINANCE EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gresik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs)

Disusun Oleh
AHMAD IHSAN
0871010044

Telah dipertahankan dihadapkan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal : 20 Juni 2013
Menyetujui
PEMBIMBING

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001


Mengetahui
DEKAN

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

H ALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI
TINDAK PIDANA PENGGELAPANAN DALAM JABATAN SENIOR
FINANCE EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gresik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs)

Telah dipertahankan dihadapkan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

pada tanggal : 20 Juni 2013
Disusun Oleh :
AHMAD IHSAN
0871010044
Pembimbing

Tim Penguji
1.

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001

MAS ANIENDA TIEN F., SH, MH
NPT. 377 09070 223

2.
SUBANI, SH., M,Si
NIP.19510504 198303 1 001

3.

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001
Mengetahui
DEKAN

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001
iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

H ALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI

TINDAK PIDANA PENGGELAPANAN DALAM JABATAN SENIOR
FINANCE EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gresik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs)
Disusun Oleh :
AHMAD IHSAN
0871010044

Telah dipertahankan dihadapkan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal : 20 Juni 2013
Tim Penguji
1.

(...................................)

MAS ANIENDA TIEN F. SH, MH
NPT. 377 09070 223
2.

(..................................)

SUBANI, SH, M.Si
NIP. 19510504 198303 1 001
3.
HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001


(..................................)

Mengetahui
DEKAN

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001

iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: AHMAD IHSAN


Tempat / Tgl Lahir

: Gresik, 14 Juni 1990

NPM

: 0871010044

Program Studi

: Ilmu Hukum

Alamat

: Jl, Medangan, Kec. Benjeng Kab. Gresik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN DALAM J ABATAN SENIOR FINANCE
EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK (Studi Kasus

Putusan
Pengadilan Gr esik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs)”
Dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
adalah benar-benar hasil karya cipta sendiri, yang saya buat dengan ketentuan
yang berlaku, bukan hasil jiplakan ( plagiat ).
Apabila di kemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka
saya bersedia dituntut di depan Pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan ( Sarjana
Hukum ) yang saya peroleh.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan
penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui
Pembimbing Utama

HARYO SULISTIYANTORO,SH,MM
NIP. 1962 0625 1991 031 001

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


Surabaya, 13 Juni 2013
Penulis

AHMAD IHSAN
NPM 0871010044

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Di sini
penulis mengambil judul “TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM
J ABATAN SENIOR FINANCE EXECUTIVE DI PT. RHODIA DI GRESIK
(

Studi

Kasus

Putusan


Pengadilan

Negeri

Gr esik

Nomor

:

163/Pid.B/2010/PN.Gs )”
Penulisan skripsi ini disusun guna memenuhi tugas akhir yang ada di
Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur dalam mencapai Sarjana Hukum.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan dan dorongan oleh
beberapa pihak. Maka pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih
yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H. M.M selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang juga selaku
pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam

penulisan skripsi.
2. Bapak Sutrisno, S.H. M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, M.S selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak. Subani S.H. M.si Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum.

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
6. Kepala bagian Tata Usaha Fakultas Hukum beserta staf Tata Usaha Fakultas
Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Kepada kedua orang tua yang paling saya sayangi yakni H. Ridhwan dan HJ.
Mulyanah, adik tersayang Ichwan Arif yang telah membantu dan memberi
semangat dalam skripsi saya.
8. Kepada Windhu, Binar, Radit, Jaka, afif, Ekkik, Saipul, Ricko, Fani, Perdana,
Danu, Alfin, Fitra, Pancar, selaku teman penulis yang memberikan keluangan
waktu untuk bersedia membantu menyelesaikan skripsi ini.
9. Lia Wahyu Ambarwati yang selalu menemani dan memberikan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Sungguh penulis harapkan saran dan kritik yang baik demi kesempurnaan
skripsi ini. Dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna bagi
teman-teman di Program Studi Ilmu Hukum
Gresik, 30 Juni 2013

Penulis

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................

I

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ...............................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI..........

iii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REVISI

iv

KATA PENGANTAR ............................................................................

v

DAFTAR ISI ...........................................................................................

vi

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................

1

1.1. Latar Belakang Masalah ..............................................

1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................

4

1.3. Tujuan Penelitian .........................................................

4

1.4. Manfaat Penelitian .......................................................

4

1.5. Tinjauan Pustaka ..........................................................

5

1.5.1. Pengertian Tindak Pidana ................................

5

1.5.2. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan dan
Penipuan ...........................................................

7

1.5.3. Pengertian Tindak Pidana Membuat Surat
Palsu .................................................................

16

1.5.4. Pertanggungjawaban Pidana ............................

20

1.6. Metode Penelitian ........................................................

22

1.6.1. Pendekatan Masalah .........................................

22

1.6.2. Sumber Data ....................................................

23

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II

1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum ...........................

24

1.6.4. Teknik Analisis Bahan Hukum ........................

24

1.7. Sistematika Penulisan ..................................................

25

FAKTOR-FAKTOR
TINDAK

PENYEBAB

PIDANA

TERJADINYA

PENGGELAPAN

DALAM

JABATAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS
PALSU (PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK
NO. 163/PID.B/2010/PN.GS) .............................................

28

2.1. Faktor Internal Yang Menyebabkan Terjadinya
Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan Dengan
Menggunakan Identitas Palsu ......................................

28

2.2. Faktor Eksternal Yang Menyebabkan Terjadinya
Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan Dengan
Menggunakan Identitas Palsu .....................................
BAB III

32

PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA
(ANALISIS

PENGGELAPAN
PUTUSAN

DALAM

PENGADILAN

JABATAN
NEGERI

GHRESIK NO. 163/PID.B/2010/PN.GS ..............................

40

3.1. Gambaran Umum .........................................................

40

3.2. Penerapan Sanksi Tindak Pidana Penggelapan Dalam
Jabatan

Dengan

Menggunakan

Identitas

Palsu

......................................................................................
3.3. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Gresik Nomor

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

41

BAB IV

163/Pid.B/ 2010/PN.Gs. ...............................................

52

PENUTUP ............................................................................

64

4.1. Kesimpulan ...................................................................

64

4.2. Saran ..............................................................................

65

DAFTAR PUSTAKA

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM
Nama Mahasiswa

: AHMAD IHSAN

NPM

: 0871010044

Tempat Tanggal Lahir

: Gresik, 14 Juni 1990

Program Studi

: Strata 1 ( S1)

Judul Skripsi
:
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM J ABATAN SENIOR
FINANCE EXECUTIVE DI PT RHODIA DI GRESIK
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Gresik Nomor : 163/Pid.B/2010/PN.Gs)
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam faktor – faktor
penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan
menggunakan identitas palsu dan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi
terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Penelitian ini dilakukan di
Pengadilan Negeri Gresik. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatir adalah penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan perundangundangan (statute approach) dan menggunakan pendekatan konseptual
(conseptual approach) yakni mengutip pendapat-pendapat para sarjana. Sumber
data diperoleh dari sumber data sekunder dengan bahan pustaka yang terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan
menggunakan identitas palsu di Pengadilan Negeri Gresik terdapat faktor internal
dari dalam pelaku yakni faktor ekonomi dan kurangnya pemahaman terhadap
agama dan juga terdapat faktor eksternal yakni sistem hukum yang lemah, culture
corporation yakni faktor budaya perusahaan. Penerapan sanksi tindak pidana
penggelapan dalam jabatan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Gresik tidak
selalu dikenakan pasal berlapis karena masih melihat unsur-unsur tindak pidana
tersebut
Kata kunci :Penggelapan Dalam Jabatan

xi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) disebutkan sebagai berikut: “Atas berkat
Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya”, dan “suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di dalam Batang Tubuh UUD 1945 pasal 29
disebutkan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu”. Hal ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia sebagai Negara yang
berdasarkan agama dan memberikan kebebasan warganya untuk menjalankan
syariat agamanya.
Negara yang menganut faham keagamaan seharusnya warganya
menjalankan perintah dan menjahui larangan-larangan yang telah digariskan
oleh

hukum

agama

yaitu

melakukan

perbuatan kejahatan,

namun

kenyataannya banyak terjadi perbuatan jahat yang merugikan perekonomian
Negara maupun orang lain dengan berbagai modus operandi.
Melakukan perbuatan pidana ada yang menyebut tindak pidana
dikemukakan oleh Sianturi dalam mengartikan tindak pidana berasal dari
1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

istilah Belanda “strafbare feid”, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: 1)
Perbuatan yang dapat/boleh dihukum; 2) Peristiwa pidana; 3) Perbuatan
pidana dan tindak pidana.1
Mengenai “strafbare feid” ini, Moeljatno menggunakan istilah
perbuatan pidana yang diartikan sebagai "perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut".2 Hal ini berarti
bahwa perbuatan yang dilarang disertai dengan sanksi pidana bagi pelakunya
adalah

yang berkaitan dengan pelanggaran atau perkosaan kepentingan

hukum dan suatu yang membahayakan kepentingan hukum.
Perbuatan pidana kepada pelakunya dikenasak sanksi berupa pidana
bagi yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan pidana yang dilakukannya
tidak jarang satu perbuatan pidana dapat melanggar dua pasal atau lebih atau
bahkan melanggar dua peraturan perundang-undangan sebagaimana kasus
yang terjadi di bawah ini:
Giok Lan Melannia Indahwati salah seorang pekerja pada PT Rhodia
di Gresik, perusahaan yang bergerak di bidang industri kimia yang
ditempatkan pada jabatan senior finance executif dengan tugas dan tanggung
jawab antara lain membuat bilyet giro (BG), membuat cek, melakukan
pembayaran ke supplier dan mengecek saldo bank.

1

Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Alumni
AHAEM-PETEHAEM, Jakarta, 1986, hlm. 204.
2
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rinekacipta, Jakarta, 2000, hlm. 54.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

PT Rhodia dalam menjalankan usaha bekerja sama dengan beberapa
perusahaan lain yang memasok kebutuhan untuk operasional perusahaan
antara lain PT Manggala Indah Makmur dan PT Ecogreen Oleochemical dan
perusahaan suplier tersebut setelah mengirimkan barang sesuai dengan
kesepakatan permintaan barang dan PT Rhodia memasukan tagihan untuk
melakukan pembayaran sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang tertera dalam
tagihan tersebut.
Giro yang seharusnya digunakan untuk pembayaran kepada suplier
telah dicairkan oleh Giok Lan Melannia Indahwati dengan bantuan Lusiana
(bagian cashier Finance and Administration Executif PT Rhodia) dan itu
dilakukan secara berulang-ulang, tetapi tidak untuk melakukan pembayaran
melainkan dimasukan rekening terdakwa Giok Lan Melannia Indahwati atas
nama Manggala Indah di Bank Panin dan nama tersebut digunakan terdakwa
dalam membuka rekening bank merupakan nama fiktif dengan membuat
Kartu Tanda Penduduk untuk dirinya.
Tindakan terdakwa tersebut oleh jaksa penuntut umum didakwa dalam
dakwaan kesatu melanggar pasal 374 KUHP dan dakwaan Kedua melanggar
pasal 372 KUHP.
Perihal pelaku tindak pidana dalam jabatannya pada perusahaan
swasta khususnya, dapat disebabkan atau dipengbaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya adalah faktor internal pelaku yaitu faktor yang datangnya dari
dalam diri pelaku tindak pidana dan faktor eksternal yaitu faktor yang
datangnya dari luar diri pelaku tindak pidana.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam proposal ini
permasalahannya dirumuskan sebagai berikut:
1.

Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
penggelapan dalam jabatan dengan menggunakan identitas palsu
(putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs) ?

2.

Bagaimana penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana penggelapan
dalam jabatan (analisis putusan Pengadilan Negeri Gresik No.
163/Pid.B/2010/PN.Gs) ?

1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis Faktor-faktor apakah yang
menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan
dengan menggunakan identitas palsu (putusan Pengadilan Negeri
Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs).
b. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi terhadap pelaku
tindak pidana penggelapan dalam jabatan (analisis putusan Pengadilan
Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs).

1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan
hukum umumnya, tindak pidana penggelapan dalam jabatan khususnya
bagi peneliti.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

b. Manfaat Praktis.
Sebagai masukan atau sumbangan pemikiran terutama bagi para pihak
yang menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan penggelapan dalam jabatan dan para penegak hokum dalam
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan penggelapan dalam
jabatan terutama perusahaan swasta..

1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Pengertian Tindak Pidana
Dalam hukum pidana dibedakan antara perbuatan atau tindak
pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Suatu perbuatan atau
tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, jika tindakan tersebut
telah dirumuskan terlebih dahulu sebagai perbuatan pidana. Hal
tersebut diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang menentukan bahwa
“tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan
ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari
perbuatan itu”.
Sianturi mengatakan tindak pidana berasal dari istilah Belanda
“strafbare feid”, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia:
a. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum;
b. Peristiwa pidana;
c. Perbuatan pidana dan tindak pidana.3

3

Sianturi, Op. Cit., hlm. 204.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

Mengenai “strafbare feid” ini, Moeljatno menggunakan istilah
perbuatan pidana yang diartikan sebagai "perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan
tersebut".4 Hal ini berarti bahwa perbuatan yang dilarang disertai
dengan sanksi pidana bagi pelakunya

adalah

yang

berkaitan

dengan pelanggaran atau perkosaan kepentingan hukum dan suatu
yang membahayakan kepentingan hukum.
Perihal hukum pidana itu sendiri, Moeljatno mengemukakan:
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan untuk:
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan-larangan
tersebut;
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan-larangan tersebut.5
Apabila diperhatikan pendapat Moeljatno di atas dapat
dijelaskan bahwa perbuatan pidana merupakan salah satu bagian yang
dipelajari dalam hukum pidana. Karena hukum pidana tidak hanya
memberikan pengertian tentang perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

4

Moeljatno, Op. Cit., hlm. 54.

5

Ibid., hlm. 1.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut,
melainkan juga mencakup hal berkaitan dengan pengenaan pidana dan
cara bagaimana pidana tersebut dapat dilaksanakan. Larangan tersebut
ditujukan kepada perbuatannya, yaitu suatu keadaan atau kejadian
yang ditimbulkan oleh kelakuan atau perbuatan seseorang. Sedangkan
ancaman pidananya atau sanksinya ditujukan kepada pelaku yang
melakukan perbuatan pidana yang biasanya disebut dengan perkataan
"barangsiapa" yaitu pelaku perbuatan pidana sebagai subyek hukum,
yaitu pendukung hak dan kewajiban dalam bidang hukum.
Menurut Cecar Lambroso, faktor-faktor penyebab terjadinya
tindak pidana terletak dalam diri pribadi manusia (internal) dan
keadaan alam sekeliling kehidupan manusia (eksternal). 6
1.5.2. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan dan Penipuan
Tindak pidana penggelapan dan tindak pidana penipuan masingmasing diatur dalam KUHP. Tindak pidana penggelapan ditentukan
dalam Pasal 372 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain
tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam
karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Ketentuan Pasal 372 KUHP tersebut di dalamnya mengandung
unsur-unsur tindak pidana penggelapan sebagai berikut:
a. unsur subyektif : dengan sengaja;

6

Topo Santoso, Kriminologi PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

b. unsur obyektif :
- menguasai secara melawan hukum;
- suatu benda;
- sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain;
- berada padanya bukan karena kejahatan.7
Unsur pertama Pasal 372 KUHP, yaitu “dengan sengaja”,
merupakan unsur subyektif. Dengan sengaja berkaitan dengan tindak
pidana penggelapan dijelaskan lebih lanjut oleh Sianturi sebagai
berikut: “Pelaku menyadari bahwa ia secara melawan hukum memiliki
sesuatu barang. Menyadari bahwa barang itu adalah sebagian atau
seluruhnya milik orang lain, demikian pula menyadari bahwa barang
itu ada padanya atau ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan”.8 Jadi kesengajaan dalam tindak pidana penggelapan ini
termasuk kesengajaan sebagai maksud yakni si pembuat menghendaki
adanya akibat yang dilarang dari perbuatannya.
Unsur kedua Pasal 372 KUHP ialah “menguasai atau memiliki
secara melawan

hukum” Pengertian

memiliki secara

melawan

hukum dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung No. 69 K/Kr/1959 tanggal
11 Agustus 1959 “memiliki berarti menguasai suatu benda
bertentangan dengan sifat dari hak yang dimiliki atau benda itu.
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 83 K/Kr/1956 tanggal 8 Mei

7

Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar
Baru, Bandung, 1989, h 105.
8

Sianturi, Tindak Pidana di KUHP berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta, 1983, hlm. 622.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

1957, “memiliki yaitu menguasai sesuatu barang bertentangan dengan
sifat dari hak yang dijalankan seseorang atas barang-barang tersebut.9
Jadi apabila barang tersebut berada di bawah kekuasaannya
bukan didasarkan atas kesengajaan secara melawan hukum, maka
tidak dapat dikatakan sebagai telah melakukan perbuatan memiliki
sesuatu barang secara melawan hukum.
Unsur

ketiga

Pasal 372 KUHP,

yaitu

“suatu benda”,

menurut Sugandhi adalah sebagai berikut :
Yang dimaksudkan barang ialah semua benda yang berwujud seperti
uang, baju, perhiasan dan sebagainya, termasuk pula binatang, dan
benda yang tidak berwujud seperti aliran listrik yang disalurkan
melalui kawat serta yang disalurkan melalui pipa. Selain benda-benda
yang bernilai uang pencurian pada benda-benda yang tidak bernilai
uang, asal bertentangan dengan pemiliknya (melawan hukum) dapat
pula dikenakan Pasal ini. 10
Sedang menurut Sianturi bahwa: “Unsur barang sama saja
dengan barang pada pencurian sebagaimana Pasal 362 KUHP. Pada
dasarnya barang adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis
setidak-tidaknya bagi pemiliknya”.11 Hal tersebut berarti bahwa
pengertian barang diartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas
pada benda yang berwujud, melainkan termasuk benda-benda yang
tidak berwujud, namun mempunyai nilai ekonomis, misalnya aliran
listrik, gas dan yang lainnya.

9

Ibid., hlm. 622.

10

Sugandhi, KUHP dengan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1980, hlm. 376.

11

Sianturi, Op. Cit., hlm. 593

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Unsur ke empat Pasal 372 KUHP ialah “sebagian atau
seluruhnya kepunyaan orang lain”, dijelaskan oleh Sianturi bahwa:
“Barang tersebut seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
berarti tidak saja bahwa kepunyaan itu berdasarkan perundangundangan yang berlaku, tetapi juga berdasarkan hukum yang
berlaku”.12
Selanjutnya Sianturi mengemukakan bahwa barang yang
dimaksud ada padanya atau kekuasaannya ialah ada kekuasaan
tertentu pada seseorang itu terhadap barang tersebut. Barang itu tidak
mesti secara nyata ada di tangan seseorang itu, tetapi dapat juga jika
barang itu dititipkan kepada orang lain, tetapi orang lain itu
memandang bahwa si penitip inilah yang berkuasa pada tersebut.
Jadi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
berarti barang itu berada padanya/kekuasaannya bukan saja karena
suatu pelaksanaan perundangan yang berlaku seperti :
1. Peminjaman,
2. Penyewaaan,
3. Sewa-beli,
4. Penggadaian,
5. Jual beli dengan hak utama untuk membeli kembali oleh sipenjual,
6. Penitipan,

12

Ibid., hlm. 625

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

7. Hak retensi, dan lain sebagainya tetapi juga karena sesuatu hal
yang tidak bertentangan dengan hukum seperti misalnya :
a. Menemukan sesuatu benda di jalanan, di lapangan, di suatu
tempat umum, dan sebagainya;
b. Tertinggalnya suatu barang tamu oleh tamu itu sendiri di rumah
seseorang ketika ia bertamu;
c. Terbawanya sesuatu barang orang lain yang sama sekali tidak
disadarinya; dan lain sebagainya.13
Hal tersebut berarti bahwa apabila barang tersebut secara
keseluruhan miliknya sendiri, maka tidak dapat dikatakan bahwa
barang tersebut adalah sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
Unsur kelima Pasal 372 KUHP, yaitu “berada padanya bukan
karena kejahatan”, dijelaskan oleh Lamintang bahwa: “menunjukkan
adanya suatu hubungan langsung yang sifatnya nyata antara pelaku
dengan suatu benda tertentu”.14
Jadi jika barang tersebut berada di tangannya melalui
mengambil dari orang lain tanpa hak, maka tidak dapat dikatakan
sebagai telah melakukan penggelapan melainkan melakukan tindak
pidana pencurian.
Pasal 374 KUHP menentukan bahwa “Penggelapan yang
dilakukan

oleh

orang

13

Sianturi, Op. cit., hlm. 622.

14

Lamintang, Op. Cit., hlm. 121.

yang

penguasaannya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

terhadap

barang

12

disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau
karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun”.
Kejahatan ini dinamakan “penggelapan berat”. Yang dapat
dituntut menurut pasal ini misalnya :15
a. Seseorang

yang

karena

hubungan

pekerjaannya,

diserahi

menyimpan barang, kemudian digelapkan; misalnya : hubungan
antara majikan dan pembantu rumah tangga atau antara majikan
dan buruhnya;
b. Seseorang yang menyimpan barang itu karena jabatannya;
misalnya : tukang penatu menggelapkan pakaian yang dicucikan
kepadanya, tukang sepatu, tukang jam atau tukang sepeda yang
menggelapkan sepatu, jam atau sepeda, yang diserahka kepadanya
untuk diperbaiki;
c. Seseorang yang memegang barang itu karena mendapat upah uang;
misalnya : seorang karyawan kereta api yang membayarkan barang
dari seorang penumpang dengan mendapat upah uang, kemudian
menggelapkan barang yang dibawanya itu.
Pasal ini tidak berlaku bagi pegawai negeri yang menggelapkan:
1. Uang atau kertas berharga yang disimpannya karena jabatannya.
Pegawai negeri yang dengan sengaja menggelapkan uang atau

15

Sugandhi, Op. Cit., hlm. 392.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

kertas berharga yang disimpan karena jabatannya, dikenakan Pasal
415 KUHP;
2. Barang bukti atau keterangan yang dipakai untuk kekuasaan yang
berhak, yang disimpan karena jabatannya. Pegawai negeri yang
menggelapkan barang-barang yang disebut di sini, yang disimpan
karena jabatannya, dikenakan Pasal 417 KUHP.
Tetapi seorang pegawai negeri yang menggelapkan barang
inventaris kantor, walaupun barang itu ia simpan karena jabatannya,
ia tidak dikenakan Pasal 415 atau Pasal 417 KUHP, karena barang
yang digelapkan bukan barang-barang yang dimaksudkan oleh pasal
itu. Ia dapat dikenakan Pasal 372 jo. 52 KUHP.
Penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP, yang menentukan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Tindak pidana penipuan dalam membentuk pokok seperti yang
diatur dalam Pasal 378 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur sebagai
berikut :
Unsur subyektif :
- dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain,
- dengan melawan hukum.

Unsur obyektif :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

- membujuk/menggerakkan orang lain dengan alat pembujuk/

penggerak;
- memakai nama palsu;
- rangkaian kata-kata bohong;
- tipu muslihat;
- menyerahkan suatu barang;
- membuat hutang;
- menghapuskan piutang. 16

Menurut Moch. Anwar unsur dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain diartikan bahwa maksud itu harus
ditunjukkan kepada menguntungkan dengan melawan hukum,
sehingga pelaku harus mengetahui, bahwa keuntungan yang menjadi
tujuannya itu harus bersifat melawan hukum. 17
Unsur melawan hukum berarti bertentangan dengan kepatutan
yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat.18
Menguntungkan diri sendiri dengan melawan hokum berarti
“menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak”.19
Unsur

obyektif

menggerakkan

menurut

Sianturi

adalah

tergeraknya hati si korban dan mau melakukan suatu perbuatan.20
16

Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II) jilid I, Alumni,
Bandung, 1986, hlm. 40
17

Ibid., hlm. 43.

18

Ibid., hlm. 43.

19

Sugandhi, KUHP dengan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1980, hlm. 397.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Kendati mengenai suatu sikap ragu-ragu atau penolakan dari si
korban, yang demikian si korban melakukan suatu perbuatan yang
sebenarnya justru merugikan diri sendiri, tanpa paksaan.
Unsur dengan memakai nama palsu menurut Satauchid
Kartanegara suatu nama palsu itu harus merupakan nama seseorang. 21
Nama tersebut dapat merupakan nama yang sebenarnya bukan
merupakan nama dari pelaku sendiri, misalnya : Simin diganti dengan
Siman.
Yang dimaksud rangkaian kebohongan adalah beberapa
keterangan yang saling mengisi yang seakan-akan benar isi keterangan
itu,

padahal

tidak

lain

daripada

kebohongan. 22

Rangkaian

kebohongan-kebohongan tersebut ditujukan untuk menunjukkan
tentang sesuatu yang seakan-akan benar.
Menurut

Moch. Anwar tipu muslihat merupakan perbuatan-

perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga perbuatanperbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas
kebenaran dari sesuatu kepada orang lain.23 Sugandhi mengartikan
tipu muslihat adalah “suatu tipu yang diatur demikian rapinya,
sehingga orang yang berpikiran normalpun dapat mempercayainya
20

Sianturi, Tindak Pidana di KUHP berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta, Tahun 1983,

hlm. 633.
21

Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru,
Bandung, Tahun 1989, hlm. 155.
22

Sianturi, Op. Cit., hlm. 634.

23

Moch. Anwar, Op. Cit, hlm.41

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

akan kebenaran hal yang ditipukannya”.24 Jadi suatu tipu muslihat
tidak terdiri dari ucapan saja tetapi dapat dibuktikan atas perbuatan
atau tindakan si pelaku. Hal ini berarti bahwa jika tidak dapat
dibuktikan atas perbuatan atau tindakan si pelaku, maka tidak dapat
dikatakan telah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana pasal
378 KUHP.

1.5.3. Pengertian Tindak Pidana Membuat Surat Palsu
Buku XII KUHP dengan judul Bab Pemalsuan Surat tertuang
dalam Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 266 ayat (1) KUHP. Pasal 263 ayat
(1) KUHP menentukan bahwa barang siapa membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak
dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama
enam tahun.
Ketentuan Pasal 263 KUHP diawali dengan kata “barangsiapa”
yang ditujukan kepada pihak yang memalsukan surat tersebut.
Mengenai apa yang dimaksud dengan surat, dijelaskan sebagai
berikut: “Yang diartikan dengan surat dalam bab ini ialah segala surat

24

Sugandhi, Op. Cit, hlm.397

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai
mesin tik dan lain-lainnya”.
Surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang :
a. dapat menerbitkan suatu hak (misalnya : ijazah, karcis tanda
masuk, surat andil dan lain-lain)
b. dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya : surat perjanjian
piutang, perjanjian jual beli, pejanjian sewa dan sebagainya)
c. dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi atau surat
semacam itu); atau
d. suatu surat yang boleh dipergnakan sebagai suatu keterangan bagi
sesuatu perbuatan atau peristiwa (misalnya : surat tanda kelahiran,
buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan,
obligasi dan masih banyak lagi).
Perbuatan yang diancam hukuman disini ialah : “membuat surat
palsu” atau “memalsukan surat.”
“Membuat surat palsu” membuat yang isinya bukan semestinya (tidak
benar), atau membuat surat demikian rupa, sehingga menunjukkan
asal surat itu yang tidak benar. Pegawi polisi membuat proses-perbal
yang beisi sesuatu cerita yang tidak benar dari orang yang
menerangkan kepadanya, tidak masuk pengertian membuat proses
perbal palsu. Ia membuat proses-perbal palsu, apabila pegawai polisi
itu menuliskan dalam proses-perbalnya lain dari pada hal yang
diceritakan kepadanya oleh orang tersebut.25
“Memalsu surat” mengubah surat demikian rupa, sehingga
isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga surat itu menjadi
lain dari pad yang asli. Adapun caranya bermacam-macam. Tidak
senantiasa perlu, bahwa surat itu diganti dengan yang lain. Dapat pula

25

Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1988, hlm. 169.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

dilakukan dengan jalan mengurangkan, menambah atau merobah
sesuatu dari surat itu.26 Memalsu tanda tangan masuk pengertian
memalsu surat dalam Pasal ini. Demikian pula penempelan suatu foto
orang lain dari pada pemegang yang berhak dalam suatu surat ijazah
sekolah, ijazah mengemudi (rijbewijs), harus dipandang sebagai suatu
pemalsuan.
Supaya dapat dihukum menurut Pasal ini, maka pada waktu
memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau
suruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak
dipalsu.

Jadi

pemalsuan

surat

untuk

kepentingan

pelajaran,

penyelidikan, atau percobaan dilaboratorium, tidak dapat dikenakan
Pasal ini.
Penggunaannya itu harus dapat mendatangkan kerugian.
“Dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul sudah ada,
baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup, yang
diartikan dengan "kerugian” disini tidak saja hanya meliputi kerugian
materiil, akan tetapi juga kerugian inmateriil yang timbul dari
perbuatan tersebut.
Pihak yang dapat dihukum menurut Pasal ini tidak saja
“memalsukan” surat (ayat 1), tetapi juga “sengaja mempergunakan”
surat palsu (ayat 2). “Sengaja” maksudnya, bahwa orang yang

26

Ibid., hlm. 169.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

menggunakan itu harus mengetahui benar-benar, bahwa surat yang ia
gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
Sudah dianggap sebagai mempergunakan, ialah misalnya :
menye-rahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan
lebih lan-jut atau menyerahkan surat itu ditempat dimana surat
tersebut harus di-butuhkan. Dalam hal menggunakan surat palsu
inipun harus pula dibuktikan, bahwa orang itu bertindak seolah-olah
surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus
dapat mendatangkan kerugian.
Sedangkan Pasal 266 ayat (1) KUHP menentukan bahwa barang
siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta
otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan
oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan
kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian,
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 266 KUHP
mengatur mengenai menyuruh memasukkan keterangan palsu ke
dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya
harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya
sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

1.5.4. Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana ditujukan kepada pelaku tindak
pidana yang melakukan kesalahan. Perihal kesalahan yang menjadi
salah satu unsur pertanggungjawaban ini dapat dilakukan atas dasar
kesengajaan dan karena kelalaiannya. Kesengajaan merupakan
perbuatan manusia mempunyai kesalahan, terdapat dua sifat dalam hal
melaksanakan perbuatan tersebut, yaitu kesengajaan (dolus) dan
kelalaian (culpa). Perbuatan dilakukan dengan sengaja adalah
perbuatan yang dikehendaki dan dilakukan dengan penuh kesadaran.
Bentuk kesengajaan menurut Moeljatno terdiri dari tiga corak, yaitu:
1) kesengajaan dengan maksud (dolus derictus);
2) kesengajaan sebagai kepastian, keharusan, dan
3) kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis).27
Pelaku melakukan

perbuatan

pidana,

baik

disebabkan

karena kesengajaan maupun karena kelalaiannya. Dengan sengaja
menurut Moeljatno mengemukakan sebagai berikut:
1. Kesengajaan sebagai maksud yakni si pembuat menghendaki
adanya akibat yang dilarang dari perbuatannya.
2. Kesengajaan sebagai kepastian, yaitu si pembuat hanya dapat
mencapai tujuan dengan melakukan perbuatan lain dan perbuatan
tersebut juga merupakan perbuatan yang dilarang.

27

Moeljatno, Op. cit., hlm. 177.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan, yaitu si pembuat mengetahui
adanya kemungkinan terjadinya tindak pidana lain, namun tidak
menghalangi

maksud

dari

si

pembuat

untuk

melakukan

perbuatannya.28
Sehubungan dengan kesengajaan sebagai suatu perbuatan yang
bersifat melawan hukum, dibedakan antara sifat melawan hukum
formal dan sifat melawan hukum yang materiil. Sifat melawan hukum
formal, apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang,
maka disitu ada kekeliruan. Letak melawan hukum perbuatan sudah
nyata, dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang, kecuali jika
termasuk pengecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang
pula. Bagi mereka ini melawan hukum berarti melawan undangundang, sebab hukum adalah undang-undang. Sedangkan sifat
melawan hukum yang materiil berpendapat bahwa belum tentu kalau
semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat
melawan hukum. Bagi mereka ini yang dinamakan hukum bukanlah
undang-undang saja, di samping undang-undang (hukum yang tertulis)
ada pula hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau
kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat.29 Sehubungan
dengan sifat melawan hukum formal dan meteriil, Moeljatno
mengemukakan: Formeel delicht juga disebut delik dengan perumusan

28

Ibid., hlm. 177.

29

Ibid., hlm. 130.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

formil, yaitu delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan
dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang. Materieel delicht juga
disebut delik dengan perumusan materiel, yaitu delik yang baru
dianggap terlaksana penuh dengan timbulnya akibat yang dilarang.30
Sehubungan dengan unsur subyekti dalam tindak pidana
penipuan ialah “dengan maksud untuk mengutungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum”.31 sedangkan unsur obyektifnya
yaitu barang siapa. Kata “barang siapa ini menunjukkan orang, yang
apabila ia memenuhi semua unsur dari tindak pidana penipuan, maka
ia dapat disebut sebagai pelaku atau dader dari tindak pidana penipuan
tersebut”.32

1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Pendekatan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).
Pendekatan ini dilakukan untuk menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. 33. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan
konseptual (Conceptual Approach), yaitu mengutip pendapat-

30

Ibid. hlm. 130

31

PAF. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan
Kekayaan, Sinar Baru , Bandunmg, 1988, hlm. 144.
32
Ibid., hlm. 144.
33

Terhadap Harta

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 93

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

pendapat para sarjana. Pendekatan konseptual ini perlu merujuk pada
prinsip-prinsip hukum.34

1.6.2. Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang
bersumber dari perundang-undangan atau bahan hukum,baik bahan
hukum primer, bahan sekunder dan bahan tersier dan dengan alat
pengumpul data berupa studi dokumen.
Data sekunder terdiri dari :
a. Bahan humum primer merupakan bahan yang berupa peraturan
perundang-undangan, dalam penulisan ini bahan hukum primer
yang digunakan adalah :
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
2. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
b. Bahan hukum sekunder, antara lain berupa tulisan-tulisan dari para
pakar dengan permasalahan yang diteliti ataupun yang berkaitan
dengan bahan hukum primer meliputi literatur-literatur yang berupa
buku, jurnal, makalah, dan hasil penelitian. Dalam penulisan ini
bahan sekunder yang digunakan adalah :
1. Andi Zainal Abidin, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama
2. Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana

34

Ibid, hlm.137

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

3. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap
Harta Kekayaan
4. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum
c. Bahan hukum tersier, antara lain berupa bahan bahan yang bersifat
menunjang bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus
hukum, kamus bahasa, artikel pada suratkabar atau koran dan
majalah.
1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum dikumpulkan dengan cara membaca, mempelajari
dan mengidentifikasinya seluruh bahan hukum baik berupa peraturan
perundang-undangan maupun pendapat para sarjana, kemudian bahan
hukum tersebut diolah dengan cara dipilah-pilah dari bahan hukum
yang bersifat umum kemudian disimpulkan menjadi khusus, sehingga
diperoleh bahan hukum yang ada kaitannya dengan masalah yang
dibahas, untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini.

1.6.4. Teknik Analisis Bahan Hukum
Langkah pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini adalah
melalui studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua
bahan hukum yang terkait dengan pokok permasalahan, kemudian
diadakan klasifikasi bahan hukum yang terkait dan selanjutnya bahan
hukum tersebut disusun dengan sistematisasi untuk lebih mudah
membaca dan mempelajarinya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

Langkah pembahasan dilakukan dengan menggunakan penalaran
yang bersifat deduktif dalam arti berawal dari pengetahuan hukum yang
bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan
literatur, yang kemudian dipakai sebagai bahan analisis terhadap
permasalahan yang dikemukakan sehingga diperoleh jawaban dari
permasalahan yang bersifat khusus. Pembahasan selanjutnya digunakan
penafsiran sistematis dalam arti mengkaitkan pengertian antara
peraturan perundang-undangan yang ada serta pendapat para sarjana.35

1.7. Sistematika Penulisan
Sistematka penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang
tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:
Bab I, Pendahuluan: Di dalamnya menguraikan tentang latar belakang
masalah, kemudian berdasarkan latar belakang dari skripsi yang penulis buat
yang kemudian dirumuskan beberapa permasalahan. Selanjutnya penulis
mempunyai tujuan penelitian dan juga manfaat penelitian sebagai harapan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Pada bagian Kajian Pustaka
merupakan landasan hukum dan teori-teori dan memuat perundang-undangan
umum dengan judul skripsi tindak pidana penggelapan dalam jabatan senior
excutif finance di PT Rhodia di Gresik, isi dari dari penulisan skripsi ini
mengenai pengertian tindak pidana, pengertian tindak pidana penggelapan
dan penipuan dan pengertian tindak pidana membuat surat palsu. Selanjutnya
35

Ibid. hal 119

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

diuraikan tentang metode penelitian yang merupakan salah satu syarat dalam
setiap penelitian. Intinya mengemukakan tentang pendekatan masalah,
sumber bahan hukum, pengumpulan bahan hukum serta teknik analisis bahan
hukum
Bab II, dengan judul bab Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan menggunakan surat palsu
(putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs). Bab ini
dibahas untuk menjawab permasalahan pertama yaitu faktor-faktor apakah
yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan
menggunakan surat palsu (putusan Pengadilan Negeri Gresik No.
163/Pid.B/2010/PN.Gs). Sub babnya terdiri dari faktor internal yang
menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan
menggunakan identitas palsu dan faktor eksternal yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan menggunakan
identitas palsu. Dengan dibahasnya Bab II ini maka permasalahan pertama
yaitu faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana
penggelapan dalam jabatan dengan menggunakan identitas palsu (putusan
Pengadilan Negeri Gresik