PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Athetoid Quadriplegi Di Pediatric And Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC).

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

CEREBRAL PALSY SPASTIC ATHETOID QUADRIPLEGI DI

PEDIATRIC AND NEURODEVELOPMENTAL THERAPY

CENTRE (PNTC)

Naskah Publikasi

Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Progam Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh :

MUHAMMAD KHAIRIL ICHSAN J100141011

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014


(2)

(3)

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN THE CASE OF CEREBRAL PALSY SPASTIC ATHETOID QUADRIPLEGIA PEDIATRIC NEURODEVELOPMENTAL AND THERAPY CENTRE (PNTC)

(Muhammad Khairil Ichsan, J100141011, 2014, 62 pages) ABSTRACT

Background: Cerebral palsy (CP) is any group of motor disorders that persist,

non-progressive, which occurs in children at the beginning of the growth process caused by brain damage due to birth trauma or intra uterine pathology. Definition spastic nature or is characterized by spasms hypertonic, thus muscles and stiff movements, while also known as athetoid or dyskinetic movements motion not controlled, abnormal attitude, and involuntary movements or by itself, and quadriplegia that is fourth member of body motion is attacked altogether. So, athetoid CP spastic quadriplegia is uncontrolled movements which are involuntary and hipertonus on all four limbs affected. In addressing these problems with the modality used is Neuro Developmental Treatment (NDT) which includes inhibition, stimulation and facilitation.

Objective: To determine the effect of exercise therapy with methods of Neuro

Development Treatment (NDT) in reducing spasticity and improving motion control and balance in order to improve the functional ability of the CP spastic athetoid quadriplegia.

Results: After treatment for 6 times the obtained results on the assessment of

spasticity with scale Asworth: shoulder T1 = 2 to T6 = 2, elbow T1 = 2 to T6 = 2, wrist T1 = 2 to T6 = 2, hip T1 = 2 to T6 = 2, knee T1 2 to T6 = 2, and ankle T1 = 3 becomes T6 = 3. Not to change. On examination of the functional activity of the GMFM is obtained at the initial examination (T0): 40.1% and at the end of the evaluation (T6) becomes: 42.1%. From start to finish increased by 2%.

Conclusion: Management of physiotherapy on condition athetoid CP spastic

quadriplegia with exercise therapy using NDT methods showed no decrease spasticity with Asworth scale and showed improvement of functional ability invitation GMFM.

Keywords: Cerebral palsy (CP), spastic, athetoid, quadriplegia, Neuro


(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Masalah tumbuh kembang anak yang sering dijumpai salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di dalam kandungan (pre-natal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah proses kelahiran (post-natal). CP dapat menyebabkan gangguan sikap (postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia,

cerebellum, dan kelainan mental (mental retardation) (Mardiani, 2006).

Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional agar penderita mampu hidup mandiri sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Neuro developmental treatment (NDT) merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi pada kondisi CP spastic athetoid quadriplegi sangatlah kompleks, maka penulis dalam hal ini mengambil pembatasan masalah dengan rumusan permasalahan sebagai berikut: apakah ada pengaruh


(5)

terapi latihan dengan metode NDT dalam menurunkan spastisitas dan meningkatkan kontrol dan keseimbangan gerak dalam upaya meningkatkan kemampuan fungsional pada CP spastic athetoid quadriplegi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari dan mengambil suatu kesimpulan tentang kondisi CP spastic athetoid quadriplegi diantaranya: untuk mengetahui pengaruh terapi latihan dengan metode NDT dalam menurunkan spastisitas dan meningkatkan kontrol dan keseimbangan gerak dalam upaya meningkatkan kemampuan fungsional pada CP spastic athetoid quadriplegi.


(6)

TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Cerebral palsy (CP) adalah kelainan yang disebabkan oleh

kerusakan otak yang mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis, dan kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam The American

Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad Efendi, 2006:118).

Menurut kamus kedokteran Dorlan (2005) definisi spastic adalah bersifat atau ditandai dengan spasme hipertonik, dengan demikian otot-otot dan gerakan kaku. Sedangkan athetoid dikenal juga dengan istilah diskinetik atau gerak yang gerakannya tidak terkontol, sikapnya abnormal, dan gerakannya involunter atau dengan sendirinya. Reflex neonatalnya menetap dikarenakan kerusakan terjadi di ganglia basalis (daerah yang mengatur gerakan). Quadriplegi, keempat anggota gerak tubuh terserang semuanya (Mangunsong, 2011). Jadi, CP spastic athetoid quadriplegi adalah gerakan yang tidak terkontrol yang bersifat involunter dan hipertonus pada keempat anggota gerak terserang semua.

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi

Permasalahan umum yang timbul pada kondisi CP spastic athetoid quadriplegi adalah adanya spastisitas pada otot-otot AGA dan AGB yang mengakibatkan gangguan pada fungsinal pasien. Spastisitas adalah suatu kelainan motorik yang ditandai oleh peningkatan refleks perenggangan


(7)

tonik yang terkait dengan perenggangan dan peningkatan refleks tendon yang berasal dari eksibilitas berlebihan dari refleks regang (Setiawan 2009).

C. Modalitas Fisioterapi

Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada adanya hubungan antara normal postural reflex mechanism (mekanisme reflex postural normal). Konsep dasarnya adalah sebagai berikut: (1) normal

postural tone merupakan kualitas normal tonus postural untuk

mempertahankan posisi gaya berat selama beberapa waktu untuk memperoleh gerakan yang lancar dan terkoordinasi, (2) reciprocal innervation yaitu keseimbangan dan koordinasi antara grup otot agonis dan antagonis dan kerja sama grup sinergis agar terjadi gerakan yang terarah, dengan tempo dan gradasi yang tepat, halus serta bertujuan, (3) adanya variasi gerak mengarahkan ke kemampuan fungsional. Adapun teknik yang digunakan adalah: (1) inhibisi yaitu suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan, menghentikan tonus otot yang berlebihan dengan menggunakan sikap hambat reflek atau Reflex Inhibitory Postures (RIP), (2) fasilitasi pola gerak normal menggunakan teknik tertentu yang berfungsi untuk mempermudah reaksi-reaksi automatif dan gerak motorik yang benar, (3) stimulasi yang merupakan suatu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melaui propioceptif dan taktil (Waspada, 2010).


(8)

PROSES FISIOTERAPI

A. Pengkajian Fisioterapi

Pasien bernama Giftven Gilbert, umur 3 tahun 5 bulan, jenis kelamin laki-laki. Keluhan utama pasien belum bisa duduk sendiri, merangkan, berdiri, dan berjalan. Pasien juga sering kaku dan tegang pada kedua tangan dan kaki. Terapai dilakukan sebanyak 6 (enam) kali terapi untuk melihat penurunan spastisitas dan peningkatan fungsionalnya.

B. Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi yang dijumpai pada penderita CP spastic

athetoid quadriplegi meliputi: (1) impairment: Permasalahan utama yang

terjadi pada CP spastic athetoid quadriplegi yaitu spastisitas pada AGA dan AGB dan kontraktur pada kedua tendon achiles, (2) functional limitation: Keterbatasan fungsional ini diakibatkan oleh adanya gerakan- gerakan yang tidak terkontrol (involunter) dan keseimbangan gerak yang kurang baik maka akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari diantaranya pasien tidak mampu duduk sendiri, merangkan, jongkok, berdiri, dan berjalan.

C. Pelaksanaan Fisioterapi

1. Inhibisi

Tujuan inhibisi adalah mengurangi spastisitas, pada anak dengan CP

spastic athetoid quadriplegi. Pada kondisi CP spastic athetoid quadriplegi


(9)

adduksi dan internal rotasi shoulder, fleksi elbow, pronasi lengan bawah,

fleksi dan ulnar deviasi wrist dan fleksi jari-jari. Pada kedua tungkai dengan pola adduksi dan internal rotasi hip, fleksi knee, plantar fleksi dan inversi

ankle serta fleksi jari-jari. Maka diperlukan inhibisi ke arah kebalikan dari

pola spastic tersebut. 2. Fasilitasi

Upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Adapun teknik-teknik fasilitasi yang dilakukan meliputi fasilitasi gerakan: (1) fasilitasi berguling, (2) fasilitasi terlentang ke tengkurap, (3) fasilitasi merayap, (4) fasilitasi terlentang ke duduk, (5) fasilitasi keseimbangan duduk, (6) fasilitasi dari tengkurap ke prone kneeling, (7) fasilitasi dari duduk ke jongkok, (8) fasilitasi jongkok ke berdiri, (9) fasilitasi standing, (10) fasilitasi berjalan.

3. Stimulasi

Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Teknik yang digunakan dalam stimulasi adalah teknik proprioseptif dan taktil dengan menggunakan usapan halus (neurostracture taktil, tendon guard, myofacial), penekanan sendi (kompresi / aproximasi), traksi sendi, contra-strech otot, dan penahanan berat (weight bearing)..


(10)

H

HASIL DAN A. Hasil

1. Spasti

Sp peningka dengan sc menjadi T

hip T1 =

menjadi T

2. Fungs

P penatalak quadripl akhir ev peningka 3 2 1 0 N PEMBAH isitas pastisitas pa tan maupun cala asworth T6 = 2, elbo = 2 menjadi

T6 = 3.

Hasil E

si Motorik (

Penilain aktiv ksanaan ter egi didapatk valuasi (T6) atan 2%. T1 T2 HASAN

ada pasien t n penurunan

h didapatkan

ow T1 = 2 m

T6 = 2, kne

D Evaluasi Spa

(aktivitas fu

vitas fungsi rapi latihan

kan hasil pa ) menjadi:

T3 T4

tidak menga selama 6 ka n hasil pemer menjadi T6 =

ee T1 = 2 m

Diagram 1: astisitas deng ungsional) ional dengan pada kasus ada pemerik 42,1% dar T5 T6 alami peruba ali terapi. D riksaan awal = 2, wrist T menjadi T6 =

gan skala asw

n GMFM dap s cerebral p ksaan awal (

ri awal sam

sh elb wr hip kn an

ahan, tidak m Dari hasil eva

l pada shoul 1 = 2 menja = 2, dan ank

worth

pat disimpul

palsy spasti

(T0): 40,1% mpai akhir m

oulder bow  rist p ee kle mengalami alusi terapi

lder T1 = 2

adi T6 = 2,

kle T1 = 3

lkan bahwa

ic athetoid

% dan pada mengalami


(11)

Diagram 2:

Hasil Evaluasi Fungsi Motorik dengan GMFM

B. Pembahasan

1. Spastisitas dengan NDT

Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic. Stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami hipotonia untuk meningkatkan tonus postural dan tonus otot dinamis disesuaikan dengan problem motor yang dimiliki pada anak dengan CP. Sistem taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya,

T1 T2 T3 T4 T5 T6

A B C D E 80%

70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0


(12)

sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu objek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam bahaya (Waiman dkk, 2011).

2. Fungsi Motorik (aktivitas fungsional)

Intervensi metode NDT dalam meningkatkan aktifitas fungsional, hal itu disebabkan oleh efek inhibisi yaitu suatu upaya untuk meningkatkan tonus otot tehniknya disebut reflek inhibitory patternt. Perubahan tonus postural dan

patternt dapat membangkitkan otot-otot yang hypotone. Membangkitkan sikap

tubuh yang normal dengan tehnik reflek inhibitory patternt. Efek fasilitasi yaitu upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang mendekati gerak normal dengan tehnik key point of control yang bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk mengembangkan dan memelihara tonus postural normal, untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Efek Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik (Dhofirul, 2013).


(13)

PENUTUP A. Kesimpulan

Pada kondisi cerebral palsy spastic athetoid quadriplegi dengan gangguan spastisitas dan keterbatasan aktivitas fungsional. Setelah dilakukan terapi didapatkan hasil untuk spastisitas tidak mengalami perubahan yaitu pada shoulder T1 = 2 menjadi T6 = 2, elbow T1 = 2 menjadi T6 = 2, wrist T1 = 2 menjadi T6 = 2, hip T1 = 2 menjadi T6 = 2, knee T1 = 2 menjadi T6 = 2, dan ankle T1 = 3 menjadi T6 = 3. Dan untuk kemampuan aktivitas fungsional dari T1 pemeriksaan awal (T0) 40,1% dan pada akhir evaluasi (T6) menjadi 42,1% dari awal sampai akhir mengalami peningkatan sebesar 2%. Hasil terapi pada anak cerebral palsy tidak bisa dilihat dalam waktu yang singkat, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Penanganan secara dini dan intensif akan memberikan hasil yang optimal (Sunusi dan Nara, 2007).

B. SARAN

Pengaturan posisi pasien yang tepat saat melakukan aktifitas maupun saat istirahat dengan melawan pola spastisitasnya agar otot yang spastik dapat memanjang dan dapat mencegah terjadinya kontraktur seperti penggunaan

bedslip dan AFO saat bermain dan istirahat guna menghambat spastisitas dan

optimalkan pengawasan orang tua dan seluruh keluarga juga sangat mendukung dalam upaya keberhasilan pelaksanaan terapi.


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Al Hazmi, Dhofirul Fadhil. 2013. “Kombinasi Neuro Developmental Treatment Dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome”. Tesis. Dempasar: Pasca Serjana, Universitas Udayana.

Anezaki, Hiroshi. 2010. Relaxation Effects Of Snoezelen For Infants with Severe

Motor and Intellectual Disabilities. Mie University Bulletin of The

Faculty of Education. 61: 119-126. Japan

Bobath, K . 1966. The Motor Defisit in Patient with Cerebral Palsy; William Heinemann Medical Books Ltd, Philadelpia

Dorlan, 2005. Kamus Kedokteran; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Effendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:

Bumi Aksara, hlm. 119

Indrastuti, L. 2004. Rehabilitasi Medik pada Crebral Palsy, diambil dari Kumpulan Makalah Seminar Cerebral Palsy Gangguan Gerak dan Mental, YPAC Semarang dan UNDIP, Semarang

Jupardi, I. 2007. “Aspek Neurologik Gangguan Berjalan” (online), (http://koaskamar13. Wordpress. com/2007/11/21/aspek-neurologik-gangguan-berjalan/. htm, diakses tanggal 12 Januari 2015).

Levitt, S. 2007. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. 4nd ed. USA: Blackwell Publishing

Mangunsong. 2011. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kedua. Depok: LPSP3 UI

Mardiani, E. 2006. Faktor – Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy. Skripsi. Semarang: Undip.

Masgutova, S. 2008. Metode Masgutova of Reflex Integrasi untuk Anak

Cerebral Palsy (Diambil dari https://www.dhs.wisconsin.gov/sites/default/files/legacy/tiac/Treatment%2

520PDFs/Masgutova%2520Method%2520April%25202014.pdf&prev=se arch. html diakses pada 29 November 2014).

Miller, Freeman. 2007. Physical Therapy of Cerebral Palsy. New York: Springer Science and Business Media


(15)

Michael PB & Garth RJ (ed). 2008. Upper Motor Neurone Syndrome and

Spasticity Clinica. New York: Cmbridge University Press

Russel, Dianne. 2002. The Gross Motor Functional Measure (GMFM).

http://www.themcmaster.ca/canchild

Salim, Abdul. 2007. “Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan

Setiawan, 2009: Hand Out FT C Tepi, Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan, Surakarta.

Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia. Edisi ke-6. Dialihbahasakan oleh Pendit. BU. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Snell, R.S. 2007. Neuro Anatomi Klinik;Edisi Kelima,Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta,hal.313

Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007. Cerebral Palsy; Diakses Tanggal 22/7/2010 dari http://www.google.co.id

Sukarno. 2002. Aspek Neurologik Gangguan Berjalan; Diakses Tanggal15/11/2007,dari http://www.google.co.id

Swaiman Kenneth F, 1998; Cerebral Palsy in Pediatric Neurology, Principle and Practice. Mosby 1994 : 471 – 86.

Uyanik, M., Kayihan, H. 2013. Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular

Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children. International Encyclopedia of Rehabilitation. Available from: URL:

http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/48/

Waiman, E., Soedjatmiko. Gunardi, H., Sekartini, R., Endyarni, B. 2011. Sensori Integrasi: Dasar dan Efektifitas Terapi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakutlas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Available from: URL: http://goo.gl/e6jiU

Waspada, Edi (ed). 2010. Fisioterapi Pediatri II . Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wulan. 2012. Perkembangan Motorik Childhood. Just another wordpress.com


(1)

H

HASIL DAN A. Hasil

1. Spasti Sp peningka dengan sc menjadi T hip T1 =

menjadi T

2. Fungs P penatalak quadripl akhir ev peningka 3 2 1 0 N PEMBAH isitas pastisitas pa tan maupun cala asworth T6 = 2, elbo = 2 menjadi

T6 = 3.

Hasil E

si Motorik ( Penilain aktiv ksanaan ter egi didapatk valuasi (T6) atan 2%. T1 T2 HASAN

ada pasien t n penurunan

h didapatkan

ow T1 = 2 m

T6 = 2, kne

D Evaluasi Spa

(aktivitas fu vitas fungsi rapi latihan

kan hasil pa ) menjadi:

T3 T4

tidak menga selama 6 ka n hasil pemer menjadi T6 = ee T1 = 2 m

Diagram 1: astisitas deng ungsional) ional dengan pada kasus ada pemerik 42,1% dar T5 T6 alami peruba ali terapi. D riksaan awal = 2, wrist T menjadi T6 =

gan skala asw

n GMFM dap s cerebral p ksaan awal (

ri awal sam sh elb wr hip kn an

ahan, tidak m Dari hasil eva

l pada shoul 1 = 2 menja = 2, dan ank

worth

pat disimpul palsy spasti (T0): 40,1% mpai akhir m

oulder bow  rist p ee kle mengalami alusi terapi lder T1 = 2

adi T6 = 2, kle T1 = 3

lkan bahwa ic athetoid % dan pada


(2)

Diagram 2:

Hasil Evaluasi Fungsi Motorik dengan GMFM

B. Pembahasan

1. Spastisitas dengan NDT

Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic. Stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami hipotonia untuk meningkatkan tonus postural dan tonus otot dinamis disesuaikan dengan problem motor yang dimiliki pada anak dengan CP. Sistem taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya,

T1 T2 T3 T4 T5 T6

A B C D E 80%

70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0


(3)

sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu objek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam bahaya (Waiman dkk, 2011).

2. Fungsi Motorik (aktivitas fungsional)

Intervensi metode NDT dalam meningkatkan aktifitas fungsional, hal itu disebabkan oleh efek inhibisi yaitu suatu upaya untuk meningkatkan tonus otot tehniknya disebut reflek inhibitory patternt. Perubahan tonus postural dan patternt dapat membangkitkan otot-otot yang hypotone. Membangkitkan sikap

tubuh yang normal dengan tehnik reflek inhibitory patternt. Efek fasilitasi yaitu upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang mendekati gerak normal dengan tehnik key point of control yang bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk mengembangkan dan memelihara tonus postural normal, untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Efek Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik (Dhofirul, 2013).


(4)

PENUTUP A. Kesimpulan

Pada kondisi cerebral palsy spastic athetoid quadriplegi dengan gangguan spastisitas dan keterbatasan aktivitas fungsional. Setelah dilakukan terapi didapatkan hasil untuk spastisitas tidak mengalami perubahan yaitu pada shoulder T1 = 2 menjadi T6 = 2, elbow T1 = 2 menjadi T6 = 2, wrist T1 = 2 menjadi T6 = 2, hip T1 = 2 menjadi T6 = 2, knee T1 = 2 menjadi T6 = 2, dan ankle T1 = 3 menjadi T6 = 3. Dan untuk kemampuan aktivitas fungsional dari T1 pemeriksaan awal (T0) 40,1% dan pada akhir evaluasi (T6) menjadi 42,1% dari awal sampai akhir mengalami peningkatan sebesar 2%. Hasil terapi pada anak cerebral palsy tidak bisa dilihat dalam waktu yang singkat, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Penanganan secara dini dan intensif akan memberikan hasil yang optimal (Sunusi dan Nara, 2007).

B. SARAN

Pengaturan posisi pasien yang tepat saat melakukan aktifitas maupun saat istirahat dengan melawan pola spastisitasnya agar otot yang spastik dapat memanjang dan dapat mencegah terjadinya kontraktur seperti penggunaan bedslip dan AFO saat bermain dan istirahat guna menghambat spastisitas dan

optimalkan pengawasan orang tua dan seluruh keluarga juga sangat mendukung dalam upaya keberhasilan pelaksanaan terapi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al Hazmi, Dhofirul Fadhil. 2013. “Kombinasi Neuro Developmental Treatment Dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome”. Tesis. Dempasar: Pasca Serjana, Universitas Udayana.

Anezaki, Hiroshi. 2010. Relaxation Effects Of Snoezelen For Infants with Severe Motor and Intellectual Disabilities. Mie University Bulletin of The Faculty of Education. 61: 119-126. Japan

Bobath, K . 1966. The Motor Defisit in Patient with Cerebral Palsy; William Heinemann Medical Books Ltd, Philadelpia

Dorlan, 2005. Kamus Kedokteran; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Effendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:

Bumi Aksara, hlm. 119

Indrastuti, L. 2004. Rehabilitasi Medik pada Crebral Palsy, diambil dari Kumpulan Makalah Seminar Cerebral Palsy Gangguan Gerak dan Mental, YPAC Semarang dan UNDIP, Semarang

Jupardi, I. 2007. “Aspek Neurologik Gangguan Berjalan” (online), (http://koaskamar13. Wordpress. com/2007/11/21/aspek-neurologik-gangguan-berjalan/. htm, diakses tanggal 12 Januari 2015).

Levitt, S. 2007. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. 4nd ed. USA: Blackwell Publishing

Mangunsong. 2011. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kedua. Depok: LPSP3 UI

Mardiani, E. 2006. Faktor – Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy. Skripsi. Semarang: Undip.

Masgutova, S. 2008. Metode Masgutova of Reflex Integrasi untuk Anak

Cerebral Palsy (Diambil dari https://www.dhs.wisconsin.gov/sites/default/files/legacy/tiac/Treatment%2

520PDFs/Masgutova%2520Method%2520April%25202014.pdf&prev=se arch. html diakses pada 29 November 2014).

Miller, Freeman. 2007. Physical Therapy of Cerebral Palsy. New York: Springer Science and Business Media


(6)

Michael PB & Garth RJ (ed). 2008. Upper Motor Neurone Syndrome and Spasticity Clinica. New York: Cmbridge University Press

Russel, Dianne. 2002. The Gross Motor Functional Measure (GMFM). http://www.themcmaster.ca/canchild

Salim, Abdul. 2007. “Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan

Setiawan, 2009: Hand Out FT C Tepi, Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan, Surakarta.

Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia. Edisi ke-6. Dialihbahasakan oleh Pendit. BU. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Snell, R.S. 2007. Neuro Anatomi Klinik;Edisi Kelima,Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta,hal.313

Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007. Cerebral Palsy; Diakses Tanggal 22/7/2010 dari http://www.google.co.id

Sukarno. 2002. Aspek Neurologik Gangguan Berjalan; Diakses Tanggal15/11/2007,dari http://www.google.co.id

Swaiman Kenneth F, 1998; Cerebral Palsy in Pediatric Neurology, Principle and Practice. Mosby 1994 : 471 – 86.

Uyanik, M., Kayihan, H. 2013. Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children. International Encyclopedia of Rehabilitation. Available from: URL: http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/48/

Waiman, E., Soedjatmiko. Gunardi, H., Sekartini, R., Endyarni, B. 2011. Sensori Integrasi: Dasar dan Efektifitas Terapi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakutlas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Available from: URL: http://goo.gl/e6jiU

Waspada, Edi (ed). 2010. Fisioterapi Pediatri II . Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wulan. 2012. Perkembangan Motorik Childhood. Just another wordpress.com site. Available from: URL: http://goo.gl/13Ohw


Dokumen yang terkait

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS DOWN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Down Syndrome di Pediatric Neurodevelopmental Treatment Centre (PNTC) Karanganyar.

0 3 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS DOWN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Down Syndrome di Pediatric Neurodevelopmental Treatment Centre (PNTC) Karanganyar.

0 5 14

PENATALAKSANAAN NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI PNTC Penatalaksanaan Neuro Development Treatment (NDT) Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Di Pntc (Pediatric And Neurodevelopmental Teraphy Ce

0 5 15

PENATALAKSANAAN NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK QUADRIPLEGI DI PNTC Penatalaksanaan Neuro Development Treatment (NDT) Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Di Pntc (Pediatric And Neurodevelopmental Teraphy Ce

0 2 17

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Neuro Development Treatment (NDT) Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi Di Pntc (Pediatric And Neurodevelopmental Teraphy Centre ).

0 2 4

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Athetoid Quadriplegi Di Pediatric And Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC).

0 2 17

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Athetoid Quadriplegi Di Pediatric And Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC).

0 1 5

PELAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL Pelaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi Ataksia Di Pediatric Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC) Karanganyar.

0 0 13

PENDAHULUAN Pelaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi Ataksia Di Pediatric Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC) Karanganyar.

0 1 4

PELAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL Pelaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi Ataksia Di Pediatric Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC) Karanganyar.

0 1 14