PENGARUH KEGIATAN PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERHADAP PEROLEHAN HASIL BELAJAR SISWA : Studi Kuasi Eksperimen tentang Pokok Bahasan Hukum II Newton di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Bandung.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN . A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Operasional ... 7
BAB II METODE PEMBELAJARAN PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI PADA KONSEP HUKUM II NEWTON A. Pembelajaran dan Faktor-faktor Peningkatan Hasil Belajar ….. 8
B. Pembentukan Pengetahuan menurut Model Konstruktivis... . 27
C. Model Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA ... ... 32
D. Implikasi Model Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA... ... 36
E. Peranan Laboratorium dalam Pembelajaran IPA ... 42
F. Pendekatan Laboratorium Verifikasi... ... 48
dan Pendekatan Laboratorium Inkuiri G. Konsep Hukum II Newton dalam Pembelajaran Fisika ... . 63
BAB III METODE PENELITIAN A. Disain Penelitian ... 66
B. Langkah-langkah Perncanaan dan Penelitian ... 67
(2)
D. Instrumen Penelitian ... 69
E. Pengujian Instrumen ... 71
F. Teknik Pengolahan Data ... 75
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Hasil Penelitian ... 80
B. Pembahasan ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94
B. Keterbatasan Penelitian ……… .. 95
C. Saran ... 96
DAFTAR RUJUKAN ... 98 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(3)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses dalam membantu manusia
untuk mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan
dan mengatasi permasalahan. Oleh sebab itu pendidikan akan selalu mengalami
pembaharuan sebagai antisipasi terhadap tuntutan perkembangan zaman. Untuk
itu dalam GBPP Sekolah Menengah Umum ditekankan agar siswa memperoleh
bekal pengetahuan dasar untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdikbud, 1995).
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hasil tes
yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) dalam tahun 2007 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II
SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih
peringkat ke 36 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 397 di bawah
nilai rata-rata internasional yaitu 443. Adapun hasil tes bidang sains mereka
hanya mampu menduduki peringkat ke 35 dengan nilai 427 di bawah nilai
rata-rata internasioal 467. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah
berhasil menduduki peringkat ke 21 dalam kemampuan bidang matematika yang
memperoleh nilai 474 di atas nilai rata-rata internasional. Dalam bidang sains
mereka menduduki peringkat ke 21 dengan nilai 571 di atas nilai rata-rata
(4)
2
pendidikan kita di bidang matematika dan sains sangat jauh ketinggalan di bawah
negara-negara berkembang lainnya.
Berdasarkan laporan UNDP tahun 2007 dalam “Human Development Report
2007”, Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks – HDI)
berdasarkan angka buta huruf menunjukkan bahwa “pembangunan manusia di
Indonesia“ menempati urutan ke 111 dari 177 negara di dunia yang dievaluasi.
Vietnam menempati urutan ke 109, padahal negara itu baru saja keluar dari
konflik politik yang cukup besar, namun negara mereka lebih yakin bahwa
“membangun manusianya“ sebagai prioritas terdepan, akan mampu mengejar
ketinggalan yang selama ini mereka alami.
Untuk mencapai standar pendidikan, berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah Indonesia yang semuanya bertujuan untuk peningkatan kualitas
proses belajar mengajar sehingga dapat menghasikan lulusan yang berkualitas.
Salah satu faktor penyebab berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar
tergantung pada kecakapan guru dalam menyusun strategi belajar mengajar.
Demikian pula seorang guru IPA/fisika harus mampu menentukan suatu strategi
belajar-mengajar agar proses belajar-mengajar berhasil.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, dalam kegiataan belajar mengajar
kedudukan dan fungsi guru masih sangat dominan. Salah satu kelemahan guru
yang jelas terlihat adalah kurang bervariasinya guru dalam menyajikan materi
pelajaran karena terdorong untuk mencapai target kurikulum, guru lebih banyak
(5)
3
Dalam pengajaran IPA/fisika penyampaian sebaiknya harus bersifat
heuristik, antara lain dalam bentuk strategi “inquiry” (Druxes, 1986). Inkuiri,
pemecahan masalah dan penemuan adalah istilah yang sesungguhnya
mengandung arti sejiwa, yaitu istilah yang menunjukkan suatu kegiatan atau cara
belajar yang secara logis, kritis dan analitis menuju ke suatu kesimpulan yang
sesuai. Kegiatan belajar seperti itu dapat dilakukan antara lain melalui praktikum
atau eksperimen. Hal itu sesuai dengan pendapat bahwa dalam pelajaran
IPA/fisika, eksperimen mengambil tempat sebagai pusat dalam mengembangkan
cara berfikir dan cara bekerja (Druxes, 1986). Juga karena fisika adalah ilmu
pengetahuan empiris, maka pekerjaan praktek haruslah memperoleh peranan
penting dalam pengajaran fisika di semua tingkat pendidikan (Depdikbud, 1985).
Didalam kurikulum fisika, siswa selain dibekali materi teori fisika, juga
diberikan pengalaman dan kemampuan dalam pengamatan gejala dan teknik
pengukuran berbagai besaran fisika. Semua kemampuan ini dapat diperoleh
melalui kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum lebih menekankan proses
penemuan prinsip-prinsip sains, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk
terlibat dalam pembelajaran. Kegiatan laboratorium tersebut berorientasi pada
pendekatan inkuiri, seperti yang tercantum dalam GBPP Sekolah Menengah
Umum yaitu untuk melatih siswa menggunakan metoda ilmiah dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, juga memupuk daya kreasi dan bernalar
(Depdikbud, 1995).
Sejalan dengan uraian di atas, Utomo (1986) berpendapat bahwa
(6)
4
bersamaan, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Aspek
kognitif terdiri dari: 1) melatih agar konsep dipahami 2) agar segi-segi teori yang
berlainan dapat diintegrasikan, dan 3) agar teori dapat diterapkan dalam keadaan
masalah yang nyata. Aspek afektif terdiri dari: 1) belajar bersikap jujur dengan
perolehan data dan pengolahannya, 2) belajar bekerja sama, dan 3) belajar
menghargai bidangnya. Aspek psikomotor terdiri dari: 1) belajar memasang
peralatan sehingga benar-benar berfungsi, dan 2) belajar memakai peralatan dan
instrumen tertentu.
Kegiatan praktikum dalam laboratorium ada juga yang ditujukan untuk
memverifikasi hukum-hukum atau teori-teori yang telah diajarkan guru dalam
buku. Sebagian besar kegiatan yang dilakukan siswa dalam laboratorium
digunakan untuk memperoleh data yang menunjang bahan-bahan pelajaran yang
telah diberikan oleh guru di dalam kelas atau bahan-bahan yang tercantum dalam
buku pelajaran. Kegiatan laboratorium semacam ini disebut verifikasi.
Selama ini kegiatan laboratorium fisika di sekolah-sekolah menengah pada
umumnya berorientasi pada pendekatan verifikasi. Sebelum Kurikulum 1994
berlaku, kegiatan laboratorium pada umumnya dianggap sebagai pelengkap mata
pelajaran IPA yang diselenggarakan terpisah dengan proses pembelajaran di
dalam kelas.
Dalam Kurikulum 1994 disarankan agar pengajaran fisika lebih ditekankan
pada kegiatan-kegiatan diskusi, demonstrasi, eksperimen laboratorium atau
kegiatan lapangan. Pendekatan yang disarankan adalah pendekatan inkuiri seperti
(7)
5
inipun menghendaki kegiatan laboratorium sebagai kegiatan yang terintegrasi
dalam proses pembelajaran fisika di dalam kelas.
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana pengaruh kegiatan praktikum inkuiri terhadap peningkatan hasil
belajar siswa, dan mengembangkan pembelajaran praktikum berbasis inkuiri.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah yang akan
diteliti adalah: “Apakah pembelajaran dengan strategi kegiatan praktikum
berbasis inkuiri dapat meningkatkan penguasaan konsep dan motivasi siswa
dibandingkan pembelajaran dengan strategi kegiatan praktikum verifikasi”.
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka pertanyaan penelitian
yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran Fisika dengan menggunakan strategi kegiatan
praktikum yang berbasis inkuiri dapat membantu meningkatkan
pemahaman siswa pada konsep Hukum II Newton?
2. Apakah pendekatan kegiatan praktikum berbasis inkuiri dapat lebih
memotivasi siswa untuk mempelajari Hukum II Newton dibandingkan
dengan pendekatan praktikum verifikasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,
(8)
6
konsep dan motivasi antara siswa yang mendapat pembelajaran melalui kegiatan
praktikum berbasis inkuiri dengan siswa yang mendapat pembelajaran melalui
kegiatan praktikum berbasis verifikasi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan gambaran bagi guru fisika tentang penerapan
pendekatan kegiatan laboratorium untuk meningkatkan pemahaman
konsep-konsep fisika
2. Untuk memberi umpan balik kepada guru dalam menyusun suatu
rancangan pembelajaran fisika yang lebih bervariasi dan bermakna
3. Sebagai pengalaman bagi peneliti untuk pengembangan pendekatan
pada pembelajaran fisika dan dapat dikembangkan lebih lanjut
E. Definisi Operasional
Berdasarkan judul tesis maka dapat dijelaskan definisi operasional yang
terkait dengan variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan praktikum berbasis inkuiri adalah pembelajaran yang
mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan eksperimen sendiri
dengan cara mengamati apa yang terjadi, mempertanyakan, melakukan
sesuatu, menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan
sendiri, menghubungkan temuan-temuan yang diperoleh, membandingkannya
(9)
7
2. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa atau hasil dari
suatu proses belajar berupa penguasaan atau pemahaman konsep Hukum II
Newton dan motivasi belajar, yang diukur dengan instrument hasil belajar
berupa seperangkat soal pilihan ganda tunggal dengan lima option dan angket
(10)
66
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode
eksperimen semu. (McMillan & Shumacher, 2001). Tahap studi
pendahuluan dimulai dengan melakukan kajian literatur mengenai
pembelajaran melalui eksperimen, kurikulum, hasil belajar siswa dan hasil
penelitian terdahulu yang relevan. Hasil kajian literatur telah diuraikan pada
Bab II Studi Pustaka, selanjutnya dilakukan observasi atau surver lapangan
yaitu melihat proses pembelajaran yang dilakukan. Dalam tahapan ini
diperoleh gambaran tentang deskripsi pembelajaran siswa dan tingkat
kemampuan siswa dalam pembelajaran fisika.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan kemudian disusun desain
pembelajaran. Sebelum desain model ini diterapkan dalam rencana
pembelajaran, terlebih dahulu ditentukan materi pokok yang akan dijadikan
topik pembelajaran. Untuk uji coba model yang telah dikembangkan topik
pembelajarannya yaitu mengenai Hukum II Newton. Pemilihan topik materi
ini disesuaikan dengan materi yang harus dan belum disampaikan di
sekolah. Selanjutnya disusun instrumen penelitian untuk uji coba yaitu
(11)
67
tahapan penelitian berikutnya kedua instrumen tersebut digunakan untuk
mendapatkan data penelitian.
B. Langkah-langkah Perencanaan dan Penelitian
Untuk memberikan arah pada penelitian, digunakan desain penelitian
untuk menggali data empiris yang menunjang terhadap permasalahan yang
terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian
Studi Pendahuluan
Ada masalah selesai
tidak
ya
Analisis :
Praktikum : verifikasi dan inkuiri
Identifikasi Praktikum verifikasi
Identifikasi Praktikum inkuiri
Penyusunan Instrumen Penelitian
Uji Instrumen
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Praktikum Verifikasi Praktikum inkuiri
Menarik Kesimpulan
(12)
68
C. Subjek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Arikunto (2002) mendefinisikan pengertian populasi sebagai keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Bandung tahun pelajaran 2003/2004 yang berjumlah 270 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada
sampel jika tidak ada populasi. Proses penarikan sebagian subjek, gejala
atau objek yang ada pada populasi disebut sampel (Sudjana, 1996).
Penarikan sampel dilakukan secara purposive dipilih 2 kelas yang
dijadikan sampel penelitian dari 7 kelas. Pemilihan 2 kelas sampel
didasarkan kepada kemampuan rata-rata kelas yang sama berdasarkan hasil
prestasi belajar harian dengan pertimbangan guru bidang studi. Berdasarkan
hal tersebut maka sampel dalam penelitian ini adalah siswa Kelas I E dan I
F, yaitu satu kelas untuk kelompok eksperimen dan satu kelas untuk
kelompok kontrol. Jumlah siswa adalah 44 orang untuk masing-masing
kelas. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan
(13)
69
D. Instrumen Penelitian
1. Tes Hasil Belajar (Penguasaan Konsep)
Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif,
berbentuk soal pilihan ganda yang terdiri dari 5 pilihan sebanyak 20 soal.
Setiap soal mempunyai skor 1 (satu). Ranah kognitif yang diukur adalah
aspek hafalan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Tes diberikan
sebelum pembelajaran (pre test) dan sesudah pembelajaran diberikan (pos
test).
Langkah-langkah penyusunan instrumen hasil belajar ranah
kognitif adalah sebagai berikut:
a. menentukan konsep dan subkonsep
b. membuat kisi-kisi instrumen penelitian
c. menyusun soal berdasarkan kisi-kisi
d. menguji instumen
e. menyempurnakan instrumen
Kisi-kisi instrumen terdapat dalam lampiran
2. Rencana Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa
Dalam membuat rencana pembelajaran dan lembaran kerja siswa
(LKS) konsep Hukum II Newton dengan pembelajaran berbasis inkuiri,
mengacu pada kurikulum beserta buku paket dan buku lainnya yang relevan
(14)
70
dirancang agar proses pembelajaran berlangsung sistematis dan sesuai
kurikulum.
3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Lembaran observasi ini disusun untuk memperoleh gambaran
langsung tentang proses pembelajaran dengan kegiatan laboratorium inkuiri
dan konvensional.
Dalam penelitian ini, pengajar materi pada kedua kelas adalah guru
yang bersangkutan, sedangkan sebagai pengamat dibantu oleh beberapa
guru lain. Untuk memperlancar jalannya pembelajaran dengan kedua
metode praktikum, guru pengajar di kedua kelas mendapatkan pelatihan
tentang pembelajaran melalui praktikum verifikasi dan praktikum inkuiri.
4. Angket Motivasi siswa
Angket motivasi ini disusun untuk memperoleh gambaran tentang
tinggi rendahnya motivasi siswa terhadap proses pembelajaran praktikum
inkuiri. Adapun kisi-kisi angket motivasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kisi-kisi angket motivasi
No. Kondisi
Angket Motivasi Nomor
Pernyataan Positif
Nomor Pernyataan
Negatif 1 Perhatian (Attention) 2,8,9,11,17,20,23,
24, 28
12, 15, 22,29 2 Relevansi (Relevance) 4, 6, 16, 18,30, 33 26, 31 3 Percaya Diri (Confidence) 1, 13, 25,35 3, 7, 19 4 Kepuasan (Satisfaction) 5, 10, 14,21, 27,
32,36
(15)
71
Menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi, kemudian menentukan katagorinya dengan ketentuan skor rata-rata 1,00-1,49 = tidak baik, 1,50-2,49 = kurang baik, 2,50-3,49 = cukup baik, 3,50-4,49 = baik, dan 4,50-5,00 = sangat baik.
E. Pengujian Instrumen
Sebuah penelitian diharapkan mendapatkan hasil yang baik dan
benar mengenai permasalahan yang akan dipecahkan. Untuk keperluan itu
diperlukan instrumen penelitian yang sahih dan reliabel agar data yang
diperoleh mendukung penelitian itu, maka dilakukan pengujian instrumen
yang terdiri dari reliabilitas instrumen dan validitas instrumen.
a. Reliabilitas instrumen
Reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur
memberikan gambaran tentang objek ukurnya yang kebenarannya dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas berhubungan dengan masalah
kepercayaan, suatu instrumen dikatakan mempunyai reliabilitas tinggi
instrumen tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.
Metode yang digunakan untuk mengetahui reliabilitas instrumen adalah metode belah dua dengan rumus KR-20 sebagai berikut :
r11 = (n/(n-1))(1- Σpq/s2)
r11 = koefesien reliabilitas instrumen keseluruhan
n = banyaknya item pernyataan
p = prorporsi subjek yang menjawab “selalu’ dan “sering” q = proporsi subjek yang menjawab “jarang” dan “tidak pernah “ s = standar deviasi instrumen
(16)
72
Interpretasi nilai reliabilitas :
0,8 < r11 < 1 : reliabilitas sangat tinggi
0,6 < r11 < 0,8 : reliabilitas tinggi
0,4 < r11 < 0,6 : reliabilitas sedang
0,6 < r11 < 0,4 : reliabilitas rendah
0,4 < r11 < 0,2 : reliabilitas sangat rendah
b. Validitas instrumen
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut
mengukur apa yang hendak diukur, Validitas instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rumus korelasi produk momen dengan angka
kasar sebagai berikut :
( )( )
( )
(
2 2)
(
2( )
2)
. . . . . y y N x x N y x xy N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ =
rxy = koefesien korelasi antara dua kelompok
N = jumlah subjek penelitian X = jumlah skor kelompok pertama Y = jumlah skor kelompok kedua
Koefesien korelasi yang diperoleh adalah koefesien validitas
seluruh item pernyataan.
Kriteria koefesien validitas (Arikunto, 2003) adalah sebagai berikut:
0,81 - 1,00 validitas sangat tinggi
0,61 - 0,80 validitas tinggi
0,41 - 0,60 validitas sedang
0,21 - 0,40 validitas rendah
(17)
73
c. Tingkat Kesukaran
Untuk mencari tingkat kesukaran soal tes digunakan rumus :
P=
Js B
(Arikunto, 2003)
Keterangan:
P: Tingkat kesukaran
B: Banyaknya siswa yang menjawab betul Js: Jumlah siswa
Tabel 3.2
Klasifikasi Tingkat Kesukaran (Arikunto, 2003)
Indeks Kriteria
0,00-0,30 0,30-0,70 0,70-1,00
Sukar Sedang Mudah
d. Daya pembeda item soal
Untuk menentukan daya pembeda soal tes, digunakan rumus
sebagai berikut:
DP=
JB BB JA BA
−
D = daya pembeda
BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar JA = Banyaknya kelompok atas
(18)
74 Tabel 3.3
Klasifikasi Indeks Daya Pembeda (Arikunto, 2003)
Indeks Kriteria
0,00-0,20 0,20-0,40 0,40-0,70 0,70-1,00
Jelek sedang
Baik Baik sekali
Hasil perhitungan validitas butir soal, tingkat kesukaran dan daya
pembeda butir soal menunjukkan tidak semua butir soal dinyatakan valid
dan dilihat dari tingkat kemudahan serta daya pembeda tidak semua butir
soal memenuhi kriteria butir soal yang dapat digunakan sebagai instrumen.
Butir soal yang tingkat validitasnya tidak terlalu rendah direvisi untuk
digunakan kembali dalam penelitian, sedangkan butir-butir soal yang
validitasnya sangat rendah bahkan yang tidak valid tidak direvisi dan tidak
digunakan dalam penelitian. Perhitungan validitas butir soal secara lengkap
dapat dilihat pada lampiran D.5, sedangkan perhitungan selengkapnya
mengenai tingkat kemudahan butir soal dan daya pembeda dapat dilihat
pada lampiran D.6 dan lampiran D.7.
Adapun perhitungan reliabilitas tes setelah digunakan pada ujicoba adalah 0,52. Hasil ini terkatagori reliablitas sedang, sehingga instrumen tes
tersebut dapat digunakan untuk pengambilan data selanjutnya. Perhitungan selengkapnya mengenai reliabilitas tes dapat dilihat pada lampiran D.4.
(19)
75
F. Teknik Pengolahan Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam mengolah data adalah
sebagai berikut.
1. Menentukan Gain Ternormalisasi
Menurut P. Panggabean (1989) “Prestasi belajar siswa dapat dilihat dengan
penafsiran nilai gain ternormalisasi, maksudnya untuk mengetahui
kemampuan siswa terhadap materi yang diteskan ialah dengan mencari nilai
gain ternormalisainya (g) ”. Makin tinggi nilai g, makin tinggi kemampuan
yang dicapai kelompok. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
menentukan nilai g adalah :
a. Menentukan nilai pretest dan posttest tiap siswa
b. Menentukan skor maksimal (Smaks)
c. Menentukan besarnya nilai g untuk menunjukkan persentase
penguasaan kelompok terhadap bahan yang diteskan, dengan
rumus;
g = x100%
S S
S S
pre maks
pre post
− −
(Hake. R,1998 ) Keterangan :
pre
S = Skor tes awal post
S = Skor tes akhir maks
(20)
76
2. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan pada data skor gain (posttest – pretest). Uji
normalitas yang digunakan dalam pengolahan data ini yaitu tes kecocokan
chi-kuadrat. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui bahwa data
yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Langkah-langkah dalam uji
normalitas yaitu:
a. Menghitung rata-rata gain untuk masing-masing tahap, dengan
menggunakan rumus:
N G= ∑Gi
Keterangan : G : Gain rata-rata
Xi : Gain setiap siswa
N : Jumlah siswa
b. Hitung standar deviasi (S) masing-masing tahap dengan rumus:
N N G) ( G S
2 2
x
∑
−
∑
=
c. Membuat daftar distribusi frekuensi Observasi (Oi) dan
frekuensi ekspektasi (Ei) dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) menentukan rentang (r)
r = data terbesar-data terkecil
(21)
77
K = 1 + 3,3 log n
3) menentukan panjang kelas interval (P)
kelas banyak g ren tan K r
P= =
4) menentukan batas atas dan batas bawah setiap kelas
interval. Batas atas didapat dari ujung kelas atas ditambah
0,5 dan ujung kelas bawah dikurangi 0,5.
5) menghitung batas nyata (z) masing-masing kelas interval
dengan menggunakan rumus z skor.
S G -bk z=
6) menghitung luas daerah tiap-tiap kelas interval dengan
rumus:
I= I1−I2
keterangan: I : luas kelas interval
I1 : batas daerah atas kelas interval
I2 : batas daerah bawah kelas interval
7) menghitung harga frekuensi ekspektasi (Ei) dengan cara:
Ei = N I
8) Menghitung harga frekuensi dengan rumus Chi-Kuadrat:
∑
− = i 2 i i 2 E ) E O ( hitung χKeterangan : Oi = frekuensi observasi (pengamatan)
(22)
78
9) Mengkonsultasikan harga χ2 di atas pada tabel Chi-Kuadrat dengan derajat kebebasan tertentu sebesar
banyaknya kelas interval dikurangi tiga (dk = k-3). Jika
diperoleh harga χ2hitung < χ2tabel, pada taraf nyata α
tertentu, maka dikatakan bahwa sampel berdistribusi
normal.
3. Uji Homogenitas
Untuk memeriksa homogen tidaknya sampel, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan varians data penelitian
b. Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus :
dk1 = n1 – 1 dan dk2 = n2 -1
c. Menghitung nilai F (tingkat homogenitas) (Sudjana, 1922)
2
2 k b hitung
V V F =
Keterangan :
Fhitung = Nilai yang dicari.
Vb2 = Varians terbesar.
Vk2 = Varians terkecil.
d. Menentukan nilai uji homogenitas tabel
e. Menentukan kriteria pengujian homogenitas
(23)
79
4. Uji t
Selanjutnya untuk menguji perbedaan rerata pada skor pretes, skor
postes, maupun nilai gain ternormalisasi antara kelas eksperimen dan
(24)
94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis data hasil implementasi kegiatan praktikum berbasis inkuri dan kegiatan praktikum verifikasi pada dua kelompok siswa, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan praktikum berbasis inkuiri dapat membantu
meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep Hukum II Newton. Dibandingkan dengan prakrikum berbasis verifikasi, praktikum berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep Hukum II Newton dengan gain ternormalisasi yang lebih besar.
2. Pendekatan praktikum berbasis inkuiri lebih memotivasi siswa untuk mempelajari Hukum II Newton dibandingkan dengan pendekatan praktikum verifikasi. Pada berbagai aspek motivasi yang diteliti seperti : a) Perhatian (Attention), b) Relevansi (Relevance), c) Percaya Diri (Confidence), dan d) Kepuasan (Satisfaction) menunjukkan hasil yang baik.
(25)
95 B. Keterbatasan Penelitian
Meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan praktikum inkuiri lebih baik dibandingkan dengan praktikum verifikasi, namun ada beberapa keterbatasan yaitu:
1. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana pendukung. Pembelajaran melalui praktikum bebasis inkuiri pada materi Hukum II Newton memerlukan sarana laboratorium yang cukup lengkap agar pembelajaran bisa berlangsung dengan baik. Kenyataannya tidak semua laboratorium Fisika dilengkapi dengan sarana dan alat yang memadai, sehingga implementasi pada materi hukum II Newton dipastikan akan menemui permasalahan teknis.
2. Perlu pengkondisian khusus terhadap siswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan praktikum berbasis inkuiri. Sejak perencaaan sampai evaluasi, pembelajaran dengan praktikum berbasis inkuiri memerlukan pengaturan-pengaturan tertentu yang memerlukan waktu dan tenaga tambahan, sehinga apabila kurang baik dalam perencaan dan implementasinya, maka ketercapaian materi yang diajarkan akan menemui kendala.
(26)
96 C. Saran
Berdasarkan analisis hasil penelitian tentang implementasi pendekatan pembelajaran melalui kegiatan laboratorium serta beberapa keterbatasan, ada beberapa saran yang ingin peneliti ajukan diantaranya sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan metode praktikum inkuiri dapat membantu
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar karena di dalamnya terdapat langkah-langkah motorik yang dapat merangsang munculnya keinginan untuk mempelajari Hukum II Newton. Untuk mewujudkannya lebih baik, diperlukan pengaturan tugas-tugas kelompok dan penekanan pada tahap motivasi agar siswa yang belum aktif dapat lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran.
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran praktikum,
terlebih praktikum berbasis inkuiri, memerlukan Waktu yang relatif lebih lama dibanding dengan metode pembelajaran biasa, hal ini menjadi salah satu keengganan para guru untuk melakukannya karena paradigma guru masih beupaya mengejar ketercapaian cakupan kurikulum, padahal di sisi lain metode pembelajaran praktikum inkuiri terbukti dalam penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar dan memacu motivasi siswa. Oleh karena itu guru perlu merancang perencanaan pembelajaran yang sebaik-baiknya
(27)
97
agar pelaksanaan pembelajaran dengan metode praktikum, khususnya praktikum berbasis inkuiri dapat dilaksanakan.
3. Kurangnya pemahaman siswa pada konsep sebelumnya mengakibatkan
pemahaman konsep selanjutnya kurang sehingga akan terakumulasikan pada kurangnya pemahaman konsep fisika secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal ini, harus ada upaya apersepsi yang optimal agar kemampuan awal siswa lebih baik. Pemanfaatan waktu yang sebaik-baiknya berdasarkan perencanaan sebelumnya dan pelaksanaan yang seefektif mungkin dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia untuk pencapaian standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan.
(28)
98
DAFTAR RUJUKAN
Abraham, M. (1982). “A Descriptive Instrument for Use in Investing Science Laboratory”. Journal of Reserch in Science Teaching. 19, (2),155-165.
Amien, M. (1988), Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Metode 'Discovery' dan 'Inquiry', Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Amien, M. (1979). Apakah Metoda Discovery dan Inquiry itu ?. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Amien, M. (1980). Petunjuk Kegiatan Biologi Untuk SMA, Jilid 2, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Best, J.W. (1980). Research in Education. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited.
Carin, A. A. & Sund, R. (1975). Teaching Science Through Discovery. Columbus. Charles E. Merril Publising, Co.
Cortland, (2007). Description of Maslow’s Motivation Theory.http://
facultyweb.cortland.edu/andersmd/maslow/homepage.html
Collette, T. (1973). Science Teaching in The Secondary School. Boston: Allyn And Bacon, Inc.
Cromer, A. H. (1974). Physical for The Life Science. New York: Mc Graw-Hill, Inc.
Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depdikbud. (1995). GBPP Sekolah Menengah Umum. Jakarta.
Depdikbud. (1999). Kerja Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta.
Druxes, H. (1986). Kompendium Didaktik Fisika, Bandung: Remaja Karya.
Efendi, R. (2004), Kajian Model Pembelajaran Learning Cycle dengan Tiga Teknik Hands- on Berdasarkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan
(29)
99
Inkuiri Siswa SMU pada Konsep Hukum Newton tentang Gerak. Tesis Magister PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Faisal, S. (1982). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Fuhrman, Marlene, Lunetta, Vincent N, & Novinck, Shimson. (1982),Do Secondary School Laboratory Texts Reflect The Goal of "New" Science Curicula? Journal Chemical Education. 59, (7), 563-565.
Giancoli,D.C. (1991). Physics : Principle With Aplication, Singapore: Prentice Hall.
Gilstrap, Robert L & Martin, William R, Current (1975). Strategies for Teachers, Santa Monica, California: Goodyear Publising Company, Inc.
Godman, A. (1972). Physical Science, 1, London: Longman Group, Ltd.
Gott, R. & Duggan, S. (1996). Practical Work : Its Role in The Understanding of Evidence in Science. Int. Journal of science Education 18, (7), 791-806.
Greenberg, L. H. (1998). Discovery in Physics, Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Harlen, W. (1992). The Teaching of Science. London: David Fulton Publisher.
Hofstein, A &Lunetta, Vincent N, (1982),The Role of Laboratory in Science Teaching: Neglected Aspect of Research. Review of Educational Research, 52, (2), 201-217.
Joyce, B & Weil, M. (1978). Information Processing Models of Teaching, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Joyce, B & Weil, M. (1972), Models of Teaching, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Kahle, J.B. (1979). Teaching Science in The Secondary School, New York: D. Van Nostrand Company.
Keller, J. (2007). ARCS Model. (http://www.arcsmodel.com/home.htm)
Kilgour, O.F.G. (1989). An Introduction to The Physical Aspects of Nursing Science, Bristol: William Heinemann Medical Book, Ltd.
Kuslan, L. I & Stone, A.H. (1988). Teaching Children Science: an Inquiry Approach. Belmont, California: Wadsworth Publising Company, Inc.
(30)
100
Lunetta, V & Tamir, (1979). Pinchas, Matching Lab Activities With Teaching Goals, The Science Teacher, 2, (4), 22-24.
Lunetta, V. Hofstein, A & Giddings, Geoffrey (1981), Evaluating Science Laboratory Skills, The Science Teacher, 3, (4), 22-25.
Marean, J. H & Ledbetter, E. (1988), Physical Science a Laboratory Approach, London: Addition-Wesley Publishing Company.
Masrun, (1979). Analisis Item Soal untuk Test Objektif, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
McMillan, J. & Schumacher, S. (2001). Research in Eduacation. New York: Longman.
Nasution, S. (1982). Asas-Asas Kurikulum, Bandung: Penerbit Jemmars.
Novak, J.D & Gowin, D.B. (1985). Learning How to Learn, New York: Cambridge University Press.
Poedjiadi, A. (1984). Buku Pedoman Praktikum dan Manual Alat Laboratorium Pendidikan Kimia. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
P.Pangaribuan, L. (2003). Metoda Penelitian Ilmiah, Bandung: Remaja Rosda karya.
Resnick, H. (1987). Fisika Jilid I, Edisi ketiga, Jakarta: Erlangga.
Reigeluth & Merril. (1989). An Effective Learning A Basic, New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Roestiyah, N.K. (1998). Strategi Belajar Mengajar Teknik Penyajian, Jakarta.
Romey, William D. (1988). Inquiry Tecnique for Teaching Science, New Jersey: prentice -Hall, Inc.
Rowe, M. B. (1978). Teaching Science as Continuous Inquiry: A Basic, New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Rustaman, N & Rustaman A. (1995a). Kegiatan Praktikum Biologi sebagai Wahana Pengembangan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Nilai. FPMIPA UPI Bandung: Pusbang Kurandik Balitbang Dikbud.
(31)
101
Rustaman , N. (2010). Teori, Paradigma dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia, FPMIPA UPI Bandung.
Rutherford, F.J. (1971). The Role of Inquiry and Science Teaching. Current Research in Elementary school Science. New York: The Macmillan Company.
Semiawan, C. (1982). Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian didalam Dunia Pendidikan, Jakarta: Penerbit Mutiara.
Slameto, (1995). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, N. & Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1989), Metoda Statistika, edisi ke 5, Bandung: Tarsito.
Sund, R. B. & Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in The Secondary School, Columbus, Charles E. Merill Publising Company.
Surakhmad, W. (1994). Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutrisno, H. (1973). Metodologi Research, jilid III, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan. , Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tamir, P & Lunetta, Vincent N. (1981). Inquiry-Related Tasks In High School Science Laboratory Hanbooks, Science Education, . 65, (5 ), 477- 484.
Utomo, T. & Ruitjer, K. (1990). Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia.
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran, Jakarta: Erlangga.
(1)
96 C. Saran
Berdasarkan analisis hasil penelitian tentang implementasi pendekatan pembelajaran melalui kegiatan laboratorium serta beberapa keterbatasan, ada beberapa saran yang ingin peneliti ajukan diantaranya sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan metode praktikum inkuiri dapat membantu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar karena di dalamnya terdapat langkah-langkah motorik yang dapat merangsang munculnya keinginan untuk mempelajari Hukum II Newton. Untuk mewujudkannya lebih baik, diperlukan pengaturan tugas-tugas kelompok dan penekanan pada tahap motivasi agar siswa yang belum aktif dapat lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran.
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran praktikum, terlebih praktikum berbasis inkuiri, memerlukan Waktu yang relatif lebih lama dibanding dengan metode pembelajaran biasa, hal ini menjadi salah satu keengganan para guru untuk melakukannya karena paradigma guru masih beupaya mengejar ketercapaian cakupan kurikulum, padahal di sisi lain metode pembelajaran praktikum inkuiri terbukti dalam penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar dan memacu motivasi siswa. Oleh karena itu guru perlu merancang perencanaan pembelajaran yang sebaik-baiknya
(2)
97
agar pelaksanaan pembelajaran dengan metode praktikum, khususnya praktikum berbasis inkuiri dapat dilaksanakan.
3. Kurangnya pemahaman siswa pada konsep sebelumnya mengakibatkan pemahaman konsep selanjutnya kurang sehingga akan terakumulasikan pada kurangnya pemahaman konsep fisika secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal ini, harus ada upaya apersepsi yang optimal agar kemampuan awal siswa lebih baik. Pemanfaatan waktu yang sebaik-baiknya berdasarkan perencanaan sebelumnya dan pelaksanaan yang seefektif mungkin dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia untuk pencapaian standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan.
(3)
98
DAFTAR RUJUKAN
Abraham, M. (1982). “A Descriptive Instrument for Use in Investing Science Laboratory”. Journal of Reserch in Science Teaching. 19, (2),155-165. Amien, M. (1988), Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Metode
'Discovery' dan 'Inquiry', Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK. Amien, M. (1979). Apakah Metoda Discovery dan Inquiry itu ?. Yogyakarta:
IKIP Yogyakarta.
Amien, M. (1980). Petunjuk Kegiatan Biologi Untuk SMA, Jilid 2, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Best, J.W. (1980). Research in Education. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited.
Carin, A. A. & Sund, R. (1975). Teaching Science Through Discovery. Columbus. Charles E. Merril Publising, Co.
Cortland, (2007). Description of Maslow’s Motivation Theory.http://
facultyweb.cortland.edu/andersmd/maslow/homepage.html
Collette, T. (1973). Science Teaching in The Secondary School. Boston: Allyn And Bacon, Inc.
Cromer, A. H. (1974). Physical for The Life Science. New York: Mc Graw-Hill, Inc.
Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Depdikbud. (1995). GBPP Sekolah Menengah Umum. Jakarta. Depdikbud. (1999). Kerja Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta.
Druxes, H. (1986). Kompendium Didaktik Fisika, Bandung: Remaja Karya.
Efendi, R. (2004), Kajian Model Pembelajaran Learning Cycle dengan Tiga Teknik Hands- on Berdasarkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan
(4)
Inkuiri Siswa SMU pada Konsep Hukum Newton tentang Gerak. Tesis Magister PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Faisal, S. (1982). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Fuhrman, Marlene, Lunetta, Vincent N, & Novinck, Shimson. (1982),Do Secondary School Laboratory Texts Reflect The Goal of "New" Science Curicula? Journal Chemical Education. 59, (7), 563-565.
Giancoli,D.C. (1991). Physics : Principle With Aplication, Singapore: Prentice Hall.
Gilstrap, Robert L & Martin, William R, Current (1975). Strategies for Teachers, Santa Monica, California: Goodyear Publising Company, Inc.
Godman, A. (1972). Physical Science, 1, London: Longman Group, Ltd.
Gott, R. & Duggan, S. (1996). Practical Work : Its Role in The Understanding of Evidence in Science. Int. Journal of science Education 18, (7), 791-806. Greenberg, L. H. (1998). Discovery in Physics, Philadelphia: W.B. Saunders
Company.
Harlen, W. (1992). The Teaching of Science. London: David Fulton Publisher.
Hofstein, A &Lunetta, Vincent N, (1982),The Role of Laboratory in Science Teaching: Neglected Aspect of Research. Review of Educational Research, 52, (2), 201-217.
Joyce, B & Weil, M. (1978). Information Processing Models of Teaching, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Joyce, B & Weil, M. (1972), Models of Teaching, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Kahle, J.B. (1979). Teaching Science in The Secondary School, New York: D.
Van Nostrand Company.
Keller, J. (2007). ARCS Model. (http://www.arcsmodel.com/home.htm)
Kilgour, O.F.G. (1989). An Introduction to The Physical Aspects of Nursing Science, Bristol: William Heinemann Medical Book, Ltd.
Kuslan, L. I & Stone, A.H. (1988). Teaching Children Science: an Inquiry Approach. Belmont, California: Wadsworth Publising Company, Inc.
(5)
100
Lunetta, V & Tamir, (1979). Pinchas, Matching Lab Activities With Teaching Goals, The Science Teacher, 2, (4), 22-24.
Lunetta, V. Hofstein, A & Giddings, Geoffrey (1981), Evaluating Science Laboratory Skills, The Science Teacher, 3, (4), 22-25.
Marean, J. H & Ledbetter, E. (1988), Physical Science a Laboratory Approach, London: Addition-Wesley Publishing Company.
Masrun, (1979). Analisis Item Soal untuk Test Objektif, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
McMillan, J. & Schumacher, S. (2001). Research in Eduacation. New York: Longman.
Nasution, S. (1982). Asas-Asas Kurikulum, Bandung: Penerbit Jemmars. Novak, J.D & Gowin, D.B. (1985). Learning How to Learn, New York:
Cambridge University Press.
Poedjiadi, A. (1984). Buku Pedoman Praktikum dan Manual Alat Laboratorium Pendidikan Kimia. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
P.Pangaribuan, L. (2003). Metoda Penelitian Ilmiah, Bandung: Remaja Rosda karya.
Resnick, H. (1987). Fisika Jilid I, Edisi ketiga, Jakarta: Erlangga.
Reigeluth & Merril. (1989). An Effective Learning A Basic, New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Roestiyah, N.K. (1998). Strategi Belajar Mengajar Teknik Penyajian, Jakarta. Romey, William D. (1988). Inquiry Tecnique for Teaching Science, New Jersey:
prentice -Hall, Inc.
Rowe, M. B. (1978). Teaching Science as Continuous Inquiry: A Basic, New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Rustaman, N & Rustaman A. (1995a). Kegiatan Praktikum Biologi sebagai Wahana Pengembangan Pengetahuan, Keterampilan, Sikap dan Nilai. FPMIPA UPI Bandung: Pusbang Kurandik Balitbang Dikbud.
(6)
Rustaman , N. (2010). Teori, Paradigma dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia, FPMIPA UPI Bandung.
Rutherford, F.J. (1971). The Role of Inquiry and Science Teaching. Current Research in Elementary school Science. New York: The Macmillan Company.
Semiawan, C. (1982). Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian didalam Dunia Pendidikan, Jakarta: Penerbit Mutiara.
Slameto, (1995). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, N. & Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1989), Metoda Statistika, edisi ke 5, Bandung: Tarsito.
Sund, R. B. & Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in The Secondary School, Columbus, Charles E. Merill Publising Company.
Surakhmad, W. (1994). Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutrisno, H. (1973). Metodologi Research, jilid III, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan. , Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tamir, P & Lunetta, Vincent N. (1981). Inquiry-Related Tasks In High School Science Laboratory Hanbooks, Science Education, . 65, (5 ), 477- 484. Utomo, T. & Ruitjer, K. (1990). Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.
Jakarta: PT Gramedia.
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran, Jakarta: Erlangga.