Pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar fisika siswa pada pokok bahasan gerak: penelitian kuasi eksperimen di SMK Bakti Idhata Cilandak Jakarta Selatanso
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
OLEH:
ADE YUSMAN
105016300569
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA
(Penelitian di SMK Bakti Idhata Cilandak jakarta Selatan)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Oleh: Ade Yusman 105016300569
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I
DR. Sujiyo Miranto, M.Pd NIP: 1050 299 933
Pembimbing II
Erina Hertanti, M.si NIP: 150 293 228
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”, disusun oleh Ade Yusman, NIM: 105016300569, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 26 Juli 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Fisika.
Jakarta , 26 Juli 2010
Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc
NIP. 197002092000032001 ... ...
Sekertaris (Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA)
Ningsih Juanengsih, M.Pd
NIP. 197905102006042001 ... ...
Penguji I
Drs. Hasian Pohan, M.Si
NIP.197603092005012002 ... ...
Penguji II
Kinkin Suartini, M.Pd
NIP. 197910292006041001 ... ...
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 195710051987031003
(4)
ABSTRAK
Ade Yusman, Perogram Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Eksperimen di SMK Bakti Idhata.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model inkuiri terhadap hasil belajar fisika. Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan Pretest-posttest Equivalent Group design. Penelitian dilaksanakan di SMK Bakti Idhata dngan teknik pengambilan sampel secara cluster sampling dan pemilihan kelas dilakukan secara random, didapatkan siswa kelas X MM1 sebagai kelas eksperimen, dan kelas X MM2 sebagai kelas kontrol. Instrumen hasil belajar berupa test berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hipotesis yang diajukan adalah hasil belajar fisika yang diajarkan dengan menggunakan model inkuiri lebih tinggi dari hasil belajar fisika yang diajarkan dengan metode konvensional. Analisis data menggunakan uji-t pada taraf signifikansi 5% dan dk= 61, dengan hji prasyarat normalitas dan homogenitas. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t, dari hasil perhitungan statistik didapatkan harga thitung sebesar 2,52 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% dan dk = 61 adalah 1,99. maka pada penelitian ini didapatkan hasil thitung > ttabel, hal ini menunjukan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis penelitian (Ha) diterima. Dari penelitian ini dapat disimpullan bahwa hasil belajar fisika siswa yang diajarkan dengan model inkuiri lebih tinggi daripada hasil belajar fisika siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional.
(5)
University (UIN), Syarif Hidayatullah Jakarta, Title: The Influence of Model of Inquiry for the Result of Learning Physich Subject: This Eksperimen in the SMK Bakti Idhata.
This research aims to know the influence of model of inquiry for the result of learning physich subject. Quasi eksperimen method are used in this resesrch with Preetest-posttest Equivalent Group Design, this research has been executed SMK Bakti Idhata with sample technic. The ways of sample technic are cluster sampling and choosing of the class with random way. And get the student of the class (X MMI) as the exsperiment class and of the class (X MM2) as control class. The multiple choise is the instrument of this theysis to get the result. The multiple choise have been tested with validation and reliabitation ways. Hipotesis in this research are used result learning of physich subject with inquiry model more higher than the result learning of physich subject with convensional method. Analist of data usung t-test. In the significant level 5% at dk = 61, with normalitas and homogenitas pre requirement test, with the calculate statistic result, it gets thit 2,52 value and ttab in the 5% significant level and dk = 61 is 1,99 value. So this research gets thit more bigger than ttab, its showed that 0 hypothesys (H0) are rejected and hypothesys of research (Ha) are accepted. The conclusion of this research are the result learning of physich subject for SMK Bakti Idhata student with inquiry model more higer than convensional method.
(6)
ini yang berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Penelitian di SMK Bakti Idhata Cilandak Jakarta Selatan)”.
Sholawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW karena tuntunan dan petunjuknya kita dapat memeluk indahnya Islam dan meneguhkan kesempurnaan agama yang penuh rahmat dan barokah. Skripsi ini tidak akan mampu penulis selesaikan tanpa bantuan dan dukungan yang berarti dari Allah SWT yang tercurah melalui pihak-pihak yang selalu memberikan bantuan, arahan, dan dorongan serta semangat kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Erina Hertanti, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya dan senantiasa memberikan arahan, motivasi dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini .
5. Bapak DR. Sujiyo Miranto M.Pd., selaku pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya dan senantiasa memberikan arahan, motivasi dan
(7)
bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Isnani Sumarni, selaku Kepala SMK Bakti Idhata Cilandak Jakarta Selatan beserta dewan guru dan staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
7. Bapak Sis Dharma W. S.Pd. selaku guru pengajar fisika kelas X di SMK Bakti Idhata Cilandak Jakarta Selatan yang telah memberi kesempatan dan bersedia bekerja sama serta memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian ini.
8. Teman-teman Mahasiswa PPKT angkatan 2009 di SMPN 66 Jakarta Selatan yang selalu memberikan semangat serta bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
9. Ayah dan Ibu tercinta, bapak Tatang Sopandi dan ibu Iis yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih dan sayangnya dikala sehat maupun sakit, dikala susah maupun senang, dikala mudah ataupun sulit, serta membantu penulis dengan segenap kemampuan dan doa-doanya dalam setiap sholatnya, serta tak henti-hentinya mengingatkan dan memberi semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
10. Adik-adikku tersayang Topik Ismail, Nurmi Ulfah Sa’adah dan Siti Nur Azijah yang selalu menemani, memberi semangat, mendoakan serta membantuku selama penulisan skripsi ini.
11. Seseorang yang selalu meluangkan waktunya, memberikan motivasi, dukungannya dan mendoakan serta membantuku selama penulisan skripsi ini.
12. Samsul, Khaerul, Arif, Nurudin, Apik, Ferdi, Sule, Amar, Ato, dan sahabat-sahabat terbaikku yang lain yang selalu memberikan semangat dan bantuan serta tempat berkeluh kesah.
13. Teman-teman Fisika angkatan 2005 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang juga selalu memberikan semangat bantuan dan doanya.
14. Teman-teman angkatan 2005 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang juga selalu memberikan semangat dan doanya.
(8)
Semoga Allah akan membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Jakarta, 26 Juli 2010
(9)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAKS ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS ... 7
A. Deskripsi Teoritis ... 7
1. Pengertian Model Pembelajaran ... 7
2. Model Pembelajaran Inkuiri ... 10
a. Pengertian Inkuiri ... 10
b. Pembagian Inkuiri ... 13
c. Langkah-langkah Pelaksanaan Inkuiri ... 14
d. Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri ... 18
3. Metode Pembelajaran konvensional ... 19
a. Pengertian ... 19
b. Langkah-langkah Penerapan Metode Ceramah .... 20
(10)
a. Pengertian Belajar ... 22
b. Pengertian Hasil Belajar Fisika ... 24
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar .. 30
5. Gerak Lurus ... 33
a. Gerak Lurus Beraturan ... 35
b. Gerak Lurus Berubah Beraturan ... 35
c. Gerak Vertikal ... 36
B. Penelitian yang Relevan ... 38
C. Kerangka Pikir ... 39
D. Perumusan Hipotesis ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43
A. Metode Penelitian ... 43
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 43
C. Desain Penelitian ... 43
D. Populasi dan Sampel ... 44
E. Variabel Penelitian ... 44
F. Teknik Pengumpulan Data ... 45
G. Instrumen Penelitian ... 46
1. Instrumen Tes Hasil Belajar ... 46
a. Uji Validitas ... 46
b. Perhitungan Reliabilitas ... 47
c. Taraf Kesukaran ... 48
d. Daya Pembeda ... 49
2. Instrumen Nontes ... 50
H. Teknik Analisa Data ... 51
1. Teknik Analisis Data Tes Hasil Belajar ... 51
a. Uji Normalitas ... 52
b. Uji Homogenitas ... 53
c. Uji Analisis ... 54
(11)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Hasil Pretest Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 56
B. Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57
C. Rekapitulasi ... 58
D. Pengujian Persaratan Analisis Data ... 59
1. Uji Normalitas ... 59
2. Uji Homogenitas ... 59
3. Uji Analisis ... 60
E. Hasil Observasi ... 61
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 62
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 67
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 71
Lampiran 2 Instrumen Nontes ... 75
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 80
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 93
Lampiran 5 Validitas Instrumen ... 105
Lampiran 6 Data Pretes Kelas Eksperimen ... 122
Lampiran 7 Data Pretes Kelas Kontrol ... 126
Lampiran 8 Data Postes Kelas Eksperimen ... 130
Lampiran 9 Data Postes kelas Kontrol ... 134
Lampiran 10 Perhitungan Uji Normalitas ... 138
Lampiran 11 Perhitungan Uji Homogenitas ... 143
Lampiran 12 Perhitungan Uji Hipotesis ... 147
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri ... 15
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 43
Tabel 3.2 Kategori Derajat Kesukaran ... 49
Tabel 3.4 Kategori Daya Beda ... 50
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ... 58
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kai Kuadrat ... 59
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 60
Tabel 4.4 Ddata Hasil Observasi ... 61
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ... 41
Gambar 4.1 Histogram Tes Hasil Belajar (Pretest) Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 56
Gambar 4.2 Histogram Tes Hasil Belajar (Pretest) Kelas
(15)
Bidang pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan suatu wahana yang digunakan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik yang menyangkut berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitasnya.
Dalam proses pendidikan di sekolah menengah atas, banyak mata pelajaran yang diajarkan, salah satunya adalah ilmu pengetahuan alam (IPA). IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.1 IPA juga merupakan bagian dari pendidikan yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan seperti penyempurnaan kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, serta meningkatkan kualitas pengajaran di kelas dengan berbagai pendekatan dan metode, sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas dan berkompeten dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Ilmu
1
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 132
(16)
pengetahuan alam itu sendiri memiliki beberapa cabang ilmu, salah satunya adalah ilmu fisika.
Ilmu fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam. Ilmu fisika jugamerupakan bagian ilmu pengetahuan yang bersinggungan dengan biologi dan kimia. Oleh karena itulah ilmu fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari. Akan tetapi sampai saat ini masih banyak siswa yang beranggapan bahwa pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Salah satu konsep fisika yang dianggap sulit adalah konsep gerak. Pada konsep gerak ini, banyak sekali konsep yang diajarkan, salah satunya mereka agak kesulitan dalam menentukan gerak dan perpindahan, kecepatan dan percepatan. Hal ini umumnya terjadi karena metode pengajaran yang digunakan hanya metode ceramah, jarang sekali menggunakan metode yang bervariasi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa, hal tersebut terlihat berdasarkan indikator hasil belajar selama limat tahun terakhir pada program studi IPA rata-rata siswa memperoleh nilai dibawah 4.00 (dalam skala 10) pada pelajaran fisika. Diantara faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa tersebut adalah proses pembelajaran fisika yang ditemui secara umum lebih menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian materi semata daripada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa adalah sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan merasa terbebani dalam belajar fisika. Selain itu, siswa juga memiliki andil dalam menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika misalnya ketidakmampuan siswa dalam memahami dan menarik kesimpulan dari konsep yang disampaikan guru, sehingga siswa kurang mampu dalam meyelesaikan soal-soal. Fenomena yang terjadi adalah siswa menjadi enggan belajar fisika karena mereka menganggap bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit.
(17)
Berdasarkan permasalahan di atas, maka untuk mengatasinya diperlukan adanya suatu model yang dapat menarik minat siswa untuk mempelajari ilmu fisika. Model yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran serta jenis materi yang diajarkan. Kurang tepatnya menggunakan model pembelajaran, dapat menimbulkan kebosanan, monoton, atau bahkan siswa kesulitan dalam memahami konsep yang diajarkan.
Untuk membantu siswa memahami konsep-konsep fisika khususnya pada konsep gerak ini, diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap proses belajar siswa. Model pembelajaran tersebut mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiataan belajar mengajar.
Saat ini banyak sekali model-model pembelajaran yang bermunculan. Model-model tersebut mengharuskan adanya suatu perubahan lingkungan belajar. Suatu variasi dimana siswa belajar, bekerja, dan berinteraksi di dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa dapat saling bekerja sama, saling membantu berdiskusi dalam memahami materi pelajaran maupun mengerjakan tugas kelompok. salah satunya adalah pembelajaran dengan model inkuiri. Model inkuiri adalah merupakan cara pembelajaran yang mengajarkan kepada siswa untuk menjadi kritis, analisis argumentatif dalam mencari jawaban-jawaban berbagai permasalahan yang ada dialam, melalui pengalaman-pengalaman dan sumber lainnya.
Pada dasarnya inkuiri adalah suatu perluasan proses diskoveri (penemuan) dalam cara yang lebih dewasa, sebagai tambahan pada proses diskoveri, inkuiri mengandung proses-proes mental yang lebih tinggi tingkatannya. Dalam pelaksanaannya metode inkuiri itu menghadapkan siswa kepada situasi bertanya-tanya.
Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung kedalam proses ilmiah dalam waktu yang singkat. Hasil penelitian Schlenker, dalam Joyce dan Weil, menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan
(18)
pemahaman sains, produktif dalam berfikir kreatif, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh informasi.2
Model pembelajaran dengan model inkuiri ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika. Hal ini karena metode inkuiri lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar, siswa terlebih dahulu mengadakan kegiatan-kegiatan di laboratorium yaitu proses mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan kegiatan praktikum yang telah dirancang oleh guru. Hal itu akan lebih membuat belajar fisika menjadi menyenangkan dan lebih berkesan, karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. fisika merupakan generalisasi dari gejala alam yang tidak perlu dihapal tetapi perlu dimengerti, dipahami dan diterapkan.
Dengan cara ini, siswa diharapkan dapat lebih mudah memahami konsep-konsep fisika, khususnya pada konsep-konsep gerak. Pada konsep-konsep tersebut apabila siswa hanya diberikan penjelasan mereka akan kebingungan untuk menentukan jarak dan perpindahan, kecepatan dan percepatan, gerak vertikal, dan sebagainya. Dengan model inkuiri diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep gerak tersebut dan dapat merangsang kemampuan berpikir siswa serta tercipta dialog antara siswa dengan guru sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Pokok Bahasan Gerak.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Adanya anggapan bahwa materi fisika merupakan materi yang sulit untuk dipelajari.
2
Triatno, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik “Konsep, Landasn Teoritis-Praktis dan Implementasinya”,(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), cet. 1, h. 136
(19)
2. Model pengajaran yang digunakan guru umumnya hanya ceramah, jarang sekali menggunakan model yang bervariasi.
3. Guru sulit dalam memilih model mengajar yang tepat dan sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi yang diajarkan.
4. Proses pembelajaran fisika lebih menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian materi semata, sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa.
5. Sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan merasa bosan dalam belajar fisika.
C. Pembatasan Masalah
Mengacu pada masalah-masalah yang muncul diatas, maka demi terarahnya penelitian ini penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti yakni hanya pada masalah berikut:
1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar fisika siswa pada pokok bahasan gerak yang diajarkan pada semester genap kelas X, karena materi tentang gerak merupakan materi yang sering dialami siswa setiap hari. Sehingga siswa akan lebih mudah memahaminya.
2. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil tes kognitif saja. Ranah kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Rin W. Anderson dan David R. Krathwohl.3 Ranah kognitif yang akan diukur pada penelitian ini adalah mulai C1 sampai dengan C4.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini hanya dibatasi pada penerapan model inkuiri bebas yang dimodifikasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar hanya dijadikan sebagai acuan pengambilan kesimpulan saja.
3
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.117 – 121.
(20)
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersbut ditas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Gerak ”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini yaitu; Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan
penerapan inkuiri terhadap hasil belajar fisika siswa.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah agar menjadi dasar dalam proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan pihak sekolah menyarankan kepada para guru agar dapat menggunakan model dan metode yang bervariasi dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Bagi guru, dapat memberikan masukan alternatif dalam mengajarkan pelajaran fisika melalui metode inkuiri. Dan para guru diharapkan dapat menyusun rencana pengajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menunjang frestasinya.
3. Bagi siswa, dapat membantu dalam belajar fisika dan diharapkan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi fisika. Sehingga hasil belajar fisika siswa akan meningkat.
4. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi tentang pengaruh penerapan model inkuiri terhadap hasil belajar fisika siswa.
(21)
A. Deskripsi Teoretis
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model adalah deskripsi atau representasi fisik yang meningkatkan pemahaman tentang sesuatu yang tidak dapat secara langsung diamati.1 Atau penyerdehanaan dari sejumlah aspek dunia nyata. Model juga diartikan sebagai pola yang mewakili dunia nyata secara benar dan tepat. Suatu model dapat berbentuk tiruan mini dari dunia fisik yang nyata, atau juga hanya berbentuk suatu diagram, suatu konsep, ataupun suatu persamaan matematis atau rumus.
Dalam pembelajaran, guru berperan sebagai orang yang mengajar siswa mengenai bahan pelajaran. Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar, meliputi mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa yang dapat mendorong siswa dalam melakukan kegiatan belajar.. Kunci proses mengajar terletak pada penataan dan perancangan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat berinteraktif. Siswa dapat berinteraktif aktif apabila telah mencapai perkembangan dan kematangan psikologisnya yang merupakan hasil dari kesadaran yang mereka lakukan atas kontak mereka dengan lingkungan dunia fisik dan sosialnya.
Berdasarkan pengertian model dan mengajar, maka model mengajar diartiakn sebagai suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, sehingg memudahkan siswa dalam memahami materi yang di ajarkan oleh guru. Menurut Weil Marsha, model pembelajaran adalah pedoman untuk membentuk aktivitas pembelajaran dan lingkungan.2 sedangkan menurut Syah model pembelajaran dapat dinyatakan sebagi blue print mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai
1
Alberta, Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry-based Learning. (Alberta learning, Alberta, Canada. 2004) Chapter 2/7
2
Weil, Marsha. Personal Models of Teaching, (Prntice-Hall, inc., Englewood Cliffs, New Jersey) h. 2
(22)
tujuan- tujuan pengajaran dan dijadikan pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar.3
Trianto menyatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.4 Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Joice dan Weil dalam Trianro menyatakan bahwa: ”Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”.5 Hal ini berarti bahwa model belajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide sendiri. Selain itu mereka juga mengajarkan bagaimana mereka belajar.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku- buku, film, komputer, kurikulum, dan lain- lain. Selanjutnya mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian sehingga tujuan pembelajaran tercapai6. Model pembelajaran merupakan desain pembelajaran yang didalamnya terdapat proses perancangan metode pembelajaran yang paling optimal untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan dalam menjalankan proses pembelajaran berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, materi yang disajikan, siswa yang belajar, dan situasi pembelajaran yang diciptakan
3
Muhaibin Syah, Psikologi Pendidikan , (Bandung:PT Remaja Rosdkarya, 1997) h.189 4
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek , (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.1
5
Trianto, Ibid, h.1 6
Bornok Sinaga.,Efektifitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL) Pada Kelas 1 SMU Dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat,(Jurnal FMIPA UNIMED) , hal.124
(23)
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau suatu pola pendekatan yang digunakan untuk mendesain pembelajaran. Dalam model mengajar terkandung strategi mengajar, yaitu pola urutan kegiatan intruksional yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Didalam strategi mengajar guru menerapkan sejumlah teknik- teknik mengajar seperti bagaimana menata kelas, mengelompokan siswa, berinteraksi, dan menerapkan beraneka ragam pendekatan.
Adapun Soekamto, dkk dalam Trianto mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengoganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar..7
Jadi model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut8:
a) Sahih (valid).Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu: (1) apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat; dan (2) apakah terdapat konsintensi internal.
b) Praktis. Aspek kepraktisan hanya dipenuhi jika: (1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) kenyataan menunjukan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.
c) Efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas, Nieven memberikan parameter sebagai berikut: (1) ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan (2) secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
7
Trianto, Model- Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h..5
8
(24)
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola pendekatan yang mempunyai ciri- ciri khusus yang direkayasa sedemikian rupa dalam mendesain pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang isinya mencangkup perencanaan/perancangan, pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Inkuiri a. Pengertian Inkuiri
Inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang diambil dari konsep teori kontruktivisme.9 Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt, 2003)10.
Inkuiri adalah sebuah ide kompleks yang mengaitkan berbagai hal pada tiap orang dalam berbagai kondisi.11 Inkuiri adalah istilah dalam bahasa inggris, ini merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar didepan kelas. Adapun pelaksanaannya, guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya didalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka
9
Susilo, Inquiry in English For Young Learners Class: Enhancing Children’s Creativity and Critical Thinking. (Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, ISSN 0215 9341, Februari 2004) h. 35
10
Herfis, ”Pembelajaran Inkuiri,” artikel diakses pada tanggal 22 Oktober 2009 dari http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html.
11
Alif Noor Hidayati, Upaya Meminimalkan Kesalahan Konsep dalam Pola Interaksi Organisme pada Siswa Kelas 1F MTsN 1 Semarang Melalui Metode Penemuan Bevisi sets (Widya Tama Vol.1 No 4. Desember 2004)
(25)
dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik12.
Inkuiri adalah keyakinan dasar bahwa siswa harus belajar penuh dan aktif dalam proses penyelidikan, pemerosesan, mengumpulkan, memadukan, meyaring dan menyampaikan pengetahuan mereka pada sebuah topik.13 Alberta mendefinisikan inkuiri sebagai suatu proses dimana siswa terlibat dalam pembelajaran mereka, merumuskan pertanyaan, menyelidiki secara luas dan kemudian membangun pemahaman baru, makna dan pengetahuan yang baru bagi siswa dan dapat digunakan untk menjawab pertanyaan, untuk mengembangkan solusi atau untuk mendukung suatu posisi atau sudut pandang.14
National Science Education Standards menggunakan istilah inkuiri dalam dua hal berbeda. Pertama, inkuiri menunjukan pada kemampuan siswa mengembangkan kemampuan merancang dan melakukan investigasi ilmiah serta pemahaman siswa akan hakikat penemuan ilmiah. Kedua, inkuiri menunjukkan pada strategi belajar mengajar yang memungkinkan konsep ilmiah dikuasai melalui investigasi.15 Inkuiri adalah aktivitas beraneka segi yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, memeriksa buku-buku atau sumber informasi lain untuk melihat apa yang telah diketahui, merencanakan investigasi, memeriksa kembali apa yang telah diketahui menurut bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menginterpretasi data, mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Inkuiri memerlukan identifikasi asumsi, berpikir kritis dan logis, dan pertimbangan keterangan atau penjelasan alternatif.
Inkuiri menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembang keterampilan pemecahan
12
Dra. Roestiyah N.K. Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Cet. 7, h. 75
13
Jeni Wilson and kath Murdoch, artikel diakses dari http:// ss.uno.edu//SS/ TeachDevel/ Teachmethods/Inquirymethod. html
14
Alberta, Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry-based Learning. (Alberta learning, Alberta, Canada. 2004) Chapter 1/1
15
Diane Jass Ketelhut, Inquiry Learning in Multi-User Virtual Environments, (Harvard Graduate school of Education) h.1
(26)
masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehingga memungkinkan mereka menjadi pebelajar sepanjang hayat. Dengan kata lain inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban dan memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan kemampuan berfikir logis dan kritis..
Inkuiri melibatkan komunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, obyektif, dan bermakna, dan untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Inkuiri memungkinkan guru belajar tentang siapakah siswa mereka, apa yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa mereka bekerja, sehingga guru dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru mengenai siswa mereka.
Kegiatan pembelajaran selama menggunakan model inkuiri ditentukan oleh keseluruhan aspek pengajaran di kelas, proses keterbukaan dan peran siswa aktif. Pada prinsipnya, keseluruhan proses pembelajaran membantu siswa menjadi mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif. Peran guru bukan hanya membagikan pengetahuan dan kebenaran, namun juga berperan sebagai penuntun dan pemandu
Peran guru adalah menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Bukan memberikan informasi atau ceramah kepada siswa. Guru juga harus memfokuskan pada tujuan pembelajaran, yaitu mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dan keterampilan berpikir kritis siswa. Setiap pertanyaan yang diajukan siswa sebaiknya tidak langsung dijawab oleh guru, namun siswa diarahkan untuk berpikir tentang jawaban dari pertanyaan tersebut.
Trowbridge dan Bybee dalam I Made Wirtha dan Ni Ketut Rapi menyatakan bahwa, dalam inkuiri pembelajaran menjadi lebih berpusat pada anak, proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri pada diri siswa, tingkat pengharapan bertambah, pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat pendekatan inkuiri, dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal, dan pendekatan inkuiri memberikan waktu pada
(27)
siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. 16 pada perinsipnya proses inkuiri ini adalah identifikasi dan pernyataan masalah, pengembangan hipotesis, pengumpulan data, pengujian hipotesis dan perumusan keterampilan.17
b. Pembagian Inkuiri
Sunand dan Trownbridge (1973) dalam E. Mulyasa, mengemukakan bahwa Pelaksanaan model inkuiri ini mempunyai tiga macam cara, yaitu:
1) Inkuiri terpimpin (guide inquiry); yaitu peserta didik memperoleh pedoman sesuai yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru, peserta didik tidak merumuskan permasalahan. Petunjuk mengenai cara penyusunan dan mencatat data dibuat oleh guru.
2) Inkuiri bebas (free inquiry); Dalam hal ini peserta didik melakukan penelitian bebas sebagaimana seorang ilmuan, metodenya adalah setiap peserta didik dilibatkan dalam kelompok tertentu, setiap kelompok mempunyai tugas yang sesuai. Misalnya ada koordinator kelompok, pembimbing tekhnis, pencatat dan pengevaluasi data.
3) Inkuiri bebas yang dimodipikasi (modified free inquiry); pada inkuiry jenis ini guru hanya sebagai pemberi masalah atau peroblem, kemudian peserta didikdiminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.18
16
I Made Wirtha dan Ni Ketut Rapi, Pengaruh Model pembelajaran dan Penalaran Formal terhadap Penguasaan konsep Fisika dan Sikap Imiah siswa SMA Negeri 4 Singaraja
(Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan) h.19 17
Budi Eko Soetjipto, Penggunaan pengajaran Inkuiri di Sebuah Sekolah Dasar di Victoria, Australia, (Jurnal Pendidikan MIPA, Vol 6 No 2 th 2005) hal. 107
18
E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005). Cet. 3, h 108
(28)
c. Langkah-Langkah Pelaksanaan Inkuiri
Menurut Gulo sebagai mana yang dikutip Trianto menyatakan bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiry adalah sebagai berikut19.
a) Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan.
Kegiatan inkuiri dilaksanakan ketika pertanyaan atau permaslahan diajukan. Untuk meyakinkan pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan dipapan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.
b) Merumuskan hipotesis.
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahakan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
c) Mengumpulkan Data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
d) Analisis Data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran ‘benar’ atau ‘salah’. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.
e) Membuat Kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiry adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang dieroleh siswa.
19
(29)
Tahapan-tahapan yang harus dilakukan pada model inkuiri ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut ini.20
Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Menyajikan pertanyaan atau masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah, dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok
Tahap 2
Membuat hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswauntuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memperioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan
Tahap 3
Merancang percobaan
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
Tahap 4
Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.
Tahap 5
Mengumpulkan dan menganalisis data
Guru memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
Tahap 6
Membuat kesimpulan
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
Agar penerapan strategi inkuiri dapat berhasil dengan baik, maka guru perlu memahami beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam merancang inkuiri seperti disarankan oleh Keffer (2000) sebagaimna yang dikutif herfis antara lain sebagai berikut:21
1) Siswa harus dihadapkan dengan masalah-masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dan sumbernya bisa dari siswa sendiri maupun dari guru. Pada tahap awal, masalah yang akan dipecahkan sebaiknya terstruktur, tidak open-ended (ujung terbuka) dan jawabannya tidak bias.
20
Trianto Op. Cit, h. 141 21
(30)
2) Siswa harus diberi keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan masa-lahnya. Dalam hal ini guru harus dapat menjadi fasilitator dan motivator bagi siswa. Siswa mungkin akan merasa kesulitan dan berputus asa pada saat mengalami hambatan jika tidak dibantu oleh guru.
3) Siswa harus memiliki informasi awal tentang masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, guru harus berperan dalam memberikan informasi pendukung baik dengan cara melibatkan siswa bekerja bersama guru atau diberikan saran tentang sumber-sumber dan wujud informasi yang dibutuhkan dan dapat dicari dan diperolehnya sendiri.
4) Siswa harus diberikan kesempatan melakukan sendiri dan mengevaluasi hasil kegiatannya. Guru memonitor kegiatan siswa dan memberi bantuan jika siswa betul-betul sudah tidak mampu memecahkan masalahnya.
5) Siswa diberikan waktu cukup untuk bekerja berdasarkan pendekatan baru secara individual maupun berkelompok dan perlu diberikan contoh yang tepat dan agar dapat membedakan contoh salah yang berkaitan dengan masalah.
Untuk meningkatkan teknik inkuiri dapat ditimbulkan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut22:
1) Membimbing kegiatan laboratorium.
Guru menyediakan petunjuk yang cukup luas kepada siswa, dan sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Dimana siswa melakukan kegiatan percobaan/ penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep atau perinsip-prinsip yang telah ditetapkan guru.
2) Modifikasi inkuiri
Dalam hal ini guru hanya menyediakan masalah-masalah, dan menyediakan bahan / alat yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara perseorangan atau kelompok. Bantuan yang diberikan harus berupa pertanyaan-pertanyaan, yang memungkinkan siswa dapat berpikir dan menemukan cara-cara penelitian yang tepat.
22
Drs. Isjoni, M.Si, dkk. Pembelajaran Visioner: Perpaduan Indonesia Malaysia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Cet. I, h. 143-145
(31)
3) Kebebasan inkuiri
Setelah siswa mempelajari dan mengerti tentang bagaimana memecahkan suatu problema dan memperoleh pengetahuan cukup tentang mata pelajaran tertentu; serta telah melakukan ”modifikasi inkuiri”, maka siswa telah siap untuk melakukan kegiatan kebebasan inkuiri. Dimana guru dapat mengundang siswa untuk melibatkan diri dalam kegiatan ”kebebasan inkuiri”, dan siswa dapat mengidentifikasi dan merumuskan macam-macam masalah yang akan dipelajari.
4) Inkuiri pendekatan peranan
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah, yang cara-caranya serupa dengan cara-cara yang biasanya diikuti oleh para ”ilmiawan”. Suatu undangan memberikan suatu masalah kepada siswa, dan dengan pertanyaan yang telah direncanakan dengan teliti, mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan seperti: merancang eksperimen, merumuskan hipotesa, menetapkan pengawasan dan seterusnya.
5) Mengundang kedalam inkuiri
Merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing terdiri dari 4 anggota untuk memecahkan masalah, masing-masing anggota diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda seperti: koordinator tim, penasehat teknis, mereka data, proses penilaian. Anggota tim menggambarkan peranan-peranan diatas, bekerjasama untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan topik yang akan dipelajari.
6) Teka-teki bergambar
Adalah salah satu teknik untuk mengembangkan motivasi dan perhatian siswa didalam diskusi kelompok kecil/besar. Gambar, peragaan atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa.
7) Synectics leson
Pendekatan ini untuk menstimulir bakat-bakat kreatif siswa. Misalnya science dan ilmu-ilmu sastra lebih lanjut dikatakan bahwa emosi, efektif, dan komponen-komponen arasional kreatif pada permulaannya adalah lebih
(32)
penting dibandingkan dengan pikiran-pikiran rasional. Pada dasarnya ”synectics” memusatkan pada keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk kiasan agar supaya dapat membukainteligensinya dan mengembangkan daya kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan karena ”kiasan” dapat membantu dalam melepaskan ”ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam memandang suatu masalah sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.
8) Kejelasan nilai-nilai
Perlu diadakan evaluasi lebih lanjur tentang keuntungan-keuntungan pendekatan ini, terutama yang menyangkut sikap, nilai-nilai dan pembentukan ”self-concept” siswa. Ternyata dengan teknik inkuiri siswa melakukan tugas-tugas kognitif lebih baik.
d. Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri
Menurut Amin (1987) sebagaimana yang dikutip Herfis, inkuiri sebagai model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan seperti:23
(a) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
(b) menciptakan suasana akademik yang mendukung berlang-sungnya pembelajaran yang berpusat pada siswa,
(c) membantu siswa mengembangkan konsep diri yang positif,
(d) meningkatkan pengharapan sehingga siswa mengembangkan ide untuk menyelesaikan tugas dengan caranya sendiri,
(e) mengembangkan bakat individual secara optimal, (f) menghindarikan siswa dari cara belajar menghafal.
Model pembelajaran inkuiri memiliki keunggulan sebagai berikut24:
a) Dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik. b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang seru.
23
Herfis, op. cit.
24
Dra. Roestiyah N.K. Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Cet. 7, h. 76-77
(33)
c) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atau inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur dan terbuka.
d) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. f) Situasi proses belajar menjadi merangsang.
g) Dapat mengembangakan bakat atau kecakapan individu. h) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
i) Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar yang tradisional.
j) Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Adapun kelemahan dari metode pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut a) Metode inkuiri memerlukan waktu yang banyak sehingga tidak cocok
digunakan di sekolah dengan jadwal yang kaku.
b) Metode inkuiri tidak bisa digunakan pada semua bidang mata pelajaran. c) Siswa lebih suka dengan metode tradisional.
d) Siswa tidak ingin terlibat dalam proses berpikir.
3. Metode Pembelajaran Konvensional a. Pengertian
Metode konvensional yang digunakan sebagai kontrol dalam penelitian ini adalah metode ceramah, yang diselingi tanya jawab antara guru dengan siswa atau sebaliknya. Metode ceramah merupakan salah satu metode yang konvensional yang masihdipergunakan dalam strategi belajar mengajar. Dan untuk menmgoptimalkan penggunaan metode ini sebagai kontrol perlu dipelajari karakteristik, kelebihan dan kelemahannya.
Hasibun dan moejiono mengemukakan bahwa metode ceramah adalah cara penyampaian bahan dengan komunikasi lisan serta ekonomis dan efektif untuk keperluan penyempaian indormasi dan pengertian.25Armai Arief mengemukakan
25
Hasibuan dan Moejiono, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 13
(34)
bahwa yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai.26
Menurut Usman, metode ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru dimuka kelas.27 metode ceramah merupakan teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh guru disekolah. Peran murid pada metode ceramah adalah sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan dan mencatat keterangan-keterangan guru bila diperlukan.
Dari pendapat para ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metode ceramah yaitu suatu teknik mengajar atau cara penyampaian informasi yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi-materi pelajaran kepada siswa secara lisan.
b. Langkah-langkah Penerapan Metode Ceramah
langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: 28
1. Langkah Persiapan
Persiapan yang dimaksud disini adalah menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pelajaran dan pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam pelajaran tersebut. Disamping itu, guru memperbanyak bahan appersepsi untuk membantu mereka memahami pelajaran yang akan disajikan.
2. Langkah Penyajian
Pada tahap ini guru menyajikan bahan yang berkenaan dengan pokok-pokok masalah.
3. Langkah Generalisasi
Dalam hal ini unsur yang samadan berlainan dihimpun untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulan mengenai pokok-pokok masalah.
26
Dr. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) h. 135
27
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h. 34
28
(35)
4. Langkah Aplikasi Penggunaan
Pada langkah ini kesimpulan atau konklusi yang diperoleh digunakan dalam berbagai situasi sehingga nyata makna kesimpulan itu.
Ceramah sebagai metode pengajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode ceramah antara lain:29
1) Penggunaan waktu yang efisien. 2) Organisasi kelas lebih sederhana.
3) Dapat memberikan motivasi dan dorongan terhadap siswa dalam belajar; 4) Apabila penceramahan berhasil baik,dapat menimbulkan semangat, kreasi
yang konstuktif, dan merangsang;
5) Fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan
Menurut Hisyam Zaini dkk, menyebutkan kelebihan dari metode ceramah sebagai berikut:30
1) Praktis dari sisi persiapan dan media yang digunakan 2) Efisien dari segi waktu dan biaya.
3) Dapat menyampaikan materi yang banyak. 4) Mendorong dosen menguasai materi.
5) Lebih mudah mengontrol kelas. Peserta didik tidak perlu persiapan. 6) Peserta didik dapat langsung menerima ilmu pengetahuan
Kelemahan metode ceramah sebagai berikut:31 1) membosankan
2) peserta didik tidak aktif. 3) Informasi hanya satu arah. 4) Feed back relatif rendah. 5) Menggurui dan melelahkan
6) Kurang melekat pada ingatan peserta didik. 7) Kurang terkendali, baik waktu maupun materi 8) Menonton.
29
Basyiruddin Usman, Op. Cit. h. 34-35 30
Hisyam Zaini dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) h. 91
31
(36)
9) Tidak mengembangkan kreativitas peserta didik. 10)Menjadikan peserta didik hanya sebagai ojek didik. 11)Tidak merangsang peserta didik untuk membaca.
Kelemahan metode ceramah menurut Basyirudin Usman adalah: 32
2) guru seringkali mengalami kesulitan dalam mengukur kemampuan siswa sampai sejauh mana pemahaman mereka tentang materi yang diceramahkan; 3) siswa cenderung pasif dan sering keliru dalam menyimpulkan penjelasan
guru;
4) bilamana guru menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya dalam tempo terbatas, menimbulkan kesan pemaksaan terhadap kemampuan siswa;
5) Cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang, karena guru kurang memperhatikan faktor-faktor psikologis siswa, sehingga bahan yang dijelaskan menjadi kabur.
4. Hasil Belajar Fisika a. Pengertian Belajar
Belajar atau juga yang disebut dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada prilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.33 Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap34. Jadi belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory seperti yang dikutif oleh Syah, berpendapat bahwa Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah
32
Basyiruddin Usman, Op. Cit, h. 35 33
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan lingkungan, (jakarta: Kizi Brother’s, 2006) h. 76
34
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2005) h.97
(37)
suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi menurut Hintzman perubahan tingkah laku yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut, baru dapat dikatakan belajar apabila dapat mempengaruhi organisme.35
Menurut Syah, belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar. 36
Belajar merupakan proses aktif pelajar untuk mengkonstruksikan arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannnya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
1) Belajar membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dipunyai.
2) Konstruksi arti adalah proses secara terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
35
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-9 h. 92
36
(38)
Belajar menurut Iskandarwassid bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan.37. Disini terlihat bahwa orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Slameto yang menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.38
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha seseorang dengan menggunakan potensi yang dimilikinya untuk mengadakan perubahan fisik, mental juga tingkah laku yang harus didukung oleh lingkungannya.
Oleh karenanya belajar merupakan kegiatan manusia yang terpenting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup. Dengan kata lain, melalui belajar dapat memperbaiki nasib dan mencapai cita-cita yang didambakan.
b. Pengertian Hasil Belajar Fisika
Hasil belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes yang dapat melihat pencapaian hasil belajar sisiwa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar. Tes hasil belajar yang
37
Iskandarwassid, Mpd. Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008) h. 5
38
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995),Cet. Ke-3, h. 2
(39)
dilaksanakan oleh siswa memiliki peranan penting, baik bagi guru ataupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi guru, tes prestasi belajar dapat mencerminkan sejauh mana materi pelajaran dalam proses belajar dapat diikuti dan diserap oleh siswa sebagai tujuan instruksional. Bagi siswa tes prestasi belajar bermanfaat untuk mengetahui sebagai mana kelemahan-kelemahannya dalam mengikuti pelajaran.
Hasil belajar merupakan peristiwa yang bersifat internal dalam arti sesuatu yang terjadi dalam diri seseorang. Peristiwa tersebut dimulai dari adanya perubahan kognitif atau pengetahuan untuk kemudian berpengaruh pada prilaku. Dan perilaku belajar seseorang didasarkan pada tingkat pengethuan terhadap suatu yang dipelajari dapat diketahui melalui tes yang pada akhirnya memunculkan skor atau nilai belajar dalam bentuk riil.
Dari berbagai pengertian yang ada dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa, etelah mengalami proses belajar mengajar dan ditandai dengan adanya perubahan kepandaian, kecakapan, dan tingkah laku pada siswa itu sendiri.
Klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotoris.39 Ketiga ranah tersebut masing-masing memiliki beberapa tingkatan atau jenjang-jenjang. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Kognitif
Hasil belajar penguasaan materi (kognitif) bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak.40 Pada tahun 2001 Rin W. Anderson dan David R. Krathwohl merevisi taksonomi Bloom menjadi (1)
remember, (2) understand, (3) apply, (4) analyze, (5) evaluate, dan (6) create.41
39
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. XI, hal. 22
40
Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 14.
41
(40)
Akan tetapi saat ini taksonomi Bloom yang belum direvisi ini masih banyak digunakan oleh masyarakat pendidikan di negara kita.
Kemampuan-kemampuan yang termasuk ke dalam domain kognitif oleh Bloom dkk yang belum direvisi ini, dikategorikan lebih terinci secara hierarkis ke dalam enam jenjang kemampuan, mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan-knowledge, (2) pemahaman-comprehension, (3) penerapan-aplication, (4) analisis-analysis, (5) sintesis-synthesis, dan (6)
evaluasi-evaluation.
Jenjang kemampuan yang lebih tinggi sifatnya lebih kompleks, dan merupakan peningkatan dari jenjang kemampuan yang lebih rendah, penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Jenjang kemampuan ingatan/hafalan (recall)/C1
Jenjang ini didefinisikan sebagai proses mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, mencakup fakta, rumus, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari. Pada jenjang ini, siswa dapat menggunakan kata kerja khusus seperti mengemukakan arti atau definisi suatu konsep, menamakan sesuatu, membuat daftar, memberi nama, mencocokan, menentukan lokasi, mendeskripsikan suatu konsep, menceritakan apa yang terjadi, ataupun menguraikan apa yang terjadi.
2) Jenjang kemapuan pemahaman (comprehention)/C2.
Pada jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi yang dipelajarinya, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi) menjelaskan informasi yang diterima dengan kata-kata sendiri.
3) Jenjang kemampuan penerapan/aplikasi (application)/C3.
Jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi, prinsip, aturan, atau metode yang telah dipelajari dalam situasi konkrit yang baru, seperti melakukan percobaan, membuat peta, membuat model, menghitung kebutuhan, dan merancang strategi. Biasanya menggunakan kata
(41)
kerja khusus seperti mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, memecahkan masalah, meramalkan dan sebagainya.
4) Jenjang kemampuan analisis (analysis)/C4.
Jenjang ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan suatu materi ke dalam bagian-bagiannya, atau menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antara komponen informasi tersebut menjadi jelas. Misalnya siswa dapat menggunakan kata kerja khusus seperti menguraikan, menarik kesimpulan, mengkaji ulang, mengidentifikasi, membuat diagram, menghubungkan, dll.
5) Jenjang kemampuan sintesis (synthesis)/C5.
Jenjang ini merupakan kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan objek-objek, peristiwa, dan informasi lainnya. Kata kerja khusus yang digunakan seperti menggolong-golongkan, menggabungkan, menyususun, mencipta (memikirkan suatu rencana), menceritakan dan sebagainya.
6) Jenjang kemampuan evaluasi (evaluation)/C6.
Jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu materi (pernyataan, uraian, pekerjaan) berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan. Pada jenjang ini, kata kerja khusus yang digunakan umumnya seperti memberi nilai, memperbandingkan, menyimpulkan, mengkritik, mempertentangkan, mempertimbangkan kebenaran dan sebagainya.
Untuk menilai atau mengukur aspek penguasaan materi (kognitif) ini digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan tersebut.42
b. Afektif
Hasil belajar proses yang berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilihan kecakapan proses atau metode. Tipe hasil belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatian
42
(42)
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.43 Meurut Moh. Uzer Usman, hasil belajar afektif terbagi dalam lima kategori yaitu:44
1) Penerimaan
Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
2) Pemberian respons
Satu tingkat diatas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
3) Penilaian
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
4) Pengorganisasian
Mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkahlaku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
5) Karakterisasi
Mengacu lepada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkahlaku menjadi lebih konsisten dan lebimudadiperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.
Untuk menilai aspek atau mengukur hasil belajar ini dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat nontes, misalnya: kuesioner dan observasi.
43
Nana Sudjana, Op. Cit, h. 30 44
Drs. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya). Hal. 35-36
(43)
c. Psikomotor
Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar. Simpson dalam Sofyan, menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan bertindak individu.45
Terdapat enam tingkatan keterampilan (skill) yaitu:
1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain.
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan yang sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive
seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.46
Selain itu Dave dalam Uzer Usman, mengklasifikasikan domain psikomotor ke dalam lima kategori, yaitu:47
1) Peniruan
Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
2) Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkahlaku saja.
45
Ahmad Sofyan, dkk., Op. Cit, h. 23 46
Nana Sudjana, Op. Cit, h. 30-31 47
(44)
3) Ketetapan
Memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
4) Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepatdan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal diantara gerakan-gerakan yang berbeda.
5) Pengalamiahan
Menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud hasil belajar fisika siswa adalah pengetahuan yang dicapai siswa pada mata pelajaran fisika setelah mengalami proses pengajaran disekolah dari hasil tes atau ujian yang diberikan setelah melewati proses belajar pada akhir materi. Asumsinya adalah pengetahuan yang diajarkan oleh guru pada mata pelajaran fisika dapat diserap secara optimal oleh siswa sehingga hasil belajar siswa dapat menggambarkan hasil pengajaran.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung wajar. Kadang-kadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat kadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian diantara kenyataan yang sering kita jumpa pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar mengajar.
Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya. Zikri Neni dalam bukunya menjelaskan bahwa hasil
(45)
belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.48 Hal tersebut serupa dengan Ngalim Purwanto pun membagi faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar menjadi dua, yaitu:49
1) Fakor yang ada pada diri organizme itu sendiri yang kita sebut faktor individual, dan
2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial.
Jadi, secara umum, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini penulis akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan kedua faktor tersebut. 1) Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang dalam hal ini dalam diri siswa. Faktor ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:50
a) Faktor Fisiologis
Faktor ini ditinjau berdasarkan keadaan jasmani. Kondisi umum jasmani dan
tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing- pusing kepala misalnya, dapat menurunkan ranah cipta kognitif sehingga materi yang dipelajarinya kurang atau tidak berbekas.
Jadi orang yang sehat akan berbeda dengan pengaruhnya terhadap belajar dibandingkan dengan jasmani yang kurang sehat. Kondisi fisiologi siswa terdiri atas kondisi kesehatan dan kebugaran fisik serta kondisi panca inderanya, terutama sekali indera penglihatan dan pendengaran.
Apabila seseorang siswa memiliki kondisi fisiologi yang kurang baik seperti indera pendengaran dan penglihatannya kurang baik, maka hampir dapat dipastikan siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam belajar, sebagaimana telah disebutkan pada awal penulisan. Jika hal tersebut tidak segera di tindak
48
Zikri Neni Iska, Op. Cit, hal. 85 49
Nglim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bamdung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), Cet. 5, hal. 102
50
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, hal.131-138
(46)
lanjuti maka akan berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh siswa tersebut.
b) Faktor Psikologis
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi belajar menyebutkan, yang termasuk ke dalam faktor psikologis diantaranya adalah: motivasi, minat, dan bakat. Apabila seseorang memiliki motivasi, minat, dan bakat maka ia akan terpacu untuk terus belajar. Dengan kata lain ia memiliki semangat yang luar biasa untuk terus belajar. Akan tetapi sebaliknya apabila keadaan individunya seperti kurang sehat, gangguan pada inderanya, dan lain-lain, maka hal tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi kegiatan belajarnya.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini terdiri dari faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor Intsrumental.51
a) Faktor-Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 52 (1) Lingkungan Sosial
Faktor linkingan sosial juga bisa berwujud manusia dan reprentasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar siswa. Lingungan sekolah seperti guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Selanjutnya juga yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masarakat dilingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur misalnya akan sangat mempengaruhi aktifitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan
51
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 59
52
(47)
teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat- alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimiliki.
(2) Lingkungan Non Sosial
Lingkungan non sosial yang dimaksud adalah hal-hal yang dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa yang tak terhitung jumlahnya misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), gedung sekolah dan letaknya, alat-alat sekolah yang digunakan siswa untuk belajar, tempat tinggal siswa dan letak tempat tinggal tersebut.53
b) Faktor-Faktor Instrumental
Faktor Instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, guru, dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.54 Banyak psikolog beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses yang asosiatif, yaitu asosiasi atau koneksi antara suatu rangsang tertentu.
5. Gerak Lurus a. Jarak
Jarak merupakan panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu. Jarak juga bisa menyatakan posisi suatu benda terhadap titik acuan tertentu. Jarak termasuk besaran skalar, di mana tidak bergantung pada arah dan nilainya selalu positif. Sebagai contoh. dari rumah, saya mengendarai sepeda motor menuju utara sejauh 100 meter, lalu kembali ke selatan sejauh 50 meter menuju rumah teman. Jika dihitung maka jarak tempuh saya = 150 meter.
b. Perpindahan
Berbeda dengan jarak, perpindahan termasuk besaran vektor sehingga arah juga berpengaruh. Contoh, dari rumah saya mengendarai sepeda motor menuju utara sejauh 100 meter, lalu kembali ke selatan sejauh 50 meter menuju rumah teman. Berapa perpindahan saya ? Jika dihitung maka perpindahan saya = 50 meter. alasannya karena kedudukan saya hanya sebesar 50 meter jika diukur dari
53
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), Cet. 11, h.232
54
(48)
titik acuan (rumah). Kalau saya terus bergerak menuju ke rumah, maka perpindahan saya = 0, karena kedudukan saya tetap alias tidak berubah (kedudukan awal = kedudukan akhir)
c. Kelajuan
Kelajuan merupakan salah satu besaran turunan yang tidak bergantung pada arah, sehingga kelajuan termasuk skalar. Misalnya ketika saya mengatakan ”sepeda motor yang saya kendarai bergerak 60 km/jam”, maka yang saya maksudkan di sini adalah kelajuan. Saya tidak perlu arah untuk menyatakan kelajuan. Kelajuan merupakan besaran skalar, sehingga arah tidak berpengaruh. Karena arah tidak berpengaruh maka kelajuan selalu bernilai positif.
d. Kecepatan
Kecepatan merupakan besaran vektor, di mana arah turut mempengaruhi nilai kecepatan. Misalnya jika ditetapkan arah ke timur sebagai arah positif maka nilai kecepatan gerak benda ke arah timur ditambahkan tanda + di depannya. Apabila kearah barat, nilai kecepatan gerak benda ditambah tanda -. Sebagai contoh, sebuah mobil bergerak 60 km/jam ke timur, maka dalam penulisannya cukup ditulis 60 km/jam. Apabila mobil bergerak 60 km/jam ke arah barat, kecepatan mobil tersebut cukup ditulis -60 km/jam.
e. Kecepatan Rata-rata
Kecepatan rata-rata merupakan total perubahan kedudukan suatu benda selama selang waktu tertentu. Jika dinyatakan secara matematis, kecepatan rata-rata suatu benda yang bergerak didefinisikan sebagai perpindahan yang ditempuh benda dibagi waktu tempuh. Secara matematis ditulis :
h waktutempu
n perpindaha rata
rata
kecepatan − =
t s v
Δ Δ =
v = kecepatan, s = perpindahan dan t = waktu tempuh
f. Percepatan
Misalnya sebuah mobil sedang dalam keadaan diam. Ketika mobil yang pada mulanya diam mulai bergerak dengan kecepatan tertentu, maka mobil tadi
(49)
dikatakan mengalami percepatan. Percepatan = perubahan kecepatan. Ketika masih diam, kecepatan mobil = 0. Ketika bergerak, mobil memiliki kecepatan tertentu. Karena kecepatan mobil berubah dari diam (kecepatan = 0) menjadi bergerak (mobil memiliki kecepatan), maka mobil tersebut dikatakan mengalami percepatan. Apabila kecepatan mobil ditambah (kecepatan bertambah), maka mobil tersebut juga mengalami percepatan. Percepatan bernilai positif jika kecepatan mobil bertambah.
1. Gerak Lurus Beraturan (GLB)
Gerak lurus = gerakan pada lintasan lurus. Tapi jika ditambahkan kata “Beraturan”, maka maknanya sudah berbeda. Kalian mungkin bisa mengartikannya sebagai gerak pada lintasan lurus yang terjadi secara teratur.
Ingat bahwa ketika sebuah benda bergerak, benda tersebut pasti memiliki kelajuan atau kecepatan. Ketika sebuah benda bergerak lurus dengan laju atau kecepatan tetap, maka benda tersebut dikatakan melakukan Gerak Lurus Beraturan. Jadi yang dimaksudkan oleh kata “beraturan” adalah kecepatan atau kelajuan gerak benda. Yang teratur adalah kecepatannya. Karena pada Gerak Lurus Beraturan (GLB) kecepatan gerak benda tetap, maka kecepatan rata-rata sama dengan kecepatan atau kelajuan sesaat. Pada GLB hanya ada rumus kecepatan.
h waktutempu
n perpindaha kecepatan =
t s
v= v = kecepatan, s = jarak dan t = waktu tempuh
2. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
Setiap benda yang bergerak pasti memiliki kecepatan. Apabila kecepatan sebuah benda berubah secara teratur ketika bergerak pada lintasan lurus, maka benda tersebut dikatakan melakukan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB). Jadi yang berubah secara teratur di sini adalah kecepatan benda tersebut.
(50)
bergerak dengan kecepatan 10 km/jam. Setelah 2 menit, mobil bergerak dengan kecepatan 20 km/jam. Setelah 3 menit, mobil bergerak dengan kecepatan 30 km/jam. Kecepatan mobil menjadi 40 km/jam setelah 4 menit. Lalu 50 km/jam setelah 5 menit. Ingat bahwa setiap menit kecepatan mobil bertambah 10 km/jam. Jadi kecepatan mobil tersebut meningkat secara teratur. Dengan kata lain, mobil mengalami perubahan kecepatan secara teratur.
Persamaan GLBB Persamaan 1 :
Hubungan antara kecepatan awal (vt) dengan kecepatan awal (vo), percepatan (a) dan waktu (t).
vt = vo + at
Persamaan 2 :
Hubungan antara jarak tempuh dengan kecepatan awal (vo), waktu (t) dan percepatan (a)
s = vot + ½ at2
Persamaan 3 :
Hubungan antara kecepatan akhir (vt) dengan kecepatan awal (vo), percepatan (a) dan jarak (t).
vt2 = vo2 + 2as
Keterangan : vt = kecepatan akhir,
vo = kecepatan awal,
a = percepatan,
s = jarak
3. Gerak Vertikal
a. Gerak Vertikal ke Atas
Gerak Benda dilempar vertikal keatas (GVA) merupakan GLBB yang mengalami perlambatan dimana gesekan udara diabaikan dan percepatan benda a = -g, g = percepatan gravitasi bumi. Ketika benda mencapai titik puncak, kecepatan benda sama dengan nol atau Vt = 0 , waktu untuk mencapai titik puncak ( tp ) dapat ditentukan dengan persamaan kecepatan
(51)
S = vo t + ½ at2 vt = vo + at h = vo t - ½ g t2 v t = vo - g t waktu untuk mencapai titik puncak vt = vo - g t
0 = vo - g tp tp = vo / g vt2 = vo2 - 2gh
b. Gerak Vertikal ke Bawah
Gerak vertikal ke bawah (GVB) merupakan GLBB dimana benda dilempar ke bawah dengan kecepatan awal tertentu dan gesekan udara diabaikan atau ditiadakan sebagai berikut :
S = vo t + 1/2 a t2 vt = vo + at h = vo t + ½ g t2 vt = vo + g t h = ½ g t2
v t = kecepatan akhir vt2 = vo2 + 2gh vt2 = vo2 + 2gh
c. Gerak Jatuh Bebas
Gerak Jatuh bebas merupakan gerak vertikal ke bawah tanpa kecepatan awal (v0 = 0 ) dan gesekan di udara diabaikan atau ditiadakan. Gerak jatuh bebas merupakan GLBB dipercepat dengan a = + g. Gerak Benda A jauh bebas dari ketinggian h dan jatuh di tanah pada titik B dapat
dirumuskan sebagai berikut : S = vo t + ½ at2 vt = vo + at h = 0 + ½ g t2 vt = 0 + g t v0= 0
h = ½ g t2 vt = gt vt = kecepatan akhir vt2 = vo2 + 2gh vt2= 02 + 2gh = 2gh
(1)
Lampiran 12
Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji prasyarat statistik berupa uji normalitas dan uji homogentias, maka untuk keperluan uji hipotesis digunakan uji t untuk data normal. Hal ini sesuai dengan hasil kedua uji prasyarat tersebut yang menyatakan bahwa kedua data yang akan dicari perbedaanya bersifat normal dan homogen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t yang ditentukan dengan rumus berikut ini.
2 1
2 1
1 1
n n dsg
X X t
+ − =
keterangan:
1
X = rata-rata data kelompok A
2
X = rata-rata data kelompok B
dsg = nilai deviasi standar gabungan data kelompok A dan kelompok B n1 = jumlah data kelompok A
n2 = jumlah data kelompok B
Kriteria pengujian uji t adalah:
- jika thitung > ttabel maka Ha diterima dan Ho ditolak - jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Langkah-langkah menentukan nilai thitungadalah sebagai berikut. 1. Menentukan nilai-nilai yang telah diketahui.
Dari nilai posttest diperoleh:
1
X = 59
2
X = 53,37
V1 = SD12 = (9,76)2 = 95,257
(2)
2. Menentukan nilai deviasi standar gabungan (dsg) dengan rumus berikut ini.
(
)
(
)
(
)
(
)
86 , 8 56 , 78 61 36 , 4792 61 3 , 1839 06 , 2953 2 31 32 308 , 61 1 31 257 , 95 1 32 2 1 1 2 1 2 2 1 1 = = = + = − + − + − = − + − + − = n n V n V n dsg3. Menentukan nilai thitung berdasarkan rumus data-data yang telah diperoleh.
5213 , 2 233 , 2 63 , 5 252 , 0 86 , 8 63 , 5 03226 , 0 03125 , 0 86 , 8 63 , 5 31 1 32 1 86 , 8 37 , 53 59 1 1 2 1 2 1 = = × = + = + − = + − = n n dsg X X thitung
4. Menentukan nilai ttabel
Derajat kebebasan untuk mencari nilai ttabel adalah: dk = n1 + n2 – 2 = 32 + 31 – 2 = 61
pada taraf signifikansi 5% nilai ttabel diperoleh dengan interpolasi.
t(0,95)(60) = 2,000
t(0,95)(120) = 1,980
(3)
( )( ) 99968 , 1 00032 , 0 000 , 2 ) 980 , 1 00 , 2 ( 60 1 000 , 2 61 95 , 0 = − = − − = t
Dengan cara interpolasi yang sama, maka nilai ttabel pada taraf signifikansi 1% adalah:
t(0,99)(60) = 2,660
t(0,99)(120) = 2,617
jadi nilai ttabel dengan dk = 61 diperoleh
( )( ) 659 , 2 0007 , 0 660 , 2 ) 617 , 2 660 , 2 ( 60 1 660 , 2 61 95 , 0 = − = − − = t
5. Menguji Hipotesis
Pada taraf signifikansi 1% nilai thitung < ttabel , maka Ho diterima dan Ha ditolak. Namun pada taraf signifikansi 5% nilai thitung > ttabel , maka Ha diterima dan Ho ditolak
6. Memberikan interpretasi
Berdasarkan hasil uji hipotesis di atas, pada taraf kepercayaan 95% terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model Inkuiri dengan yang menggunakan metode konvensional. Namun pada taraf kepercayaan 99%, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model Inkuiri dengan yang menggunakan Konvensional. Sehingga dapat dikatakan bahwa model Inkuiri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa hanya pada taraf kepercayaan 95% saja, tidak pada taraf kepercayan 99%.
(4)
INKUIRI PADA KELAS X MM 1 (KELOMPOK EKSPERIMEN)
No Tahapan Pembelajaran Skor Pertemuan ke- Jumlah Persentse
2 3 4 5
1 Siswa memahami tujuan pembelajaran 1 1 1 1 4 100 %
2 Siswa menunjukkan minat dan motivasi terhadap masalah yang
disajikan. 0 1 1 1 3 75 %
3 Siswa memahami masalah yang disajikan 0 0 1 1 2 50 %
4 Mendefinisikan tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah-masalah yang disajikan. 0 1 1 1 3 75 %
5 Mulai merencanakan pemecahan masalah secara bersama-sama
dalam kelompoknya. 1 0 1 1 3 75 %
6 Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber sebagai
persiapan pemecahan masalah. 1 1 0 1 3 75 %
7 Melakukan penyelidikan dalam upaya pemecahan masalah. 1 1 1 1 4 100 % 8 Saling bertukar informasi dengan teman dalam kelompoknya. 0 1 0 1 2 50 % 9 Tidak merasa bosan dengan pelatihan yang diberikan 0 1 1 0 2 50 % 10 Mengumpulkan tugas (laporan penyelidikan) dengan baik dan
tepat waktu 1 0 1 1 3 75 %
11 Menunjukkan pemahaman terhadap materi pelajaran dengan
merespons pertanyaan guru dengan benar 0 1 1 0 2 50 %
12 Menerima umpan balik yang diberikan guru. 1 0 0 1 2 50 %
13 Lebih memusatkan perhatiannya pada proses bukan pada hasil. 1 1 1 0 3 75 % 14 Melakukan analisis dan evaluasi terhadap hasil kerja 0 0 1 1 2 50 %
(5)
15 Membandingkan hasil kerja pemecahan masalahnya dengan pemecahan masalah yang diinformasikan guru atau pemecahan masalah yang dilakukan kelompok lain.
1 1 1 1 4 100 % 16 Menyimpulkan hasil pembelajaran berdasarkan pada hasil
penyelidikan yang dilakukan oleh semua kelompok. 1 0 1 1 3 75 %
Jumlah 9 10 13 13 45 70,31 %
Persentase (%) 56,25 62,5 81,25 81,25 70,31 Keterangan:
Penskoran dilakukan berdasarkan ketentuan berikut ini.
1. Frekuensi kurang dari 50% dari frekuensi yang diharapkan diberi skor 0
2. Frekuensi lebih dari atau sama dengan 50% frekuensi yang diharapkan diberik skor 1 3. Skor total setiap pertemuan adalah 16.
4. Skor total setiap indikator 4.
(6)
Model Pembelajaran
Pertemuan Ke-
Jumlah
2 3 4 5
Inkuiri
12 13 12 11 48 75 % 81,25 % 75 % 68,75 % 75 %