Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Minimarket di Kabupaten Badung.
TESIS
ANALISIS FAKTOR KETAHANAN PEDAGANG
WARUNG TRADISIONAL MENGHADAPI PESAING
MINI MARKET
DI KABUPATEN BADUNG
I GUSTI AGUNG AYU RAI YUDHI ASTITI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
TESIS
ANALISIS FAKTOR KETAHANAN PEDAGANG
WARUNG TRADISIONAL MENGHADAPI PESAING
MINI MARKET
DI KABUPATEN BADUNG
I GUSTI AGUNG AYU RAI YUDHI ASTITI NIM. 1391461017
PROGRAM MAGISTER PROGRAM
STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS
UDAYANA DENPASAR
2016
i(3)
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 25 JANUARI 2016
Pembimbing I,
Prof. Dr.Drs.I Ketut Sudibia,SU NIP. 19481231 197302 1 001
Pembimbing II,
Dr.Drs. I Ketut Djayastra, SU NIP. 19521030 198003 1 003
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas
Udayana,
Prof. Dr.Nyoman Djinar Setiawina,SE,MS NIP. 19530730 198303 1 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
(4)
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 13 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: 3114/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 25 September 2015
Ketua : Prof. Dr.Drs. I Ketut Sudibia, SU Anggota :
1. Dr. Drs. I Ketut Djayastra, SU
2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,ME 3. Dr. Ida Bagus Putu Purbadharmaja, SE, ME 4. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP
(5)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawahini:
Nama : I Gusti Agung Ayu Rai Yudhi Astiti NIM : 1391461017
Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
JudulTesis : Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Minimarket di Kabupaten Badung
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku.
Denpasar, 25 Januari 2016 Yang membuat pernyataan
(I Gusti Agung Ayu Rai Yudhi Astiti) NIM. 1391461017
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukut penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan dan petunjuk-Nya, tesis yang berjudul“Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Mini Market di Kabupaten Badung, dapat diselesaikan.Tesis ini merupakan syarat kelengkapan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Tesis ini diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD. KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada :Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra,SE.,MSi. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana; Bapak Prof. Dr.Drs. I Ketut Sudibia, SU selaku Pembimbing I dan Bapak Dr.Drs. I Ketut Djayastra, SU. Selaku Pembimbing II yang telah banyak mengorbankan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis; Bapak Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE, MS, Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, MP, dan Bapak Dr. Ida Bagus Putu Purbadharmaja, SE, ME selaku Dosen
(7)
Pembahas Seminar dan Penguji Tesis yang telah banyak memberikan masukan bagi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu semua Dosen dan staf sekretariat MIE UNUD yang telah banyak membantu dan memfasilitasi selama proses perkuliahan, rekan-rekan angkatan XXIV MIE UNUD yang telah ikut memberikan masukan-masukan dalam penyusunan tesis ini. Keluarga tercinta, suami dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam penyelesaian studi ini. Pemerintah Kabupaten Badung maupun rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna .Dalam kesederhanaan, penulis berharap dapat member sumbangan pemikiran dan kajian penulis dalam mengembangan kegiatan perekonomian warung tradiaional dan mini market.
Denpasar,25 Januari 2016
Penulis
(8)
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR KETAHANAN PEDAGANG WARUNG
TRADISIONAL MENGHADAPI PESAING MINI MARKET DI
KABUPATEN BADUNG
Pertumbuhan ritel minimarket yang tidak terkendali dapat menyebabkan banyak pemilik warung kehilangan pelanggan sehingga dapat mengurangi omset penjualan.Keberadaan tempat yang sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan yang tidak seimbang di wilayah tersebut. Peneliti termotivasi melakukan penelitian di Kabupaten Badung karena perkembangan jumlah
minimarket yang cukup tinggi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan
permasalahan yang lebih kompleks antara minimarket dan warung tradisional. Hal ini juga akan berdampak kepada kelangsungan usaha warung tradisional di Kabupaten Badung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) dan eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya saing, keberadaan mini market) berpengaruh tidak langsung terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui pendapatan pedagang tradisional. Untuk melakukan analisis terhadap tujuan yang telah ditetapkan, data dikumpulkan dari 160 responden pedagang warung trradisional di delapan desa pada Kabupaten Badung dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakanan alisis deskriptif dan inferensial dengan teknik
Structural Equation Modeling (SEM).
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan teknik SEM menunjukkan bahwa Faktor eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya saing, keberadaan mini market) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Hasil regresi menunjukkan faktor eksternal pedagang berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang sebesar 0.037. Faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Hasil pengujuanhipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor internal pedagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang tradisional di Kabupaten Badung dengan probabilitas sebesar 0.010. Secara tidak langsung, faktor internal dan eksternal berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui pendapatan pedagang warung tradisional. Hal ini dibuktikan dengan nilai Z hitung yang lebih kecil dari nilai Z tabel. Dimana nilai Z hitung sebesar 0.296 sedangkan Z tabel sebesar 0.05
Kata kunci :faktor internal, faktor eksternal, pedagang warung tradisional,
minimarket, ketahanan usaha dagang.
(9)
ABSTRACT
FACTOR ANALYSIS OF RESISTANCE OF TRADITIONAL SHOP TREDERS DEALING IN THE DISTRICT OF COMPETITORS
MINIMARKET BADUNG
Minimarket retail growth can be lethal uncontrolled traditional stalls are lacated in residential areas. Many shop owners lose customers who can reduce turnover. Its existence that were located very close together would bring unbalanced competition in the region. A large number of minimarket located in Badung become one of the background of the region as a case study in this study and certainly more complex causes problem between minimarket and a traditional tavern. This will also affect the sustainability of traditional stalls in the District Badung. Purpose of this study was to analyze the internal factors (price of goods, labor circumference, adequate venture capital, diversification of products) and external (business strategic location, competitiveness, the existence of mini market) indirect effect on merchant resilience of traditional stalls in Badungthrough the income trader traditional stalls. To conduct an analysis with engineering Structural Equation Modeling (SEM).
Results of hypothesis testing was done by using SEM showed that external factors (the strategic location of the business, competitiveness, where minimarket) positif and significant impact on the income of traditional stall traders. Indirectly, the internal and the external factors significantly influence the resilience of traditional trader stall in Badung through the income traditional trader stalls. The regression results indicate a positive influence of external factors on the income trader trader at 0.037. Internal factors ( price of goods , labor circumference , adequate working capital , product diversification ) positive and significant impact on the income of traditional trader stall . The test results show that the hypothesis that internal factors trader positive and significant impact on the income of traditional seller in Badung with probability equal to 0.010 . Indirectly , the internal and external factors significantly influence the resilience of traditional seller in Badung through the income traditional seller stalls . This is evidenced by the Z count value is smaller than the value of the Z table . Where the value Z count equal to 0.296 while the Z table 0.05
Keywords : internal factors, external factors, traders traditional stall, mini, endurance trading business
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... ……….i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN………. 1
1.1 LatarBelakang………... 1
1.2 RumusanMasalah……… 7
1.3 TujuanPenelitian………... 8
1.4 ManfaatPenelitian……… 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 10
2.1 Konsep dan Definisi ... 10
2.1.1 Pasar Modern...………... 10
2.1.2 Pasar Tradisional... 12
2.1.3 Teori Waktu Usaha... 15
2.1.4 Keuntungan... 16
2.1.5 Konsep Pendapatan... 19
2.1.6 Jarak... 20
2.1.7 Jangkauan Pelayanan... 21
2.1.8 Diversifikasi Produk... 24
2.1.9 Hubungan Antar Variabel... 26
2.2 Penelitian Sebelumnya... 29
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN…... 33
3.1 Kerangka Berpikir………...…... 33
3.2 KerangkaKonsep……….. 37
3.3 HipotesisPenelitian……… 38
(11)
BAB IV METODE PENELITIAN... 39
4.1 Rancangan Penelitian... 39
4.2 Lokasi, Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian... 39
4.3Identifikasi Variabel... 41
4.4Definisi Operasional Variabel... 42
4.4.1 Variabel Dependen... 42
4.4.2 Variabel Independen... 43
4.5Jenis dan SumberData... 45
4.6 Populasi dan Sampel... 46
4.6.1 Populasi... 46
4.7 Instrumen Penelitian... 47
4.7.1 Uji Validitas... 47
4.7.2 Uji Reliabilitas... 48
4.8 Metode Pengumpulan Data... 49
4.9 Analisis Data... 50
4.9.1 Analisis Deskriptif... 50
4.9.2 Analisis Jalur ... 50
4.9.3 Persamaan Struktural... 50
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DATA ....…... 59
5.1 Deskripsi Umum Daerah Penelitian……… 59
5.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Badung……… 62
5.3 Karakteristik Responden………. 66
5.2.1 Umur Responden………. 66
5.2.2 Jenis Kelamin………... 67
5.2.3 Tingkat Pendidikan……….. 68
5.4 Deskripsi Variabel……….. 69
5.5 Analisis Data……….. 71
5.5.1 Pemenuhan Asumsi Analisis Jalur……… 71
5.5.2 Analisis Ketepatan Model………. 71
5.5.3 Koefisien Jalur……….. 75
5.5.4 Pengaruh Tidak Langsung Variabel Penelitian………. 77
5.5.5 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Total Variabel Penelitian……… 79
5.5.6 Koefisien Determinasi Total……… 79
5.6 Pembahasan………. 80
5.6.1 Pengaruh Faktor Eksternal Pedagang Terhadap Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung………… 80
5.6.2 Pengaruh Faktor Internal Pedagang Terhadap Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung………… 82 5.6.3 Pengaruh Faktor Eksternal Pedagang terhadap Ketahanan
Pedagang Warung Tradisional dan Pengaruhnya melalui
Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung 83 5.6.4 Pengaruh Faktor Internal Pedagang terhadap Ketahanan
Pedagang Warung Tradisional dan Pengaruhnya melalui
Pendapatan Pedagang Warung Tradisional di Kabupaten Badung 86 x
(12)
5.6.5 Pengaruh Pendapatan Pedagang terhadap Ketahanan Pedagang
Warung Tradisional di Kabupaten Badung……… 89
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….. 92
6.1 KESIMPULAN………. 92
6.2 SARAN……….. 92
DAFTAR PUSTAKA……… 94
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4. 5.1 5.2
5.3
KerangkaBerpikirPenelitian…...………. 35 KerangkaKonsepPenelitian…...………. 37 Diagram Jalur……….………... 51 HubunganKonstrukFaktorEksternalPedagangWarungdengan
Inditor……… 52
HubunganKonstrukFaktorInternalPedagangWarungdenganIndikat
ornya………….……… 55
HubunganKonstrukPendapatanPedagangWarungdenganIndikator
……….. …………. 56
Standardize Diagram Path ……….. 78 PengaruhTidakLangsungFaktorEksternalPedagangTerhadapKetah ananPedagangMelaluiPendapatanPedagangWarungTradisional di KabupatenBadung………
….. 79
PengaruhTidakLangsungFaktor Internal
PedagangTerhadapKetahananPedagangMelaluiPendapatanPedaga ngWarungTradisional di
KabupatenBadung……… 80
…..
(14)
DAFTAR TABEL
(15)
1.1
4.1 5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11
(16)
1
Rekapitulasi Minimarket MenurutKabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2013 (unit) ……….………..……….. 4
Variabel Penelitian……… 42
Luas Daerah Kabupaten Badung Per KecamatanTahun 2014……….………..…… 60
PDRB Kabupaten Badung AtasDasar Harga Konstan 2000 MenurutLapangan Usaha Tahun 2009-2013 (DalamMiliyar Rupiah) ………. 65
Distribusi Responden Pedagang Warung Tradisional Menurut Umur di Kabupaten Badung……….. 67
Distribusi Responden Pedagang Warung Tradisional Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Badung……… 67
Distribusi Responden Pedagang Warung Tradisional Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Badung……… 68
Diskripsi Variabel Penelitian………. 70
Ringkasan Model Linier AntarVariabel Penelitian………. 71
Klasifikasi Variabel dan Persamaan Jalur……… 73
Hasil Regresi Model 1………. 73
Hasil Regresi Model 2………. 74
Ringkasan Koefisien Jalur………. 76
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ritel minimarket yang tidak terkendali dapat menyebabkan banyak pemilik warung kehilangan pelanggan sehingga dapat mengurangi omset penjualan.Keberadaan tempat yang sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan yang tidak seimbang di wilayah tersebut. Peneliti termotivasi melakukan penelitian di Kabupaten Badung karena perkembangan jumlah
minimarket yang cukup tinggi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan
permasalahan yang lebih kompleks antara minimarket dan warung tradisional. Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut. Selama ini pembangunan diprioritaskan pada sektor ekonomi, sedangkan sektor lain hanya bersifat menunjang dan melengkapi sektor ekonomi. Selain memberikan dampak positif, adanya pembangunan juga memberikan dampak negatif terutama ditunjukkan oleh berbagai masalah. Adanya krisis ekonomi sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun menyebabkan timbulnya masalah baru yaitu tenaga kerja dan kesempatan kerja. Hal ini menjadi masalah yang sangat serius bagi bangsa Indonesia, ketika banyaknya industri – industri besar harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya yang disebabkan oleh krisis ekonomi dunia.
(18)
2
Berbeda dengan sektor industri yang terpuruk akibat adanya krisis ekonomi, sektor informal justru mampu bertahan. Sektor informal memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sektor perekonomian yang lain, yaitu penggunaan bahan baku domestik dengan tujuan pasar dalam negeri dan dinilai dapat menjadi penopang perekonomian Indonesia. Salah satu contoh sektor perekonomian di bidang informal adalah warung tradisional atau biasa disebut warung rumah tangga atau warung kelontong. Selain mudah untuk mendirikan sebuah warung tradisional dengan modal yang yang tidak besar, bidang informal ini berpotensi untuk menjadi salah satu bidang usaha yang menghasilkan keuntungan secara langsung. Usaha tradisional secara umum merupakan bisnis keluarga yang tidak menutup kemungkinan dapat menyerap tenaga kerja. Seiring berkembangnya zaman, warung tradisional semakin lama semakin mengalami kemunduran. Hal ini karena munculnya pasar modern yang dinilai cukup potensial oleh para pebisnis ritel.
Salah satu ritel modern yang mengalami pertumbuhan cukup pesat di Indonesia saat ini adalah minimarket dengan konsep waralaba atau franchise. Tumbuh pesatnya minimarket ke wilayah permukiman, berdampak buruk bagi warung tradisional yang telah berada di wilayah tersebut. Keberadaan minimarket
ini mematikan warung – warung tradisional yang berada di wilayah permukiman. Banyak pemilik warung kehilangan pelanggan sehingga dapat mengurangi omset penjualan. Keberadaan minimarket yang jaraknya sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan dan monopoli di wilayah tersebut. Minimarket sering mengadakan promosi dengan potongan harga yang menarik. Sehingga para
(19)
3
konsumen beralih ke minimarket tersebut dengan kualitas pelayanan yang lebih baik dari warung tradisional. Hal ini tentu saja membuat harapan pemilik warung tradisional untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari – hari dari keuntungan yang diperoleh mulai sedikit tersendat. Sebagai konsumen, masyarakat menuntut hal yang berbeda di dalam aktifitas berbelanja. Kondisi ini bertambah dengan meningkatnya tingkat pengetahuan, jumlah pendapatan dan jumlah pendapatan keluarga yang berpendapatan ganda (suami – istri bekerja), dengan waktu berbelanja yang terbatas. Konsumen menuntut peritel untuk member nilai lebih dari setiap sen uang yang dibelanjakan. Sehingga peritel harus mampu mengakomodasikan tuntutan tersebut jika tidak ingin ditinggalkan para pelanggannya( Hutabarat,2009).
Persebaran minimarket hampir merata di seluruh Provinsi di Indonesia. Sebaran minimarket terbanyak mayoritas di Provinsi Bali sebanyak 649 unit. Kabupaten Badung sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang menjadi pusat perekonomian Indonesia di provinsi tersebut tidak mengharankan bila terdapat banyak minimarket. Hampir di setiap kabupaten/kota muncul minimarket,
supermarket dan hypermarket yang jumlahnya semakin banyak. Tabel 1.1
memperlihatkan jumlah minimarket, supermarket dan hypermarket yang terdapat di Provinsi Bali.
(20)
4
Tabel 1.1
Rekapitulasi Minimarket Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2013 (unit)
Kabupaten/Kota Minimarket Supermaket Hypermarket Jumlah
Buleleng 6 3 1 10
Jembrana 26 1 - 27
Badung 162 7 4 173
Gianyar 62 4 - 66
Klungkung 12 1 - 13
Bangli 19 - - 19
Karangasem 10 1 - 11
Tabanan 87 1 - 88
Denpasar 271 39 2 312
Provinsi Bali 649 57 7 713
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, 2014
Tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Badung berada pada posisi pertama dengan jumlah minimarket terbanyak di Provinsi Bali dengan jumlah 162 gerai.Banyaknya jumlah minimarket, supermarket dan hypermarket yang terdapat di Kabupaten Badung menjadi salah satu latar belakang wilayah tersebut menjadi studi kasus dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara warung tradisional dan minimarket. Pada warung tradisional masih terdapat proses tawar-menawar harga sehingga terjalin kedekatan personal dan emosional antara penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di
minimarket. Sedangkan di minimarket harga sudah pasti ditandai dengan label
harga. Minimarket dan warung kelontong menjual barang – barang kebutuhan sehari – hari, tetapi minimarket memiliki keunggulan dari semua aspek, mulai dari
(21)
5
permodalan, tata letak penyajian barang, kenyamanan serta fasilitas lainnya dibandingkan dengan pedagang warung tradisional.
Pemerintah seharusnya serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi warung tradisional. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan warung tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Perhatian pemerintah tersebut dibuktikan dengan melakukan revitalisasi warung tradisional di berbagai tempat. Target yang dipasang sangat sederhana dan menyentuh hal yang sangat mendasar. Selama ini warung tradisional identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau, dan karenanya hanya didatangi oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah. Gambaran pasar seperti ini harus diubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman bagi pengunjung. Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik untuk datang dan melakukan transaksi di warung tradisional.
Suryadarma (2010) mengatakan warung tradisional sebenarnya terganggu dengan masalah internal dan mengalami persaingan yang semakin sengit dari pedagang kaki lima. Tetapi aturan yang dibuat pemerintah tidak boleh diskriminatif dan tidak membuat dunia usaha stagnan. Pedagang kecil, menengah, besar, bahkan perantara ataupun pedagang toko harus mempunyai kesempatan yang sama dalam berusaha. Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat ekonomi menengah ke atas).
(22)
6
Salah satu contoh sektor perekonomian di bidang informal adalah warung tradisional atau biasa disebut warung rumah tangga, warung kelontong atau ritel tradisional. Selain mudah untuk mendirikan sebuah warung tradisional dengan modal yang tidak besar, bidang informal ini berpotensi untuk menjadi salah satu bidang usaha yang menghasilkan keuntungan secara langsung (Wijayanti, 2011). Industri ritel modern telah berkembang pada tahun 1960-an tepatnya pada tahun 1964 yang ditandai dengan berdirinya Sarinah building (Wijayanti, 2011). Industri ini mulai menampakkan pertumbuhannya dari tahun 1970-1977 dengan adanya perubahan jenis gerai misalnya supermarket, department store dan sebagainya. Pada awalnya bisnis ritel modern ini didominasi oleh peritel dalam negeri seperti Matahari, Ramayana, Hero, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, pada tahun 1998 terjadi kesepakatan antara IMF dengan pemerintah Indonesia mengenai perjanjian peritel asing untuk dapat berinvestasi atau membuka gerai tanpa harus bekerjasama dengan peritel lokal. Hal tersebut merupakan peluang yang sangat menjanjikan bagi peritel lokal maupun asing karena Indonesia memiliki potensi
market share yang sangat besar dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di
dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat, sehingga banyak peritel baik lokal maupun asing mengincar pasar ritel di Indonesia untuk memperoleh keuntungan yang sangat besar (Cipto dalam Pandin, 2009).
Perbedaan jumlah yang signifikan antara minimarket, supermarket dan
hypermarket di Bali bukanlah tanpa alasan. Hal ini tentu saja terkait dengan
kemampuan retail modern tersebut dalam menjaring konsumennya. Kemampuan
(23)
7
mereka menawarkan pilihan barang yang lebih banyak dibanding minimarket, sementara harga yang ditawarkan hypermarket dan supermarket relatif sama, bahkan pada beberapa barang bisa lebih murah daripada minimarket (Wijayanti, 2011). Namun, format hypermarket dan supermarket tidak terlalu favourable. Hal ini disebabkan karena kedekatan lokasi dengan konsumen. Hypermarket dan
supermarket kalah bersaing dengan minimarket yang umumnya berlokasi di
perumahan penduduk, walaupun untuk range pilihan barang, minimarket disaingi oleh supermarket dan hypermarket yang menawarkan pilihan barang yang jauh lebih banyak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian dalam penelitian ini adalah:
1) Bagaimanakah faktor eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya saing, keberadaan minimarket) berpengaruh terhadap pendapatan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung?
2) Bagaimanakah faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) berpengaruh terhadap pendapatan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung?
3) Apakah faktor internal dan eksternal berpengaruh tidak langsung terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui pendapatan pedagang warung tradisional?
(24)
8
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1) Untuk menganalisis pengaruh faktor eksternal (lokasi strategis usaha, kemampuan daya saing keberadaan minimarket) terhadap pendapatan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung
2) Untuk menganalisis pengaruh faktor internal (harga barang, tenaga kerja keliling, modal usaha memadai, diversifikasi produk) terhadap pendapatan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung
3) Untuk menganalisis faktor internal dan eksternal berpengaruh tidak langsung terhadap ketahanan pedagang warung tradisional di Kabupaten Badung melalui pendapatan pedagang warung tradisional.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai pengaruh keberadaan minimarket terhadap eksistensi warung tradisional terutama di Kabupaten Badung, serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian lain untuk meneliti lebih lanjut.
2) Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai bahan pemikiran kritis terkait fenomena usaha atau bisnis minimarket yang semakin berkembang. Disamping itu, penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
(25)
9
khususnya usaha minimarket serta upaya perlindungan terhadap usaha ekonomi rakyat terutama usaha warung tradisional.
(26)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep dan Definisi
Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yng diajukan, serta membantu dalam penyusunan instrumen penelitian. Teori-teori yang digunakan tersebut, bukan sekedar pendapat dari pengarang saja, melainkan teori yang sudah teruji kebenarannya (Ridwan, 2004). Peneliti mengutip beberapa teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian, dan teori-teori ini merupakan landasan dalam penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mengenai pasar modern, pasar tradisional, struktur pasar, teori waktu usaha, keuntungan, jarak, teori lokasi, dan diversifikasi produk.
2.1.1 Pasar Modern
Pasar menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Ada lima fungsi pasar yaitu : a. Menetapkan nilai (sets value)
b. Pendistribusi barang c. Pengorganisir produksi
d. Penyelenggara penjatahan (rationing)
(27)
11
Selanjutnya Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas). Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping centre, waralaba, toko mini, swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya. Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis yang beragam. Selain menyediakan barang barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang rijek/tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak).
Adanya penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen menyebabkan banyak orang mulai beralih ke pasar modern untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Macam-macam pasar modern diantaranya (Kotler, 2000) :
a. Minimarket: gerai yang menjual produk-produk eceran seperti warung
kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang
minimarket adalah antara 50 m2 sampai 200 m2.
b. Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual,
(28)
12
Convenience store ada yang dengan luas ruangan antara 200 m2 hingga 450 m2
dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket.
c. Special store: merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga
konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.
d. Factory outlet: merupakan toko yang dimiliki perusahaan/pabrik yang menjual
produk perusahaan tersebut.
e. Distro (Disribution Store): jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan
aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri.
f. Supermarket: pasar modern yang mempunyai luas 300-1100 m2 untuk yang
kecil, sedangkan yang besar berukuran 1100-2300 m2
g. Perkulakan atau gudang rabat: menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian bisnis.
h. Super store: adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap
dan luas serta lebih besar dari supermarket.
i. Hipermarket: pasar modern yang mempunyai luas ruangan di atas 5000 m2
2.1.2 Pasar Tradisional
Pasar Tradisional menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
(29)
13
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar. Usaha-usaha pasar tradisional dapat digolongkan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut : a. Pasar Induk adalah pasar yang merupakan pusat distribusi yang menampung
hasil produksi petani yang dibeli oleh para pedagang tingkat grosir kemudian dijual kepada para pedagang tingkat eceran untuk selanjutnya diperdagangkan dipasar-pasar eceran diberbagai tempat mendekati para konsumen;
b. Pasar Iingkungan adalah pasar yang dikelola pemerintah daerah, badan usaha dan kelompok masyarakat yang ruang lingkup pelayanannya meliputi satu lingkungan pemukiman di sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang diperdagangkan meliputi kebutuhan pokok sehari- hari;
c. Pasar Desa adalah pasar yang dikelola oleh pemerintahan desa atau kelurahan yang ruang Iingkup pelayanannya meliputi Iingkungan desa atau kelurahan di sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang diperdagangkan meliputi kebutuhan pokok sehari-hari dan/atau kebutuhan sembilan bahan bahan pokok;
d. Pasar tradisional kota adalah pasar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi yang ruang Iingkup pelayanannya meliputi satu wilayah Kabupaten/Kota dengan jenis perdagangan barang- barang kebutuhan sehari-hari, sandang serta jasa yang lebih lengkap dari pasar desa atau kelurahan.
(30)
14
e. Pasar Khusus adalah pasar dimana barang yang diperjual belikan bersifat khusus atau spesifik, seperti pasar hewan, pasar kramik, pasar burung, dan sejenisnya.
f. Pasar tradisional yang berupa sektor informal lainnya yaitu unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa tanpa melalui izin operasional dengan tujuan utama untuk menciptakan kesempatan kerja dan penghasilan bagi dirinya sendiri dengan atau tidak memiliki tempat berjualan yang menetap berupa toko, warung ataupun kios.
Warung tradisional sebagai salah satu bentuk dari pasar tradisional adalah outlet yang menjual produk-produk fast moving consumer goods (barang kebutuhan sehari-hari) yang dijual kepada konsumen akhir dan usaha yang dijalankan saat ini masih menggunakan sistem tradisional yaitu outlet tidak menggunakan mesin kasir dalam setiap transaksi penjualannya (Mardian, 2011). Barang yang dijual disini hampir sama seperti barang barang yang dijual di pasar/toko modern dengan variasi jenis yang beragam. Karena barang yang dijual dalam pasar tradisional cenderung sama dengan pasar modern, maka barang yang dijual pun mempunyai kualitas yang relatif sama terjaminnya dengan barang- barang di pasar modern.
Secara kuantitas, warung tradisional umumnya mempunyai persediaan barang yang jumlahnya sedikit sesuai dengan modal yang dimiliki pemilik atau permintaan dari konsumen. Dari segi harga, warung ataupun pasar tradisional tidak memiliki label harga yang pasti karena harga disesuaikan dengan sistem tawar menawar dan besarnya keuntungan yang diinginkan oleh setiap pemilik
(31)
15
usaha. Selain itu, harga pasar selalu berubah-ubah, sehingga bila menggunakan label harga lebih repot karena harus mengganti-ganti label harga sesuai dengan perubahan harga yang ada dipasar.
2.1.3 Teori Waktu Usaha
Becker (1965) mengemukakan pendekatan teori alokasi waktu dengan perbedaan kegiatan. Tanggapan Becker terhadap teori Gronau yaitu bahwa total waktu dibedakan atas waktu produktif yang benar-benar digunakan untuk bekerja
(productive working time) dan waktu produktif (productive time) yang digunakan
untuk santai (leisure) seperti nonton TV dan aktivitas lain (work at home or not
work). Becker membedakan kegunaan waktu berdasarkan berapa biaya per jam
(cost/hour) setiap aktivitas yang dilakukan.
Selanjutnya Becker juga menjelaskan alokasi waktu kerja adalah jumlah jam kerja riil yang dicurahkan oleh tenaga kerja dalam keluarga untuk mencari nafkah, dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Seluruh anggota keluarga memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi waktunya untuk mencari nafkah. Keikutsertaan anggota keluarga dalam beberapa jenis pekerjaan mencari nafkah banyak tergantung pada faktor-faktor di dalam dan di luar keluarga. Keputusan mereka untuk terlibat dalam kegiatan keluarga, tidak hanya tergantung pada keadaan pasaran kerja, atau penghasilan keluarga saja, tetapi juga pada tersedianya waktu setiap anggota keluarga dan komposisi keluarga.
Teori alokasi waktu yang dijelaskan Becker merupakan teori alokasi waktu antara aktivitas yang berbeda. Inti teori ini adalah asumsi rumah tangga sebagai
(32)
16
produsen dan sebagai konsumen. Rumah tangga memproduksi komoditas dengan mengkombinasikan input barang dan waktu berdasarkan aturan minimisasi biaya teori tradisional perusahaan. Kuantitas komoditas yang diproduksi ditentukan oleh maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala harga dan batasan sumberdaya. Sumberdaya diukur melalui pendapatan penuh yaitu jumlah pendapatan uang dan kehilangan waktu dan barang yang digunakan untuk mendapat kepuasan. Harga komoditas diukur dari jumlah biaya input barang dan waktu.
2.1.4 Keuntungan
Menurut teori laba, tingkat keuntungan pada setiap perusahaan biasanya berbeda pada setiap jenis industri, baik perusahaan yang bergerak di bidang tekstil, baja, farmasi, komputer, alat perkantoran, dan lain-lain. Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan ini sebagai berikut (Sitio, 2001) :
a. Teori Laba Menanggung Resiko (Risk-Bearing Theory of Profit).
Menurut teori ini, keuntungan ekonomi diatas normal akan diperoleh perusahaan dengan resiko di atas rata-rata.
b. Teori Laba Friksional (Frictional Theory of Profit).
Teori ini menekankan bahwa keuntungan meningkat sebagai suatu hasil dari friksi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium).
c. Teori Laba Inovasi (Innovation Theory of Profit).
Menurut teori ini, laba diperoleh karena keberhasilan perusahaan dalam melakukan inovasi.
(33)
17
Teori ini menekankan bahwa perusahaan yang dikelola secara efisien akan memperoleh laba diatas rata-rata laba normal.
Keuntungan yang tinggi merupakan insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan outputnya dalam jangka panjang. Sebaliknya, laba yang rendah atau rugi adalah pertanda bahwa konsumen menginginkan kurang dari produk/komoditi yang ditangani dan metode produksinya tidak efisien. Keuntungan diperoleh dari hasil mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh (π=TR-TC). Keuntungan yang diperoleh seorang pemilik usaha setiap hari, minggu, bulan bahkan tahun selalu mengalami perubahan. Perubahan pada keuntungan tersebut bisa perubahan keuntungan yang meningkat atau perubahan keuntungan yang menurun. Pada penelitian ini perubahan keuntungan yang terjadi di warung tradisional adalah tingkat perubahan keuntungan akibat dari keberadaan minimarket di sekitar mereka. Tingkat perubahan keuntungan warung tradisional dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jarak warung tradisional dengan minimarket terdekat, selisih waktu usaha warung tradisional dengan minimarket terdekat, lokasi usaha dan juga diversifikasi produk dari warung tradisional. Pendapatan merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah usaha, karena dalam melakukan suatu usaha tentu ingin mengetahui nilai atau jumlah pendapatan yang diperoleh selama melakukan usaha tersebut.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007), pengertian pendapatan adalah : arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal suatu perusahaan selama periode yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang
(34)
18
tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto manfaat ekonomi yang diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih untuk dan atau atas nama pihak ketiga bukan merupakan pendapatan karena tidak menghasilkan manfaat ekonomi bagi perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas.
Menurut Skousen dan Stice (Akbar, 2009), pengertian pendapatan adalah merupakan arus masuk atau peningkatan aktiva lainnya sebuah entitas atau pembentukan utang (atau sebuah kombinasi dari keduanya) dari pengantaran barang atau penghasilan barang, memberikan pelayanan atau melakukan aktifitas lain yang membentuk operasi pokok atau betuk entitas yang terus berlangsung. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah peningkatan asset atau pengurangan liabilities karena aktivitas bisnis perusahaan yang menyebabkan terjadinya perubahan ekuitas.
Menurut Munandar (2006), pengertian pendapatan adalah suatu pertambahan asset yang mengakibatkan bertambahnya owners equity, tetapi bukan karena pertambahan modal baru dari pemiliknya dan bukan pula merupakan pertambahan asset yang disebabkan karena bertambahnya liabilities. Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan, semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemapuan perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan.
(35)
19
2.1.5 Konsep Pendapatan
Dalam penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan rumah tangga. Menurut Dewi (2006) menyatakan bahwa pendapatan merupakan balas jasa yang diterima atas keikutsertaan seseorang dalam proses produksi barang dan jasa, pendapatan ini dikenal dengan nama pendapatan dari kerja
(Labour Income). Selain pendapatan dari kerja, pekerja sering kali mendapatkan
pendapatan lain yang bukan merupakan balas jasa dari kerja, pendapatan bukan dari kerja ini disebut Nonlabour income. Pemanfaatan pekerja dapat dilihat dari pendapatan yang diterimna seseorang. Apabila seseorang mempunyai ketrampilan tertentu, misalnya dipeeroleh dari pendidikan atau latihan dan bekerja di suatu lapangan usaha dan dalam lingkungan usaha tertentu, maka diharapkan akan diperoleh pendapatan sebesar tertentu yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pendapatan sesorang tergantung pada ketrampilan di bidang tertentu yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan ketrampilan, dan pengalaman bekerja pada bidang tertentu.
Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu (Sukirno,2004:37) :
1) Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung semua nilai produksi barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu.
2) Pendekatan pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode tertentu.
(36)
20
3) Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.
Pada penelitian ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan pedagang warung tradisional yaitu menggunakan pendekatan pendapatan, dimana menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode tertentu.
2.1.6 Jarak
Alfred Marshall (dalam Iskandar, 2007) menerangkan bahwa jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda berubah posisi melalui suatu lintasan tertentu. Jarak antar pedagang dapat menimbulkan persaingan antar pedagang. Hal ini akan menyebabkan peluang pendapatan pedagang akan terpengaruh. Menurut Lloyd dan Dicken (1990), lokasi apabila dilihat dari sisi perbedaan harga, maka akan dipengaruhi oleh faktor jarak. Apabila antara satu pedagang dengan pedagang lainnya terdapat jarak dimana untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan biaya, maka salah satu pedagang dapat menaikkan sedikit harga tanpa kehilangan seluruh pembelinya. Pelanggan yang terjauh darinya akan beralih ke pedagang lain yang tidak menaikkan harga, tetapi pelanggan yang dekat dengannya tidak akan beralih karena waktu dan biaya untuk menempuh jarak tersebut masih lebih besar daripada perbedaan harga jual diantara pedagang.
Pada penelitian ini, minimarket yang merupakan pesaing warung tradisional memberikan dampak negatif pada tingkat perubahan keuntungan usaha karena jarak yang dekat diantara keduanya. Kedekatan jarak diantara keduanya diukur dengan satuan meter. Dimana semakin dekatnya jarak antara warung
(37)
21
tradisional dengan minimarket membuat tingkat persaingan diantara keduanya semakin besar, sehingga terjadi perubahan keuntungan usaha warung tradisional. 2.1.7 Jangkauan Pelayanan
Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang
(spatial order) kegiatan ekonomi, atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang
alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan lokasi atau jangkauan pelayanan oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti bahan baku lokal (local input), permintaan lokal (local demand), bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input), dan permintaan luar (outside demand) (Hoover dan Giarratani, 2007).
Von Thunen (dalam Fajar, 2010) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
(38)
22
Weber (dalam Pigawati, 2007) menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup
(closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).
Teori Lokasi dari August Losch (dalam Pigawati, 2007) melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran (produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Hal ini mempunyai tujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga dapat ditemukan keseimbangan
(39)
23
spasial antar lokasi. Menurut pendapat Losch, dalam lokasi industri yang tampak tidak teratur dapat ditemukan pola keberaturan.
Teori Losch berasumsi bahwa suatu daerah yang homogen yang mempunyai distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang merata serta selera konsumen yang sama. Sehingga pada akhirnya luas daerah pasar masing-masing petani penjual akan menyempit dan dalam keseimbangannya akan terbentuk segi enam beraturan. Bentuk ini menggambarkan daerah penjualan terbesar yang masih dapat dikuasai setiap penjual dan berjarak minimum dari tempat lokasi kegiatan produksi yang bersangkutan.
Keseimbangan yang dicapai dalam teori ini berasumsi bahwa harga hanya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, oleh karena apabila penjual menaikkan harga jualnya maka keseimbangannya akan terganggu. Ini akan berakibat bukan hanya pada pasar yang semakin menyempit karena konsumen tidak mampu membeli tetapi sebagian pasar akan hilang dan direbut oleh penjual yang berdekatan. Salah satu cara untuk memperluas jangkauan pasar dapat dilakukan dengan menjual barang yang berbeda dan lebih bervariasi dari yang sudah ditawarkan.
Variasi konsumsi akan terjadi apabila dalam suatu wilayah tersebut terdapat variasi distribusi barang dan jasa. Variasi konsumsi biasanya terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah sekitar pasar atau di daerah yang terdapat banyak fasilitas yang menyediakan kebutuhan masyarakat. Daerah – daerah seperti ini akan banyak dikunjungi oleh masyarakat, oleh karena itu kegiatan produksi akan lebih baik jika berdekatan dengan pasar atau daerah daerah
(40)
24
tersebut. Karena tata letak kegiatan produksi merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing industri dalam kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan citra industri, diferensiasi, biaya rendah, atau respon cepat. Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin mahal. produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi usaha warung tradisional maupun minimarket berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang berbelanja. Kedekatan lokasi sebuah minimarket maupun warung tradisional dengan kawasan pemukiman maupun pasar, berbanding terbalik dengan jumlah konsumen yang akan terjaring.
2.1.8 Diversifikasi Produk
Menurut Fandy Tjiptono (1997), diversifikasi dalam bidang pemasaran adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas. Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
1) Diversifikasi konsentris, dimana produk-produk baru yang diperkenalkan memiliki kaitan atau hubungan dalam pemasaran atau teknologi dengan produk yang sudah ada.
(41)
25
2) Diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama.
3) Diversifikasi konglomerat, dimana produk-produk yang dihasilkan sama sekali baru, tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.
Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan berbagai tujuan diantaranya :
1) Meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap kedewasaan dalam Product Life Cycle (PLC).
2) Menjaga stabilitas dengan jalan menyebarkan resiko fluktuasi laba. 3) Meningkatkan kredibilitas di pasar modal.
Untuk mengurangi resiko yang melekat dalam strategi diversifikasi, unit bisnis seharusnya memperhatikan hal-hal berikut :
1) Mendiversifikasi kegiatan-kegiatannya hanya bila peluang produk/pasar yang ada terbatas.
2) Memiliki pemahaman yang baik dalam bidang-bidang yang didiversifikasi. 3) Memberikan dukungan yang memadai pada produk yang diperkenalkan. 4) Memprediksi pengaruh diversifikasi terhadap lini produk yang ada.
Dalam menentukan strategi bisnis, perusahaan akan mempertimbangkan biaya (cost) dam manfaat (benefit) dari strategi yang dipilih. Manfaat yang didapat harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Diversifikasi pun memiliki biaya dan manfaat tersendiri dalam penerapannya.
(42)
26
Pada penelitian ini, diversifikasi yang dimaksud adalah diversifikasi dengan cara diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk- produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama. Diversifikasi produk yang dijual warung tradisional merupakan salah satu inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan besarnya keuntungan warung tradisional ditengah-tengah pesatnya perkembangan
minimarket. Adanya kebiasaan khusus seseorang dan karakteristik daerah yang
berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada diversifikasi produk untuk memenuhi konsumen dengan segmen pasar yang berbeda. Diversifikasi produk dalam penelitian ini seperti adanya produk sayuran, bensin, minyak tanah elpiji atau sarana upacara yang dijual di warung tradisional.
Mempunyai produk yang berbeda dan memiliki keunggulan yang lebih dari minimarket, akan meningkatkan omset penjualan dari warung tradisional. Dimana peningkatan omset tersebut juga dapat meningkatkan tingkat keuntungan usaha warung tradisional. Dengan kata lain, bila warung tradisional memiliki diversifikasi produk dengan minimarket, maka keuntungan yang diperoleh warung lebih besar daripada warung yang tidak memiliki diversifikasi produk.
2.1.9 Hubungan Antar Variabel
1) Hubungan Keberadaan Mini Market dengan Pendapatan Warung Tradisional
Kuncoro, dalam Bisnis Indonesia (2008), mengemukakan bahwa turunnya omset penjualan pedagang kecil makin besar dan signifikan, jika keberadaan
minimarket lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan warung tradisional.
(43)
27
dengan warung tradisional, kedekatan lokasi antara keduanya berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Apalagi dengan kondisi yang sekarang ini, dimana pertumbuhan minimarket sangat pesat sampai memasuki wilayah pemukiman. Bila lokasi minimarket lebih jauh dari warung, maka pendapatan pedagang yang diperoleh lebih besar daripada warung yang lokasinya lebih dekat dari minimarket yang disebabkan karena adanya persaingan usaha yang lebih ketat antara keduanya.
2) Hubungan Daya Saing dengan Pendapatan Warung Tradisional
Kemampuan daya saing pasar dalam penelitian ini termasuk dalam variabel independen yang mempengaruhi pendapatan pedagang warung tradisional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mangung Jaya (2011), disebutkan bahwa pengaruh kemampuan daya saing bersifat positif terhadap pendapatan pedagang. Semakin meningkat persaingan pasar, maka pendapatan pedagang pendapatan pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.
3) Hubungan Lokasi Usaha Strategis dengan Pendapatan Warung Tradisional
Teori Lokasi atau jangkauan pelayanan dari August Losch (dalam Pigawati, 2007) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat berjualan, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi
(44)
28
produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Di samping itu, tata letak kegiatan produksi merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing industri dalam kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan citra industri, diferensiasi, biaya rendah, atau respon cepat.
Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar ataupun pemukiman, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin mahal. produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi usaha warung tradisional maupun minimarket berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang berbelanja. Keberadaan lokasi sebuah warung tradisional maupun
minimarket dalam kawasan pemukiman maupun pasar, berpengaruh positif
dengan jumlah konsumen yang akan terjaring dan tentu saja berpengaruh terhadap keuntungan usaha.
4) Hubungan Diversifikasi Produk dengan Keuntungan Warung Tradisional
Handoko (dalam Apriantini, 2011) berpendapat bahwa penjualan akan turun bila perusahaan tidak menjual produk sebanyak yang dijual pesaingnya, sehingga diversifikasi produk para pedagang dapat mempengaruhi banyak sedikitnya transaksi penjualan. Diversifikasi produk yang dilakukan warung tradisional merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk
(45)
29
meningkatkan besarnya keuntungan warung tradisional ditengah-tengah pesatnya perkembangan minimarket. Adanya kebiasaan khusus seseorang dan karakteristik daerah yang berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada diversifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan segmen pasar yang berbeda. Mempunyai produk yang berbeda dengan minimarket dan memiliki keunggulan yang lebih, akan meningkatkan omset penjualan dari warung tradisional. Dimana peningkatan omset tersebut juga dapat meningkatkan tingkat keuntungan usaha warung tradisional. Dengan kata lain, bila warung tradisional memiliki diversifikasi produk untuk mengantisipasi persaingan dengan
minimarket, maka keuntungan yang diperoleh warung lebih besar daripada
warung yang tidak memiliki diversifikasi produk. 2.2 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai analisis pengaruh keberadaan minimarket terhadap perubahan keuntungan usaha warung tradisional di Kabupaten Badung belum pernah dilakukan, namun penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai dasar atau referensi dan berhubungan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementrian Koperasi dan UKM dengan PT Solusi Dinamika Manajemen pada tahun 2005. Judul penelitiannya yaitu “Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern
(Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan
Pasar Tradisional‘. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi posisi pedagang warung tradisional dan pasar modern (supermarket dan hypermarket) dari aspek kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, dari
(46)
30
penelitian tersebut dapat diketahui dampak kehadiran pasar modern (supermarket
dan hypermarket) terhadap usaha ritel yang dikelola oleh koperasi/waserda, dan
pasar tradisional. Penelitian ini juga menyusun suatu konsep pemberdayaan usaha perdagangan ritel yang dapat diterapkan koperasi/waserda, dan pasar dan warung tradisional. Penelitian dilakukan di 10 wilayah provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Objek kajiannya terdiri dari pasar tradisional, koperasi/waserda, UKM sektor ritel, pasar modern, dan instansi terkait. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis diskriptif dan metode statistika dengan analisis multivarian Mann Whitney U dan t-test serta analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini diketahui bahwa dampak pasar modern terhadap pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omset penjualan. Dengan menggunakan uji beda pada taraf signifikansi α=0,05, hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah hadirnya pasar modern dimana omset setelah ada pasar modern lebih rendah dibandingkan sebelum hadirnya pasar modern. Sedangkan variabel lainnya, yaitu jumlah tenaga kerja dan harga jual barang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Marthin Rapael Hutabarat (2009) yang berjudul “Dampak Kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermarket Terhadap Pasar Tradisional Sei Sikambing di Kota Medan” bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan serta untuk mengetahui jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan, jumlah
(47)
31
pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern. Metode penentuan sampelnya adalah simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian yaitu 15 orang pedagang buah-buahan dan 15 orang pedagang sayuran.
Penelitian ini menggunakan metode analisis uji-t berpasangan (paired
test). Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang, rata-rata margin laba pedagang buah-buahan, dan rata-rata margin laba pedagang sayur-sayuran di pasar tradisional Sei Sikambing sebelum dan setelah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket. Selain itu, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah-buahan dan pedagang sayur-sayuran di pasar tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan setelah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket.
Selain penelitian di atas, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Daniel,dkk (2007) dengan judul “Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak supermarket pada pasar tradisional dan pengusaha ritel di pusat-pusat perkotaan di Indonesia. Fokus penelitian ini adalah wilayah perkotaan dengan tingkat kepadatan supermarket tertinggi Jabodetabek dan Bandung. Jabodetabek meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Terdapat 98 pasar tradisional di Jabodetabek dan 20 pasar tradisional di Bandung, dan kira-kira terdapat 188 usaha ritel modern/mal di Jabodetabek dan
(48)
32
80 di Bandung. Hanya pasar yang telah beroperasi sejak tiga tahun lalu yang dimasukkan dalam kerangka sampel.
Penelitian ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi dampak kuantitatif menggunakan metode difference-in-difference dan model ekonometrik. Evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan informan kunci. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan metode tersebut adalah melalui metode kuantitatif secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada pendapatan dan keuntungan, tetapi terdapat dampak signifikan
supermarket pada jumlah pegawai pasar tradisional. Temuan-temuan kualitatif
menunjukkan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket.
(1)
dengan warung tradisional, kedekatan lokasi antara keduanya berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang warung tradisional. Apalagi dengan kondisi yang sekarang ini, dimana pertumbuhan minimarket sangat pesat sampai memasuki wilayah pemukiman. Bila lokasi minimarket lebih jauh dari warung, maka pendapatan pedagang yang diperoleh lebih besar daripada warung yang lokasinya lebih dekat dari minimarket yang disebabkan karena adanya persaingan usaha yang lebih ketat antara keduanya.
2) Hubungan Daya Saing dengan Pendapatan Warung Tradisional
Kemampuan daya saing pasar dalam penelitian ini termasuk dalam variabel independen yang mempengaruhi pendapatan pedagang warung tradisional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mangung Jaya (2011), disebutkan bahwa pengaruh kemampuan daya saing bersifat positif terhadap pendapatan pedagang. Semakin meningkat persaingan pasar, maka pendapatan pedagang pendapatan pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.
3) Hubungan Lokasi Usaha Strategis dengan Pendapatan Warung Tradisional
Teori Lokasi atau jangkauan pelayanan dari August Losch (dalam Pigawati, 2007) mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat berjualan, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi
(2)
produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Di samping itu, tata letak kegiatan produksi merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing industri dalam kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan citra industri, diferensiasi, biaya rendah, atau respon cepat.
Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar ataupun pemukiman, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin mahal. produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi usaha warung tradisional maupun minimarket berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang berbelanja. Keberadaan lokasi sebuah warung tradisional maupun
minimarket dalam kawasan pemukiman maupun pasar, berpengaruh positif
dengan jumlah konsumen yang akan terjaring dan tentu saja berpengaruh terhadap keuntungan usaha.
4) Hubungan Diversifikasi Produk dengan Keuntungan Warung Tradisional
Handoko (dalam Apriantini, 2011) berpendapat bahwa penjualan akan turun bila perusahaan tidak menjual produk sebanyak yang dijual pesaingnya, sehingga diversifikasi produk para pedagang dapat mempengaruhi banyak sedikitnya transaksi penjualan. Diversifikasi produk yang dilakukan warung tradisional merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk
(3)
meningkatkan besarnya keuntungan warung tradisional ditengah-tengah pesatnya perkembangan minimarket. Adanya kebiasaan khusus seseorang dan karakteristik daerah yang berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada diversifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan segmen pasar yang berbeda. Mempunyai produk yang berbeda dengan minimarket dan memiliki keunggulan yang lebih, akan meningkatkan omset penjualan dari warung tradisional. Dimana peningkatan omset tersebut juga dapat meningkatkan tingkat keuntungan usaha warung tradisional. Dengan kata lain, bila warung tradisional memiliki diversifikasi produk untuk mengantisipasi persaingan dengan
minimarket, maka keuntungan yang diperoleh warung lebih besar daripada
warung yang tidak memiliki diversifikasi produk. 2.2 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai analisis pengaruh keberadaan minimarket terhadap perubahan keuntungan usaha warung tradisional di Kabupaten Badung belum pernah dilakukan, namun penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai dasar atau referensi dan berhubungan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementrian Koperasi dan UKM dengan PT Solusi Dinamika Manajemen pada tahun 2005. Judul penelitiannya yaitu “Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern
(Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan
Pasar Tradisional‘. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi posisi pedagang warung tradisional dan pasar modern (supermarket dan hypermarket) dari aspek kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, dari
(4)
penelitian tersebut dapat diketahui dampak kehadiran pasar modern (supermarket
dan hypermarket) terhadap usaha ritel yang dikelola oleh koperasi/waserda, dan
pasar tradisional. Penelitian ini juga menyusun suatu konsep pemberdayaan usaha perdagangan ritel yang dapat diterapkan koperasi/waserda, dan pasar dan warung tradisional. Penelitian dilakukan di 10 wilayah provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Objek kajiannya terdiri dari pasar tradisional, koperasi/waserda, UKM sektor ritel, pasar modern, dan instansi terkait. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis diskriptif dan metode statistika dengan analisis multivarian Mann Whitney U dan t-test serta analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini diketahui bahwa dampak pasar modern terhadap pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omset penjualan. Dengan menggunakan uji beda pada taraf signifikansi α=0,05, hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah hadirnya pasar modern dimana omset setelah ada pasar modern lebih rendah dibandingkan sebelum hadirnya pasar modern. Sedangkan variabel lainnya, yaitu jumlah tenaga kerja dan harga jual barang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Marthin Rapael Hutabarat (2009) yang berjudul “Dampak Kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermarket Terhadap Pasar Tradisional Sei Sikambing di Kota Medan” bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan serta untuk mengetahui jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan, jumlah
(5)
pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern. Metode penentuan sampelnya adalah simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian yaitu 15 orang pedagang buah-buahan dan 15 orang pedagang sayuran.
Penelitian ini menggunakan metode analisis uji-t berpasangan (paired
test). Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang, rata-rata margin laba pedagang buah-buahan, dan rata-rata margin laba pedagang sayur-sayuran di pasar tradisional Sei Sikambing sebelum dan setelah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket. Selain itu, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah-buahan dan pedagang sayur-sayuran di pasar tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan setelah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket.
Selain penelitian di atas, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Daniel,dkk (2007) dengan judul “Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak supermarket pada pasar tradisional dan pengusaha ritel di pusat-pusat perkotaan di Indonesia. Fokus penelitian ini adalah wilayah perkotaan dengan tingkat kepadatan supermarket tertinggi Jabodetabek dan Bandung. Jabodetabek meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Terdapat 98 pasar tradisional di Jabodetabek dan 20 pasar tradisional di Bandung, dan kira-kira terdapat 188 usaha ritel modern/mal di Jabodetabek dan
(6)
80 di Bandung. Hanya pasar yang telah beroperasi sejak tiga tahun lalu yang dimasukkan dalam kerangka sampel.
Penelitian ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi dampak kuantitatif menggunakan metode difference-in-difference dan model ekonometrik. Evaluasi dampak kualitatif dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam dengan informan kunci. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan metode tersebut adalah melalui metode kuantitatif secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada pendapatan dan keuntungan, tetapi terdapat dampak signifikan
supermarket pada jumlah pegawai pasar tradisional. Temuan-temuan kualitatif
menunjukkan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket.