MATERI ABSES PARU | Karya Tulis Ilmiah MATERI ABSES PARU

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:47:38 2017 / +0000 GMT

MATERI ABSES PARU
LINK DOWNLOAD [101.00 KB]
ABSES PARU
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik
parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan ?necrotising pneumonia?. Abses besar
atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose
sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi.
Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan
penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti
penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob
maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru. (1, 2, 3, 6) Penelitian pada penderita Abses paru
nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi
perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7) Pada umumnya para klinisi menggunakan
kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih
efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4) 1. Waktu perawatan di RS yang lama 2.
Potensi reaksi keracunan obat tinggi 3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika. 4. Adanya super infeksi bakteri yang
mengakibatkan Nosokonial Pneumoni. Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas.

Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada. I.
EPIDEMIOLOGI 1. Faktor Predisposisi Ada bebreapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses paru. Janet et al
tahun 1995 melakukan penelitian di rumah perawatan intensive RS di Afrika Selatan, didapatkan beberapa faktor predisposisi abses
paru seperti berikut : (1, 2, 3, 4, 7) Tabel 1. Faktor predisposisi Abses paru No Faktor Predisposisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Alkoholik
Aspirasi benda asing Karies gigi TB paru lama Epilepsi Penyalahgunaan obat Penyakit paru obstuktif SLE Ca Bronkogenik Nihil
Tabel di kutip dari Chest/108/4/Okt'95 hal 938. ASHER DAN BEAUDRY tahun 1992 melaporkan beberapa faktor predisposisi
Abses paru yang terjadi pada anak-anak sebagai berikut : Tabel 2. Faktor predisposisi abses paru pada anak-anak. 1. Condition
Contoh Infeksi berat Immunodeficiency atau immunosuppression disorder Conditiopn leading to repeated aspiration Yang lain
{miscellcellaneous jarang) Bronchopneumonia Meningitis Osteomyelitis Septicemia Infected aczema Septic arthritis Abdominal
wall abscess Peritonsillar abscess Endocarditis Measles Burns Prematurity Blood dyscrasias Leukimia Hepatitis
Dysgammaglobulinemia Nephrotic syndrome Chronic granulamatous disease Steroid therapy Malnutrition Seozure disorders Mental
deficiency Altered consciousness Dysphagia Priodonitis, Carries, gingiva desease Riley-Day syndrome Cystic fibrosis Misplaced
central nervouse catheter Alpha-antitrypsin deficicency Foreign body in respiration tract Eroded foreign body in the esophagus
Tabel 2 dikutip dari (1) Tabel 1. Presdeposisi factor dari Abses Paru No Presdeposisi factor dari Abses Paru 1 2 3 4 5 6 7 Aspirasi
dari oropring Obstruksi bronkial Pneumonia Blood-borne infection Infark paru yang terinfeksi Ruda paksa (trauma) Penyebaran
transdiapragmatika Tabel 2. Diferensial Diagnosis Abses Paru No Diferensial Diagnosis Abses Paru 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Cavitas Tumor
Bula atau kista bronkial Bronkiektasa seculea Aspersiloma Wegener's gramulomatasi Kista hydaditosa Pneumekoniosis caplan's
sipidron Cavitas rheumatoid nodule Gas fluid level in oesopkagus, Stomach or bowel Aspirasi dari derah orofaring yang paling
sering penyebab terjadinya abses. Freton predesposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti tabel III, kadang-kadang satu
orang lebih dari satu faktor. Tabel 3. Presdeposisi Aspirasi Orofaring Presdeposisi Aspirasi Orofaring ganguan kesadaran - Alkohol drug abuse - epilepsi - atuastesi ganguan inervasi otot - faring - laring - oesepagos Infeksi nasal - penyakit sinus Infeksi oral - dental

carries - ginigival desease Infeksi farigeal - pouch Infeksi caryugeal - tumor Infeksi ocsepekageal - stricture - hiatus kernea obstruksi
Bronkus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan, atau benda asing Tabel 3 dikutip dari (1) 2. Etiologi Kuman atau bakteri
penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman
mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan
bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus (1). Dibawah ini ada 3 tabel kuman
penyebab abses dari 3 penelitian yang berbeda. Tabel 3. Spektrum organisme penyebab Abses paru menurut Asher dan Beaudry
Type of Abscess Organisms Primary Secondary a. Staphylococcus aureus Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable
Streptococcus viridans, pneumoniae Alpha-hemolytic streptococci Neisseria sp. Mycoplasma pneumoniae Aerobes 1) All those
listed for primary abscess Haemophilus aphropilus, parainfluenzae Streptococcus group B, intermedius Klebsiella penumoniae
Escherichia coli, freundii Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificsns Aerobacter aeruginosa Candida Rhizopus sp.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:47:38 2017 / +0000 GMT

Aspergillus fumigatus Nocardia sp Eikenella corrodens Serratia marcescens Anaerobes 2) Peptostreptococcus constellatus,
intermedius, saccharolyticus 3) Veillonella sp., alkalenscenens 4) Bacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis, corrodens,

distasonis, vulgatus, ruminicola, asaccharolyticus 5) Fusobacterium necrophorum, nucleatum 6) Bifidobacterium sp. Tabel 3 dikutip
dari (1) Tabel 4. Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al. No. of Isolates % Anaerobs Provetella sp
Porphyromonas sp Unspectiated pigmented anaerobs a) Bacteroides sp Fusobacterium sp Anaerobic cocci Microaerophilic
streptococci Veilonella sp Clostridium sp Nonsporing Gran-positive anaerobes ?Mixed anaerobes? total Aerobs b) Viridans
streptococci c) Staphylococcus sp d) Corynebacterium sp Klebsiella sp Haemophilus sp Gram-negative cocci Total 17 7 4 4 4 4 7 1
1 9 1 59 7 5 3 2 1 2 20 22 9 5 5 5 5 9 1 1 11 1 74 9 6 4 3 1 3 26 Tabel 4 dikutip dari (6) Tabel 5. Organisme dan kondisi yang
berhubungan dengan Abses paru menurut Finegold dan Fishmans (1) Infectious Noninfectious and Predisposing Conditions Bacteria
Anaerobes; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa, streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides,
Burkholdaria pseudomallei Mycobacteria (often multifocal) M. tuberculosis, M. avium complex, M. kansasii, other mycobacteria
Fungi Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis hominis
Parasites Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive) Empyema (with air-fluid
level) Septic embolism (endocarditis) Anatomis Fluid-filled cysts, bland infraction Bronchiectasis Vasculitis Goodpasture's
syndrome, Wegener's granulomatosis, periateritis Obstruction (neoplasm, foreign body) Pulmonary sequestration Pulmonary
contusion Carcinoma Tabel 5 dikutip dari (4) 3. Insidens Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982
adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children's Hospital of
eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding
wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8). Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 ? 40 % pada era
preantibiotika sampai 15 ? 20 % pada era sekarang (7). II. PATHOFISIOLOGI 1. PATHOLOGI Abses paru timbul bila parenkim
paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan
trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi

abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang
terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura
maka terjadi empyema (2, 3, 10). 2. PATHOFISIOLOGI Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai
berikut : (5) a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan
multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid
level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan
perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar. b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada
beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita
emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia
berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat
pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe
peribronkial. d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi
peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses. III.
MANIFESTASI KLINIS. 1. Gejala klinis : (1, 2, 3, 4, 5, 6) Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala
pneumonia pada umumnya yaitu: a. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan
temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan
bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 ? 75% penderita abses paru.
d. Nyeri dada (? 50% kasus)

e. Batuk darah (? 25% kasus)
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari
tabuh serta takikardi.
2. Gambaran Radiologis (1, 2, 9)
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau
tunggal dengan ukuran ? 2 ? 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:47:38 2017 / +0000 GMT

terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan
peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.

Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan
antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan
etiologis.
IV. DIAGNOSA
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.
Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang
mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah
posisi sesuai dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosa Banding (2) :
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan

pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur
ditemukan jamur.
4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi.
5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis
pada penderita.
8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan barium foto.
9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd.
V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang
mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : (2, 4, 5, 9, 10)
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru
menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman
anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan

penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang
berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu
setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:47:38 2017 / +0000 GMT

Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses
paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.

b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
VI. KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
1. Beberapa komplikasi yang timbul adalah : (4, 5)
a. Empyema
b. Abses otak
c. Atelektasis
d. Sepsis
2. Prognosa
Abses paru masih marupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara
15-20% merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 30-40% (7).
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan
satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2% angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi
dibandingkan 75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP
dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : (7)
a. Anemia dan Hipo Albuminemia
b. Abses yang besar (? > 5-6 cm)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob

e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat
VII. RINGKASAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim
paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan
kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan
yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan
gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 ? 34.
Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 ? 41.
Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 ? 15.
Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman's pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ;
1998 ; 2021 ? 32.
Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 ?

120.
Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity ? Acquired
Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 ? 41.
Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 ? 52.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 0:47:38 2017 / +0000 GMT

Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 ? 13.
Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess,
and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 ? 88.
Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual
insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 ? 40.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/5 |