ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PERWAKILAN PENGELOLAAN DANA PERMAKANAN DINAS SOSIAL SURABAYA : STUDI KASUS DI KELURAHAN BUBUTAN SURABAYA.

(1)

ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PERWAKILAN

PENGELOLAAN DANA PERMAKANAN DINAS SOSIAL SURABAYA

(STUDI KASUS DI KELURAHAN BUBUTAN SURABAYA)

SKRIPSI

Oleh:

Lidya Widi Pramita NIM : C72212127

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

Surabaya 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi dengan judul ‚Analisis Maslahah mursalah Terhadap Perwakilan Pengelolaan

Dana Permakanan Dinas Sosial Surabaya (Studi Kasus di Kelurahan Bubutan Surabaya)‛ merupakan penelitian yang akan menjawab permasalahan: 1) Bagaimana mekanisme pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh pengurus permakanan untuk penderita cacat di Kelurahan Bubutan? dan 2) Bagaimana analisis maslahah mursalah terhadap mekanisme perwakilaan pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh pengurus permakanan untuk penderita cacat di Kelurahan Bubutan?

Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu menggambarkan kondisi, situasi, atau fenomena. Data yang diperoleh tentang pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial Surabaya dengan menggunakan observasi, wawancara, serta dokumentasi. Kemudian dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif, yakni dengan menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal mengenai konsepwakalah dan ujrah. Setelah menjelaskan konsep-konsep akan dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan.

Pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh pengurus permakanan untuk penderita cacat diserahkan kepada IPSM (Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat) dan warung harus mengelola dana dengan sebaik–baiknya, tidak mengurangi maupun melebihkan menu makanan yang telah dijadwalkan oleh Dinas Sosial. Penggantian menu makanan harus dengan ijin dari Dinas Sosial. Dalam sehari sasaran mendapatkan satu kali jatah makanan yang diantar setiap pagi hari. Setiap mengantarkan makanan untuk para sasaran, warung mendapat upah Rp. 500 (Lima Ratus Rupiah) setiap alamat, jika terdapat dua sasaran dalam satu rumah maka tetap mendapat p. 500 (Lima atus upiah). Analisis maslahah mursalah pada praktik pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial yang dilakukan oleh pihak IPSM

dan warung pada dasarnya diperbolehkan karena sesuai dengan syarat-syarat

maslahah mursalah .

Pada akhir penulisan skripsiini, penulis menyarankan kepada seluruh masyarakat yang hendak melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti Dinas Sosial dengan pihak IPSM dan warung untuk lebih memahami aturan yang telah diatur dalam hukum Islam mengenai wakalah dan ijarah. Hal tersebut diharapkan untuk menghindari adanya penyimpangan syariat Islam dan menjadikan kegiatan kerjasama sebagai kegiatan yang diberkahi oleh Allah Swt. Penulis juga menyarankan kepada pihak Dinas Sosial untuk memberikan anggaran lebih supaya pihak warung mendapatkan upah lebih besar dari sebelumnya. Segera menerbitkan data pengganti sasaran apabila sasaran sebelumnya pindah atau meninggal dunia dan menambahkan kuota untuk calon sasaran agar lebih menjangkau semua penderita cacat lainnya yang membutuhkan bantuan tersebut.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTARBAGAN ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metodelogi Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : MAS LA AH , WAKALAH , UJRAH A. Maslahah ... 21

B.Wakalah ... 32


(8)

BAB III : PRAKTIK PENGELOLAAN DANA PERMAKANAN DINAS SOSIAL SURABAYA DI KELURAHAN BUBUTAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

B. Praktik Pengelolaan Dana Permakanan Dinas Sosial Surabaya di Kelurahan Bubutan ... 54

BAB IV : ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAHTERHADAP PERWAKILAN PENGELOLAAN \ DANA PERMAKANAN DINAS SOSIAL SURABAYA A. Analisis Pengelolaan Dana Permakanan DinasSosial ... 59

B. Analisis Mas lah ah Mursalah terhadap Perwakilan Pengelolaan Dana Permakanan DinasSosial Surabaya ... 61

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTARPUSTAKA ... 68

LAMPIRAN A. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 70

B. Daftar Nama Sasaran ... 72

C. Data Menu untuk Penyandang Cacat ... 74


(9)

DAFTAR TABEL

3.1 Daftar Nama Sasaran ... 54 3.2 Data Menu untuk Penyandang Cacat ... 56


(10)

DAFTAR BAGAN

3.1 Struktur Organisasi ... 47 3.2Praktik Pengelolaan Dana Permakanan Dinas Sosial ... 53


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama sempurna yang mampu mengatur ssegala aspek kehidupan manusia, secara keseluruhan, baik akidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Islam merupakan ajaran agama dan norma yang harus ditaati berdasarkan kepada wahyu Allah yang telah diturunkan melalui Rasulullah. Oleh karena itu hukum Islam merupakan jalan yang telah digariskan oleh Allah untuk manusia.

Hukum Islam dapat disebut dengan berbagai istilah yang telah digunakan. Istilah-istilah tersebut memiliki makna atau penggambaran sisi tertentu dari hukum Islam. Namun secara keseluruhan istilah tersebut sering digunakan untuk menyebut hukum Islam. Istilah tersebut antara lain: syariah, fikih, dan terjemahan lainnya. Syariah adalah kumpulan dari beberapa hukum yang ditetapkan oleh Allah kepada semua manusia melalui lisan Nya Muhammad saw. baik dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya.1 Fikih adalah ilmu hukum Islam yang merupakan sebuah cabang studi yang mengkaji norma-norma syariah dalam kaitan dengan tingkah laku konkret manusia dalam berbagai dimensi hubungannya.2

Islam mengatur seluruh aspek hidup yang terkait dengan individu, keluarga, masyarakat, atau yang berhubungan dengan negara. Ulama fikih

1Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 2.


(12)

2

membagi ilmu fikih beberapa bidang, salah satunya adalah fikih muamalah.3 Fikih muamalah merupakan aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan individu dengan individu lain untuk memperoleh dan mengembangkan harta bendanya. Namun dapat diartikan juga aturan Islam yang mengatur tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia.

Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi untuk mengisi dan memakmurkan hidup sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah.4 Sejak awal penciptaan manusia, Allah Swt. telah menakdirkannya untuk saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, untuk memenuhi kelangsungan hidupnya termasuk masalah ekonomi. Allah menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai makhluk sosial, dimana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa berinteraksi dengan yang lainnya. Baik itu yang berupa sandang, pangan dan tukar menukar, dengan melalui bisnis atau jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya.

Islam mengajarkan umat manusia untuk senantiasa hidup saling tolong-menolong atas dasar tanggung jawab bersama agar dalam kehidupan masyarakat dapat ditegakkan keadilan yang pada akhirnya terhindari pemerasan antarsesama. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Alquran Almaidah ayat 2:

                                                     

3 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), 2. 4

Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002),1.


(13)

3                                                  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannyadan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat

aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Almaidah : 2)5

Kenyataan tolong menolong dalam bermuamalah tidak dapat ditinggalkan, karena bermuamalah dengan cara tolong menolong akan mempererat tali silaturrahmi antara sesama manusia. Selain itu dengan bermuamalah dapat mempermudah mendapat segala kebutuhan apa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya sehari-hari, manusia saling membutuhkan antara sesamanya. Orang miskin membutuhkan pertolongan dari yang kaya berupa makanan, uang, dan materi yang lainnya. Orang yang kaya pun membutuhkan pertolongan dari orang yang miskin berupa jasa, tenaga, dan sebagainya.

Menolong orang bukan hanya dengan harta atau materi, tetapi bisa juga dengan tenaga, dengan ilmu, nasihat, dan sebagainya. Allah Swt. telah menghimpun ragam al-birru (kebaikan, kebajikan) dalam ayat berikut:

5


(14)

4                                                                                                   

Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Albaqarah : 177)6

Kebaikan (kebajikan) yang tertera di ayat di atas mencakup seluruh unsur agama Islam, prinsip-prinsip keimanan, penegakan syariat seperti mendirikan shalat, membayar zakat dan infak kepada orang yang membutuhkan dan amalan hati seperti bersabar dan menepati janji. Dalam ayat ini, setelah memberitahukan ragam kebaikan, di penghujung ayat, Allah Swt. menjelaskan itulah bentuk-bentuk ketakwaan.

Jika kita sudah terbiasa menerapkan sifat taʻawun ini dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita akan senantiasa peduli terhadap kesulitan orang lain dan berusaha sedapat mungkin untuk menolongnya. Jika kita suka menolong orang maka kita pun akan ditolong orang.

6


(15)

5

Mungkin orang yang menolong itu adalah orang yang pernah kita tolong, atau mungkin juga orang yang menolong kita adalah orang yang tidak pernah kita tolong atau orang itu tidak pernah kita kenal. Sebaliknya, jika kita tidak pernah menolong orang, maka kita pun tidak pernah ditolong orang.

Sebaliknya jika kita menolong dengan ikhlas kita sudah merasa bahagia, karena kita sudah berbuat baik, dan orang yang kita tolong dapat mengatasi kesulitannya. Membiasakan tolong-menolong antar sesama merupakan sikap taʻawun. Kita harus memegang prinsip islami dalam mengaplikasikan tolong-menolong kepada sesama manusia dalam kehidupan sosial masyarakat kita, yakni terbatas pada kebaikan dan takwa. Bagaimanapun bentuk dan caranya tetapi kita tetap berpegang teguh pada prinsip tersebut.

Salah satu cara mengaplikasikan bentuk tolong-menolong antarsesama manusia, Dinas Sosial mempunyai salah satu program yaitu program ‚Permakanan‛ program tersebut bertujuan untuk memberikan makanan yang layak guna mencukupi kebutuhan nilai gizi, para penderita cacat yang ada di Surabaya. Namun pada penelitian kali ini penulis lebih memfokuskan pada Kelurahan Bubutan. Target program tersebut salah satunya adalah menyejahterahkan para penderita cacat yang masuk kedalam kategori-kategori yang sudah ditentukan oleh Dinas Sosial seperti, keterbatasan ekonomi bagi penderita cacat tersebut.


(16)

6

Dalam sehari para penderita cacat mendapatkan jatah satu kali makan dari Dinas Sosial. Namun perlu juga diperhatikan proses-prosesnya agar makanan tersebut dapat diterima oleh orang yang berhak untuk meminimalisasi terjadinya salah sasaran. Pada program ini pihak Dinas Sosial tidak melakukannya sendiri, tetapi mewakilkan dan dibantu oleh warga yang telah ditunjuk oleh pihak Dinas Sosial sebagai pengurus permakanan untuk mengolah dana menjadi makanan yang siap dibagikan kepada para penderita cacat. Tugas warga tersebut adalah mengolah dana mulai dari berbelanja, memasak, serta mengantarkan makanan tersebut kepada para penderita cacat secara langsung dengan atas nama pihak Dinas Sosial.

Akan tetapi dalam tugasnya tersebut warga yang ditunjuk mendapatkan upah yang tidak terlalu banyak dari jasanya, hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain, berubahnya menu-menu makanan yang telah ditetapkan oleh Dinas Sosial, pembagian makanan yang tidak sesuai dengan data para penerima makanan.

Berdasarkan konteks di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam dan jelas agar dapat diketahui kejelasan tentang faktor-faktor, tata cara, prosedur, serta praktik perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan apakah telah sesuai dengan syarat atau aturan dalam Hukum Islam.


(17)

7

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan pemaparan yang ada pada latar belakang, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari mekanisme perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan yang diberikan oleh pihak Dinas Sosial kepada masyarakat. 2. Akad yang digunakan oleh Dinas Sosial untuk mengelola dana sosial. 3. Kriteria dan spesifikasi masyarakat yang digolongkan untuk menjadi

sasaran Dinas Sosial.

4. Mekanisme perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan. 5. Analisis maslahah mursalah terhadap perwakilan pengelolaan dana

permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, untuk menghasilkan penelitian yang lebih fokus pada judul di atas, penulis membatasi penelitian ini yakni pada pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial, meliputi: 1. Sistem perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial

kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan. 2. Analisis maslahah mursalah terhadap mekanisme perwakilan

pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.


(18)

8

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme perwakilan pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh pengurus permakanan untuk penderita cacat di Kelurahan Bubutan?

2. Bagaimana analisis maslahah mursalah terhadap mekanisme perwakilaan pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh pengurus permakanan untuk penderita cacat di Kelurahan Bubutan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian/ penelitian yang telah ada.7

1. Skripsi yang ditulis oleh Anas Misbahudin yang berjudul ‚Analisis

hukum Islam terhadap implementasi akad wakalah bil al’ujrah pada produk jasa surat kredit berdokumen dalam Negeri (SKBDN) (studi kasus di Bank Syariah Mandiri Surabaya)‛ dalam rumusan masalah membahas tentang bagaimana implementasi akad wakalah bil al’ujrah pada produk jasa SKBDN di Bank Syariah Mandiri Surabaya dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap implementasi ujrah terkait

7


(19)

9

dengan produk jasa SKBDN di Bank Syariah Mandiri Surabaya. Dalam skripsi tersebut dapat disimpulkan praktek penggunaan akad wakalah bil al’ujrah pada implementasi produk jasa SKBDN di Bank Syariah Mandiri Surabaya tidak sesuai dengan Hukum Islam dan fatwa dewan syariah nasional. Karena pihak bank menentukan sepihak kepada nasabah pada saat penentuan ujrah dan juga menggunakan prosentase untuk menentukan ujrah.8

2. Skripsi yang ditulis oleh Eva Fauziyah Faza yang berjudul ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap klaim asuransi dalam akad wakalah bil al’ujrah pada PT Asuransi Takaful Umum Surabaya‛ dalam rumusan masalah membahas bagaimana klaim asuransi dalam akad wakalah bil al’ujrah pada PT Takaful Umum Surabaya dan bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap klaim Asuransi dalam akad wakalah bil al’ujrah pada PT Takaful Umum Surabaya. Dalam skripsi tersebut dapat disimpulkan klaim asuransi menggunakan akad wakalah bil al’ujrah diperbolehkan karena sesuai dengan rukun dan syarat yang berlandaskan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.9

3. Skripsi yang ditulis oleh Fathul Hidayat Fajar Yanto yang berjudul

‚Tinjauan Maslahah mursalah terhadap Pengelolaan Dana Investasi pada

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam PP No. 87 Tahun 2013

8

Anas Misbahudin, ‚Analisis Hukum Islam terhadap implementasi akad Wakalah Bil Ujrah pada produk jasa surat kredit berdokumen dalam Negeri (SKBDN) (studi kasus di Bank Syariah Mandiri Surabaya)‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012).

9

Eva Fauziyah Faza, ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap klaim asuransi dalam akad Wakalah Bil Ujrah pada PT Asuransi Takaful Umum Surabaya‛, (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009).


(20)

10

tentang Pengelolaan Aset Jaminan Kesehatan‛ di dalamnya penulis membahas bagaimana mekanisme pengelolaan dana investasi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan bagaimana tinjauan maslahah mursalah terhadap pengeloaan dana investasi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam skripsi tersebut dapat disimpulkan dalam jaminan sosial, iuran yang tidak akan kembali dan tidak dinikmati oleh tertanggung yang selalu sehat, tidak dirasakan sebagai kehilangan, karena dapat digunakan oleh tertanggung yang sakit, maka hal itu boleh dilakukan.10

Dari penelitian di atas, tentunya berbeda dengan apa yang akan disusun oleh penulis. Dalam penulisan penelitian yang ditulis oleh Anas Misbahudin dan Eva fauziyah Faza menggunakan wakalah bil al’ujrah, sedangkan penulis menggunakan wakalah tanpa ujrah. Lalu penelitian yang ditulis oleh Fathul Hidayat Fajar Yanto tidak menggunakan wakil untuk mengelola dananya, sedangkan penulis menggunakan wakil untuk mengelola dananya.

Maka penulis akan membahas tentang pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh perwakilan pengelolaan dana untuk penderita cacat, dan

tersusun menjadi judul: ‚Analisis Maslahah Mursalah terhadap Perwakilan

Pengelolaan Dana Permakanan di Dinas Sosial Surabaya (Studi Kasus di Kelurahan Bubutan)‛.

10Fathul idayat Fajar Yanto, ‚Tinjauan Maslahah mursalah terhadap Pengelolaan Dana Investasi pada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dalam PP. No. 87 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jamina Kesehatan‛ (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).


(21)

11

E. Tujuan Penelitian

Peneliti dalam meneliti permasalahan ini, dengan tujuan untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui mekanisme perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

2. Untuk mengetahui analisis maslahah mursalah terhadap perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini dapat berguna bagi pembacanya, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, kegunaan tersebut antara lain:

1. Secara teoritis

a. Memberikan masukan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum Islam, pada analisis maslahah mursalah terhadap perwakilan pengelolaandana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

b. Memberikan informasi penerapan perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan


(22)

12

c. Memberikan gambaran tentang perwakilan pengelolaan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

2. Secara praktisi

a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir, dan mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperolehnya.

b. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan dengan praktik yang telah diterapkan di lapangan.

c. Hasil dari penelitian dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu mengenai pewakilan pengolahan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

G. Definisi Operasional

Dalam rangka untuk menghindari kesalahpahaman persepsi dan lahirnya multi-interpretasi terhadap judul ini, maka penulis merasa penting untuk menjabarkan tentang maksud dari istilah-istilah yang berkenaan dengan judul di atas, dengan kata-kata kunci sebagai berikut:

1. Maslahah mursalah

Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dalil, baik yang menolaknya atau memperbolehkannya.


(23)

13

Maslahah mursalah ini bertujuan untuk memelihara dari kemudharatan dan menjaga kemanfaatannya.

2. Pengelolaan dana permakanan

Pengelolaan dana permakanan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengurus dari setiap kelurahan di Surabaya untuk mengelola dana yang diberikan oleh Dinas Sosial kepada penyandang cacat.

3. Dinas sosial

Dinas sosial adalah lembaga yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan di bidang sosial.

4. Penderita cacat

Penderita cacat adalah orang yang memiliki kekurangan berupa cacat pada tubuh dan dinyatakan kurang mampu secara materi. Oleh karena itu mereka berhak mendapatkan bantuan dari Dinas Sosial berupa makanan.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Adapun dalam metode penelitian yang digunakan yaitu:


(24)

14

1. Data yang dikumpulkan

Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek.11 Data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti dalam penelitian ini, diantaranya adalah:

a. Mekanisme perwakilan pengolahan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

b. Data tentang hukum perwakilan dana sosial menurut analisis hukum bisnis Islam dengan teori maslahah mursalah

2. Sumber data

Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus di kumpulkan oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Data ini diperoleh peneliti dari hasil wawancara dan terjun ke lapangan dengan para pihak yang terlibat dalam pengolahan dana sosial. Para pihak yang terlibat antara lain:

1) Dinas sosial

2) IPSM (Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat) dan warung 3) Penderita cacat

11

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial : Format-format Kuantitatif & Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 123.


(25)

15

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung. Data yang digunakan dalam penelitian dikumpulkan peneliti yang berupa studi kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari melalui internet dan buku-buku referensi tentang penelitian ini. Buku yang digunakan, antara lain:

1) Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, 2003 2) Helmi Karim, Fiqh Muamalah, 1997

3) Ibnu Mas’ud, et al, Fiqh Madzhab Syafi’i, Buku 2: Muamalat,

Munakahat, Jinahat. 2007

4) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah. 2012 5) Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah. 2001

6) Syekh Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih. 1993 3. Subjek penelitian

Subyek penelitian merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian. Subyek dipilih oleh peneliti dan dianggap memiliki kredibilitas untuk menjawab dan memberikan informasi dan data kepada peneliti yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun subyek penelitian ini adalah pihak Dinas Sosial dan Pihak perwakilan pengelolaan dana permakanan.


(26)

16

4. Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti, antara lain:

a. Observasi

Metode observasi data pengamatan ini merupakan strategi pengumpulan data mengenai apa yang mereka lakukan dan benda-benda apa saja yang mereka buat dan gunakan dalam kehidupan mereka12. Dalam teknik ini, peneliti memperoleh data yaitu data mengenai apa yang perwakilan pengelolaan dana permakanan lakukan dan apa saja yang mereka masak untuk dibagikan kepada para penderita cacat serta daftar makanan dan daftar penderita cacat yang berhak menerima makanan tersebut, prosedur yang dilakukan pengurus permakanan ketika memasak untuk penderita cacat harus sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh Dinas Sosial, kemudian perwakilan pengelolaan dana permakanan menyerahkan makanan tersebut kepada para penderita cacat yang terdapat di dalam daftar dengan mengatas namakan pihak Dinas Sosial.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan agar mendapatkan informasi dan data lapangan secara langsung dari responden yang dianggap valid atau tidak dilihat dari dokumentasi. Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau


(27)

17

lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh kepada subjek penelitian unuk dijawab.13

Wawancara akan dilakukan dengan narasumber segai berikut: 1) Dinas sosial

2) IPSM (Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat) dan warung 3) Sasaran

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan proses melihat kembali data-data dari dokumentasi berupa segala macam bentuk informasi yang berhubungan dengan penelitian yang dimaksud dalam bentuk tertulis atau rekaman suara. Pengumpulan data dokumen merupakan metode yang digunakan peneliti untuk menelusuri data historis yang berisi sejumlah fakta yang berbentuk dokumen, hal ini sebagai pelengkap data penelitian, data sebagai penunjang dari hasil wawancara dan observasi.

Dalam teknik ini, peneliti mendapatkan data-data yang berupa dokumentasi seperti foto, video, rekaman hasil wawancara dan dokumen-dokumen yang ada sebagai kelengkapan penelitian ini. 5. Teknik pengolahan data

Adapun untuk menganalisis data-data dalam penelitian ini, penulis melakukan hal-hal berikut:


(28)

18

a. Editing, merupakan salah satu upaya untuk memeriksa kelengkapan data yang dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk meneliti kembali data-data yang diperoleh.14 Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa kembali data-data tentang perwakilan pengolahan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

b. Organizing, yaitu menyusun sistematika data dari proses awal hingga akhir tentang proses pengolahan dana sosial.

c. Analizing, yaitu tahapan analisis pengolahan dana sosial. Analisis dimulai dari diberikannya dana dari pihak Dinas Sosial kepada pengurus permakanan, kemudian pengurus permakanan sebagai wakil dari pihak Dinas Sosial mengelola dana tersebut hingga berubah menjadi makanan yang siap di bagikan kepada para penderita cacat di kelurahan Bubutan dan disesuaikan dengan hukum Islam terhadap perwakilan pengolahan dana permakanan oleh Dinas Sosial kepada pengurus permakanan penderita cacat di Kelurahan Bubutan.

6. Teknik analisis data

Penulis dalam menganalisis data yang telah diperoleh menggunakan metode deduktif. Metode yang mengungkapkan teori-teori diawal dan selanjutnya mengungkapkan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil pengamatan serta penelitian. Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal mengenai konsep perwakilan. Setelah

14Soeratno, Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UUP AMP YKPM, 1995), 127.


(29)

19

menjelaskan konsep-konsep akan dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan.

I. Sistematika Pembahasan

Karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab, sistematika masing-masing bab sesuai dengan urutan sebagai berikut:

Bab pertama, penulis membahas latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, serta metode penelitian yang digunakan dalam memperoleh data yang diperlukan dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi pengertian-pengertian teoretis, antara lain: wakalah dan ujrah. Selain pengertian-pengertian teoretis bab ini juga membahas konsep dasar hukum Islam tentang maslahah mursalah.

Bab ketiga, akan menjelaskan mengenai deskripsi secara umum dari objek penelitian. Dalam deskripsi data penelitian, penulis memaparkan data diantaranya, yang berisi sejarah dari Dinas Sosial Surabaya serta layanan yang diberikan oleh Dinas Sosial kepada masyarakat khususnya dalam hal layanan permakanan di Kelurahan Bubutan

Bab keempat, penulis akan membahas mengenai analisis maslahah mursalah terhadap perwakilan pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial Surabaya.


(30)

20

Bab kelima merupakan akhir dari penelitian yang berisikan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang beberapa hal yang berkatan dengan hasil penelitian sedangkan saran adalah beberapa masukan yang diberikan oleh peneliti atas hasil penelitian.


(31)

21

BAB II

MASLA AH ,WAKALAH, UJRAH

A.Mas lah ah

1. Pengertian maslahah

Secara etimologis, kata ‚

ةحلصما

‚, jamaknya ‚

حاصما

‚berarti

sesuatu yang baik yang bermanfaat dan ia merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan dan di dalam bahasa Arab sering pula

disebut dengan ‚

باوصلاو

رىخا

‚ 17 yaitu yang baik dan benar. Maslahat

kadang-kadang disebut pula dengan (‚

حاصتس

اا

‚) yang berarti

mencari yang baik (‚

ح

اصاا

بلط

‚)18.

Secara terminologis, al Maslahahadalah kemanfaatan yang dikehendaki oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, baik berupa pemeliharaan agama mereka, pemeliharaan jiwa/diri mereka, pemeliharaan kehormatan diri serta keturunan mereka, pemeliharaan

17Jalaluddin Abdurrahman. al-Masalih al-Mursalah wa Makanatuha Fi al-Tasyri’.(Mesir:

Matba’ah al-sa’adah, Cet. I, 1983), 12-13.


(32)

22

akal budi mereka, maupun berupa pemeliharaan harta kekayaan mereka.19

Namun terdapat beberapa definisi maslahat yang dikemukakan ulama fikih, antara lain:

a. Menurut Jalaluddin Abdurrahman, maslahat ialah memelihara maksud hukum syarak terhadap berbagai kebaikan yang telah digariskan dan ditetapkan batas-batasnya, bukan berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia belaka.

b. Menurut Imam al-Ghazali, maslahat pada dasarnya ialah berusaha meraih dan mewujudkan manfaat atau menolak kemudharatan. 20 c. Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana dikutip oleh Imam Abu

Zahrah,21 bahwa yang dimaksud dengan maslahat ialah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syarak.

Dari ketiga definisi di atas, baik yang dikemukakan oleh Jalaluddin Abdurrahman dan Imam al-Ghazali maupun Ibnu Taimiyah mengandung maksud yang sama. Artinya maslahat yang dimaksudkan adalah kemaslahatan yang menjadi tujuan syarak bukan kemaslahatan

19 Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, al-Mustasfa, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz ke-1, 286-287.

20Al-Ghazali.Al-Mustafa.(Mesir: Maktabah al-Jumdiyah, 1971), 251.

21 Muhammad Abu Zahrah. Ibn Taimiyan Hayutuh wa Asruh, wa Arauh wa Fiqhuh. (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi), 495.


(33)

23

yang semata-mata berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia saja.

2. Pembagian maslahah

Dilihat dari segi pembagian maslahat ini, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu, dilihat dari segi tingkatannya dan eksistensinya.

a. Maslahat dari segi tingkatannya

Macam maslahat dari segi tingkatannya ini adalah berkaitan dengan kepentingan yang menjadi hajat hidup manusia.Menurut Mustafa Said al-Khind. Maslahat dilihat dari segi martabatnya ini dapat dibedakan kepada tiga macam:22

1) Maslahat daruriyat

Maslahat pada tingkat ini ialah kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dalam kehidupan manusia maka mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan manusia tersebut. Zakariya al-Bisri menyebutkan bahwa

ضلا ُحِلاَصمَللا

ْا َيِ ُة ي ِرَ ْوَْْا ُة يِس َاس َْْا ْيَأ ُة ي ِرْوُر

ا ُر ْوُم ُْ

ْم ْوُقَ ت ِِ ل

َع

ا ِت مَع َو ِة اَيَْْا ُم اَظِن لَتْخ ِإ ْتَف لَََ ا َذ ِإ ُثْيَِِ ِس ا نلا ُة اَيَح َاهْيَل

َو ىض ْوَفْل

ُرْ يِبَكلْا ُد اَسَفلْا َو ُةَنْ تِفلْا ِتَن اَك

22Mustafa Said Khin.Asar Ikhtilaf Fi Qawaid Ushuliyah Fi Ikhtilaf al-Fuqaha.(Kairo: Muasasah al-Risalah), 1969. 550-552.


(34)

24

Artinya: Maslahat daruriyat ini merupakan dasar asasi untuk terjaminnya kelangsungan hidup manusia. Jika ia rusak maka akan mucullah fitnah dan bencana yang besar.23

Lebihlanjut Zakariya al-Biri menjelaskan bahwa yang termasuk dalam lingkup maslahat daruriyat ini ada lima macam, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Umumnya para pakar ushul fikih, seperti Jalaluddin Abdurrahman Muhammad al-Said Ali Abdul Rabuh, Muhammad Abu Zahrah dan Mustafa Said al-Khind berpendapat sama dengan Zakariya al-Biri bahwa kelima macam aspek yang termasuk dalam lingkup maslahat daruriyat yang disebutkan di atas tadi, merupakan maslahat yang paling asasi. Kelima macam maslahat ini harus dipelihara dan dilindungi. Karena jika terganggu akan mengakibatkan rusaknya sendi-sendi kehidupan.

2) Maslahathajiyat

Maslahat hajiyat jenis ini ialah persoalan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi.24 Dengan kata lain, dilihat dari segi

23Zakariyah al-bisri.Masadir al-ahkam al-Islamiyah, (Kairo: Dar al-Ittihad Littba’ah), 1975, 124.

24Zakariyah al-Bisri.Masadir al-Ahkam al-Islamiyah.(Kairo: Dar al-Ittihad al-Arabi


(35)

25

kepentingannya, maka maslahat ini lebih rendah tingkatannya dari maslahat daruriyat.

3) Maslahat tahsiniyat

Maslahat ini sering pula disebut dengan maslahat takmiliyah yang dimaksud dengan maslahat jenis ini ialah sifatnya untuk memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja.Sekiranya, kemaslahatan tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah menimbulkan kesulitan dan kegoncangan serta rusaknya tatanan kehidupan manusia. Dengan kata lain kemaslahatan ini lebih mengacu kepada keindahan saja. Kesemua maslahat yang dikategorikan kepada maslahat tahsiniyat ini, sifatnya hanya untuk kebaikan dan kesempurnaan.

b. Maslahat dari segi eksistensinya

Maslahat dilihat dari segi eksistensi atau wujudnya para ulama ushul, sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Karim Zaidan membaginya kepada tiga macam.25

1) Maslahat muʻtabarah

Maslahat jenis ini ialah kemaslahatan yang terdapat nas secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya. Dengan

25Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz Fi Ushul al-Fiqh. (Baghdad: al-dar al-Arabiyah Littiba’ah). 1976,


(36)

26

kata lain, seperti disebutkan oleh Muhammad al-Said Ali Abd. Rabuh,26

اَصَم

ٌحِل

َرَ بَتْعا

اَ

ا شلا

ِر

ُع

َو

اَق

َم

دلا

ُلْيِل

ُ َّعُمْلا

ُهْنِم

ىَلَع

ِر

اَع

اَهِتَي

Artinya: kemaslahatan yang diakui oleh syarik dan terdapatnya dalil yang jelas untuk memelihara dan melindunginya.

Jika syarik menyebutkan dalam nastentang hukum suatu peristiwa dan menyebutkan nilai maslahat yang dikandungnya, maka hal tersebut disebut dengan maslahat muʻtabarah.

2) Maslahat mulgah

Maslahat ini ialah maslahat yang berlawanan dengan ketentuan nas. Dengan kata lain, maslahat yang tertolak karena ada dalil yang menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas.Contoh yang sering dirujuk dan ditampilkan oleh Ulama ialah menyamakan pembagian harta warisan antara seorang perempuan dengan saudara laki-lakinya. Penyamaan antara seorang perempuan dengan saudara laki-lakinya tentang warisan memang terlihat ada kemaslahatannya, tetapi berlawanan dengan ketentuan dalil nash yang jelas dan rinci. Hal ini disebutkan dalam alquran sebagai berikut:

26Muhammad al-Said Ali Abd.Rabuh.Buhus Fi al-Adillah al-Mukhtalaf Fiha ‘Inda al -Ushuliyin.(Mesir: Matba’ah al-Sa’adah.)1980, 95.


(37)

27

    

  

  

   

  

Artinya :Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuandan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua.Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja. Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.ini adalah ketetapan dari Allah.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. An-Nisa’:11)27

3) Maslahat mursalah

Maslahat mursalah ini ialah maslahat yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya maupun yang menolaknya.Secara lebih tegas maslahat mursalah ini termasuk


(38)

28

jenis maslahat yang didiamkan oleh nas.Abdul Karim Zaidan menyebutkan yang dimaksud dengan maslahat mursalah ialah:28

اَصَم

ُحِل

َْل

صُنَ ي

ا شلا

ِر

ُع

ىَلَع

اَغْلِإ

اَهِئ

َو

َا

ىَلَع

اَبِتْعا

ِر

اَ

Artinya: Maslahat yang tidak disebutkan oleh nas baik penolakannya maupun pengakuannya.

Dengan demikian maslahat mursalah ini merupakan maslahat yang sejalan dengan tujuan syarak yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia serta terhidar dari kemudharatan.Diakui hanya dalam kenyataannya jenis maslahat yang disebut terakhir ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh perbedaan kondisi dan tempat. Menurut Jalaluddin Abdurrahman, bahwa maslahat mursalah ini dapat dibedakan kepada dua macam yaitu:29

1) Maslahat yang pada dasarnya secara umum sejalan dan sesuai dengan apa yang dibawa oleh syariat. Kategori maslahat jenis ini berkaitan dengan Maqasid al-Syari’ah, yaitu agar terwujudnya tujuan syariat yang bersifat daruri (pokok)

28 Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz Fi Ushul al-Fiqh. (Baghdad: al-dar al-Arabiyah Littiba’ah.) 1976,


(39)

29

2) Maslahat yang sifatnya samar-samar dan sangat dibutuhkan kesungguhan dan kejelian para Mujtahid untuk merealisirnya dalam kehidupan.

3. Syarat-syarat maslahah mursalah

Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan beberapa persyaratan dalam memfungsikan maslahah mursalah, yaitu:30

a. Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya. Misalnya yang disebut terakhir ini adalah anggapan bahwa hak untuk menjatuhkan talak itu berada di tangan wanita bukan lagi dari tangan pria adalah maslahat palsu, karena bertentangan dengan ketentuan syariat yang menegaskan bahwa hak untuk menjatuhkan talak berada di tangan suami sebagai mana disebut dalam hadis:

َااَقٍد مَحُمُنْ بُيِلَعَوَةَبْيَشيِبَأُنْ بِرْكَبوُبَأاَنَ ث دَح

ْلَطِلآىَلْوَمِنَْْ رلاِدْبَعِنْبِد مَحُمْنَعَ ناَيْفُسْنَعٌعيِكَواَنَ ث دَح

لَسَوِهْيَلَعُه للاى لَصِيِب نلِلُرَمُعَكِلَذَرَكَذَفٌضِئاَحَيَِوُهَ تَأَرْماَق لَطُه نَأَرَمُعِنْباْنَعٍمِلاَسْنَعَةَح

ْلَفُْرُمَلاَقَفَم

َِواَهْقِلَطُي ُُاَهْعِجاَرُ ي

ٌلِماَحْوَأٌرِاَطَي

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Muhammad bin 'Abdurrahman -mantan


(40)

30

budak keluarga Thalhah- dari dari Salim dari Ibnu Umar bahwa ia pernah mencerai isterinya di saat haid, lalu Umar menceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau lalu bersabda: "Perintahkanlah agar ia merujuk kembali, kemudian mencerainya disaat suci, atau saat hamil.(H.R Ibnu Majah : 2013)31

b. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.

c. Sesuatu yang dianggap maslahahitu tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada ketegasan dalam Alquran atau Sunnah Rasulullah, atau bertentangan dengan ijmak.

Dari tiga syarat yang telah diuraikan di atas, ternyata ada yang menambahkan syarat lainnya lagi.Di samping tiga syarat yang telah disebutkan ini, terdapat syarat lain, bahwa maslahah mursalah itu hendaklah kemaslahatan yang logis dan cocok dengan akal.

Maksudnya, secara substansial maslahat itu sejalan dan dapat diterima oleh akal.Kemudian Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Abdurrahman menyebutkan bahwa maslahah mursalah hendaklah maslahat yang disepakati oleh orang-orang Islam tentang keberadaannya dan terbukti dipraktikkan dalam kehidupan mereka.32

Tentu saja, pandangan al-Ghazali ini mengacu kepada maslahat yang memang telah dianut oleh masyarakat Islam dan disepakati

31Imam Ibnu Majah, Kitab Imam Ibnu Majah, Hadis No. 2013, (Lidwah Pustaka

i-Software-Kitab Sembilan Imam).


(41)

31

sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat serta dapat pula mencegah terjadinya kemudharatan.Pada akhirnya, dari persyaratan maslahah mursalah yang telah dikemukakan di atas, meskipun terdapat perbedaan di kalangan pakar Ushul Fikih, ternyata yang terpenting adalah maslahah mursalah itu harus sejalan dengan tujuan syarak, dihajatkan oleh manusia serta dapat dilindungi kepentingan mereka.

4. Maslahah mursalah sebagai hukum

Jumhur ulama kaum muslimin berpendapat bahwa maslahah mursalah adalah hujjah syarak yang dipakai landasan penetapan hukum. Kejadian yang tidak ada hukumnya dalam nas, ijmak, kiasatau istihsan, maka ditetapkan hukum yang dituntut oleh kemaslahatan umum. Dan penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan ini tidak tergantung pada adanya saksi syarak dengan anggapannya. Alasan mereka pada hal ini ada dua, yaitu:

a. Kemaslahatan umat manusia itu selalu baru dan tidak ada habisnya. Maka seandainya hukum tidak ditetapkan sesuai dengan kemaslahatan manusia yang baru, sesuai dengan perkembangan mereka dan penetapan hukum itu hanya berdasarkan anggapan syarik saja, maka banyak kemaslahatan manusia di berbagai zaman dan tempat menjadi tidak ada. Jadi pembentukan hukum seperti itu


(42)

32

tidak memeperhatikan perkembangan dan kemaslahatan manusia, hal ini tidak sesuai, karena tujuan penetapan hukum antara lain menerapkan kemaslahatan umat manusia.

b. Orang yang mau meneliti penetapan hukum yang dilakukan para

sahabat Nabi, tabi’in dan imam-imam mujtahid akan jelas bahwa

banyak sekali hukum yang mereka tetapkan demi menerapkan kemaslahatan umum, bukan karena ada saksi dianggap oleh syarik.

B.Wakalah

1. Pengertian wakalah

Wakalah merupakan akad antara dua pihak yang mana pihak satu menyerahkan, mendelegasikan, mewakilkan, atau memberikan mandat kepada pihak lain, dan pihak lain menjalankan amanat sesuai permintaan pihak yang mewakilkan. al-Wakalahdapat diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan amanat tertentu.33

Wakalah itu berarti perlindungan hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memeberikan kuasa atau mewakilkan.34

Alquran juga memakai akar kata yang sama pada beberapa ayat. Di

33 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) 2011, 194. 34 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1997. 20.


(43)

33

antara contohnya dapat dilihat firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 173 yang berbunyi:

  



Artinya: Yaitu orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung.( Q.S. Ali Imran : 173)35

Atau firmanNya dalam surat al-Syura ayat 6 yang berbunyi:

 

Artinya: Dan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allah mengawasi (perbuatan) mereka; dan kamu (ya Muhammad) bukanlah orang yang diserahi mengawasi mereka. (Q.S. Alsyura : 6)36

Adapun penegrtian wakalah menurut istilah, para ulama merumuskannya dengan redaksi yang amat bervariasi, seperti:

a. Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, bahwa wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf).

35Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya

, (Jakarta: Al-Fatih, 2013), 155


(44)

34

b. Menurut Sayid Sabiq, bahwa wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh sesorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.37

c. Menurut Ulama Malikiah, bahwa wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan tindakan pemberian kuasa setelah mati,38 sebab bila dikaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.

d. Menurut Hanafiah, bahwa wakalah itu berarti seseorang mempercayakan orang lain menjadi ganti dirinya untuk bertasharruf pada bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan.39

e. Menurut Ulama Syafi’iah, bahwa wakalah adalah suatu ungkapan

yang mengandung maksud pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang dikuasakan atas nama pemberi kuasa.

2. Rukun dan syarat wakalah

Rukun wakalah hanyalah ijab kabul. Ijab merupakan pernytaan mewakilkan sesuatu dari pihak yang memberi kuasa dan kabul adalah

37Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983).226.

38Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh’ala al-Madzahib al-Arba’ah, Juz I, II, III, dan V, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986). 167.


(45)

35

penerimaan pendelegasian itu dari pihak yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan sesuatu lafaz tertentu. Demikian pendirian kelompok Hanafiah.Akan tetapi, jumhur ulama tidak sependirian dengan pandangn tersebut. Mereka berpendirian bahwa rukun wakalah ada empat yakni:

a. Orang yang mewakilkan.

Syarat orang yang mewakilkan adalah orang yang mempunyai kekuasaan atau berwenang untuk itu, dan dia cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu dewasa/balig, tidak gila/kurang akal dan tidak ditaruh di bawah pengampuan.

b. Orang yang diwakilkan.

Syarat orang yang diwakilkan adalah orang yang cakap bertindak dalam hukum, yaitu dewasa/balig, tidak gila/kurang akal dan tidak ditaruh di bawah pengampuan.

c. Objek yang diwakilkan.

Objek yang boleh diwakilkan (muwakkal fih) adalah, bahwa diketahui oleh penerima kuasa, dan dapat dikuasakan, sebab dalam hukum Islam tidak semua perbuatan dapat dikuasakan kepada pihak lain.

Adapun yang boleh dikuasakan adalah semua perjanjian (akad) yang boleh diperbuat oleh manusia seperti, menyewa, jual


(46)

36

beli, membayar hutang, berperkara di depan pengadilan, berdamai, menghibah, sedekah, pinjam-meminjam, perkawinan talak, mengurus harta dan lain-lain sebagainnya.

Sedangkan yang tidak boleh dikuasakan adalah semua perbuatan yang tidak ada padanya (perbuatan tersebut) untuk dikuasakan seperti ibadah shalat, sumpah, berwudhu. Sebab perbuatan seperti ini tidak dapat dikuasakan kepada orang lain, karena tujuan perbuatan tersebut tidak akan mengenai sasaran kalau perbuatan itu dilakukan oleh orang lain.

d. Shighat.

3. Bentuk-bentuk wakalah

Secara umum bentuk pemberian kuasa itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Kuasa umum, dan b. Kuasa khusus

Dinamakan dengan ‚Kuasa Khusus‛ apabila pemberian kuasa

dirumuskan dengan kata-kata yang umum, yaitu meliputi segala kepentingan dari si pemberi kuasa, untuk hal ini Prof. Subekti


(47)

37

mengemukakan: ‚pemberi kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata

umu, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan‛.40

Sedangkan menurut Subekti, apabila pemberian kuasa itu untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, maka pemberian kuasa haruslah dengan ‚kuasa khusus‛, yaitu dengan cara mengemukakan perbuatan yang harus dilakukan oleh penerima kuasa secara jelas .

Adapun perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dengan kuasa khusus ini seperti: memindahtangankan (menjual, menghibahkan, tukar-menukar, mewakafkan) sesuatu barang, menggadaikan, membuat suatu perdamaian dan mengajukan perkara di depan pengadilan.

4. Berakhirnya wakalah

Menurut Sayid Sabiq Pemberian kuasa berakhir dengan sendirinya apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

a. Pemberi atau penerima kuasa meninggal dunia, atau menjadi tidak waras.

Sebab dengan terjadinya kematian dan ketidak warasan berarti syarat sahnya perjanjian kuasa tidak terpenuhi.

b. Dihentikannya pekerjan dimaksud.

40Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam.(Jakarta: Sinar Grafika. 2004). 24.


(48)

38

Sebab dengan berhentinya pkerjaan yang dikuasakan, secara otomatis pemeberian kuasa tidak bermanfaat lagi.

c. Pencabutan kuasa oleh orang yang memberikan kuasa. d. Penerima kuasa memutuskan sendiri.

e. Orang yang memberikan kuasa keluar dari status pemilikan. 5. Dasar hukum wakalah

Wakalah disyariatkan dan hukumnya adalah boleh.Ini berdasarkan Alquran, hadis, ijmak, dan kias.

a. Dalil Alquran QS. Alkahfi19:

   

  

Artinya: Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (Q.S. Alkahfi : 19)41

b. Dasar Hadis adalah bahwa Nabi saw.


(49)

39

َيِنْبَ ناَمْيَلُسْنَعِنَْْ رلاِدْبَعيِبَأِنْبَةَعيِبَرْ نَعكِلاَمْنَعىَيْحَييِنَث دَح

ٍراَس

َْْاَتْنِبَةَنوُمْيَُُاَج وَزَ فِراَصْنَْْاْنِم ااُجَرَوٍعِفاَراَبَأَثَعَ بَم لَسَوِهْيَلَعُه للاى لَصِه لل َاوُسَر نَأ

ِه لل ُاوُسَرَوِثِرا

َجُرْخَيْ نَََْبَ قِةَنيِدَمْلاِبَم لَسَوِهْيَلَعُه للاى لَص

Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Rabi'ah bin Abu Abdurrahman dari Sulaiman bin Yasar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Abu Rafi' dan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Mereka berdua menikahkan beliau dengan Maimunah binti al Harits, sedangkan beliau masih berada di Madinah dan belum berangkat. (H.RMalik : 678)42

c. Dasar Ijmak adalah bahwa dalam kitab al-Mughni disebutkan: ulama sepakat dibolehkannya wakalah.

d. Dasar Kias, bahwa kebutuhan manusia menuntut adanya wakalah karena tidak setiap orang mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung sehingga ia membutuhkan orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.

C.Ujrah

42Imam Malik, Kitab Imam Malik, Hadist No. 678, (Lidwah Pustaka i-Software-Kitab


(50)

40

1. Pengertian ujrah

Secara etimologi Kata al-Ajru yang berarti al-Iwadh/ penggantian, dari sebab itulah ats-Tsawabu dalam konteks pahala dinamai juga al-Ajru/upah.43

Adapun secara terminologi, para ulama fikih berbeda pendapat nya, antara lain:

a. Menurut Sayyid Sabiq, ujrah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian. b. Menurut ulama Syafi’iyah, ujrah adalahsuatu jenis akad atau

transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu.

c. Menurut ulama Hanafiyah, ujrahadalahakad atas sesuatu kemanfaatan dengan pengganti.‛

d. Menurut ulama Malikiyah dan Hambaliyah, ujrah adalahmenjadikan milik sesuatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.‛44

Berdasarkan definisi-definisi di atas, kiranya dapat di pahami bahwa ujrah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, di

43Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media group), 2010. 277.


(51)

41

terjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-mengupah, sewa-menyewa adalah menjual manfaat dan upah mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.45

2. Rukun dan syarat ujrah

a. Mu’jir dan musta’jiryaitu pihak yang melakukan akad ijarah.46

Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan,

musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan

sesuatu.

b. Shighat (akad). Syarat ijab qabul antara ajir dan musta’jirsama dengan ijab qabul yang dilakukan dalam jual beli.

c. Ujroh (upah). Dasar yang digunakan untuk penetapan upah adalah besarnya manfaat yang diberikan oleh pekerja (ajir) tersebut. Bukan didasarkan pada taraf hidup, kebutuhan fisik minimum ataupun harga barang yang dihasilkan. Upah yang diterima dari jasa yang haram, menjadi rizki yang haram.

d. Ma’qud alaihi (barang yang menjadi Obyek). Sesuatu yang

dikerjakan dalam upah mengupah, disyaratkan pada pekerjaan yang dikerjakan dengan beberapa syarat. Adapun salah satu syarat terpenting dalam transaksi ini adalah bahwa jasa yang diberikan adalah jasa yang halal. Dilarang memberikan jasa yang haram

45Ibid. 115.


(52)

42

seperti keahlian membuat minuman keras atau membuat iklan miras dan sebagainya. Asal pekerjaan yang dilakukan itu dibolehkan Islam dan akad atau transaksinya berjalan sesuai aturan Islam. Bila pekerjaan itu haram, sekalipun dilakukan oleh orang non muslim juga tetap tidak diperbolehkan.

3. Dasar hukum ujrah

Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam.Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh

syara’ berdasarkan ayat alquran, hadis-hadis Nabi dan ketetapan Ijmak

Ulama.

Adapun dasar hukum tentang ujrah dalam Alquran terdapat dalam beberapa ayat diantaranya firman Allah antara lain:

a. SuratAtthalaq ayat 6

     

Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,


(53)

43

kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Q.S. Atthalaq : 6)47

b. Surat Alqashash ayat 26

 

Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S. Alqashash : 26)48

c.

Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw.bersabda

اَقاَمُهْ نَعُه للاَيِضَرٍسا بَعِنْباْنَعِهيِبَأْنَعٍسُواَطُنْ بااَنَ ث دَحٌبْيَُواَنَ ث دَحَليِعاَِْْإُنْ بىَسوُماَنَ ث دَح

َجَتْح َا

اَم

َما جَْْاىَطْعَأَوَم لَسَوِهْيَلَعُه للاى لَصُيِب نل

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Ibnu Thowus dari bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbekam dan memberi upah tukang bekamnya.(H.R. Bukhari :2117) 49

d. Riwayat Ibnu Majah, Rasulullah bersabda:

ْلااَنَ ث دَح

ِدْيَزُ نْ بِنَْْ رلاُدْبَعاَنَ ث دَحُيِمَل سلاَة يِطَعِنْبِديِعَسُنْ بُبَْواَنَ ث دَحُيِقْشَمِدلاِديِلَوْلاُنْ بُسا بَع

َلْسَأِنْب

َلاَقَرَمُعِنْبِه للاِدْبَعْ نَعِهيِبَأْنَعَم

47Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Asy Syifa’, 2013), 1269. 48Ibid Departemen Agama, 862.

49Imam Bukhari, Kitab Imam Bukhari, Hadist No. 2117, (Lidwah Pustaka i-Software-Kitab


(54)

44

َُرْجَأَرِجَْْااوُطْعَأَم لَسَوِهْيَلَعُه للاى لَصِه لل ُاوُسَرَلاَق

ُهُقَرَع فِجَيْ نَََْبَق

Telah menceritakan kepada kami Al Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Wahb bin Sa'id bin Athiah As Salami berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Abdullah bin Umar ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.(H.R. Ibnu Majah :2434) 50

Adapun dasar hukum ujrah berdasarkan ijmak ialah semua umat sepakat, tidak ada seorang ulama membantah kesepakatanijmak ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.Umat Islam pada masa sahabat telah

berijma’ bahwa ujrah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.

50Imam Ibnu Majah, Kitab Imam Ibnu Majah, Hadist No. 2434, (Lidwah Pustaka


(55)

BAB III

PRAKTIK PENGELOLAAN DANA PERMAKANAN DINAS SOSIAL SURABAYA DI KELURAHAN BUBUTAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian akan membahas beberapa hal mengenai keberadaan Dinas Sosial Surabaya dan Kecamatan Bubutan Surabaya:

1. Sejarah berdirinya

Bahwa berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 huruf h menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagaimana manusia yang bermanfaat. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat/ disabilitas juga menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan bantuan sosial kepada penyandang cacat/ disabilitas yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya dan/ atau pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dalam upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat/ disabilitas dapat mewujudkan taraf hidup.

Bahwa berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 huruf h menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang


(56)

46

bermanfaat. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor: 13 tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia juga menegaskan bahwa pemerintah juga berkewajiban memberikan pelayanan dan perlindungan sosial bagi lanjut usia agar mereka dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Mewujudkan dan memelihara taraf kesejahteraan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memperpanjang usia harapan hidup, penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia agar dpat menikmati taraf hidup yang wajar.

Bahwa berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 B ayat (2) menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial dimana salah satu bentuk jaminan sosial berupa bantuan sosial/ subsidi pemenuhan kebutuhan dasar. Selain itu menurut Penjelasan Pasal 1 angka 1 huruf b Undang-undang Nomor: 4 tahun 1979 yang menjadi kebutuhan dasar/ pokok tersebut salah satunya adalah kebutuhan pangan.

Sejalan dengan perkembangan masalah dan kebutuhan penyandang cacat/ disabilitasi miskin dan penyandang cacat/ disabilitas terlantar, lanjut usia miskin dan lanjut usia terlantar, dan anak yatim, piatu, dan yatim piatu dari keluarga miskin dipandang perlu adanya suatu upaya yang dapat


(57)

47

memberikan perlindungan bagi mereka untuk dapat untuk mewujudkan dan memelihara taraf kesejahteraan sosialnya. Akhirnya terbentuklah program permakanan pada bulan Desember tahun 2012.37

2. Visi dan misi

Sebagai upaya perlindungan dan jaminan sosail bagi penyandang cacat/ disabilitas miskin dan penyandnag cacat/ disabilitas terlantar, lanjut usia miskin, lanjut usia dan lanjut usia terlantar, dan anak yatim, piatu, dan yatim piatu dan yatim piatu dari keluarga miskin. Pemerintah Kota Surabaya mengembangkan progam pemberian permakanan untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa permakanan.

3. Struktur organisasi

Struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting dalam menerapkan cara pembagian kerja yang efektif. Berikut merupakan susunan struktur organisasi:

Pada setiap bagian struktur organisasi memiliki tugas dan tanggung jawab kerja masing-masing, yaitu sebagai berikut38:

37

Sunarto (Ketua permakanan penderita cacat), Wawancara, Surabaya, 6 Juni 2016


(58)

48

Bagan 3.1 Struktur Organisasi

a. Dinas Sosial adalah Dinas Sosial Kota Surabaya

b. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah dalam wilayah kerja Kecamatan.

c. Lembaga IPSM adalah wadah media koordinasi, konsultasi, pertukaran informasi bagi Pekerja Sosial Masyarakat.

Dinas Sosial

Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat

(IPSM) Lurah

Rukun Warga

Rukun Tetangga


(59)

49

d. RW atau Rukun Warga adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah pengurus RT atau Rukun Tetangga di wilayah yang ditetapkan oleh Lurah.

e. RT atau Rukun Tetangga adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah setempat dalam rangka pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Lurah.39

f. Sasaran dalam program ini antara lain:

1) Penyandang cacat/ disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layak.

2) Lanjut usia miskin adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas yang tergolong miskin.

3) Lanjut usia terlantar adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas, tidak mempunyai bekal hidup, pekerjaan, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak bahkan tidak diurus oleh keluarganya.

4) Anak Yatim adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dimana ayahnya telah meninggal dunia dan merupakan warga Kota Surabaya.


(60)

50

5) Anak Piatu adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dimana ibunya telah meninggal dunia dan merupakan warga Kota Surabaya.

6) Anak Yatim Piatu adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dimana kedua orang tuanya telah meninggal dunia dan merupakan warga Kota Surabaya.

4. Layanan permakanan di dinas sosial

Dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya mengembangkan program pemberian permakanan untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa permakanan sebagai upaya perlindungan dan jaminan sosial bagi penyandang cacat/ disabilitas miskin dan penyandang cacat/ disabilitas terlantar, lanjut usia miskin dan lanjut usia terlantar, dan anak yatim, piatu dan yatim piatu dari keluarga miskin, Pemerintah Kota Surabaya mengembangkan progam pemberian permakanan untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa permakanan.

Permakanan adalah makanan yang diberikan kepada penyandang cacat atau disabilitasi miskin dan penyandang cacat atau disabilitasi terlantar, lanjut usia miskin dan lanjut usia terlantar, dan anak yatim, piatu dan yatim piatu dari keluarga miskin sebanyak satu kali dalam sehari.

Layanan permakanan di Dinas Sosial antara lain sebagai berikut:40 a. Layanan permakanan penyandang cacat.

1) Pengertian penyandang cacat.


(61)

51

Penyandang cacat/ disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatannya secara layak, yang terdiri dari:41

a) Penyandang cacat/ disabilitas fisik. b) Penyandang cacat/ disabilitas mental.

c) Penyandang cacat/ disabilitas fisik dan mental 2) Kriteria sasaran

a) Penyandang cacat/ disabilitas miskin tercatat dalam database keluarga miskin yang dimiliki oleh Bapemas dan KB atau berdasarkan hasil temuan di lapangan yang sudah diverifikasi dan divalidasi Lurah sesuai dengan kriteria indikator dari Bapemas dan KB.

b) Penyandang cacat/ disabilitas terlantar tercatat dalam Database Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang dimiliki oleh Dinas Sosial atau berdasarkan hasil temuan di lapangan yang sudah diverifikasi dan divalidasi oleh Lurah sesuai dengan kriteria penyandang cacat/ disabilitas terlantar yang ditentukan oleh Dinas Sosial.

b. Layanan permakanan yatim, piatu, yatim piatu 1) Pengertian yatim, piatu, dan yatim piatu


(1)

64

oleh Dinas Sosial masih belum sesuai dan mencukupi. Pihak IPSM dan warung

menganggap pekerjaan ini hanya sebagai kerja sosial saja karena tidak dapat

mengambil untung lebih. Hal tersebut diperbolehkan berdasarkan maslahah

mursalah karena sesuai dengan syarat-syarat maslahah mursalah

M ah mursalah juga muncul dari sasaran penerima program tersebut.

Apabila sasaran tidak lagi menjadi tanggung jawab Dinas Sosial karena adanya

sebab khusus seperti meninggal dunia atau berubahnya situasi dan kondisi dari

sasaran. Kemudian pihak IPSM dan warung menggantikan dengan sasaran yang

baru tanpa adanya konfirmasi dari Dinas Sosial terlebih dahulu, dikarenakan

menurut pihak IPSM dan warung data sasaran pengganti dinilai terlalu lama

diterbitkan. Sehingga sasaran pengganti dipilih oleh pihak IPSM dan warung

dengan dasar hati nurani.

Hal tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya, dimana Dinas

Sosial sebelumnya telah memiliki daftar pengganti calon sasaran tersebut. Daftar

calon sasaran program permakanan telah melalui berbagai proses seleksi yang

panjang seperti, pendataan dari berbagai pihak yaitu RT, RW, Kelurahan, IPSM,

dan Kecamatan. Lalu survei yang dilakukan oleh petugas lapangan Dinas Sosial.

Barulah nama calon sasaran yang diusulkan mendapatkan persetujuan dari Dinas

Sosial.

Mengenai timbulnya permasalahan yang ada di program permakanan


(2)

65

diperbolehkan karena telah sesuai dengan syarat-syarat ah mursalah antara

lain:

1. Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki yaitu

yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak

kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan

adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang

ditimbulkannya.

2. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum,

bukan kepentingan pribadi.

3. Sesuatu yang dianggap maslahah itu tidak bertentangan dengan ketentuan

yang ada ketegasan dalam Alquran atau Sunnah Rasulullah, atau bertentangan


(3)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian serta pembahasan secara menyeluruh dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Praktik Pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial oleh pengurus

permakanan untuk penderita cacat diserahkan kepada IPSM (Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat) dan warung harus mengelola dana dengan sebaik–

baiknya, tidak mengurangi maupun melebihkan menu makanan yang telah dijadwalkan oleh Dinas Sosial. Penggantian menu makanan harus dengan ijin dari Dinas Sosial. Dalam sehari sasaran mendapatkan satu kali jatah makanan yang diantar setiap pagi hari. Setiap mengatarkan makanan untuk para sasaran, warung mendapat upah Rp. 500 (Lima Ratus Rupiah) setiap alamat, jika terdapat dua sasaran dalam satu rumah maka tetap mendapat Rp. 500 (Lima Ratus Rupiah).

2. Analisis Mas lah ah Mursalah pada praktik pengelolaan dana permakanan Dinas Sosial yang dilakukan oleh pihak IPSM dan warung pada dasarnya diperbolehkan karena sesuai dengan syarat-syarat Mas lah ah Mursalah. Antara lain:

a. Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya


(4)

67

mempertimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya.

b. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.

c. Sesuatu yang dianggap maslahah itu tidak bertentangan dengan

ketentuan yang ada ketegasan dalam Alquran atau Sunnah Rasulullah, atau bertentangan dengan ijmak.

B.Saran

Pada akhir penulisan skripsi ini, penulis menyarankan kepada seluruh masyarakat yang hendak melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti Dinas Sosial dengan pihak IPSM dan warung untuk lebih memahami aturan yang telah diatur dalam hukum Islam mengenai wakalah dan ujrah. Hal tersebut diharapkan untuk menghindari adanya penyimpangan syariat Islam dan menjadikan kegiatan kerjasama sebagai kegiatan yang diberkahi oleh Allah Swt.

Penulis juga menyarankan kepada pihak Dinas Sosial untuk memberikan anggaran lebih supaya pihak warung mendapatkan upah lebih besar dari sebelumnya, segera menerbitkan data pengganti sasaran apabila sasaran sebelumnya pindah atau meninggal dunia dan menambahkan kuota untuk calon sasaran agar lebih menjangkau semua penderita cacat lainnya yang membutuhkan bantuan tersebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Jalaluddin. Al-Masalih Al-Mursalah wa Makanatuha Fi Al-Tasyri. Mesir:

Matba’ah Al-Sa-adah, 1983.

Al-Bisri, Zakariya. Masadir Al-Ahkam Al-Islamiyah. Kairo: Dar Al-Ittihad Littba’ah. 1975.

Al-Khin, Mustafa Said. Asar Al-Ikhtilaf Fi Al-Qawaid Al-Ushuliyah Fi Ikhtilaf Al-Fuqaha. Kairo: Muasasah Al-Risalah. 1969.

Al-Ghazali. Al-Mustafa. Mesir:Maktabah Al-Jumdiyah. 1971.

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Aziz, Abdul Muhammad Azzam. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah, 2010.

Bungin, Burhan. Metode Penelitian Sosial : Format-format Kuantitatif & Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Asy Syifa’, 2013. Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2009

Faza, Eva Fauziyah. Tinjauan Hukum Islam terhadap klaim asuransi dalam akad Wakalah Bil Ujrah pada PT Asuransi Takaful Umum Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel.

Ghazaly, Abdul Rahman dkk. Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.

Huda, Qomarul. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Sukses Offset. 2011.

Ismail Nawawi. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011 Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Amani, 2003.

Karim, Helmi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2012.

Mas’ud, Ibnu. Fiqh Madzhab Syafi’i Buku 2 : Muamalat,Munakahat,Jinahat. Bandung: Pustaka Setia, 2007.


(6)

69 Misbahudin, Anas. Analisis Hukum Islam terhadap implementasi akad Wakalah Bil Ujrah

pada produk jasa surat kredit berdokumen dalam Negeri (SKBDN) (studi kasus di Bank Syariah Mandiri Surabaya). Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel.

Munif, Ahmad Suratmaputra. Filsafah Hukum Islam Al-Ghazali. Jakarta: Pustaka Firdaus,

2002.

Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2004

Rahman, Abdul Ghazaly dkk. Fiqih Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010

Romli SA, Muqaranah Mazahib Fil Ushul. Jakarta: Gaya media Pratama, 1999 Sabiq, Sayyid. Fiqh Al-Sunnah jilid 3. Beirut: Dar al-Fikr. 1983.

Soeratno. Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UUP AMP YKPM, 1995.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2014 Syafei, Rahmad. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Syekh, Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Tim Penyusun. Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014. Wahhab, Abdul Khalaf. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani, 2003.

Yanto, Fathul Hidayat Fajar. Tinjauan Maslahah Mursalah terhadap Pengelolaan Dana Investasi pada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dalam PP NO 87 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Kesehatan. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel.