PENGARUH KESETARAAN JENDER, DISIPLIN KERJA, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI BANK SYARIAH BUKOPIN KANTOR CABANG SIDOARJO.

(1)

PENGARUH KESETARAAN JENDER, DISIPLIN KERJA, DAN

PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA

PEGAWAI BANK SYARIAH BUKOPIN KANTOR CABANG

SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

NADIA SASKIAINI MARIS

NIM : C34212100

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA


(2)

PENGARUH KESETARAAN JENDER, DISIPLIN KERJA, DAN

PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA

PEGAWAI BANK SYARIAH BUKOPIN KANTOR CABANG

SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Ekonomi Syariah

Oleh :

NADIA SASKIAINI MARIS NIM : C34212100

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

Program Studi Ekonomi Syariah Surabaya


(3)

(4)

(5)

(6)

vii ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kesetaraan Jender, Disiplin Kerja, dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Bank Syariah Bukopin

Kantor Cabang Sidoarjo” ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan

menjawab pertanyaan tentang apakah terdapat pengaruh antara kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara simultan terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo dan apakah terdapat pengaruh antara kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara parsial terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian asosiatif. Asosiatif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau lebih. Pengumpulan data dilakukan dengan angket atau kuesioner dan dokumentasi yang diperoleh dari pihak bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan ada pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara simultan yang didasarkan atas uji F. Hasil uji F simultan diperoleh nilai signifikansi < 0.05 yaitu 0.000 < 0.05 dengan demikian hipotesis pertama terbukti. Artinya variabel kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo. Hasil uji T parsial untuk variabel kesetaraan jender (X1) diperoleh nilai

signifikansi sebesar 0.023 < 0.05; variabel disiplin kerja (X2) sebesar 0.532 > 0.05;

dan variabel pengalaman kerja (X3) sebesar 0.007 < 0.05. Maka, untuk hipotesis

kedua hanya kesetaraan jender dan pengalaman kerja yang secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karena nilai signifikan t < 0.05 sedangkan untuk disiplin kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo karena nilai signifikan t > 0.05.

Produktivitas kerja pegawai bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo dapat lebih dikembangkan dengan memberikan perhatian penuh terhadap sumber daya insani atau pegawainya. Besarnya pengaruh pengalaman kerja dibandingkan kesetaraan jender dan disiplin kerja menunjukkan bahwa pimpinan perusahaan dalam proses perekrutan atau penerimaan tenaga kerja harus lebih memperhatikan pengalaman kerja dari calon tenaga kerja. Pengaruh kesetaraan jender (X1), disiplin

kerja (X2), dan pengalaman kerja (X3) terhadap produktivitas kerja (Y) sebesar 48.6

%, sedangkan 51.4 % dimungkinkan faktor lain yang belum diteliti.

Kata Kunci : Kesetaraan Jender, Disiplin Kerja, Pengalaman Kerja, Produktivitas Kerja


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 14


(8)

x

A. Landasan Teori ... 16

1. Manajemen Sumber Daya Manusia... 16

2. Kesetaraan Jender ... 19

3. Disiplin Kerja ... 28

4. Pengalaman Kerja ... 36

5. Produktivitas Kerja Pegawai ... 41

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 47

C. Kerangka Konseptual ... 53

D. Hipotesis ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Jenis Penelitian ... 54

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 54

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

D. Variabel Penelitian ... 56

E. Definisi Operasional ... 57

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62

G. Data dan Sumber Data ... 64

H. Teknik Pengumpulan Data ... 64

I. Teknik Analisis Data ... 65

1. Uji Asumsi Klasik ... 65

2. Tabulasi Jawaban Responden ... 69


(9)

4. Uji hipotesis ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 72

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 72

B. Analisis Data ... 89

BAB V PEMBAHASAN ... 115

BAB VI PENUTUP ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 131


(10)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Jenis Kelamin Responden ... 87

4.2 Status Kerja Responden ... 87

4.3 Jenjang Pendidikan Responden... 88

4.4 Masa Kerja Responden ... 89

4.5 Distribusi Frekuensi Variabel Kesetaraan Jender (X1)... 89

4.6 Distribusi Frekuensi Variabel Disiplin Kerja (X2) ... 92

4.7 Distribusi Frekuensi Variabel Pengalaman Kerja (X3) ... 95

4.8 Distribusi Frekuensi Variabel Produktivitas Kerja (Y) ... 98

4.9 Hasil Uji Validitas Kesetaraan Jender (X1) ... 100

4.10 Hasil Uji Validitas Disiplin Kerja (X2) ... 101

4.11 Hasil Uji Validitas Pengalaman Kerja (X3) ... 101

4.12 Hasil Uji Validitas Produktivitas Kerja (Y) ... 102

4.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 103

4.14 Kolmogorov-Smirnov Test ... 103

4.15 Hasil Uji Multikolinearitas ... 105

4.16 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 107

4.17 Hasil Uji F (Simultan) ... 110


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 53

4.1 Struktur Organisasi Bank Syariah Bukopin Cabang Sidoarjo ... 75

4.2 Grafik Normal P-P Plot ... 104


(12)

xiv

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A.Konsonan

No Arab Indonesia Arab Indonesia

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. ا ج ر س ’ b t th j ḥ kh d dh r z s sh ṣ ḍ ظ ع ف ق ك ل م و ء ي ṭ ẓ ‘ gh f q k l m n w h ’ y

Sumber: Kate L.Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertations

(Chicago and London: The University of Chicago Press, 1987).

B.Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

Tanda dan Huruf Arab

Nama Indonesia

ــــــــ fat ah a

ــــــــ kasrah i

ــــــــ ḍamah u

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah ber arakat sukun atau didahului oleh huruf yang ber arakat sukun. Contoh : iqtiḍā’(ء قا)

Al-‘aṣr ) لا( An-Na l (النحل)


(13)

2. Vokal Rangkap (diftong)

Tanda dan HurufArab

Nama Indonesia Ket.

ْ ــــ fat ah dan ya’ ay a dan y

ْــــــ fat ah dan wawu aw a dan w Contoh : bayna ( نيب )

: mawḍū‘ ( ـمعـض ) 3. Vokal Panjang (mad)

Tanda dan Huruf

Arab

Nama Indonesi

a

Keterangan

ــــ fat ah dan alif ā a dan garis di atas

ـــ kasrah dan ya’ ī i dan garis di atas

ـــــ ḍamah dan wawu ū u dan garis di atas

Contoh : An-Nisāʼ : āhā

: Al- ujurāt

: al jamā’ah

( أ ِ لا ) ( ) ( ا لا )

( ع م لا ) : takhyīr ( يي ت ) : yadūru ( رو ي ) C.Ta’ Marbuṭah

Transliterasi untuk tā’ marbūah ada dua :

1. Jika hidup (menjadi muḍāf) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.


(14)

xvi

: sharī‘ah islāmīyah ( يماسإ ي ش)

D.Penulisan Huruf Kapital

Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat yang ditulis dengan translitersi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama diri, tempat, judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa, dan karsa). Semua potensi sumber daya manusia tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Setiap organisasi dikelola dan diisi oleh manusia. Tanpa manusia, organisasi itu tidak ada. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa sumber daya manusia sulit bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.1

Setiap individu dipandang sebagai pribadi yang memiliki keunikan dalam dinamika perilakunya. Dari sudut proses perwujudan dirinya, setiap individu dapat dipandang sedang berada dalam proses perkembangan menuju ke arah tercapainya perwujudan diri. Individu akan menempuh tahap perkembangannya secara berkesinambungan.

Berbagai pergeseran perubahan budaya dan nilai, terjadi di masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Keadaan yang lebih baik, akan berpengaruh terhadap pola kepribadian, sifat dan bentuk aspirasi, tata nilai dan pola serta gaya hidup seseorang. Salah satu unsur yang terkena tuntutan tersebut adalah pegawai. Dalam hubungan ini pegawai dituntut untuk terus meningkatkan kualitas kepribadian dan produktivitas kerjanya. Hanya dengan kepribadian yang mantap

1


(16)

2

dan kualitas profesional yang memadai maka tugas dan fungsinya dapat terlaksana dengan efisien yang akhirnya dapat mencapai produktivitas kerja yang maksimal.2

Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategis dalam organisasi, harus diakui dan diterima manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia. Sebaliknya, sumber daya manusia pula yang menjadi penyebab terjadinya pemborosan dan inefisiensi dalam berbagai bentuknya. Oleh karena itu, memberikan perhatian kepada unsur manusia merupakan salah satu tuntutan dalam keseluruhan upaya peningkatan produktivitas kerja. Produktivitas kerja memerlukan perubahan sikap mental yang dilandasi kerja hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan cara kerja hari esok lebih baik dari hari ini.

Produktivitas adalah lebih dari sekedar ilmu pengetahuan, teknologi, dan manajemen, karena produktivitas mengandung falsafah dan sikap mental yang selalu bermotivasi pada pengembangan diri menuju mutu kehidupan hari esok yang lebih baik. Jadi, produktivitas yang digambarkan melalui tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi kerja, diantaranya dapat diperhitungkan apabila hasilnya bersifat material atau yang dapat dinilai dengan uang. Di samping itu terdapat juga yang tidak dapat diukur, karena hasilnya bersifat non material dan tidak dapat dihitung dengan nilai uang.3

Sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya merupakan

2

Sedarmayanti, Pengembangan Kepribadian Pegawai, (Bandung: Mandar Maju, 2004), 4. 3


(17)

3

hasil karya manusia. Produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Peningkatan produktivitas tenaga kerja merupakan pembaharuan pandangan hidup dan kultural dengan sikap mental, memuliakan kerja serta perluasan upaya untuk meningkatkan mutu kehidupan.

Individu merupakan perwujudan dari suatu latar belakang tertentu. Latar belakang yang dimaksud meliputi latar belakang biologis, sosial, psikologis, kultural, fisik, dan spiritual. Semua perilaku dibentuk oleh kepribadian dan pengalaman belajar yang telah dijumpai. Kepribadian dapat diartikan sebagai identitas seseorang, dimana dasar-dasar perilaku individu yang berhubungan dengan kepribadian seseorang dalam menghadapi suatu tugas atau pekerjaan akan berpengaruh kepada tingkat produktivitas kerjanya.

Salah satu hal yang mempengaruhi perilaku individu dalam peningkatan produktivitas kerja adalah karakteristik biografis. Karakteristik biografis merupakan karakteristik personal atau pribadi yang jelas dan merupakan ciri-ciri yang paling diidentifikasi dari seorang pekerja, semisal umur, jenis kelamin (jender), status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja yang obyektif.

Berdasarkan paparan di atas, salah satu aspek yang menjadi pertimbangan dalam situasi kerja guna meningkatkan produktivitas kerja seseorang adalah jenis kelamin (jender). Jender erat kaitannya dengan perilaku antar dua jenis kelamin yang mana merujuk pada konteks pemberdayaan manusia. Dalam lingkup pekerjaan, peran kesetaraan jender meliputi penghapusan ketidakadilan jender dan


(18)

4

diskriminasi, baik terhadap pegawai laki-laki maupun perempuan. Sehingga, tercipta keadilan jender.

Dewasa ini perbedaan jenis kelamin pria dan wanita tidak banyak dipermasalahkan lagi dalam dunia kerja. Banyak pekerjaan yang semula hanya dikerjakan oleh pria, ternyata dapat dilakukan oleh wanita dengan tidak mengurangi produktivitas kerja. Sebaliknya, beberapa pekerjaan yang semula hanya ditangani wanita, telah menjadi lapangan kerja bagi pria. Akan tetapi sulit untuk dibantah bahwa dalam kenyataannya masih terdapat pekerjaan yang berhasil-guna dan berdaya-guna jika dilakukan oleh pria, atau sebaliknya oleh wanita.4

Kesetaraan jender berkaitan dengan permasalahan keadilan sosial, khususnya keadilan dalam hal performansi kerja antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan atau kesamaan jender ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan jenis kelamin, sehingga tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku jender dalam kehidupan sosial. Budaya kesetaraan jender dalam perusahaan adalah dengan memberikan perhatian sama agar kebutuhan setiap individu, khususnya pegawai, baik laki-laki maupun perempuan dalam bekerja dapat terpenuhi.

Sementara itu, dipandang dari sudut pegawai, disiplin kerja memainkan peran yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Disiplin kerja merupakan hal yang harus ditanamkan dalam diri tiap karyawan, karena hal ini akan menyangkut tanggung jawab moral karyawan pada tugas kewajibannya. Seperti juga suatu

4


(19)

5

tingkah laku yang bisa dibentuk melalui kebiasaan. Dengan kata lain, disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan akan sukar dicapai apabila tidak ada disiplin kerja.

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian, apabila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan sering dilanggar atau diabaikan, maka karyawan mempunyai tingkat kedisiplinan yang rendah. Sebaliknya jika karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, maka secara otomatis akan menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik.5

Kegiatan pendisiplinan yang dilaksanakan bertujuan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga berbagai penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan untuk datang di kantor tepat waktu. Dengan datang ke kantor tepat waktu dan melaksanakan tugas sesuai dengan tugasnya, maka produktivitas kerja akan meningkat.

Tidak terlepas dari pentingnya disiplin kerja, yang dapat mendukung peningkatan produktivitas kerja pegawai adalah pengalaman kerja. Kebanyakan pengembangan karyawan terjadi melalui pengalaman kerja yaitu, hubungan, masalah, tuntutan, tugas, atau ciri-ciri lain yang dihadapi karyawan. Asumsi utama penggunaan pengalaman kerja untuk pengembangan karyawan adalah bahwa pengembangan cenderung terjadi ketika ada ketidaksesuaian antara keterampilan

5 Edy Sutrisno, Manajemen Sumber…, 86.


(20)

6

karyawan dan pengalaman masa lalu serta keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan itu.

Pengalaman bekerja yang dimiliki oleh seseorang terkadang lebih dikagumi dari pada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi. Ada pepatah yang mengatakan bahwa experience is the best teacher yang berarti pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman kerja merupakan modal utama bagi seseorang untuk memulai suatu bidang pekerjaan. Sedang tenaga kerja yang sudah memiliki pengalaman dapat langsung memegang tugas atau jabatan, mereka hanya memerlukan waktu dan proses terhadap penyesuaian dan latihan. Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan dewasa ini mempunyai kecenderungan untuk menerima tenaga kerja yang sudah berpengalaman. Hal ini tampak pada kenyataan bahwa tenaga kerja yang lebih berpengalaman memiliki peluang lebih besar dalam hal seleksi dan penyesuaian dalam suatu pekerjaan.6

Berdasarkan paparan diatas, baik kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja memiliki keterkaitan dalam penentu keberhasilan terwujudnya kesuksesan sebuah perusahaan, khususnya dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu produktivitas kerja pegawai. Akan tetapi masih terdapat perdebatan teoretis diantara para ahli.

Erma Kusumawati menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan produktifitas kerja karyawan laki-laki dan perempuan di kantor wilayah Departemen Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu produktifitas kerja karyawan laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan perempuan,

6


(21)

7

hal tersebut dikarenakan adanya stereotipe pelabelan negatif, telah melekat, dan menjadi kultur di masyarakat.7 Didukung pula dengan pendapat Nur Herawati yang mengatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja industri shuttlecock Kota Tegal, dimana tingkat produktivitas tenaga kerja laki-laki cenderung lebih tinggi daripada produktivitas perempuan.8

Bertentangan dengan pendapat Amron dan Imran Taufik yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas yang signifikan berdasarkan pemberian insentif, keterampilan dan jenis kelamin pada outlet telekomunikasi seluler.9 Perbedaan pendapat para ahli tentang jender tersebut lebih mengacu pada jender dalam arti jenis kelamin yaitu antara laki-laki dan perempuan, namun dalam penelitian ini digunakan jender dalam arti perilaku atau disebut dengan kesetaraan jender dalam konteks pemberdayaan. Disamping itu, terdapat pula perdebatan teoretis para ahli mengenai disiplin kerja.

Fitriyanto Nugroho mengatakan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktifitas karyawan industri kerajinan topeng bobung.10 Sama halnya dengan Nesty Widyaningsih yang menyatakan bahwa

7

Erma Kusumawati, “Uji Komparasi Jenis Kelamin dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Studi di Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, (Skripsi--Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013), 74.

8

Nur Herawati, “Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah, Pengalaman Kerja, Jenis Kelamin, dan Umur Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Industri Shuttlecock Kota Tegal”, (Skripsi--Universitas Diponegoro, Semarang, 2013), 71.

9 Amron dan Imran Taufik, “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Produtivitas Tenaga

Kerja Pada Outlet Telekomunikasi Seluler Kota Makassar”, Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Nobel Indonesia, (2009), 8.

10

Fitriyanto Nugroho, “Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktifitas Karyawan Industri Kerajinan Topeng Bobung”, Jurnal Pendidikan dan Ekonomi, No.02


(22)

8

terdapat pengaruh positif dan signifikan disiplin kerja terhadap produktifitas kerja karyawan CV. Duta Jepara.11

Berbeda dengan pendapat Pardede bahwasanya faktor-faktor disiplin kerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap disiplin kerja bagian personalia pada PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia Medan I.12 Begitu juga dengan Agus Priyanto yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara kedisiplinan karyawan terhadap produktivitas kerja pada industri tahu sumber rejeki di desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang yang tergolong dalam kategori sedang (tidak signifikan). Karena pengaruhnya tergolong dalam kategori sedang, maka perlu adanya optimalisasi lagi dalam kedisiplinan karyawan sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.13

Berikut pula dapat dijabarkan perdebatan teoretis para ahli mengenai pengalaman kerja. Wibawa menyatakan bahwasanya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja terhadap produktivitas kerja karyawan CV. Berkah Rattanindo di Sukoharjo, sedangkan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan adalah pengalaman kerja.14

11

Nesty Widyaningsih, “Pengaruh Pengalaman Kerja, Upah, dan Disiplin Kerja Terhadap Produktifitas Kerja Karyawan CV. Duta Jepara”, (Skripsi--Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2012), 113.

12 Rejeki Pardede, “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan Bagian

Personalia Pada PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia I Medan”, (Skripsi--Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006), 50.

13 Agus Priyanto, “Pengaruh Kedisiplinan Karyawan Terhadap Produktivitas Kerja Pada Industri Tahu

Sumber Rejeki di Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang”, Artikel Economica, (25 Maret 2013), 8.

14

Ary Wibawa, “Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan, studi kasus pada CV. Berkah Rattanindo di Sukoharjo”, (Skripsi--Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2005), 74.


(23)

9

Lain halnya dengan pendapat Haslindah yang mengatakan bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja pasca panen sektor pertanian di Kecamatan Pinrang masih rendah dimana dari keenam variabel hanya tiga variabel yang berhubungan dengan produktivitas yaitu upah, usia, dan status perkawinan itupun nilai pergerakannya sangat kecil. Selebihnya ketiga variabel yang tidak mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja yaitu pengalaman kerja, jumlah anggota rumah tangga, dan status kerja.15

Vellina Tambunan dan Nenik Woyanti juga menyatakan bahwa dari kelima variabel bebas yaitu pendidikan, upah, intensif, jaminan sosial, dan pengalaman kerja, dikatakan bahwa variabel upah merupakan variabel yang berpengaruh positif dan merupakan variabel yang paling dominan terhadap produktivitas tenaga kerja dibanding variabel lainnya, hal tersebut berarti bahwa salah satu variabel bebas yaitu pengalaman kerja berpengaruh positif tapi tidak signifikan.16

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat diketahui bahwa baik kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja memiliki hubungan yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja pegawai. Akan tetapi jika kita bandingkan antar studi tersebut, maka terlihat perbedaan bahwasanya hasil dari penelitian terkait pengaruh jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja tersebut adalah berbeda, yaitu ada yang berpengaruh dan signifikan, ada yang berpengaruh namun tidak signifikan, dan tidak berpengaruh

15

Haslindah, “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Wanita dan Produktivitas Pada Pengolahan Pasca Panen Sektor Pertanian di Kabupaten Pinrang”, Jurnal ILTEK, No.12 (Oktober, 2011), 853.

16 Vellina Tambunan dan Nenik Woyanti, “Analisis Pengaruh Upah, Insentif, Jaminan Sosial, dan

Pengalaman Kerja Terhadap produktivitas Tenaga Kerja di Kota Semarang (Studi Kasus Kec. Banyumanik dan Kec.Gunungpati)”, Jurnal Ekonomi, No.01 (2012), 8.


(24)

10

sama sekali terhadap produktivitas kerja. Dari perbedaan itulah dipandang penting untuk menguji kembali pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja baik secara simultan maupun parsial terhadap produktivitas kerja pegawai.

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaga keuangan berbasis Islam yang berjenis jasa keuangan perbankan, yaitu bank Syariah Bukopin. Pada dasarnya, peningkatan manajemen sumber daya insani bagi sebuah lembaga keuangan khususnya perbankan syariah adalah penting melihat perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang pada dasarnya perlu diimbangi dengan adanya sumber daya insani yang kompeten. Selain itu, bank

Syariah Bukopin merupakan bank Syariah penerima penghargaan dalam “Islamic Finance Award2014” peringkat 2 kategori “The Best Service Quality” dari Karim Business Consulting. Adanya penghargaan sebagai bank Syariah dengan kualitas pelayanan terbaik tersebut tidak terlepas dari adanya dukungan atau peran sumber daya insani didalamnya yaitu pegawai bank Syariah Bukopin itu sendiri. Sehingga, dalam mempertahankan hal tersebut perlu didukung oleh adanya peningkatan serta pengembangan sumber daya insani bank Syariah Bukopin secara berkelanjutan.

Berdasarkan observasi pada salah satu cabang bank Syariah Bukopin yaitu Cabang Sidoarjo diperoleh informasi bahwa perbandingan frekuensi jenis kelamin pegawai tetap hampir sama yaitu berjumlah 18 pegawai perempuan dan 17 pegawai laki-laki sedangkan untuk outsource lebih didominasi oleh laki-laki. Pemilik jabatan tertinggi pada bank Syariah Bukopin lebih didominasi oleh laki-laki. Sehingga, untuk kontrol terhadap sumber daya perusahaan lebih diutamakan kewenangan bagi pegawai laki-laki. Namun, peran jender dalam bank Syariah


(25)

11

Bukopin Cabang Sidoarjo pada dasarnya lebih menekankan bahwasanya antar pegawai memiliki keterlibatan yang sama terhadap sumber daya perusahaan tanpa adanya pembedaan jender.

Tindakan pendisiplinan yang diterapkan pada bank Syariah Bukopin Cabang Sidoarjo dimulai dengan adanya printout hasil disiplin kerja tiap karyawan per bulan disertai jenis sanksi atau hukuman yang tergantung dari penilaian bobot kesalahan, seperti teguran lisan, surat teguran, surat peringatan, skorsing, sampai dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari hasil printout disiplin kerja masing-masing pegawai tersebut akan terlihat apabila pegawai tersebut terlambat atau datang melebihi dari jam masuk yang ditentukan maka berwarna merah dan akan di contact oleh Manajer Sumber Daya Insani (SDI) untuk meminta surat pengampunan ke pimpinan disertai alasan keterlambatan. Maka, pada akhir bulan dapat diketahui nilai kedisiplinan dan nilai penghargaan bagi karyawan yang disiplin. Dengan adanya tindakan pendisiplinan tersebut diharapkan dapat menjembatani tumbuhnya kesadaran pegawai dalam membentuk kedisiplinan dalam bekerja yang mana juga akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja.

Pada bank Syariah Bukopin Cabang Sidoarjo terdapat program pengembangan sumber daya insani yaitu dengan meningkatkan mutu pegawai secara terencana melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Pengembangan sumber daya insani yang diadakan di Cabang Sidoarjo tersebut semua didasarkan pada kebutuhan dari masing masing unit.

Contohnya, untuk customer service dan teller (front liner) terdapat program training service excellent, know your customer dan Anti Pencucian Uang (APU).


(26)

12

Bagi middle office terdapat evaluasi kliring perbankan, Sistem Kliring Nasional (SKN) dan Real Time Gross Settlement (RTGS). Kemudian untuk Account Officer (AO) lending terdapat program basic financing training. Akan tetapi, pengadaan program-program tersebut tetap harus mendapatkan persetujuan izin dari kantor pusat dan secara prosedur harus mengajukan surat permohonan. Maka, dengan adanya sarana pembelajaran tersebut diharapkan dapat mendukung keberhasilan dan kesuksesan perusahaan, khususnya dalam peningkatan produktivitas sumber daya insani bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo untuk menghadapi persaingan perbankan yang ketat kedepan.

Program-program tersebut mendukung salah satu misi dari bank Syariah Bukopin yaitu membentuk sumber daya insani yang profesional dan amanah. Adanya program pengembangan pegawai tersebut pada dasarnya dapat menjadi sarana dalam pemenuhan kualifikasi tenaga kerja yang terlatih dan berpengalaman.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka akan diteliti mengenai

“Pengaruh Kesetaraan Jender, Disiplin Kerja, dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di Bank Syariah Bukopin Kantor Cabang Sidoarjo”

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh antara kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara simultan terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo?


(27)

13

2. Apakah terdapat pengaruh antara kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara parsial terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara simultan terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo.

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara parsial terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo.

D.Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, penulis memiliki harapan akan diperolehnya manfaat sebagai berikut:

A. Teoretis

1. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya keilmuan yang berkaitan dengan manajemen sumber daya insani.

2. Penelitian ini dapat menjadi salah satu media penyerapan informasi tentang lembaga keuangan Islam khususnya perbankan Syariah dalam rangka


(28)

14

rekonstruksi kurikulum agar relevan dengan kebutuhan lembaga keuangan Islam.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pandangan dan sumber referensi untuk memperkaya ilmu pengetahuan sehingga akan mempermudah peneliti selanjutnya untuk meneliti terkait dengan pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja baik secara simultan maupun parsial terhadap produktivitas kerja pegawai.

B. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo, khususnya Manajer Sumber Daya Insani (SDI) bank Syariah Bukopin tersebut mengenai pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja baik secara simultan maupun parsial terhadap produktivitas kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo sehingga dapat memotivasi dalam pengembangan sumber daya insani atau pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo agar dapat meningkatkan mutu secara berkelanjutan.

E.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam proposal ini akan dijabarkan sebagai berikut. Bab pertama berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian dan sistematika penulisan proposal.


(29)

15

Bab kedua berisi kajian pustaka yang mengemukakan landasan teori dimulai dari grand theory yaitu manajemen sumber daya manusia, dilanjutkan mengenai kesetaraan jender, disiplin kerja, pengalaman kerja, dan produktivitas kerja. Kemudian beberapa penelitian terdahulu yang relevan, kerangka konseptual, dan hipotesis.

Bab ketiga berisi metode penelitian yang memuat jenis penelitian yang digunakan, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, uji validitas dan reliabilitas, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat berisi hasil penelitian yang menjabarkan deskripsi umum objek penelitian berupa pemaparan data yang memuat informasi tentang lokasi atau institusi yang menjadi objek penelitian serta karakteristik responden yang dijadikan sampel dalam penelitian dan analisis data yang memuat data penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian.

Bab kelima berisi pembahasan yang terdiri dari temuan hasil penelitian berisi tentang gagasan peneliti, keterkaitan antara pola-pola, kategori-kategori dan dimensi-dimensi, posisi temuan terhadap teori-teori dan temuan-temuan sebelumnya serta penafsiran dan penjelasan terkait temuan di lapangan yang menjawab hipotesis (jawaban sementara) sebelumnya.


(30)

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sebagai ilmu dimaksudkan bahwa manajemen dapat dipelajari dan menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan, dapat diterapkan untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam perusahaan serta untuk mengambil kepuasan oleh pemimpin atau manajer. Manajemen sangat dibutuhkan oleh setiap organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan dan menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Sedangkan istilah Sumber Daya Manusia sendiri adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh manusia yang terdiri dari kemampuan berfikir, berkomunikasi, bertindak, dan bermoral untuk melaksanakan suatu kegiatan baik bersifat teknis maupun manajerial.1

Pada dasarnya, Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial perlu dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan dan pengembangan dirinya. Manajemen Sumber Daya Manusia mencerminkan sudut pandang yang lebih luas, memasukkan isu keselamatan dan kesehatan kerja, kepuasan kerja, dan hubungan industrial. Manajemen Sumber Daya Manusia digunakan untuk

1


(31)

17

mengetahui pentingnya karyawan sebagai aset perusahaan karena keterampilan, pengetahuan dan pengalaman karyawan memiliki nilai ekonomis terhadap perusahaan.2

Manajemen Sumber Daya Manusia dapat diartikan sebagai ilmu mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan organisasi atau perusahaan. Manajemen Sumber Daya Manusia dapat juga diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.3

Manajemen Sumber daya manusia memiliki peranan kunci dalam menentukan survival (keberlangsungan), efektivitas, dan daya saing suatu organisasi. Praktik Manajemen Sumber daya manusia membantu mendukung strategi suatu organisasi dan memberikan customer value (nilai pelanggan). Bahkan di era ekonomi yang memanjakan pelanggan, karyawan/pekerja atau sumber daya manusia tetap merupakan sumber daya nomor satu. Sumber Daya manusia merupakan keunggulan kompetitif bagi suatu organisasi yang mana keunggulan kompetitif berarti kemampuan suatu organisasi memperoleh keunggulan pasar atas pesaingnya.4

2

Ibid., 5.

3

M.Yani, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), 2

4

Kaswan, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu Yogyakarta, 2012), 1


(32)

18

Peran Sumber Daya Manusia sangat menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi. Sumber Daya Manusia menjadi keunggulan kompetitif karena beberapa alasan, antara lain sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang tidak dapat ditiru oleh pesaing, dan satu-satunya sumber daya yang dapat mensinergikan – yaitu menghasilkan output yang nilainya lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya

b. Keunggulan kompetitif berasal dari tenaga kerja yang sangat produktif, memiliki motivasi tinggi dan terpadu

Jeffrey Preffer dalam Kaswan menyatakan bahwa sumber daya manusia merupakan sustainable competitive advantage. ia membandingkan kedudukan istimewa sumber daya manusia dengan sumber-sumber keunggulan lain yang kini semakin berkurang keampuhannya, seperti teknologi produk dan proses produksi. Salah satu faktor kunci untuk menghasilkan sustainable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital kompetitif yang memiliki sifat kreatif, inovatif, fleksibel, dan entrepreneurship. Tiga bentuk kompetensi inti yang menghasilkan sustainable competitive advantage, yaitu sumber daya fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya organisasi.5

Dalam jangka panjang keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustainable competitive advantage) akan menghasilkan kinerja di atas rata-rata. Kinerja yang baik akan dipengaruhi oleh tingkat kemampuan dan motivasi kerja yang

5

Jeffrey Preffer dalam Kaswan, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing


(33)

19

baik. Kemampuan dan keterampilan seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat pemahaman atas jenis pekerjaan yang dilakukannya.

Manajemen sumber daya manusia juga merupakan bagian dari manajemen. Oleh karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar pembahasannya. Manajemen sumber daya manusia lebih memfokuskan pembahasan mengenai pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. Pengaturan tersebut meliputi masalah perencanaan (human resource planning), pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian tenaga kerja untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Manajemen sumber daya manusia mengatur tenaga kerja manusia sedemikian rupa sehingga terwujud tujuan perusahaan, kepuasan karyawan, dan masyarakat.

2. Kesetaraan Jender

Kesetaraan jender didefinisikan sebagai kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan. Kesetaraan jender memberi kesempatan baik pada perempuan maupun laki-laki untuk secara setara (sama) atau sebanding menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai


(34)

20

benda, kesempatan, sumberdaya, dan menikmati manfaat dari hasil pembangunan.6

Kata jender dalam istilah bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa

Inggris, yaitu „gender‟. Dalam kamus bahasa Inggris, tidak secara jelas dibedakan pengertian antara sex dan gender. Pengertian sex (jenis kelamin) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sex (jenis kelamin) adalah kodrat (ketentuan) Tuhan yang secara permanen tidak berubah dan tidak dapat dipertukarkan.

Istilah „gender‟ pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller pada tahun 1986 untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Sebagaimana Stoller Oakley dalam Riant Nugroho

mengartikan ‘gender’ sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia.7

Jender sebagai persoalan sosial budaya lebih berbicara mengenai ketimpangan, yakni masalah ketimpangan antara hak dan kewajiban. Hal ini dapat menjadi persoalan dikarenakan adanya ketimpangan yang terkadang berasal dari kategori superioritas (laki-laki) dan inferioritas (perempuan). Ketimpangan hak dan kewajiban dapat berupa bentuk-bentuk ketidakadilan

6

Herien Puspitawati, “Konsep, Teori, dan Analisis Gender”, Artikel Ekologi Manusia, (21 Agustus 2013), 5.

7

Stoller Oakley dalam Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia,


(35)

21

yang harus dihilangkan dan diupayakan adanya equality (keadilan) dan equity (kesetaraan).8

Konsep kesetaraan jender juga dapat disebut dengan kesetaraan kontekstual yang berarti kesetaraan bukan kesamaan (sameness) yang sering menuntut persamaan matematis, melainkan lebih kepada kesetaraan yang adil sesuai dengan konteks masing-masing individu. Perbedaan jenis kelamin berdampak pada konstruksi konsep jender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan yang berstereotip jender. Jender juga dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status, dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan sosial budaya yang tertanam melalui proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.9

Elaine Showalter dalam Nasruddin Umar menyebutkan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya.10 Kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan perbedaan biologis menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol, dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan, dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya.

8

Umi Sumbulah, Spektrum Gender, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 10. 9

Herien Puspitawati, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia, (Bogor: ITB Press, 2012), 1.

10

Elaine Showalter dalam Nasruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an,


(36)

22

Jender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada dua elemen jender yang bersifat universal, yaitu: (1) jender tidak identik dengan jenis kelamin; dan (2) jender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat.11

Sejarah perbedaan jender (gender differences) antara manusia jenis lelaki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan jender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial, kultural, melalui ajaran keagamaan bahkan oleh negara. Melalui proses yang panjang, sosialisasi jender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan – seolah-olah bersifat biologis, yang tidak dapat diubah lagi, yaitu kodrat laki-laki dan kodrat perempuan dipahami sebagai perbedaan jender. Perbedaan jender ini dapat menimbulkan gender inequalities (ketidakadilan jender) yang merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem ketidaksetaraan tersebut.12

Sebaliknya konstruksi sosial tentang jender dengan dialektika akhirnya tersosialisasikan secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi jender kaum lelaki harus bersifat kuat dan agresif, maka melalui konstruksi sosial seperti itu, kaum

11

Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), 6.

12

Mansour Fakih, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), 9.


(37)

23

lelaki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi atau menuju ke sifat jender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, karena konstruksi sosial kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut mempengaruhi tidak saja pada perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, namun secara fisik dan biologis mempengaruhi perkembangan berikutnya.13

Peran jender yang dijalani tiap individu dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari landasan kultural dan tidak mudah diubah. Akan tetapi, peran-peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Peran tersebut juga amat dipengaruhi oleh kelas sosial, usia, dan latar belakang etnis. Pada perkembangannya, jender dapat menjadi salah satu faktor penting dalam membentuk tujuan hidup seseorang kedepan.

Kaum laki-laki dan perempuan memiliki peran jender yang berbeda. Terdapat perbedaan pekerjaan yang dilakukan mereka dalam komunitasnya, dan status maupun kekuasaan satu sama lain di dalam masyarakat bisa jadi juga berbeda. Perbedaan jalan perkembangan peran jender dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai macam faktor, mulai dari lingkungan alam, hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-teki perbedaan jenis kelamin. Hingga saat ini, sebagian besar antropolog mendapat pendidikan di Barat dan cenderung melihat semua masyarakat dipandang dari segi pola kekuasaan laki-laki yang lazim dalam masyarakat barat. Sedangkan perempuan

13


(38)

24

dipandang subordinat dan pinggiran, tanpa menghiraukan apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan perempuan.14

Subordinasi terhadap perempuan merupakan anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena jender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk dan mekanisme proses yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu.15

Pada dasarnya, semangat hubungan laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh karena itu subordinasi kaum perempuan akibat penafsiran yang meletakkan kaum perempuan dalam kedudukan dan martabat yang tidak subordinatif terhadap kaum laki-laki merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat keadilan, seperti dalam Quran Surat Al- ujurāt ayat 13 yang berbunyi:                                      

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki -laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

14

Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003), 5.

15


(39)

25

kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-ujurāt [49]:13)16

Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu nafs (living entity). Dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain. Prinsip al- Quran terhadap kaum laki-laki dan perempuan adalah sejajar, dimana hak istri diakui sederajat dengan hak suami. Dengan kata lain, laki-laki memiliki hak dan kewajiban terhadap perempuan dan sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban terhadap laki-laki.

Jender merupakan spektrum yang dapat menganalisis sistem ketidakadilan. Keadilan jender (gender equality) yang membias di masyarakat sebagai budaya dapat dianalisis melalui paham berkeadilan. Persoalan jender adalah suatu masalah yang peka dan senantiasa aktual, karena menyangkut aspek keseimbangan potensi dua jenis kelamin di dalam kehidupan masyarakat. Persoalan jender yang begitu rumit tidak mungkin hanya diselesaikan dengan satu disiplin ilmu saja, tetapi membutuhkan pendekatan multidisiplin, baik agama, sosial, ekonomi, antropologi, kesehatan, dan lainnya.17

Al-Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya menjelaskan tentang kedudukan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang tertuang dalam Quran Surat An-Naḥl ayat 97 yang berbunyi:

16

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Karya Insan

Indonesia, 2004), 745.

17


(40)

26                                   

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Naḥl [16]:97)18

Ayat ini menunjukkan bahwasanya Islam memiliki andil dalam menentukan kesetaraan jender antara laki-laki dan perempuan. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT tidak membeda-bedakan antara orang yang beriman dan beramal saleh baik itu laki laki maupun perempuan, kelak pasti tiap-tiap manusia yang beriman dan beramal saleh tersebut akan mendapat pahala atau balasan yang sama bahkan lebih dari apa yang mereka kerjakan. Adapun orang-orang yang tidak beriman dan tidak mengerjakan amal saleh akan senantiasa berada dalam kesulitan atau kesusahan.

Kesetaraan jender berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan jender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sehingga dengan demikian antara perempuan dan laki-laki memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol

18


(41)

27

atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Nursahbani Katjasungkana dalam sebuah diskusi di Tim Perumus Strategi Pembangunan Nasional yang difasilitasi oleh Kagama dan Lemhannas mengemukakan empat indikator pemberdayaan dalam konteks kesetaraan jender19, antara lain yaitu:

1) Akses; memiliki akses berarti kesamaan hak dalam memiliki peluang atau kesempatan untuk memperoleh atau menggunakan sumber daya-sumber daya produktif di dalam lingkungan dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya yang ada.

2) Partisipasi; merupakan keikutsertaan seseorang atau kelompok dalam mendayagunakan aset atau sumber daya yang terbatas tesebut, serta partisipasi dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Menganalisa apakah pegawai perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di sebuah perusahaan atau tidak.

3) Kontrol; memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh, penguasaan atau kekuatan serta kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol dalam pengambilan keputusan atas pemanfaatan dan penggunaan sumber daya-sumber daya tersebut beserta hasilnya. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan perusahaan sebagai pengambil keputusan didominasi oleh jender tertentu atau tidak.


(42)

28

4) Manfaat; perolehan manfaat merupakan kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Hal tersebut berarti bahwa laki-laki dan perempuan pada dasarnya harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaatan sumber daya atau pembangunan secara adil dan setara.

Transformasi jender merupakan gerakan pembebasan perempuan dan laki-laki dari sistem dan struktur yang tidak adil. Transformasi jender dengan demikian merupakan upaya liberasi dari segala bentuk penindasan, baik struktural maupun personal, kelas, warna kulit, dan ekonomi internasional. Gerakan transformasi jender tujuannya tidak sekadar memperbaiki status perempuan dengan indikator menggunakan norma laki-laki, melainkan memperjuangkan peningkatan dignity dan kekuatan perempuan. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan internal, dalam rangka mengkontrol hidup dan jasad juga kemampuan untuk meraih akses terhadap alokasi sumber-sumber material dan non material.20

3. Disiplin Kerja

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa disiplin adalah 1) tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya); 2) ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib dan sebagainya; 3) bidang studi yang memiliki objek sistem dan metode tertentu. A.S Hornby, dkk dalam Gozali Saydam menyebutkan bahwa disiplin adalah pelatihan, khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk menghasilkan pengendalian, kebiasaan-kebiasaan untuk


(43)

29

menaati peraturan yang berlaku.21 Disiplin sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.

Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun pegawai. Bagi organisasi adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik serta mengembangkan tenaga dan pikiran semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi.

Disiplin kerja dapat ditingkatkan apabila terdapat kondisi kerja yang dapat merangsang karyawan untuk berdisiplin. Disiplin kerja atau kebiasaan-kebiasaan baik yang harus ditanamkan dalam diri karyawan sebaiknya bukan atas dasar paksaan semata, tetapi harus lebih didasarkan atas kesadaran dari dalam diri karyawan. Ketidakdisiplinan individu atau karyawan dapat mempengaruhi produktivitas kerja organisasi.

Singodimedjo dalam Edy Sutrisno mengatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma

21

A.S Hornby, dkk dalamGozali Saydam, Manajemen Sumber Daya Manusia suatu pendekatan


(44)

30

peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.22

Mangkunegara dalam Lijan Poltak Sinambela mengemukakan bahwa terdapat dua jenis bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif. Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai untuk mengikuti dan mematuhi pedoman dan aturan kerja yang ditetapkan oleh organisasi. Dalam hal ini disiplin preventif bertujuan untuk menggerakkan dan mengarahkan agar pegawai bekerja berdisiplin. Sedangkan disiplin korektif adalah suatu upaya penggerakan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkannya agar tetap mematuhi berbagai peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi. Dalam disiplin korektif pegawai yang melanggar disiplin akan diberikan sanksi yang bertujuan agar pegawai tersebut dapat memperbaiki diri dan mematuhi aturan yang ditetapkan.23

Menurut Singodimedjo dalam Edy Sutrisno, faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai, antara lain24:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi; para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan.

22

Singodimedjo dalamEdy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 86.

23

Mangkunegara dalam Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai Teori Pengukuran dan Implikasi,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 239-240.

24

Singodimedjo dalam Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 89.


(45)

31

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan; dalam lingkungan perusahaan, karyawan akan memperhatikan dan meniru apa yang dilakukan pimpinan. Sehingga, bila seorang pemimpin ingin menegakkan kedisiplinan ia harus terlebih dulu mempraktikkannya.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan; pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan; dengan adanya keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan terhadap pelanggar disiplin sesuai dengan sanksi yang ada, maka karyawan tidak akan berbuat hal yang serupa. 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan; dengan adanya pengawasan melekat

oleh pimpinan, tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan tidak akan menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.

6. Ada tidaknya perhatian kepada karyawan; pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik.

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin; adanya kebiasaan- kebiasaan positif yang diciptakan seperti saling menghormati antar pegawai, pemberian pujian satu sama lain untuk memberi rasa bangga, dan lain sebagainya akan mendukung terciptanya kedisiplinan.

Terdapat tiga bentuk pendekatan disiplin, yaitu disiplin modern, disiplin dengan tradisi dan disiplin bertujuan. Disiplin modern yaitu pendekatan yang mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru diluar hukuman.


(46)

32

Pendekatan disiplin dengan tradisi adalah pendekatan disiplin dengan cara memberi hukuman. Pendekatan disiplin bertujuan diterapkan dengan harapan bahwa sesungguhnya belum pada tahap pemberian hukuman, tetapi lebih bersifat pembinaan.

Salah satu bentuk disiplin yang perlu diperhatikan dan diterapkan pada karyawan adalah kedisiplinan dalam hal waktu. Perusahaan yang baik harus berusaha menciptakan peraturan yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan dalam perusahaan. Semisal peraturan jam masuk, pulang kerja dan jam istirahat. Begitu pula peraturan berpakaian, berperilaku, dan cara-cara melakukan pekerjaan serta berhubungan dengan unit kerja lain. Akan tetapi, pada dasarnya kedisiplinan bersumber dari kesadaran karyawan itu sendiri untuk secara sukarela mematuhi aturan yang ada. Sebagaimana firman Allah pada surat Al-‘aṣr ayat 1-3 yang berbunyi:

                             

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya

menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘aṣr[103]:1-3)25

Ayat tersebut mejelaskan bahwasanya masa atau waktu (umur) merupakan nikmat besar yang diberikan kepada manusia. Masa mengandung banyak peristiwa dan pelajaran yang menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan Allah SWT. Ayat tersebut juga memberikan tuntunan bagi umat

25


(47)

33

manusia untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dengan mengisi waktu untuk berbagai amal dengan menggunakan semua daya yang dimilikinya, waktu yang baik adalah waktu yang digunakan untuk beribadah kepada Allah. Hal ini dapat dipahami bahwa pentingnya melaksanakan disiplin dalam segala hal.

Begitupun dalam Surat An-Nisāʼayar 59 yang berbunyi:

                                                    

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur‟an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisāʼ[4]:59)26

Ayat tersebut menyatakan bahwasanya dalam pandangan Islam, penanaman kedisiplinan didasarkan pada kesadaran tiap-tiap individu atau seseorang akan kehadirat Allah SWT. Allah Maha Mengetahui apa yang telah diperbuat makhluk-Nya. Sehingga, dalam diri seseorang akan muncul keinginan terhadap kontrol dan kesadaran diri sendiri, bukan karena keterpaksaan dikarenakan adanya sanksi hukuman. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu atau niat yang tersimpan dalam hati nurani setiap hamba-Nya.

Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Maka, terdapat indikator-indikator atau pengukuran kedisiplinan.

26


(48)

34

Berikut indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu perusahaan, antara lain27:

1. Tujuan dan kemampuan; tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bersungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Disinilah letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the right job.

2. Teladan pimpinan; berarti bahwa pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan juga akan ikut baik. Sedang jika teladan pimpinan kurang baik atau kurang disiplin maka para bawahan juga akan kurang disiplin.

3. Balas jasa; berwujud gaji dan kesejahteraan. Adanya balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap pekerjaannya. Artinya, semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan, sebaliknya apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (primer) beserta keluarganya.

27


(49)

35

4. Keadilan; merupakan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman yang dapat merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Hal itu karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan ingin diperlakukan sama dengan manusia lainnya.

5. Waskat (pengawasan melekat); berarti atasan harus aktif dan secara langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah atau mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang paling efektif serta menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

6. Sanksi hukuman; dengan adanya sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, kemudian sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

7. Ketegasan; pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan sanksi atau hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Ketegasan pimpinan untuk menegur dan menghukum setiap karyawan yang tidak disiplin akan mewujudkan kedisiplinan yang baik dalam perusahaan.

8. Hubungan kemanusiaan; manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal di


(50)

36

antara semua karyawan. Terciptanya human relationship yang serasi dan harmonis akan menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman dan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan.

Disiplin berguna menjaga efisiensi dengan mencegah dan mengoreksi tindakan-tindakan individu dalam iktikad tidak baiknya terhadap kelompok. Disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respons yang dikehendaki. Disiplin juga berusaha untuk mengatasi perbedaan pendapat antar karyawan dan mencegah ketidaktaatan yang disebabkan oleh salah pengertian dan salah penafsiran.

Peraturan disiplin dibuat untuk mengatur tata hubungan kerja yang berlaku tidak saja dalam perusahaan-perusahaan besar atau kecil, tetapi juga pada sebuah organisasi yang mempekerjakan banyak sumber daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya kesediaan pegawai menerima peraturan dan pemberlakuan peraturan tersebut akan mewujudkan pengimplementasian peraturan tersebut secara optimal.

4. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan.28 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau

28


(51)

37

proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengalaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap individu dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam perkembangan. Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman, dan juga merupakan suatu proses integrasi dari banyak stuktur dan fungsi yang kompleks. Dengan adanya tuntutan perkembangan, seseorang dapat mempunyai motivasi yang kuat dari dirinya sendiri untuk mengikuti perubahan dan tuntutan-tuntutan perkembangan yang ada. Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia hidup. Untuk itu, maka harus ada realisasi diri atau disebut juga aktualisasi diri agar dapat menjadi dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat yang dapat dilakukan.29

Pada dasarnya, pengalaman kerja berpengaruh terhadap pengembangan karyawan dan keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaannya. Agar sukses dalam pekerjaan, karyawan harus memperluas keterampilan yaitu, mereka dipaksa mempelajari keterampilan baru, menerapkan keterampilan dan pengetahuan dengan cara baru, dan menguasai pengalaman-pengalaman baru. Misalnya, mempersiapkan karyawan menumbuhkan pasar bisnis luar negeri, perusahaan menggunakan pengalaman kerja internasional. Pengalaman kerja

29


(52)

38

meliputi perluasan pekerjaan yang sedang dilalui, seperti rotasi kerja, transfer, promosi, penurunan, dan penugasan sementara dengan perusahaan lain.30

Pengalaman bekerja pada pekerjaan yang sejenis perlu mendapat pertimbangan dalam rangka penempatan tenaga kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya kecenderungan bahwa makin lama bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki oleh tenaga kerja yang bersangkutan. Sebaliknya, makin singkat masa kerja, makin sedikit pengalaman yang diperoleh. Pengalaman bekerja banyak memberikan kecenderungan bahwa yang bersangkutan memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang relatif tinggi. Sebaliknya, terbatasnya pengalaman bekerja yang dimiliki, akan semakin rendah tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja.31

Tenaga kerja berdasarkan pengalaman dapat langsung memegang suatu tugas atau pekerjaan, mereka hanya memerlukan latihan dan petunjuk yang relatif singkat, sebaliknya tenaga kerja yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal itu karena terkadang tenaga kerja yang belum berpengalaman perlu diberikan latihan dan petunjuk yang memakan alokasi waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Dalam proses pelamaran suatu pekerjaan, pengalaman seorang pelamar kerja memiliki arti cukup penting dalam proses seleksi. Berbagai prosedur

30

Kaswan, Manajemen Sumber Daya..., 123.

31


(53)

39

seleksi adalah untuk membandingkan pelamar dengan spesifikasi jabatan yang tersedia agar tercapai prestasi kerja karyawan. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam kondisi tertentu namun tidak menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri karyawan potensial. Berikut beberapa faktor tersebut32, antara lain:

1. Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan dan pengalaman kerja, untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu

2. Bakat dan minat (aptitude and interest), untuk memperkirakan minat dan kapasitas atau kemampuan seseorang

3. Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs), untuk meramalkan tanggung jawab dan wewenang seseorang

4. Kemampuan-kemampuan analitis dan manipulatif, untuk mempelajari kemampuan pemikiran dan penganalisaan.

5. Keterampilan dan kemampuan teknik, untuk menilai kemampuan dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik dan pekerjaan.

Pengalaman kerja pada dasarnya merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam suatu bidang garapan. Pada perusahaan-perusahaan yang belum begitu besar omzet output produksinya, lebih cenderung mempertimbangkan pengalaman bekerja ketimbang pendidikan yang telah diselesaikan pada suatu jenjang atau tingkatan yang dimiliki sebelumnya oleh seorang tenaga kerja.

32


(54)

40

Terdapat beberapa hal untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan. Berikut indikator atau pengukuran pengalaman kerja, antara lain33:

1) Masa kerja atau lama waktu, ukuran tentang masa kerja atau lama waktu yang telah ditempuh seseorang untuk dapat memahami tugas-tugas dalam suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

2) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan, tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek yang terdiri dari aspek teknik peralatan dan teknik pekerjaan.

Pengalaman dalam pandangan Islam merupakan salah satu hal penting dalam mengembangkan ukuran ilmu yang dimiliki tiap manusia dari waktu ke waktu. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ṭāhā ayat 114 yang berbunyi:

                             

“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan mewahyukannya

33


(55)

41

kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu

pengetahuan”. (QS. Ṭāhā [20]: 114)34

Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT Maha Besar dan amat luas Ilmu-Nya. Dia mengatur segala sesuatu dan membuat peraturan-peraturan yang sesuai dengan kepentingan makhluk-Nya, tidak terkecuali peraturan-peraturan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Ayat ini juga menjelaskan bahwa dalam proses menyerap atau menerima ilmu sebaiknya tiap-tiap diri manusia mengutamakan pemahaman terhadap ilmu yang diterima dan tidak berpindah dari ilmu satu ke ilmu yang lain sebelum benar-benar memahaminya. Keutamaan ilmu dalam hal ini lebih berharga dibanding apapun karena dengan ilmu manusia dapat meraih apapun, bahkan kedudukan ilmu lebih besar daripada harta dan tahta.

Pengalaman kerja perlu didukung dengan adanya intelijensia atau kecakapan (kepintaran), karena pada dasarnya kesanggupan untuk dapat menyelesaikan suatu tugas tertentu dengan berhasil tidak saja ditentukan oleh pengalaman tetapi juga dipengaruhi oleh tingkat kepintaran seseorang. Intelijensia menampakkan diri dalam kemampuan belajar seseorang. Sehingga, orang yang mempunyai intelijensia yang baik adalah orang yang cerdas.

5. Produktivitas Kerja Pegawai

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil

34


(1)

127

variabel yang paling dominan terhadap produktivitas tenaga kerja yang

ditunjukkan dengan nilai standardized coefficients sebesar 0,766 atau 76.6 % yang

paling besar diantara variabel lainnya.

Apabila dihubungkan dengan penelitian ini yakni tentang pengaruh

kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja terhadap produktivitas

kerja pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo. maka

relevansinya secara bersama-sama (simultan) kesetaraan jender, disiplin kerja, dan

pengalaman kerja ini menunjukkan hasil yang signifikan dengan pengaruh 48.6%

dan sisanya sebesar 51.4 % merupakan faktor lain yang dijelaskan diatas.

Sehingga produktivitas kerja bukan hanya dipengaruhi faktor kesetaraan jender,

disiplin kerja, dan pengalaman kerja saja. Tetapi faktor lain yang mempengaruhi

produktivitas kerja pegawai sebagaimana yang telah dipaparkan diatas.

Variabel bebas yang memberikan pengaruh terbesar terhadap variabel terikat

yaitu produktivitas kerja adalah variabel pengalaman kerja yang ditunjukkan

dengan nilai standardized coefficients sebesar 0.432 atau 43.2 % yang paling besar

diantara variabel lainnya yaitu kesetaraan jender dan disiplin kerja. Maka, dalam

proses perekrutan atau penerimaan tenaga kerja sebaiknya pimpinan perusahaan

memperhatikan pengalaman kerja dari calon tenaga kerja. Sebab, berdasarkan

penelitian ini diketahui bahwa pengalaman kerja memiliki pengaruh yang dominan

dalam peningkatan produktivitas kerja pegawai.

Bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo juga perlu menciptakan


(2)

128

kerja sehingga dapat tercapai target perusahaan. Selain itu, pimpinan bank Syariah

Bukopin kantor Cabang Sidoarjo harus memberikan arahan atau ketegasan yang

baik dan benar namun tetap sesuai dengan syariat Islam dalam hal kedisiplinan dan

budaya setara jender karena seorang pemimpin kelak akan diminta

pertanggungjawabannya di akhirat atas apa yang dilakukannya di dunia kepada


(3)

BAB VI PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

simpulan yang diperoleh dari penelitian pengaruh kesetaraan jender, disiplin kerja,

dan pengalaman kerja terhadap produktivitas kerja pegawai bank Syariah Bukopin

kantor Cabang Sidoarjo adalah:

1. Kesetaraan jender, disiplin kerja, dan pengalaman kerja secara bersama-sama

(simultan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja

pegawai di bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo

2. Kesetaraan jender dan pengalaman kerja secara parsial berpengaruh positif dan

signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai bank Syariah Bukopin kantor

Cabang Sidoarjo sedangkan disiplin kerja secara parsial berpengaruh positif

namun tidak signifikan berpengaruh terhadap produktivitas kerja pegawai bank

Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo

B.Saran

Melalui beberapa tahapan analisis dalam penelitian ini, maka dapat diberikan

beberapa saran, antara lain:

1. Bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo diharapkan untuk lebih

memperhatikan penerapan budaya setara jender yang baik dan seimbang bagi


(4)

130

hal kedisiplinan hendaknya diterapkan nilai kedisiplinan yang sesuai dengan

pembagian kerja (job desk) tiap-tiap karyawan pada perusahaan. Sehingga,

pimpinan disarankan untuk lebih baik dalam menerapkan serta

mengembangkan bentuk kedisiplinan yang ada karena pada dasarnya disiplin

kerja merupakan salah satu faktor pembangkit motivasi bagi karyawan yang

mana akan mempengaruhi produktivitas kerja.

2. Bank Syariah Bukopin kantor Cabang Sidoarjo diharapkan untuk lebih

meningkatkan sarana prasarana pengembangan kualitas karyawan, misalnya

dengan menambah program pelatihan untuk potensi diri karyawan baik

intelektual maupun spiritual, begitu juga kajian-kajian yang berkaitan dengan

perekonomian Islam di mata masyarakat. Hal ini dilakukan agar setiap

karyawan selain mendapat tambahan wawasan, pengembangan diri tersebut

juga dapat memperluas pengalaman kerja yang mana akan memberi konsep

dibenak karyawan untuk lebih mempertahankan dan meningkatkan

produktivitas kerjanya sebagai upaya pengembangan perusahaan agar lebih baik

dikemudian hari.

3. Bagi peneliti berikutnya diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

rujukan dalam melakukan penelitian khususnya yang berhubungan dengan

sumber daya insani perusahaan tidak hanya pada variabel kesetaraan jender,

disiplin kerja, dan pengalaman kerja, tetapi penggunaan variabel lainnya yang

diperkirakan mempunyai tingkat pengaruh yang lebih kuat terhadap


(5)

131

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2004.

Fakih, Mansour. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Belajar, 1996.

Foster, Bill. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM, 2001.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000.

Hani, Handoko T. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1984.

Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara,

2000.

I Komang et al., Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.

Kaswan. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi.

Yogyakarta: Graha Ilmu Yogyakarta, 2012.

Manulang. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.

Mosse, Julia Cleves. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003.

Mulyono, Mauled. Penerapan Produktivitas Dalam Organisasi. Jakarta: Bumi

Aksara, 1993.

Naqiyah, Najlah. Otonomi Perempuan. Malang: Bayumedia Publishing, 2005.

Nugroho, Riant. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011.

Puspitawati, Herien. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor:

ITB Press, 2012.

Puspitawati, Herien. Konsep, Teori, dan Analisis Gender: Artikel Ekologi Manusia,

(21 Agustus 2013).

Saydam, Gozali. Manajemen Sumber Daya Manusia suatu pendekatan mikro.

Jakarta: Djambatan, 1996.


(6)

132

Sirait, Justine T. Memahami aspek-aspek pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam

Organisasi. Jakarta: Grasindo, 2006.

Siregar, Syofian. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2010.

Siswanto, Bedjo. Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru Bandung, 1989.

Siswanto et al., Teori dan Perilaku Organisasi suatu Tinjauan Integratif. Malang:

UIN-Malang Press anggota IKAPI, 2008.

Suharjo, Bambang. Statistika Terapan: Disertai Contoh Aplikasi dengan SPSS Edisi

ke-1. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

Sumbulah, Umi. Spektrum Gender. Malang: UIN-Malang Press, 2008.

Supranto, J. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi ke-7. Jakarta Penerbit Erlangga, 2009.

Sutrisno, Edy. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2009.

Tarmudji, Tarsis. Pengembangan Diri. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1998.

Umar, Nasruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an. Jakarta:

Paramadina, 2010.

Yani, M. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012.

Bank Syariah Bukopin. “tentang kami ".www.syariahbukopin.co.id, 2 Desember


Dokumen yang terkait

Pengaruh Mutasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan(Studi pada Bank Syariah Bukopin Medan)

14 150 106

Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja Dan Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Bank Bukopin Cabang Medan

9 180 101

Pengaruh pelatihan dan pengembangan sumber daya insan terhadap peningkatan etos kerja pegawai bank syariah Bukopin cabang melawai

6 31 98

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Bank Syariah X Kantor Wilayah II

0 2 24

PENGARUH DISIPLIN KERJA, TINGKAT ABSENSI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA Pengaruh Disiplin Kerja, Tingkat Absensi Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja (Kasus pada Perusahaan Batik Brotoseno Sragen).

0 3 14

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KEDISIPLINAN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kedisiplinan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Di PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Solo.

0 1 18

PENDAHULUAN Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kedisiplinan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Di PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Solo.

0 1 9

PENGARUH MOTIVASI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI PADA Pengaruh Motivasi Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada PT Bank BTPN Mayong Kabupaten Jepara.

0 2 14

PENGARUH MOTIVASI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI PADA Pengaruh Motivasi Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada PT Bank BTPN Mayong Kabupaten Jepara.

0 2 16

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA DAN KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BANK SYARIAH BUKOPIN KANTOR CABANG SIDOARJO.

1 1 113