PENDAHULUAN : ALJABAR ABSTRAK - PENDAHULUAN

  PENDAHULUAN :

OUTLINE

   Himpunan

   Operasi Biner

   Hukum-hukum aljabar Himpunan 

  

Himpunan : suatu kumpulan obyek (kongkrit

  maupun abstrak) yang didefnisikan dengan jelas.

  

  Obyek-obyek dalam himpunan tersebut dinamakan anggota himpunan.

  Contoh I.1 :  1. Himpunan bilangan 0, 1, 2 dan 3. 

  2. Himpunan : pena, pensil, buku, penghapus, penggaris.

  

  Notasi Himpunan 

  Secara matematik, himpunan dapat dinyatakan dengan tanda kurung kurawal dan digunakan notasi huruf besar.

  

  Hal itu berarti, himpunan di atas ditulis secara matematik yaitu :

  1. A = { 0, 1, 2, 3 }.

  2. B = { pena, pensil, buku, penghapus, penggaris }.

  3. C = { Negara-negara ASEAN }.

  

  Untuk membentuk himpunan, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode

  

Roster (tabelaris) yaitu dengan menyebut atau

  mendaftar semua anggota, seperti pada himpunan A dan B sedangkan metode lainnya adalah metode Rule yaitu dengan menyebut syarat keanggotaannya.

  Sebagai contoh, penggunaan metode Rule adalah

  C = { x | x negara-negara ASEAN }.

  Kalimat di belakang garis tegak ( | ) menyatakan syarat keanggotaan.

   Apabila suatu obyek merupakan anggota dari suatu himpunan maka obyek itu dinamakan elemen dan notasi yang digunakan adalah .

   Sebaliknya apabila bukan merupakan anggota dinamakan bukan elemen, dan notasi yang digunakan adalah .

  

Sebagai contoh, jika himpunan A = {0, 1, 2, 3 }

maka 2  A sedangkan 4  A.

   Banyaknya elemen dari himpunan A dikenal dengan nama bilangan cardinal dan disimbolkan dengan n(A).

  Berarti pada contoh di atas n(A) = 4.

  

Himpunan A dikatakan ekuivalen dengan

himpunan B jika n(A) = n(B), dan biasa

disimbolkan dengan AB.

   Berarti jika A dan B ekuivalen maka dapat dibuat perkawanan satu-satu dari himpunan A ke himpunan B dan sebaliknya.

   Pada contoh di atas himpunan A = {0,

1, 2, 3 } ekuivalen dengan himpunan E =

{2, 4, 6, 8}.

   Himpunan semesta (universal set) adalah himpunan semua obyek yang dibicarakan.

  

Himpunan semesta dinotasikan S atau U. Sebagai

contoh jika A ={0, 1, 2, 3} maka dapat diambil

himpunan semestanya U = { bilangan bulat } atau

U = { himpunan bilangan cacah }, dll.

   Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota, dalam hal ini digunakan notasi  atau { }.

   Sebagai contoh jika D = { bilangan ganjil yang habis dibagi dua }

   Diagram Venn : diagram untuk menggambarkan suatu himpunan atau relasi antar himpunan.

  

Himpunan yang digambarkannya biasanya

dalam bentuk lingkaran dan anggotanya berupa titik dalam lingkaran dan himpunan

semestanya dalam bentuk persegi panjang.

   Sebagai contoh jika diketahui himpunan E = { 2, 4, 6, 8 } dan himpunan semestanya adalah himpunan bilangan genap U dapat digambarkan dengan diagram Venn.

  

  Misalkan diketahui himpunan A dan B. Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) jika dan hanya jika setiap elemen dari A merupakan elemen dari B.

  

  Notasi yang biasa digunakan adalah AB atau

  BA.

  Notasi AB dibaca A himpunan bagian dari B atau A termuat dalam B, sedangkan notasi BA dibaca B memuat A.

  Contoh I.2 :

  Himpunan { 0 }  { 0, 1, 2, 3 } sedangkan

  

  Dua himpunan dikatakan sama jika dan hanya jika keduanya mengandung elemen yang tepat sama.

  

  Hal itu berarti bahwa A = B jika dan hanya jika setiap anggota A juga menjadi anggota B dan sebaliknya setiap anggota B juga menjadi anggota A.

  

  Untuk membuktikan A = B maka haruslah dibuktikan bahwa AB dan BA.

  

  Sebagai contoh A = { 0, 1, 2, 3 } sama dengan himpunan B = { 1, 0, 2, 3 }. Perlu dicatat bahwa himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari sebarang himpunan sehingga

    A.

   Jika A dan B himpunan maka A dikatakan himpunan bagian sejati (proper subset) B

   B dan AB. jika dan hanya jika A

   Notasi yang biasa digunakan adalah A   { 1, 2, 3,

   Himpunan A = { 0, 1, 2, 3 } bukan

himpunan bagian himpunan G = {1, 3,

6, 8} atau AG karena ada anggota A

(misalnya 2) yang bukan anggota G.

  

Dari suatu himpunan A dapat dibuat himpunan

kuasa (power set) yaitu himpunan yang anggota- anggotanya adalah himpunan bagian dari

himpunan A dan notasi yang digunakan adalah

A 2 .

   H Sebagai contoh, himpunan H = { 1, 2 } maka 2 = { , {1}, {2}, {1,2} }. H n(H) 2 Dalam hal ini n(2 ) =2 = 2 = 4.

   Dua himpunan A dan B dikatakan saling asing jika masing-masing tidak kosong dan A

   B =

. Sebagai contoh himpunan A = { 0, 1, 2,

3 } saling asing dengan himpunan E = { 5, 6, 7, 8 }.

   Komplemen himpunan A adalah semua

anggota dalam semesta yang bukan anggota

C

   Secara matematik dapat ditulis sebagai C

  A ={ x | xU dan xA }.

   Sebagai contoh jika U = { 1, 2, 3,…, 10 } dan A = { 3, 5, 7 } maka C A

  ={1, 2, 4, 6, 8, 9,10}.

   Relasi antara himpunan A dan komplemennya C yaitu A dapat dinyatakan dalam diagram Venn.

C C

   Dalam hal ini U = = U.

   dan 

  

  Gabungan (union) dua himpunan A dan B adalah suatu himpunan yang anggota- anggotanya terdiri atas semua anggota dari himpunan A atau B. Notasi yang digunakan adalah AB.

  

  Secara matematika AB = { x | x A atau x

   B }. Sebagai contoh jika A = { a,

  i, e } dan B = { i, e, o, u } maka A

   B = { a, i, e, o, u }.

  

  Dalam hal ini berlaku sifat bahwa A  (A

  B} dan C B = U.

   (AB} dan juga AA

   Irisan (intersection) dari dua himpunan A dan B adalah suatu himpunan yang anggotanya terdiri atas anggota himpunan A yang juga merupakan anggota himpunan B.

   Dalam hal ini digunakan notasi AB.

  

Secara matematik AB = { x | xA dan x

B }. Sebagai contoh jika A = { 2, 3, 5, 7} dan B ={ 2, 4, 6, 8 } maka AB ={ 2 }.

  

Dalam operasi irisan berlaku bahwa (AB)

C

A dan (AB)  B dan juga AA =  .

   Selisih antara himpunan A dan himpunan B adalah anggota A yang bukan B.

  

Notasi yang digunakan adalah A-B.

  Secara matematik A-B = { x | xA dan xB }.

  

Sebagai contoh jika A = {0, 1, 2,

3} dan B = { 3, 4, 5 } maka A-B = { 0, 1,

   Jumlahan himpunan A dan B adalah himpunan A saja atau himpunan B saja tetapi bukan anggota A dan B.

  Dalam hal ini digunakan notasi A + B.

   Secara matematik dapat dinyatakan sebagai

A + B = { x | x  (AB) tetapi x  (AB) }.

  

Sebagai contoh jika A = { 1, 2, 3, 4, 5 } dan B ={ 2,

4, 6 } maka A + B = { 1, 3, 5, 6 }.

  Diagram Venn dari operasi penjumlahan dapat digambarkan.

  Catatan bahwa :

A + B = (AB) - (AB) atau A + B = (A - B)  (B -

  

  Hukum komutatif : AB = BA,

  AB = BA.

  Bukti :

  Karena AB = { x | x A dan xB } maka

  A

   B = { x | x B dan xA } = BA.

  Karena AB = { x | x A atau xB } maka

  A

   B = { x | x B atau xA } = BA. Hukum assosiatif: A

   (BC) = (AB)  C, A

   (BC) = (AB)  C.

  Hukum idempoten: A

   A = A, AA = A. Hukum distributif : A

  

 (BC) = (AB)  (AC),

A

 (BC) = (AB)  (AC).

  Hukum de Morgan : c c c

  (A = A ,  B)  B c c c (A = A .

   B)  B Jika AB maka AB = A dan AB = B.

  Himpunan bilangan Himpunan bilangan asli (natural number) N = { 1, 2, 3, 4, 5, …. }.

  Himpunan bilangan prima (prime number) P = { 2, 3, 5, 7, 11, 13, …. }.

  Himpunan bilangan cacah C = { 0, 1, 2, 3, 4, …. }. Himpunan bilangan bulat (integer) Z = {…., -3, -2, -1, 0, 1,2, 3, …. }.

  Himpunan bilangan real (real number) R adalah himpunan yang memuat semua bilangan anggota garis bilangan. Himpunan bilangan rasional (rational number) Q = { a/b | a, bZ dan b  0 } c

Himpunan bilangan irrasional RQ = Q = { xR | x

Q }.

  Operasi Biner Defnisi I.1  Misalkan A himpunan tidak kosong. 

  

Operasi biner * pada A adalah pemetaan dari setiap

pasangan berurutan x, y dalam A dengan tepat satu

anggota x * y dalam A.

  

Himpunan bilangan bulat Z mempunyai dua operasi

biner yang dikenakan padanya yaitu penjumlahan (+) dan pergandaan (.).

   Dalam hal ini untuk setiap pasangan x dan y dalam Z, x+y dan x.y dikawankan secara tunggal dengan

  Operasi biner mempunyai dua bagian dari defnisi yaitu:

  

  terdefnisikan dengan baik (well-defned) yaitu untuk setiap pasangan berurutan x, y dalam A dikawankan dengan tepat satu nilai x*y.

  

  A tertutup di bawah operasi * yaitu untuk setiap x, y dalam A maka x*y masih dalam A.

  Contoh I.3:

  Diketahui N himpunan semua bilangan bulat positif.

  

Didefnisikan * dengan aturan x*y =

x-y.

   Karena 3, 5 dalam N dan 3*5 = 3-5 =

  • 2 tidak berada dalam N maka N tidak tertutup di bawah operasi * sehingga * bukan operasi biner pada

  Contoh I.4:

  Didefnisikan operasi # dengan aturan x # y = x

  • 2y dengan x, y dalam N = {1, 2, 3, … }.

  

  Akan ditunjukkan bahwa # merupakan operasi biner.

  

  Jelas bahwa # terdefnisikan dengan baik karena rumus x+2y memberikan hasil tunggal untuk setiap x, y dalam N.

  

  Untuk sebarang x, y dalam N maka jelas bahwa x+2y masih merupakan bilangan bulat positif.

   Lebih jauh 2y + x > 0 jika x > 0 dan y > 0. 

  Berarti hasil dari x+2y masih merupakan bilangan positif dan akibatnya N tertutup di bawah operasi #.

  

Ferry K (math 2003, University of

Twente)

  Hukum-hukum Aljabar 

  Suatu sistim aljabar terdiri dari himpunan obyek dengan satu atau lebih operasi yang didefnisikan padanya. Bersama dengan hukum-hukum yang dibutuhkan dalam operasi.

  Defnisi I.2 Misalkan * operasi biner pada himpunan A.

  (1) operasi * assosiatif jika (a*b)*c = a*(b*c) untuk semua a, b, c dalam A.

  (2) operasi * komutatif jika a*b = b*a untuk semua a, b dalam A.

  Dalam pembahasan selanjutnya hukum-hukum dasar aljabar untuk penjumlahan dan pergandaan yang didefnisikan pada bilangan bulat Z dan bilangan real R sebagai aksioma (axioms) yaitu diterima tanpa bukti.

Contoh I.5:

   Operasi * didefnisikan pada himpunan bilangan real R dengan a*b = (1/2)ab.

   Akan ditunjukkan bahwa * assosiatif dan komutatif.

  2 Untuk selanjutnya dalam tulisan ini R dimaksudkan

  himpunan semua pasangan berurutan dari 2 bilangan real R = { (a,b) | a, b dalam R }.

  Contoh I.7:

  Misalkan  mempunyai aturan (a,b)  (c,d) = (a+c, b+d). 2

  

  Akan ditunjukkan bahwa R tertutup di bawah operasi  . 2

  

  Untuk sebarang (a,b) dan (c,d) dalam R berlaku (a,b)  (c,d) = (a+c,b+d) dengan a+c dan b+d dalam R sehingga (a+c,b+d) 2 dalam R .

  

  Oleh karena itu hasilnya merupakan pasangan

  Defnisi I.3:

  < A,* > memenuhi hukum identitas asalkan A mengandung suatu anggota e sehingga e*a = a*e = a untuk semua a dalam A. Anggota A yang mempunyai sifat demikian dinamakan identitas untuk < A,* >.

  

  < A, * > memenuhi hukum invers asalkan A mengandung suatu identitas e untuk operasi * dan untuk sebarang a dalam A terdapat suatu anggota a

   dalam A yang memenuhi a*a =

  a *a = e.

  

  Elemen a  yang memenuhi sifat di atas dinamakan invers dari a.

  

  Sebagai contoh, Z mengandung identitas 0 untuk operasi penjumlahan dan untuk setiap a dalam Z, anggota –a memenuhi a+(-a) = (-a)+a = 0 sehingga a mempunyai invers terhadap operasi penjumlahan dan < Z, + > memenuhi hukum invers.

  

  Di samping itu Z mengandung identitas 1 terhadap operasi pergandaan tetapi Z tidak mengandung invers terhadap pergandaan kecuali 1 dan -1.

   Untuk membuktikan hukum identitas dilakukan dengan menduga anggota tertentu e dalam himpunan yang berlaku sebagai identitas dan kemudian menguji apakah e*a = a dan a*e = a untuk sebarang a dalam himpunan.

   Untuk membuktikan hukum invers dilakukan dengan sebarang anggota x dalam himpunan yang mempunyai identitas e dan menduga invers dari x yaitu x

   dalam himpunan dan kemudian

  menguji apakah x*x = e dan x*x = e.

  Contoh I.8:

  Bila operasi didefnisikan seperti pada Contoh I.6 maka akan dibuktikan bahwa hukum invers dan hukum identitas berlaku.

   Diduga bahwa (0,0) merupakan anggota identitas. 2

  Karena untuk sebarang (a,b) dalam R berlaku

  (0,0)+(a,b) = (0+a, 0+b) = (a,b) dan (a,b) + (0,0) = (a+0, b+0) = (a,b) maka (0,0) 2 identitas dalam R . 2

   Bila diberikan sebarang (a,b) dalam R maka akan

2

ditunjukkan (-a,-b) dalam R merupakan inversnya. 2 Karena –a dan –b dalam R maka (-a,-b) dalam R . Lebih jauh lagi,

  (a,b)  (-a,-b) = (a-a,b-b) = (0,0) dan (-a,-b)

   (a,b) = (-a+a,-b+b) = (0,0)

  

Mega math’2008 KGU

Japan

Dokumen yang terkait

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Khutbah Washil bin Atho' wa ma fiha minal asalib al-insyaiyah al-thalabiyah : dirasah tahliliyah

3 67 62

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Perancangan media katalog sebagai sarana meningkatkan penjualan Bananpaper : laporan kerja praktek

8 71 19