1 Media Forum Komunikasi Guru Agama Jogjakarta

Newsletter

Edisi Juni 2010

Guru Merdeka
Media Forum Komunikasi Guru Agama Jogjakarta

Dari Redaksi

P

ara penggiat pendidikan di
Indonesia saat ini
membutuhkan komitmen yang
lebih tinggi untuk memeriksa kembali
pilihan atas filosofi pendidikan yang
digunakan oleh sistem yang pada
akhirnya diturunkan pada tingkat
kebijakan hingga berimplikasi
langsung pada pengelolaan
pembelajaran di kelas. Pendidikan

agama di sekolah-sekolah yang
berada dalam koordinasi sistem
pendidikan nasional berada dalam
kondisi yang sama dengan pelajaran
yang lain.
Memikirkan bentuk pendidikan
agama di sekolah yang paling cocok
untuk masyarakat dan masa depan
Indonesia, perlu upaya-upaya yang
serius dan berkelanjutan. Masyarakat
Indonesia sangatlah majemuk (bukan
hanya beragam agama, dalam satu
agama juga mempunyai banyak
keragaman penafsiran yang
membentuk kelompok-kelompok yang
membuat satu komunitas agama tidak
homogen).
Pendidikan agama di Indonesia
tidak boleh eksklusif atau
membawakan pemikiran atau sikap

hidup yang tertutup atas realitas hidup

Edisi Juni 2010

y a n g a d a , t e ta p i p e r s i s n y a
bagaimana, inilah salah satu yang
perlu dikaji bersama. Dalam kerangka
pencarian ini pula para penggiat
pendidikan agama perlu ikut
mengevaluasi apakah paradigma
pendidikan yang digunakan (yang
merupakan turunan praktis dari filosofi
pendidikan yang digunakan oleh
sistem) relevan bagi upaya
membangun model pendidikan agama
yang bisa memberikan sumbangan
bagi upaya pendewasaaan beragama
masyarakat-- yang dalam konteks
Indonesia akan terkait langsung
dengan kedewasaan berbangsa dan

bernegara. Keseriusan dalam upaya
ini akan menunjukkan pula seberapa
serius kita sebagai bangsa
menentukan strategi bersama untuk
masa depan.
Newsletter Guru Merdeka edisi
bulan Juni akan mengkaji beragam
bentuk administrasi yang menyita
perhatian guru sehingga ada kalanya
mengurangi kreatifitas guru dalam
mendampingi peserta didik. Pada
kolom FKGA akan disajikan laporan
diskusi FKGA di SMPN 2 Kota
Jogjakarta 20 Mei 2010.
Selamat Membaca.

1

OPINI


Newsletter Guru Merdeka
Administrasi Pendidikan,
Belenggu atau Pemacu?
Oleh Listia

P

eran guru selalu menjadi
kunci keberhasilan
berbagai upaya untuk
menumbuhkembangkan potensi
seluruh anak bangsa. Peran ini
makin hari makin tidak mudah,
setidaknya ada tiga tantangan yang
berpengaruh langsung pada
keberhasilan proses belajarm e n g a j a r. P e r t a m a a d a n y a
tuntutan bagi guru untuk selalu
memperbaharui informasi agar
tetap bisa menjadi mitra belajar
yang menyenangkan bagi peserta

didik. Kedua perlunya kesadaran
baru bahwa 'mitra belajar', yaitu
para peserta didik adalah generasi
muda yang hidup dalam perubahan
sosial yang sangat besar, sehingga
masalah komunikasi antargenerasi
menjadi persoalan tersendiri yang
perlu diantisipasi oleh para guru.
Ketiga, hal yang akan paling disorot
dalam tulisan ini, yaitu adanya
tuntutan yang sangat besar dari
sistem pendidikan di Indonesia
kepada para praktisi pendidikan
untuk membuat dokumentasi sejak
persiapan awal proses hingga hasil
evaluasi pembelajaran serta hal-hal
lain yang terkait. Berbagai bentuk
pendokumentasian itulah yang
dimaksud dalam tulisan ini sebagai
administrasi pendidikan.


Edisi Juni 2010

B e r m a c a m - m a c a m
administrasi pendidikan yang harus
diselesaikan guru sesungguhnya
merupakan salah satu bentuk
transparasi yang dilakukan oleh
praktisi pendiidkan terkait langsung
dengan pertanggungjawaban dan
evaluasi. Namun ketika jumlahnya
begitu banyak dan sangat menyita
waktu, terutama di sekolah-sekolah
negeri, maka banyak guru yang
mempertanyakan, mana yang
harus lebih dipentingkan, apakah
menyiapkan dan menyelesaikan
beragam administrasi yang
dituntutkan ini ataukah
menyelesaikan sebisanya yang

penting kualitas poembelajaran
yang dilakukan tetap bisa
dipertahankan dengan berbagai
upaya. Proses kreatif guru
bagaimana pun membutuhkan
waktu, pikiran dan tenaga.
Akhir-akhir ini para guru yang
telah menerima sertifikasi pun
banyak mengeluhkan banyaknya
dokumen yang harus dibuat, yang
menjadi salah satu syarat turunnya
tunjangan sertifikasi. Maka beban
administrasi bagi guru yang telah
lulus sertifikasi bertambah banyak
lagi. Menanggapi hal ini Prof.
DR.Djohar MS, (Rektor Universitas

2

OPINI

Sarjana Wiyata dan mantan Rektor
IKIP Jogjakarta) dalam pertemuan
FKGA di Perpustakaan Arif
Rahman Hakim tanggal 23 April
2010, menyatakan,”....sekarang ini
kita menghadapi penjajah baru,
yaitu penjajah administrasi”.
Pertanyaan yang mengemuka
selanjutnya adalah, tidak
mungkinkah berbagai bentuk
administrasi ini disederhanakan
dan diminimalisir agar tenaga,
waktu dan pikiran guru bisa
dialokasikan untuk proses kreatif
mereka? Kadang muncul kesan di
tingkat institusi pendidikan bahwa
kreatifitas dan kemandirian guru
terpaksa harus dikalahkan oleh
pemenuhan tuntutan administrasi
ini. Apa yang menjadi akar

persoalan yang bakal menghambat
kemajuan dunia pendidikan ini?
Filosofi Pendidikan
Sebelum mencermati apa yang
mejadi akar persoalan mengapa
administrasi begitu banyak menyita
perhatian guru, ada baiknya kita
mengulas dari berbagai pemikiran
dasar. Dasar pemikiran ini bisa
digunakan untuk menelusuri apa
yang kiranya menjadi akar
persoalan.
Apakah yang dipikirkan oleh
bangsa ini tentang makna kata
pendidikan? Di antara sedikit
pemikir pendidikan di negeri ini
yang merumuskankan dasar-dasar
pendidikan salah satunya adalah Ki

Edisi Juni 2010


Newsletter Guru Merdeka
Hadjardewantara, mantan
menteri Pendidikan Pertama di
Republik Indonesia. Dalam
bukunya Pendidikan (1977) Ki
Hadjar merumuskan pengertian
pendidikan sebagai ”segenap
proses yang menuntun segala
kekuatan kodrati yang ada pada
anak-anak agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya”. Sementara
a pa y a n g d i g e n g g a m o l e h
masyarakat pada umumnya
sebagai praktek pendidikan yaitu
kegiatan memberi pengetahuan
dan kecakapan lahir maupun batin,

menurut Dewantara baru sebatas
pengajaran, yaitu bagian dari
proses pendidikan.
Hal yang paling mendapat
penekanan dalam rumusan
pendidikan oleh Ki Hadjar adalah
faktor manusia yang mempunyai
kekuatan kodrati sebagai manusia,
yang dalam proses pendidikan
perlu dituntun untuk menemukan
jalan tumbuh-kembang secara
maksimal dan tujuan pendidikan
berupa keselamatan dan
kebahagiaan hidup. Ki Hadjar
menempatkan manusia secara
utuh dan merdeka serta
menempatkannya dalam dunia
yang sangat luas di mana manusia
menentukan tujuan dan makna
hidupnya.
Karena kekuatan kodrati yang
dimilik mereka itu, anak-anak atau

3

OPINI
generasi muda dalam
paradigma pendidikan yang
dirumuskan Ki Hadjar harus
diposisikan sebagai subyek bagi
prosesnya sendiri. Mendudukkan
generasi muda sebagai
subyekdengan keyakinan bahwa
mereka memiliki kekuatan kodrati
sebagai manusia,--dengan
sendirinya akan menumbuhkan
harga diri, semangat dan kreatifitas
yang memerdekakan untuk
merintis jalan kebahagiaan dan
menempuh keselamatan hidup
mereka. Ini berbeda sama sekali
dengan cara pandang yang
mendudukkan anak-anak atau
generasi muda layaknya 'sesuatu'
yang tidak punya senjarah,
keunikan dan potensi kodrati
sehingga bisa diatur begitu saja,
dan angka-angka dianggap
mewakili seluruh proses
belajarnya.
Para guru dan praktisi
pendidikan tentu sudah mafhum
tentang pembedaan pendidikan
dan pengajaran, tetapi karena
sudah menjadi salah kaprah,
sehingga apa yang dipahami
berbeda dengan yang
dipraktekkan. Ketika pengajaran
dipahami sebagai pendidikan,
berarti telah terjadi
penyederhanaan makna yang tentu
berimplikasi pada praktek dan
evaluasi atasnya. Selanjutnya
perhatian guru dalam mendampingi
peserta didik tidak tertuju pada

Edisi Juni 2010

Newsletter Guru Merdeka
tepatnya hasil tes. Apalagi
ketika dalam berada dalam kelas
yang besar dengan seorang guru,
pendidikan yang terjadi sungguhsungguh menjadi ruang bagi gurug u r u s e m a t a - m a t a
mengoperasikan kurikulum.
Penyederhanaan dalam
melihat proses dan tujuan yang
hanya dibatasi pada penguatan
kognitif berakhir pada pencapaian
nilai angka. Ini berbeda dari tujuan
belajar yang memandang peserta
didik sebagai manusia utuh yang
mempunyai potensi kodrati yang
sama kuat sebagai mahluk
manusia tetapi pada saat yang
sama masing-masing unik.
Bandingkan dengan arah
pendidikan yang pencapaiannya
adalah keselamatan dan
kebahagiaan, yang tentu tidak akan
tercapai bila yang dikembangkan
hanya dimensi kognitif peserta
didik. Tampaknya materialisme
yang mendasari sistem pendidikan
telah memandang manusia peserta
didik sebagai semacam aset yang
bisa dibentuk, dipersaingkan, bisa
diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan pasar tenaga kerja.
Nilai yang dipentingkan di sini tentu
adalah keunggulan, maka yang
dicita-citakan adalah manusia
unggul yang bisa memenangkan
persaingan untuk menguasai
ekonomi, politik dan semua
sumberdaya. Ada pun keselamatan
dan kebahagiaan seolah

4

OPINI
ditempatkan dalam ruang
metafisik yang diragukan
keabsahannya dalam filosofi ini.
Implikasi Administrasi
Seluruh bentuk administrasi
pendikan pada dasarnya adalah
kelanjutan dari kebijakan yang
diturunkan dari filosofi pendidikan
yang dirumuskan oleh para
penentu kebijakan pendidikan di
Indonesia. Bila yang ingin dicapai
adalah manusia unggul yang bisa
memenangkan persaingan, maka
yang dipentingkan adalah efisiensi
dalam belajar. Target keberhasilan
pun mengacu pada nilai
keunggulan tadi yang harus dapat
dicapai melalui pengawasan.
Angka-angka hasil tes evaluasi
belajar dan berbagai aktivitas
pendokumentasian yang seolaholah menjadi hal terpenting dari
proses pendidikan itu sendiri,
adalah sesuatu yang nyata dari
upaya mengejar keuggulan secara
efisien.
Pengawas pendidikan adalah
pihak yang bertugas memastikan
sebuah proses pendidikan tidak
melenceng dari yang sudah
digariskan oleh sistem, dengan
idiologi pendidikan yang dianutnya.
Banyak kalangan guru berharap
Pengawas
Pendidikan bisa
menjadi partner yang saling
mengisi bagi para guru. Tetapi
betapa sedikit Pengawas yang

Edisi Juni 2010

Newsletter Guru Merdeka
bersedia menjadi mitra guru,
sebaliknya kebayakan justru
memberi kesan seperti mandor.
Hubungan guru dan Pengawas
pendidikan yang membawakan diri
sebagai mandor jelas tidak
humanis, karena menimbulkan
momok dan membuat enggan.
Tidak bisa dipungkiri demi
meghadapi pengawas yang
memerankan diri sebagai mandor
ini banyak terjadi pemalsuan nilai
ujian maupun megadakan
dokumen administratif dengan cara
megcopy-paste milik teman
misalnya. Adanya target dan
standarisasi inilah kiranya yang
barangkali justru melunturkan
komitmen pada kejujuran. Adanya
anak atau mahasiswa-- menyotek
sesungguhnya adalah tamparan
pada sistem pendidikan yang butuh
dievaluasi.
Di sinilah kita patut bertanya -secara mendalam apakah
bermacam-macam standarisasi
tersebut relevan dengan maksud
pendidikan? Administrasi
pendidikan sebagai perangkat dari
standarisasi barangkali merupakan
sesuatu yang menunjang
perbaikan pendidikan, tetapi dalam
kadar yang berlebihan - sehingga
memberatkan dan mengurangi
kesempatan guru untuk
megembangkan diri dan untuk
berkreasi dalam mendampingi
proses pembelajaran-, apakah
justru menjadi penyimpangan?

5

OPINI

Newsletter Guru Merdeka

Kemandirian Guru
Pada akhir tulisan ini, yang bisa
dikatakan adalah dibutuhkan
keberanian guru untuk
mempertanyakan dan mengkritisi
apa yang tengah terjadi dalam
dunia pendidikan kita. Ketika
sistem begitu kuat mencengkeram,
sehingga sulit untuk bersikap kritis
dan sulit untuk berani mengajukan
paradigma dan praktek pendidikan
yag berbeda, yang dibutuhkan
adalah komitmen yag lebih tinggi
pada masa depan generasi muda
dan bangsa. Menjadi guru yang
mengabdi pada pendidikan,
ditengah pilihan-pilihan yang sulit,
mau tidak mau perlu untuk
mempuyai kemandirian dalam
mewujudkan komitmennya.
Listia
Salah satu penggiat
Forum Komunikasi Guru Agama
Jogjakarta

Edisi Juni 2010

6

INFO KEGIATAN

Newsletter Guru Merdeka

Administrasi tiada henti
Oleh Ira Sasmita
Fenomena yang sering ditemui
di kalangan pendidik dewasa ini
adalah sistem administrasi yang
memberatkan. Tak jarang sistem ini
justru menjadikan pendidik lalai akan
proses pengajaran dan pendidikan di
kelas. Sehingga ada yang
mengatakan bahwa guru yang
memenuhi semua tuntutan
administrasi, proses pengajarannya
akan terbengkalai. Begitu pula
sebaliknya, guru yang bagus dalam
proses pengajaran di kelas, tuntutan
administrasinya justru tidak berjalan
dengan baik.
Fenomena inilah yang kemudian
didiskusikan bersama-sama oleh
Forum Komunikasi Guru Agama
dalam satu pertemuan yang
dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Mei
2010 di SMP N 2 Jogjakarta dengan
tema “Administrasi Pendidikan:
Hambatan atau Penunjang
Keberhasilan Pendidikan di
Indonesia”. Dalam pertemuan ini,
masing-masing peserta berbagi
pengetahuan dan pengalamannya
tentang tema yang diangkat.
Bapak Rustiaji, pengajar Pondok
Pesantren Pandanaran, berpendapat
bahwa administrasi sangat penting
dalam proses pendidikan. Ia

Edisi Juni 2010

merupakan panduan yang
membantu proses pengajaran.
Bapak Haerul Badri, guru MAN 1,
juga berpendapat sama. Namun, ia
sendiri merasakan bahwa ada
banyak poin/item yang harus
dipenuhi. Paling tidak, ada sekitar 27
macam item yang harus dipenuhi dan
dinilai sangat memberatkan. Ibu
Jajuk, guru SMK Bopkri 1, juga
merasa terengah-engah mengikuti
semua tuntutan administrasi. Guru
kehabisan waktu dan tenaga untuk
mengajar, karena banyak waktu
digunakan untuk memenuhi
administrasi. Bapak Tegus, guru SMP
Negeri 2, berpendapat beda. Ia
menilai, meskipun memberatkan,
namun guru dibantu oleh banyak hal
untuk memenuhi semua kewajiban
ini. Salah satunya oleh teknologi
k o m p u t e r. P a r a g u r u p e r l u
mensiasatinya dan focus utama tetap
pada proses pengajaran di kelas.
Di sisi lain, belajar pada
pengalaman guru lain yang
tergabung di FKGA, ada guru yang
tidak peduli dengan administrasi
pendidikan. Ia lebih mengembangkan
kurikulum sendiri yang dinilai lebih
progresif dan memerdekakan.
Akibatnya, ia mendapat masalah uga

7

INFO KEGIATAN
besar dari otoritas lembaga
pendidikan. Ada juga guru yang
justru memenuhi semua tuntutan
administrasi, namun dalam proses
pengajaran, ia juga berupaya
mengembangkan kreativitas sendiri.
Akibatnya ada beban ganda yang
harus dijalani.
Persoalan ini problematik, bila
dikaitkan dengan kenyataan bahwa
administrasi pendidikan menjadi
penentu hidup matinya sebuah
lembaga pendidikan. Sehingga
Romo Suhardiayanto mengatakanmengutip pendapat Djohar MSbahwa dunia pendidikan mengalami
penjajahan administratif. Pemerintah
terlalu banyak mengatur. Ia bukan
lagi menjadi proses memerdekaan
dan memanusiakan manusia, tapi
justru menjadi lembaga pengabdi
pemerintah.
Uniknya beban ini tidak
dirasakan oleh tingkat pendidikan
perguruan tinggi. Administrasi dinilai
sangat sederhana, yaitu cukup
dengan time schedule, berbeda
dengan sistem administrasi pada
tingkat pendidikan SD, SLTP dan
SLTA. Begitu juga halnya dengan

SUSUNAN REDAKSI

Newsletter Guru Merdeka
pendidikan non formal di mana
administrasi bukan menjadi panduan
utama.
Persoalan ini tidak tuntas
didiskusikan, karena ada satu
elemen penting yang perlu dilibatkan
yaitu para penentu kebijakan.
Sehingga ke depan, para peserta
diskusi mengusulkan, adanya satu
forum yang mempertemukan para
guru dengan para pembuat
kebijakan. Karena peserta diskusi
menilai, bahwa sebuah kebijakan
yang dihasilkan sangat penting untuk
melibatkan peran para guru sebagai
orang yang terjun langsung dalam
dunia pendidikan.

Newsletter Guru Merdeka

Tim Redaksi: Listia, Ira Sasmita, Indro Suprobo, Sarnuji, Bendahara:
Eko Putro Mardiyanto, Diterbitkan oleh Forum Komunikasi Guru-guru
Agama (FKGA) Jogjakarta. Alamat Redaksi: Perum Banteng Baru,
Jl. Banteng Utama 59, Jogjakarta, Telp. 0274-880149.
Website: http://www.guru-merdeka.blogspot.com
Redaksi menerima tulisan tentang Pendidikan