BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS - BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. LANDASAN TEORI
1. Deskripsi Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak
terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di
lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.
Belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar,
apakah mengarah kepada yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau
tidak. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan, ketrampilan
dan kemampuan. Hal lain yang juga selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman,
pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.
Menurut Witherington (1952 h.165) dalam (Nana Syaodih Sukmadinata: 2007) “belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon
yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Pendapat senada disampaikan oleh George J. Mouly dalam (Trianto: 2009) bahwa “belajar

pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman.”
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Crow and Crow dan Hilgard. Menurut Crow
and Crow (1958 h. 225) “belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan

11

12

sikap baru”, sedang menurut Hilgard (1962 h. 252) “belajar adalah suatu proses di mana
suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu situasi”.
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar,
maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya
menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut :
1) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon peserta didik,
2) respon si peserta didik, dan
3) konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Pemerkuat terjadi pada
stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons
si peserta didik yang baik diberi hadiah. Sebaliknya perilaku respons yang tidak baik
diberi teguran dan hukuman.
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa

kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulus yang berasal dari lingkungan, dan (ii)
proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah :
1) proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan
2) perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang
baru atau memperbaiki/meningkatkan perilaku yang sudah ada.
3) perubahan tingkah laku yang ditimbulkan dapat berupa perilaku yang baik (positif)
atau perilaku yang buruk (negatif).
4). proses mendapat informasi baik berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah
laku antara pemberi informasi (guru) dan penerima informasi (peserta didik)

13

5) perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar itu terjadi melalui usaha mendengar,
membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru,
melatih dan mencoba sendiri atau berarti dengan pengalaman atau latihan.
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, karena belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang (Nana Sujana:2009) maka
gagasan belajar bermakna menjadi paradigma pembelajaran sesuai dengan proses

pembelajaran menurut PP No. 19 tahun 2005 bahwa proses pembelajaran diselenggarakan
sedemikian rupa sehingga terasa hidup, memotivasi, interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian
peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya.
Menurut Arief Rahman pembelajaran bermakna dan menyenangkan akan membentuk anak
menjadi : (1) bertaqwa (2) berkepribadian matang (3) berilmu mutakhir dan berprestasi (4)
mempunyai rasa kebangsaan (5) berwawasan global.
Bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses dalam pikiran peserta
didik. Menurut Gagne yang dikutip oleh Mariana (1999:25) dalam (Trianto: 2010:27)
menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi
internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa
sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen
kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama.Kondisi eksternal meliputi aspek
atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran, adapun tujuan kondisi
eksternal antara lain merangsang ingatan siswa, penginformasian tujuan pembelajaran,
membimbing

belajar

materi


yang

baru,

memberikan

kesempatan

kepada

siswa

menghubungkan dengan informasi baru. Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan
kondisi eksternal dalam suatu pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil belajar yang

14

diharapkan. Gagasan diatas merupakan proses teori belajar dan teori belajar modern antara
lain:

1. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori kontrukvisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturanaturan yang lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi
siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka
harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,
berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Menurut teori kontrukvisme ini, satu prinsip yang paling penting bahwa guru tidak
hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa
anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget.
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi
aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan dan pengalamanpengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan.
Menurut Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru
dilahirkan sampai menginjak dewasa mengalami empat tingkat perkembangan

kognitif, yaitu :

15

Tahap
Sensorimotor

Perkiraan Usia
Lahir sampai 2 tahun

Kemampuan-kemampuan Utama
Terbentuknya
konsep
”kepermanenan objek” dan
kemajuan gradual dari perilaku
reflektif ke perilaku yang
mengarah kepada tujuan
Praoperasional
2 sampai 7 tahun
Perkembangan

kemampuan
menggunakan
simbol-simbol
untuk menyatakan objek-objek
dunia.
Pemikiran
masih
egosentris dan sentrasi
Operasi Konkret
7 sampai 11 tahun
Perbaikan dalam kemampuan
untuk berpikir secara logis.
Kemampuan-kemampuan baru
termasuk penggunaan operasioperasi yang dapat balik.
Pemikiran tidak lagi sentrasi
tetapi desentrasi, dan pemecahan
masalah tidak begitu dibatasi
oleh keegosentrisan.
Operasi Formal
11 tahun sampai dewasa Pemikiran abstrak dan murni

simbolis mungkin dilakukan.
Masalah-masalah
dapat
dipecahkan melalui penggunaan
eksperimental sistematis
Implikasi penting dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah :
a). Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar
pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami
proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap
kognitif siswa yang mutakhir, dan jika guru penuh perhatian terhadap metode
yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat
dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai dengan
yang dimaksud.
b). Memerhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Penyajian pengetahuan jadi (ready-made) tidak
mendapat

penekanan,


melainkan

anak

didorong menemukan

sendiri

pengetahuan itu (discovery maupun inquiry) melalui interaksi dengan

16

lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan
yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia
fisik.
c). Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan
upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil daripada

bentuk kelas yang utuh.
3.

Metode Pengajaran John Dewey
Menurut John Dewey metode reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu
suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah
kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah :
a). Siswa mengenali masalah, masalah datang dari luar diri siswa itu sendiri.
b). Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan
menentukan masalah yang dihadapinya.
c). Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu, dan
mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah
tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.
d). Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan
akibatnya masing-masing.
e). Selanjutnya ia mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan
pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul
tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah
atau kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai


17

ditemukan pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah itulah
yang benar, yaitu yang berguna untuk hidup.
Namun langkah-langkah ini tidak dipandang secara kaku dan mekanistis,
artinya tidak mutlak harus mengikuti urutan seperti itu. Siswa bisa bergerak
bolak-balik, antara masalah dan hipotesis ke arah pembuktian, ke arah
kesimpulan dalam batas-batas aturan yang bervariasi. Selanjutnya Dewey
menganjurkan agar bentuk isi pelajaran hendaknya mulai dari pengalaman
siswa dan berakhir pada pola struktur mata pelajaran.
4.

Teori Penemuan Jerome Bruner
Teori Jerome Bruner, dikenal dengan belajar penemuan (Discovery learning).
Teori ini menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil
yang baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna.

5.

Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky
Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran, bahwa
proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas
yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam
jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development,

yakni

daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan saat ini.
Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul
dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang
lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

18

Ide penting yang lain dari Vygotsky adalah Scaffolding yaitu pemberian
bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat
melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa
seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, realistik dan kemudian
diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu.
6.

Teori Pembelajaran Perilaku.
Skinner, salah seorang tokoh yang berperan dalam teori pembelajaran perilaku
yang telah mempelajari hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya
mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku.
Prinsip yang penting dari teori belajar perilaku adalah bahwa perilaku berubah
sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku tersebut.
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah
perilaku. Konsekuensi yang menyenangkan disebut penguat (reinforcer)
sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukumam
(punisher). Penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan
yang tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku disebut pengkondisian
operan (operant conditioning)
Dengan diberikannya penguatan dan hukuman itu, maka akan terjadi
perubahan perilaku. Karena itu, memberikan konsekuensi penguatan atau
hukuman yang sesegera mungkin akan lebih baik daripada diberikan
belakangan dan akan memberikan pengaruh positif terhadap perilaku
selanjutnya. Jadi pemberian konsekuensi sesegera mungkin dalam proses

19

pembelajaran itu penting, supaya kesalahan yang sama tidak dilakukan lagi
oleh siswa.
b. Belajar Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir
manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori
peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Menurut Dimyati (Hamzah B. Uno 2009:126) matematika merupakan salah satu dari
enam jenis materi ilmu. Keenam materi ilmu tersebut adalah matematika, fisika, biologi,
psikologi, imlu-ilmu sosial dan linguistik. Dikarenakan kedudukan matematika sebagai salah
satu jenis materi ilmu, maka matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari
di lembaga pendidikan.
Menurut Brownell (Didi Suryadi, 2010) matematika dipandang sebagai suatu sistem
yang terdiri atas ide, prinsip dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus
dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hafalan melainkan pada aspek
penalaran atau intelegensi anak. Dalam NCTM (2000) dijelaskan bahwa pembelajaran
matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan berikut : (1) memperhatikan
serta menggunakan koneksi matematika antar berbagai ide matematika, (2) memahami
bagaimana ide-ide matematika saling terkait satu dengan lainnya sehingga terbangun
pemahaman menyeluruh, dan (3) memperhatikan serta menggunakan matematika dalam
konteks di luar matematika.
Berdasarkan pandangan Piaget, Bruner dan Dienes pengetahuan matematika dibentuk
melalui tiga prinsip dasar berikut ini :

20

1.

Pengetahuan tidak diterima secara pasif. Pengetahuan dibentuk atau ditemukan
secara aktif oleh anak. Seperti disarankan Piaget bahwa pengetahuan matematika
sebaiknya dikontruksi oleh anak sendiri bukan diberikan dalam bentuk jadi.

2.

Anak mengkonstruksi pengetahuan matematika baru melalui refleksi terhadap aksiaksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Mereka melakukan
obeservasi untuk menemukan keterkaitan dan pola, serta membentuk generalisasi
dan abstraksi (Dienes, 1969)

3.

Bruner(1998) berpandangan bahwa belajar, merefleksikan suatu proses sosial yang
didalamnya anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri
maupun orang lain termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual.
Prinsip ini pada dasarnya menyarankan bahwa anak sebaiknya tidak hanya terlibat
dalam manipulasi material, pencarian pola, penemuan algoritma dan menghasilkan
solusi yang berbeda, akan tetapi juga dalam mengkomunikasikan hasil observasi
mereka, membicarakan adanya keterkaitan, menjelaskan prosedur yang mereka
gunakan, serta memberikan argumentasi atas hasil yang mereka peroleh.

Menurut Dienes (Didi Suryadi:2010) bahwa belajar matematika mencakup lima
tahapan yaitu bermain bebas, generalisasi, representasi, simbolisasi dan formalisasi. Pada
tahap bermain bebas anak biasanya berinteraksi langsung dengan benda-benda konkrit
sebagai bagian dari aktifitas belajarnya. Pada tahap berikutnya, generalisasi, anak sudah
memiliki kemampuan untuk mengobservasi pola, keteraturan, dan sifat yang dimiliki
bersama. Pada tahap representasi, anak memiliki kemampuan untuk melakukan proses
berfikir dengan menggunakan representasi obyek-obyek tertentu dalm bentuk gambar atau
turus. Tahap simbolisasi, adalah suatu tahapan dimana anak sudah memiliki kemampuan
untuk menggunakan simbol-simbol matematika dalam proses berfikirnya. Sedangkan tahap

21

formalisasi, adalah suatu tahap dimana anak sudah memiliki kemampuan untuk memandang
matematika sebagai suatu sistem yang terstruktur.
Dalam memahami konsep-konsep alamiah matematika, ada 3 mazhab yang dikenal
dengan nama silogisme, formalisme dan intuitionisme. Mazhab silogisme dipelopori oleh
filosof Inggris Bertrand Arthur Russel tahun 1903, dengan bukunya The Principle of
Mathematics yang berpendapat bahwa matematika murni semata-mata terdiri atas deduksi
dengan prinsip-prinsip logika. Dengan demikian, matematika dan logika merupakan bidang
yang sama dengan seluruh konsep dan dalil matematika yang dapat diturunkan dari logika.
Mazhab formalisme dipelopori oleh ahli matematika Jerman David Hilbert yang berpendapat
bahwa matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal sebab matematika bersangkut
paut dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol melalui pelbagai sasaran yang menjadi
objek matematika. Dan mazhab intuitionisme yang dipelopori ahli matematika Belanda
Luitzen Jan Brower berpendapat bahwa matematika adalah sama dengan bagian dari eksakta
dari pemikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika terletak pada akal manusia (human
intellect) dan tidak pada simbol-simbol diatas kertas. Pemikiran mazhab intuitionisme
matematika berdasarkan suatu ilham dasar (basic intuition) mengenai kemungkinan untuk
membangun suatu seri bilangan yang tak terbatas. Ilham ini pada hakikatnya merupakan
suatu aktifitas berpikir yang tergantung pada pengalaman, bahasa dan simbolisme serta
bersifat objektif.
Berdasarkan tiga mahzab tersebut, dapat diidentifikasikan bahwa karakteristik
matematika dapat bersifat deduktif, logis, sebagai sistem lambang bilangan yang formal,
struktur abstrak, simbolisme dan merupakan kumpulan dalil akal manusia atau ilham dasar
serta sebagai aktifitas berfikir.
Menurut aliran kontruktivisme memandang bahwa belajar matematika, yang
dipentingkan adalah bagaimana membentuk pengertian pada anak. Ini berarti bahwa belajar

22

matematika penekananya adalah pada proses anak belajar, sedangkan guru berfungsi sebagai
fasilitator.
Menurut Josiah Willard Gibbs 1839-1903 (Evawati Alisah, Eko Prasetyo Dharmawan
2007: 22) “Mathematics is a language” (Matematika adalah bahasa). Dunia matematika
merupakan

dunianya

cara

manusia

membahasakan

kembali

persamaan-persamaan

sebagaimana yang terbentang dalam gerak di alam raya. Dalam hal ini, cara yang dipakai
oleh bahasa matematika ialah dengan menggunakan simbol-simbol.
Permendiknas RI nomor 22 tahun 2006, menjelaskan bahwa tujuan mempelajari mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1). Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah
2). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika
3). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4). Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah
5). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah
c. Hasil Belajar Matematika
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat
dibedakan, yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar-mengajar
dan hasil belajar. Hubungan ketiga unsur tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut :

23

Tujuan instruksional
c

a

Pengalaman belajar(proses
Belajar-mengajar)

b

Hasil belajar

Garis (a) menunjukan hubungan antara tujuan instruksional dengan pengalaman belajar, garis
(b), menunjukkan hubungan antara pengalaman belajar dengan hasil belajar, dan garis (c)
menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan hasil belajar. Dari diagram dapat
ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penilaian dinyatakan oleh garis (c), yakni suatu tindakan
atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau
dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah
menempuh pengalaman belajar (proses belajar-mengajar). Sedangkan garis (b) merupakan
kegiatan penilaian untuk mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil
belajar.
Ralph Tyler (1950) dikutip Suharsimi Arikunto (2010:3) mendifinisikan penilaian atau
hasil belajar merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana,
dalam hal apa dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana
yang belum dan apa sebabnya. Sedangkan definisi lebih luas dikemukan oleh Cronbach dan
Stufflebeam menyatakan bahwa penilaian bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan
tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
Gagne dikutip Hamzah B. Uno (2010: 137) mendifinisikan bahwa hasil belajar
merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri
atau variabel bawaannya melalui perilaku pengajaran tertentu. Sedangkan Reigeluth
menyatakan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator

24

tentang nilai dari penggunaan suatu metode dibawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa
berupa efek yang sengaja dirancang, karena itu ia merupakan efek yang diinginkan, dan bisa
juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu.
Dari definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil dari
suatu proses belajar-mengajar yang dapat diukur dari perubahan individu apakah individu
tersebut telah menguasai tujuan pengajaran yang diingkan.
Hasil belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan oleh seorang siswa yang
diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran selama jangka waktu tertentu. Biasanya
dinyatakan dengan sebuah nilai sesuai dengan kemampuannya yang diberikan oleh guru.
Hasil belajar mata pelajaran matematika merupakan kegiatan dari belajar matematika dalam
bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan oleh
siswa. Dalam penelitian ini, hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan dalam materi
matematika yang dikuasai oleh seorang siswa.
Menurut Bruner, persoalan inti dari belajar memecahkan masalah matematika terletak
pada bagaimana informasi yang didapatkan disimpan di dalam memori sedemikian rupa
sehingga mudah dipanggil (retrieved) pada saat diperlukan. Saat yang dimaksud adalah
ketika seseorang dihadapkan pada situasi atau permasalahan yang polanya baru.

2. Deskripsi Media Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
a. Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan jamak dari “medium” yang secara
harfiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang
dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Media
merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu pembawa pesan dari komunikator menuju
komunikan (Criticos, 1996 dalam Daryanto, 2010:5) Proses belajar mengajar pada dasarnya

25

juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam peserta didikan
disebut media peserta didikan (Aristo Rahadi 2004:8)
AECT (Assosciation of Education and Communication Techonology (Hamzah B. Uno,
Nina Lamatenggo 2010: 121) media adalah segala sesuatu bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Sedangkan Heinich, Molenda, Russel
(1996:8) menyatakan bahwa “A medium (plural media) is a channel of communication,
example include film, television, diagram, printed materials, computers, and instructors”
artinya media adalah saluran komunikasi termasuk film, televise, diagram, material tercetak,
computer, dan instruktur.
Gagne (dalam Aristo Rahardi 2004:8) mengartikan media sebagai jenis komponen
dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Sedangkan (Briggs:
1970 dalam Hamzah B. Uno, Nina Lamatenggo 2010: 121) bahwa media adalah segala
bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar.
Dari keterangan diatas penulis berkesimpulan bahwa media pembelajaran

segala

bentuk alat komunikasi yang merupakan alat sumber informasi yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan dalam proses belajar mengajar kepada peserta didik sehingga dapat
merangsang, memotivasi, menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid
dengan sumber belajar dan memberikan penguatan kepada peserta didik.
b. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi berasal dari bahasa Yunani, Technologia, techne berarti “keahlian” dan logia
berarti “pengetahuan”. Dalam pengertian yang sempit, teknologi mengacu pada objek benda
yang dipergunakan untuk kemudahan aktifitas manusia, seperti mesin, perkakas atau
perangkat keras.
Menurut Sukmadinata (2001:76), teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan software)

26

sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat ampuh anggota tubuh,
panca indera dan otak manusia.
Menurut Jogiyanto (1998:8) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang
lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Sedangkan Susanto(2002), informasi
merupakan hasil dari pengolahan data namun tidak semua hasil dari pengolahan data tersebut
menjadi informasi. Sumber informasi adalah data. Data adalah kenyataan yang
menggambarkan suatu kejadian-kejadian kesatuan yang nyata.
Teknologi informasi adalah gabungan antara teknologi komputer dan teknologi
telekomunikasi (Abdul Kadir dalam Hamzah B. Uno, Nina Lamatenggo 2010: 200). Wawan
Wardana mendefinisikan bahwa teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan
untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan
memanipulasi dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu
informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu yang digunakan untuk keperluan pribadi,
bisnis dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan
keputusan.
Menurut Heris Syamsuri, ST, dalam tulisannya yang dimuat koran TAJUK edisi 26
September 2007 tentang teknologi informasi, mengatakan bahwa teknologi informasi
berdasarkan fungsinya dibagi menjadi : Sistem Teknologi Informasi yang melekat
(Embedded IT System), yaitu sistem teknologi informasi yang melekat pada produk lain.
Contohnya; Video Casette Recorder (VCR) memiiki sistem teknologi yang memungkinkan
pemakainya merekam tayangan televisi. Sistem Teknologi Informasi yang khusus (Dedicated
IT System), yaitu sistem teknologi informasi yang dirancang untuk melakukan tugas khusus.
Contohnya ATM (Automatic Teller Machine) yang dibuat khusus untuk melakukan transaksi
antara bank dengan nasabahnya. Sistem Teknologi Informasi yang dirancang untuk berbagai
keperluan umum (Multy Purpose IT System), misalnya saja komputer PC (Personal

27

Computer). Dengan PC ini seseorang dapat melakukan kegiatan apa saja yang sesuai dengan
keperluannya masing-masing. Misalnya untuk pekerjaan administrasi, penghitungan
keuangan, permainan atau game dan lain-lain.
Dari keterangan diatas penulis berkesimpulan bahwa teknologi informasi dan
komunikasi adalah suatu produk hasil kerja ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
memproses segala bentuk data informasi melalui seperangkat alat baik berbentuk perangkat
keras (hardware) maupu dalam bentuk perangkat lunak (software).
c. Media Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dengan pesatnya laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berdampak
pada bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi, seperti egoverment, e-commerce, e-education,e-medicine dan lainnya,

yang semuanya berbasis

elektronik. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini dapat meningkatkan
kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat, dan
akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan produktifitas.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan memicu
kecenderungan pergeseran dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan
yang lebih terbuka, begitu juga dengan media pembelajaran akan lebih beragam bentuknya
sehingga seorang pendidik harus meningkatkan professionalitas dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
Berbagai media pembelajaran yang dapat digunakan dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi ini antara lain :
1). Media pembelajaran berbasis teknologi internet;
Sistem

pembelajaran

e-learning

merupakan

sistem

pembelajaran

yang

memanfaatkan media elektronik sebagai alat untuk membantu kegiatan

28

pembelajaran. Sebagian besar berasumsi bahwa elektronik yang dimaksud disini
lebih diarahkan pada penggunaan teknologi komputer dan internet.
Melalui media internet ini, peserta didik dapat belajar secara individual baik secara
terprogram maupun tidak terprogram. Secara tidak terprogram siswa dapat
mengakses berbagai bahan belajar dan informasi di internet menggunakan fasilitas
di internet seperti mesin pencari data (seacrh enggine). Secara bebas siswa dapat
mencari bahan dan informasi sesuai minat masing-masing tanpa adanya intervensi
siapapun. Internet juga dapat digunakan secara terprogram, salah satunya dengan
program e-learning. Pada program ini sekolah atau pihak penyelenggara
menyediakan sebuah situs/web e-learning yang menyediakan bahan belajar secara
lengkap baik yang bersifat interaktif maupun non aktif. Kegiatan siswa dalam
mengakses bahan belajar melalui e-learning dapat dideteksi apa yang mereka
pelajari, bagaimana progresnya, bagaimana kemajuan belajarnya, berapa skor hasil
belajarnya dan lain-lain.
2). Media pembelajaran berbasis multimedia;
Berbagai software hasil kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini dapat
digunakan sebagai media peserta didikan, sehingga proses belajar lebih efektif dan
dinamis dan dapat membangkitkan kegairahan. Software-software tersebut antara
lain :
 Microsoft Power Point
 Macromedia Flash
 Software Pesona Matematika
 Mathcad
 Dll

29

Media pembelajaran berbasis internet (e-learning) mulai diterapkan sejak tahun 1970an (Walker & Wilson, 2001). Menurut Siahaan (2002) setidaknya ada tiga fungsi
pembelajaran e-learning terhadap kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1.

Sebagai suplemen pembelajaran yang sifatnya pilihan/opsional.
E-learning berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik
mempunyai kekebesan memilih, apakah siswa akan memanfaatkan materi
pembelajaran elektronik atau menggunakan pembelajaran konvensional. Sekalipun
opsional, siswa yang memanfaatkannya

tentu akan memiliki tambahan

pengetahuan atau wawasan.
2.

Sebagai pelengkap (komplemen) pembelajaran
E-learning

berfungsi

sebagai

komplemen

pembelajaran

apabila

materi

pembelajaran diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima
siswa di dalam kelas konvensional (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti
pembelajaran elektornik diprogramkan untuk menjadi materi pengayaan atau
remedial bagi siswa di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
3.

Sebagai pengganti (substitusi) pembelajaran
E-learning sebagai pengganti jika pembelajaran elektronik sepenuhnya digunakan
dalam proses pembelajaran. Dalam kondisi ini, siswa hanya belajar lewat
pembelajaran elektronik saja, tanpa menggunakan model pembelajaran lainnya.

Menurut Made Wena (2009:205) penggunaan media pembelajaran berbasis teknologi
komputer mempunyai keuntungan-keuntungan dibandingkan dengan media pembelajaran
konvensional yaitu antara lain :
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara indivual.
b. Menyediakan presentasi menarik dengan animasi.
c. Menyediakan pilihan isi pembelajaran yang banyak dan beragam.

30

d. Mampu membangkitkan motivasi siswa dalam belajar
e. Mampu mengaktifkan dan menstimulasi metode mengajar dengan baik.
f. Meningkatkan pengembangan pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan.
g. Merangsang siswa belajar dengan penuh semangat, materi yang disajikan mudah
dipahami oleh siswa.
h. Siswa mendapat pengalaman yang bersifat konkret, retensi siswa meningkat
i. Memberi umpan balik secara langsung.
j. Siswa dapat menentukan sendiri laju pembelajaran
k. Siswa dapat melakukan evaluasi diri.
Sedangkan Wankat & Oreonovicz (1993) didalam Made Wena (2009:206) bahwa
keuntungan utama metode pembelajaran berbasis komputer adalah memberi kemudahan bagi
guru dalam mengembangkan materi pembelajaran lebih lanjut. Demikian pula pembelajaran
berbasis komputer memiliki beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut :
a.

Dapat mengakomodasi siswa yang lamban karena dapat menciptakan iklim belajar
yang efektif dengan cara yang lebih individual.

b.

Dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan karena tersedianya animasi
grafis, warna dan musik.

c.

Kendala berada pada siswa sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan
tingkat kemampuan.

3. Deskripsi Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) mulai
berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan matematika di Belanda
yang dirasakan kurang bermakna bagi siswa. Pendekatan pendidikan matematika realistik
dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute,

31

Ultrecht University . Pendekatan ini didasarkan oleh pandangan Freudenthal (1905-1990)
bahwa matematika adalah kegiatan manusia yang harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat
dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian
dari nilai kemanusiaan. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan
kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Karena itu,
siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk
menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan
kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia
nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan
sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia
nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika.Untuk
menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika
realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikan dunia nyata (Sudharta,
2004).
Pada

perkembangan

selanjutnya,

Treffers

(dikutip

Didi

Suryadi:2010)

memformulasikan proses matematisasi, dalam konteks pendidikan matematika, menjadi dua
tipe matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal
siswa diberi perkakas matematika (mathematical tools) seperti konsep, prinsip, algoritma,
atau rumus yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Matematisasi vertikal merupakan proses reorganisasi dalam sistem matematis,
misalnya menemukan hubungan langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategistrategi dan kemudian menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horizontal bertolak
dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam ranah
simbol.

32

Zulkardi (2001), mendefinisikan pendidikan matematika realistik adalah teori
pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal “real” bagi siswa, menekankan ketrampilan
“process of doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (“student inventing” sebagai kebalikan
dari “teacher telling”) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan
masalah baik individual maupun kelompok.
Matematika

realistik

merupakan

pendekatan

pembelajaran

matematika

yang

memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep
matematika. Siswa tidak belajar konsep matematika secara lansung dari guru atau orang lain
melalui penjelasan, tetapi siswa membangun sendiri sesuatu yang diketahui oleh siswa itu
sendiri. Matematika itu sendiri memberi kesempatan kepada siswa mengkonstruk sendiri
konsep-konsep matematika melalui sesuatu yang diketahuinya. Berdasarkan sesuatu yang
diketahui siswa melakukan, berbuat, mengerjakan, menginterprestasikan, dan semacamnya,
yang akhirnya siswa memahami konsep matematika. Gagasan dari kunci matematika realistik
adalah memberi kesempatan siswa menemukan kembali konsep-konsep matematika melalui
bimbingan guru (guide reinvention). Melalui pengetahuan informal siswa, guru membimbing
siswa sampai menemukan konsep-konsep matematika sebagai pengetahuan formal. Proses
seperti ini mendorong siswa belajar secara interaktif, karena guru hanya berperan
membangun ide dasar siswa.
Pendidikan matematika realistik mencerminkan suatu pandangan tentang matematika
sebagai subject matter, bagaimana anak belajar matematika dan bagaimana matematika
seharusnya diajarkan. Pandangan ini terurai dalam enam karateristik pendidikan matematika
realistik sebagai bearikut :
1.

Prinsip Aktivitas, yaitu karena ide proses matematisasi berkaitan erat dengan
pandangan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia, maka cara terbaik

33

untuk mempelajari matematika adalah melalui doing yakni dengan mengerjakan
masalah-masalah yang didesain secara khusus. Anak tidak dipandang sebagai
individu yang hanya siap menerima konsep-konsep matematika siap pakai secara
pasif, melainkan harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan
proses

pendidikan

sehingga

mereka

mampu

mengembangkan

sejumlah

mathematical tools yang kedalaman serta liku-likunya betul-betul dihayati.
2.

Prinsip Realitas, yaitu tujuan utama agar siswa mampu menggunakan matematika
yang mereka pahami untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, maka
pembelajaran matematika harus diawali dengan proses matematika realitas atau
dapat dibayangkan oleh siswa.

3.

Prinsip Pemahaman, yaitu proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan
pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal
yang berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai
menemukan prinsip-prinsip keterkatian. Persyaratan untuk sampai pada tahap
pemahaman berikutnya menuntut adanya kemampuan untuk merefleksi aktivitas
pengerjaan tugas-tugas matematika yang dilakukan.

4.

Prinsip Intertwinement, yaitu bahwa matematika tidak dipandang sebagai bahan
ajar yang terpisah-pisah, yang dengan demikian dalam menyelesaikan suatu
masalah siswa menerapkan berbagai konsep, rumus, serta pemahaman secara
terpadu dan saling berkaitan.

5.

Prinsip Interaksi, yaitu proses belajar matematika dipandang sebagai suatu
aktivitas sosial, dimana siswa diberi kesempatan untuk melakukan tukar
pengalaman, strategi penyelesaian, serta temuan lainnya di antara sesama mereka
dan juga interaksi dengan guru. Dengan demikian, interaksi memungkinkan siswa
memperoleh pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.

34

6.

Prinsip Bimbingan, yaitu dalam pembelajaran matematika perlu adanya bimbingan
agar siswa mampu menemukan pengetahuan matematika.

Metode pembelajaran pendidikan matematika realistik menggunakan ide yaitu :
1. Pembelajaran pendidikan matematika realistik membangun kemampuan berfikir
dan berargumentasi yang dapat dipakai oleh siswa selamanya, jadi bukan sekedar
menghitung.
2. Siswa bisa bekerja sendiri atau dalam grup kecil untuk mendapat kesempatan lebih
banyak menjelaskan pikiran dan pengertiannya.
3. Kebanyakan soal dapat diselesaikan lebih dari satu strategi atau solusi. Tujuannya
adalah untuk mendiskusikan perbedaan strategi memutuskan mana yang terbaik
untuk soal itu. Dalam diskusi guru menanya siswa tertentu untuk menjelaskan
idenya dan dilain waktu siswa tertentu akan diminta mendengarkan dan
menganalisa jawaban temannya.

B. Kerangka Berfikir
1. Pengaruh Media Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Matematika
Proses belajar mengajar hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari
pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol
komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal. Oleh karena proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka
media pembelajaran menempati posisi cukup penting, sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran.
Pentingnya media pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan hasil belajar yang optimal. Seiring dengan meluasnya kemajuan di
bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka pelaksanaan pembelajaran akan semakin

35

bervariasi secara luas, bahkan tanpa batas ruang dan waktu bila dibandingkan media
pembelajaran konvensional yang hanya terbatas dalam ruang kelas.
Sasaran media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi agar proses
pembelajaran matematika menjadi pembelajaran lebih efisien, praktis menyenangkan,
meningkatkan minat belajar. Dalam penelitian ini akan diteliti kelas yang menggunakan
media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi dinama kelas sebagai treatment
dengan kelas yang tidak menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai kelas
kontrol untuk proses pembelajaran matematika.
Berdasarkan kerangka diatas diduga bahwa hasil belajar matematika dengan
menggunakan media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi lebih tinggi
dibandingkan dengan media pembelajaran konvensional dengan kata lain ada pengaruh
penggunaan media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi terhadap hasil belajar
matematika siswa.
2. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa.
Teori atau pendekatan pendidikan matematika realistik sejalan dengan teori belajar
yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning, disingkat CTL). Namun pendekatan konstruktivisme maupun CTL
mewakili teori belajar secara umum, sedangkan pendidikan matematika realistik adalah teori
belajar yang dikembangkan khusus untuk matematika.
Pendidikan matematika realistik mencerminkan pandangan matematika tertentu
mengenai bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan.
Pandangan ini tercermin pada 6 prinsip, yang diturunkan dari 5 kaidah yang dikemukan
Treffers (1987) yaitu eksplorasi fenomenologis menggunakan konteks, menjembatani dengan
menggunakan instrumen vertikal, konstruksi dan produksi oleh siswa sendiri, pembelajaran
interaktif dan jalur-jalur belajar yang saling menjalin.

36

Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut, maka keenam prinsip yang merupakan
karakteristik pendidikan matematika realistik sebagai berikut : (1) prinsip kegiatan, (2)
prinsip nyata, (3) prinsip bertahap, (4) prinsip saling menjalin, (5) prinsip interaksi dan (6)
prinsip bimbingan
Dari pendekatan pendidikan matematika realistik maka mata pelajaran matematika
yang oleh sebagian siswa dianggap sulit dan menjenuhkan. Sulit karena sifat keabstrakan
matematika dan menjenuhkan karena guru dalam memelajarkan mereka hanya dengan satu
arah dan monoton sehingga pelajaran matematika oleh siswa belum bermakna menjadi
pelajaran matematika yang lebih bermakna karena ide pendidkan matematika realistik bahwa
matematika adalah aktifitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata
terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa.
3. Pengaruh Interaksi Media Pembelajaran dan Pendekatan Pembelajaran Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa.
Hasil

belajar yang dicapai siswa tidaklah berdiri sendiri, namun hasil belajar

dipengaruhi beragam faktor yang satu sama lain memberi dampak yang signifikan terhadap
hasil belajar siswa. Agar peningkatan hasil belajar siswa optimal maka diperlukan peran dari
guru sebagai motivator dan mediator agar dapat memilih media pembelajaran yang efektif
dan menentukan pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan hasil belajar
siswa.
Berdasarkan pengaruh media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi dan
pendekatan pembelajaran pendidikan matematika realistik terhadap hasil belajar terdapat
pengaruh simultan antara media pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi

dan

pendekatan pembelajaran pendidikan matematika realistik terhadap hasil belajar matematika.

37

C. Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini
diajukan hipotesis yakni :
1. Terdapat pengaruh media pembelajaran terhadap hasil belajar matematika.
2. Terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap hasil belajar matematika.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara media pembelajarandan pendekatan pembelajaran

terhadap hasil belajar matematika.