BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Kajian Sumur Resapan dalam Mereduksi Debit Banjir pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti

dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama
dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi,
presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)
Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja
sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses
pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah, batuan
atau yang disebut dengan upaya konservasi air.
Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang
hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam
tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim

hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang

memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui
pemanfaatan air hujan dengan cara membuat sumur resapan. Pada siklus hidrologi,
posisi sumur resapan (Gambar 2. 2) membantu proses infiltrasi/perlokasi guna
mengurangi limpasan air hujan yang berlebih pada permukaan tanah sehingga air
hujan dapat bergerak secara vertikal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut
memasuki sistem air tanah.
Pemanasan
Matahari

Air Laut

Evaporasi

Penguapan

Transpirasi

Hujan
Evapotranspirasi


Kondensasi

Titik-titik
Air

Sumur
Resapan
n

Limpasan
Infiltrasi

Sungai

Danau

Perkolasi

Air


Gambar 2. 2 Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi
2.2

Konsep Umum Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan

tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh
kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian
air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya
meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat
bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai

mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara
gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam
daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli,
2008).
2.2.1 Pengertian infiltrasi
Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampuradukkan untuk kepentingan
praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Infiltrasi adalah proses aliran air

(umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan
proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan
merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang
keduanya saling berpengaruh akan tetapi

hendaknya secara teoritis pengertian

keduanya dibedakan.
Secara skematis, keterikatan infiltrasi dengan perkolasi dapat dijelaskan
dengan sketsa pada suatu gambar. Pada Gambar 2. 3. a yaitu skema formasi tanah
dengan lapisan atas mempunyai laju infiltrasi besar, akan tetapi lapisan bawah
mempunyai laju perkolasi rendah. Sebaliknya, pada Gambar 2. 3. b yaitu lapisan atas
dengan laju infiltrasi kecil sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah tinggi. Pada
kasus pertama (Gambar 2. 3. b), meskipun laju perkolasi tinggi, akan tetapi laju
infiltrasi yang memberikan masukan air dari permukaan terbatas. Oleh sebab itu,
dalam keadaan seimbang, dua keadaan ini lebih ditentukan oleh laju infiltrasi.
Demikian pula sebaliknya (Gambar 2. 3. a), laju perkolasi yang rendah menentukan
keadaan seluruhnya.

(a)


b)

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan
b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.
Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu:
a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah
tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan
tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan
lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju
curah hujan.
b)

Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju
infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas
curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali
lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk
seterusnya mengalir ke sungai disekitar.


2.2.2 Proses Infiltrasi
Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau
meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan
meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai

kapasitas lapang.
Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi
daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya
aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air
yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke
samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh
tanaman melalui tudung akar.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi
pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat
tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju
perkolasi.
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi
biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir

masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.
Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya
gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan
mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan
air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya
kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara
vertikal maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air

yang

terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f )
dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas
hujan (I), bila laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤fp dan
f ≤I (Soemarto, 1999).
Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi
setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai
dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas
infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah,

tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi
berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat
dalam tanah (Maryono, 2004).
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi
adalah sebagai berikut:
1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang jenuh.
2. Kadar air atau lengas tanah
3. Pemadatan tanah oleh curah hujan
4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan
endapan dari partikel liat
5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah
6. Struktur tanah
7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik)
8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah
9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan
10. Kekasaran permukaan tanah

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi
12. Suhu udara tanah dan udara sekitar
Apabila


semua

faktor-faktor

di

atas

dikelompokkan,

maka

dapat

dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air
mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.
Selain dari beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula

sifat-sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi
(Arsyad, 1989). Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ukuran pori
Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan
susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh
karena pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air
keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik.
b. Kemantapan pori
Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap
tidak terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.
c. Kandungan air
Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.
d. Profil tanah
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya
air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka

proses infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau
seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori
permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh
tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga

biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya
gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori
jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam
keadaan kering (Asdak, 2002).
Di bawah

pengaruh

gaya

gravitasi,

air

hujan

mengalir

vertikal

kedalam tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi
melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):
1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada
kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan
infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya.
Hal itu tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik
diketahui, seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat
diperkirakan. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah
cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan
irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan
dan kegunaan lainnya (Kirkby, 1971).

2.2.4 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi
Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang
berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar
pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan
pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori
halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar
daripada tanah liat.
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang
ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah
yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah
dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan
miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori
besar dan sedikit pori halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut
akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya
akan

lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat

(Saifuddin, 1986).
Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya
seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.
Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi
Kecepatan
Infiltrasi
Kriteria
(cm/jam)
25.00 – 50.00
Sangat Cepat
12.50 – 25.00
Cepat
7.50 – 15.00
Sedang
0.50 – 2.50
Lambat
< 0.50
Sangat Lambat

Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang
bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir
umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat
sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah
yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda
pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya,
begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju
infiltrasinya akan semakin besar pula.
Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh
terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah
tersebut makin kecil
Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah terdapat dua pengaruh, yaitu
berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah sehingga kesempatan
untuk berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang kedua adalah sistem akarakaran yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi
dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi
cenderung lebih tinggi.
Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi,
walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan
miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.
Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Pertama, dimaksudkan
untuk memperkuat formasi agregat tanah, sehingga struktur tanah menjadi
diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan

air di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah
agar air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran
drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila
permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya,
maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.
Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah.
Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):
1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.
2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan
permeabilitas sangat menentukan laju infiltrasi.
3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan
induk.
4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock).
2.2.5 Arti Pentingnya Infiltrasi
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :
a. Proses limpasan (run off)
Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam
tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan
daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin
kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.
b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar
tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk

evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama
dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air
tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar,
pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air
tanah.
2.2.6 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi
Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara
(Harto, 1993), yaitu:
1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian
pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall
Simulator).
2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran
lapangan).
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan
digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan
dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelas, yakni:
a) Model empiris.
Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana
kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju
infiltrasi ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi

mulai terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah
Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.
b) Model konseptual.
Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang
menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek
hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC,
Model Philip, dan Model Hidrograf.
Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model
empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data
pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah
didapatkan.
2.2.7 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan
Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan
dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.
Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas
tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi
air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian
banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung
tersebut harus diukur.
Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping
di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air
yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Gambar 2. 4 Single Ring Infitrometer
Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju infiltrasi
di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:
a. Testplot
Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap
luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan
terhadap besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini
dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya
didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi
testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.
b. Lysimeter
Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam
tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi
dengan fasilitas drainage dan pemberian air.
Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single
ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).

 Metode Horton
Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring
dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia
menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih
dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan
proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju
infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan
kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan
partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat
dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:
f(t) = fc + (fo – fc)
di mana

.......................................(2.1)

f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam), fc = Laju infiltrasi tetap

(cm/jam), fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik, dan t =
Waktu (jam).
Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo,
fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single
ring infitrometer. Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:
f(t) - fc = (fo - fc)

...........................................(2.2)

Kemudian persamaan (2.2) tersebut di log kan menjadi:
Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) – kt log e
atau
Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = – kt log e

[

t =−

( ( )−

)−

( ( )−

))+

(



)]

atau
t =−

(



) .................... (2.3)

Persamaan (2.3
(2.3) di atas, sama dengan persamaan Y= mx + C
di mana:
..................................................(2.4)
Y = t ................................................................
m=−

................................................................
..................................(2.5)

x = Log ( f(t) – f(c) )...........................................................
...........................(2.6)
C=

Log ( f(t) – f(c) ) ........................................................
........................................................(2.7)

ikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam
m sebuah garis lurus
Dengan demiki
punyai nilai m =
yang mempun



. Bentuk dari gari
aris lurus persamaan

perlihatkan dalam Gambar 2. 5 di bawah ini.
tersebut diperl

Gambar 2. 5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc)
Ga
fc)

2.3

Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah

yang berbeda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan
subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu
bahasan yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang
sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.
Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk
tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti
distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Walaupun saat ini terdapat berbagai sistem
klasifikasi tanah, tetapi tidak ada satupun dari sistem-sistem tersebut yang benarbenar memberikan penjelasan yang tegas segala kemungkinan pemakaiannya. Hal ini
disebabkan karena sifat-sifat tanah yang sangat bervariasi.
2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur
Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan
permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap
butir yang yang ada di dalam tanah.
Tanah dibagi dalam beberapa kelompok antara lain; kerikil (gravel), pasir
(sand), lanau (silt), dan lempung (clay), atas dasar ukuran butir-butirnya. Pada
umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang merupakan ukuran
yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi
nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir
(sand clay), lempung berlanau (silt clay) dan seterusnya.

Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan
sejak dulu oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri,
beberapa dari sistem-sistem tersebut masih dipakai hingga saat ini, sistem klasifikasi
berdasar tekstur tanah yang dikembangkan oleh departemen pertanian amerika
(USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti
diterangkan oleh sistem USDA, yaitu:
 Pasir

: butiran dengan diameter 2,0 - 0,05 mm

 Lanau

: butiran dengan diameter 0,05 - 0,002 mm

 Lempung

: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm

2.4

Koefisien Permeabilitas
Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah

meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi
sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas didefenisikan
secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar
tanaman atau lewat.
Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan
merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu
semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap
akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka
sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan
air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.
Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang
sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar digunakan oleh

para ahli teknik tanah (geoteknik). Para ahli geologi menyebutnya sebagai
konduktivitas hidrolik. Bilamana satuan inggris digunakan, koefesien permeabilitas
dinyatakan dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft 3. Dalam satuan SI,
koefisien permeabilitas dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm3.
Koefisien permeabilitas tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu
kekentalan cairan, distribusi ukuran pori-pori, distribusi ukuran butir, angka pori,
kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah
lempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien
permeabilitas. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung
adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran
lempung.
Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda.
Beberapa koefisien permeablitas diberikan dalam Tabel 2. 2.
Tabel 2. 2 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya
k
Jenis tanah
(cm/detik)
(ft/menit)
Kerikil bersih
1.00 - 100
2.00 - 200
Pasir kasar
1.00 – 0.01
2.00 - 0.02
Pasir halus
0.01 – 0.001
0.02 – 0.002
Lanau
0.001 – 0.00001
0.002 – 0.00002
Lempung
Kurang dari 0.000001
Kurang dari 0.000002
Sumber: Buku Mekanika Tanahh Jilid I (Das, 1985)
Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari
pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien
permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:
a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test)
b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test)

c) Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi
d) Pengujian kapiler horizontal
Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat
dilakukan dengan:
a) Uji pemompaan (pumping test)
b) Uji perlokasi (auger hoole test)
Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilaksanakan di laboratorium, yaitu:
a) Constant Head Permeability Test
Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang di
pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk
menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan
keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2. 6 Alat Constant Head Permeability Test
Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan dihitung
dengan turunan rumus:
Qmasuk = Qkeluar
Qmasuk = A.V.k  A(ki).t

 k ( h)( A) 
Qkeluar = 
T
L 


Maka,
K=

.
. .

.......................................................(2.8)

di mana Q = Volume air yang dikumpulkan (cm ), As = Luas penampang
sampel tanah (cm ), t = waktu (detik), dan h = i.(L)
b) Falling Head Permeability Test
Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak tetap.
Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya
lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter
kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan
ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.

Gambar 2. 7 Skema Proses Alat Falling Head Permeability Test

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu;
Q=

k .(h)
Ls.( As)

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)
k .(h)
A=
L

dt

=

dh
(tinggi air berkurang )
dt

a.( Ls)  dh 
 
As.(k )  h 
a.( L)
As.(k )

 h2 1 

dh 
 h h 
 1


=

a.( Ls)
A.(k )

ln(h1  h2 

t

=

h

 log 1
h2
a.( Ls) 

As.(k ) log e



t

=

2,303

t

 dt =
0

t

maka,

-a

K

=

2,303








h
a.( Ls)
log 1
As.( K )
h2

a.( Ls )
As .(t )

log

h1
............................................(2.9)
h2

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa
(cm ), L = Panjang sampel tanah (cm), A = Luas penampang sampel tanah
(cm ), t = Interval penurunan ℎ ke ℎ (detik), ℎ = Ketinggian mula-mula air
pada interval waktu tertentu (cm), dan ℎ = Ketinggian akhir air pada interval
waktu tertentu (cm)
2.5

Analisis Hidrologi
Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-

kejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur hidrologi yang

dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data curah hujan suatu
daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana
maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.
2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik
Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi
data ialah sebagai berikut:
1. Harga Rata-rata ( )
Rumus:


=
di mana

.......................................................(2.10)

= Curah hujan rata–rata (mm),

= Curah hujan di stasiun hujan ke-i

(mm), dan n = Jumlah data.
2. Standar Deviasi (

)

Rumus:

=
di mana



(

= Standar deviasi,

)

................................................(2.11)

= Curah hujan rata – rata (mm),

= Curah

hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.
3. Koefisien Skewness (

)

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat
ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.
Rumus:

=
di mana
(mm),


(

= Koefisien Skewness,

(
)(

)
)

................................................(2.12)

= Standar deviasi,

= Curah hujan rata-rata

= Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

4. Koefisien Kurtosis (

)

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.
Rumus:
=
di mana
(mm),


(

)(

= Koefisien Kurtosis,

(
)(

)
)

..............................................(2.13)

= Standar deviasi,

= Curah hujan rata–rata

= Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n= Jumlah data.

5. Koefisien Variasi (

)

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai
rata-rata hitung suatu distribusi.
Rumus

=
di mana

= Koefisien variasi,

.........................................................(2.14)
= Standar deviasi, dan

= Curah hujan rata-

rata (mm).
2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data
Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang
bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada.
Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:
1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik
Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2. 3 berikut ini:
Tabel 2. 3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik
No.
1.
2.

Jenis Distribusi
Normal
Log Normal

3.
4.

Gumbel Tipe I
Log Pearson Tipe III

Syarat
Cs  0 dan Ck  3
Cs  3Cv + Cv³ dan
8
6
4
2
Ck  Cv + 6Cv + 15Cv + 16Cv + 3
Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002
Selain dari nilai di atas

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008)

2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas
Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik hasil
plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas
probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya
semakin mendekati benar.
3. Berdasarkan hasil uji keselarasan
Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data
yang dianalisis. Ada dua jenis keselarasan (Goodness of Fit Test), yaitu uji
keselarasan Chi Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang
diamati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan.
 Uji keselarasan Chi Square
Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan
yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data
pengamatan

yang

terbaca

di

membandingkan nilai Chi Square (

dalam

kelas

tersebut

atau

dengan

) dengan nilai Chi Square kritis (

-

Cr)
Rumus:

= ∑
di mana

= Harga Chi Square,

pada data ke-i,

...........................................(2.15)

= Banyaknya frekuensi yang diharapkan

= Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data

ke-i, dan n = Jumlah data.

Prosedur perhitungan uji Chi Square adalah sebagai berikut:
a. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil
b. Hitunglah jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n. Dalam
pembagian kelas disarankan agar setiap kelas terdapat minimal tiga buah
pengamatan.
c. Hitung nilai Ef =
d. Hitunglah banyaknya Of untuk masing – masing kelas.
e. Hitung nilai

untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total

, dari

tabel untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5% dengan
parameter derajat kebebasan (Tabel 2.4) akan didapat

Cr.

Rumus derajat kebebasan adalah :
DK = K – ( R + I ) .................................................(2.16)
di mana DK = Derajat kebebasan, K = Banyaknya kelas, dan R = Banyaknya
keterikatan (biasanya diambil R=2 untuk distribusi normal dan binomial dan
R=1 untuk distribusi Poisson dan Gumbel).
Jika nilai Chi Square(

) < nilai Chi Square kritis (

Cr), analisis data dapat

menggunakan persamaan distribusi data sesuai dengan yang diasumsikan
pada uji Chi Square.

Tabel 2. 4 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square

Sumber: Soewarno, 1995
 Uji keselarasan Smirnov Kolmogorof
Pengujian kecocokan sebaran dengan metode ini dilakukan dengan
membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris dan
teoritis sehingga didapat perbedaan (∆) tertentu. Perbedaan maksimum yang
dihitung (∆maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu
derajat nyata dan banyaknya varian tertentu, maka sebaran sesuai jika
(∆maks) < (∆cr).
Rumus:
∆maks [ ( ) − ( )] < ∆

( , )

...........................(2.17)

Tabel 2. 5 Nilai ∆ Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Sumber: Soewarno, 1995
2.5.3 Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya
hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut
kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana.
Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data
hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis
frekuensi data hujan, yaitu:
1. Metode Normal (Cara Analitis)
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan Metode
Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:
=

+ (K.

) .....................................................(2.18)

di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),
rata curah hujan (mm),

= Harga rata-

= Standar deviasi (simpangan baku), dan k = Nilai

variabel reduksi Gauss periode ulang T tahun (Tabel 2. 6).

Tabel 2. 6 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K)

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)
2.

Metode Gumbel Tipe I
Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble Tipe I
digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno,
1995):
=
di mana

+

(

-

) .................................................(2.19)

= Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),

rata curah hujan (mm), dan

= Harga rata-

= Standar deviasi (simpangan baku).

= Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode
ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat
pada Tabel 2.9. (untuk T ≥20, maka
= -ln −

= ln T)

...................................................(2.20)

= Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya
tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 7
= Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung
dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 8.

Tabel 2. 7 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

Sumber: Soemarto, 1999
Tabel 2. 8 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

Sumber: Soemarto, 1999
Tabel 2. 9 Nilai Reduksi Variasi (Yt)

Sumber: Soemarto, 1999

3. Metode Log Pearson Tipe III
Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang
logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):
Log X = Log X + K * Sd ...........................................(2.21)
di mana Log X = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,
Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd = Standar deviasi dan K =
Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 2. 10)
Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah:
a) Tentukan logaritma dari semua nilai X
b) Hitung nilai rata-ratanya:

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X:

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:

f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan
terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai
koefisien kemencengan (Cs). Nilai K dapat dilihat pada Tabel 2. 10.
Tabel 2. 10 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III

Sumber: Soewarno, 1995
4. Metode Log Normal
Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan
merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):
X
di mana X
tertentu,

=

+ K.Sd ....................................................(2.22)

= Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang
= Harga rata-rata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan

baku), dan K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang
merupakan fungsi dari koefisien kemencengan (Cs) pada Tabel 2. 12.

Tabel 2. 11 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal

Sumber: Soewarno, 1995
2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya.
Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan debit
yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh
intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut
berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah
hujan yang telah terjadi pada masa lampau.

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya
curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per
jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2
metode sebagai berikut :
1. Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah
berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24
jam (Anonim dalam Melinda, 2007).
Rumus:

=

%∙

.........................................................(2.23)

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R24 = Curah hujan harian maksimum
(mm/24jam).
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi
intensitas hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta
sebagai kurva basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan
bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan
pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati
dengan persamaan:

=
di mana
(menit), dan

.
.

..................................................(2.24)

= Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH,

= Durasi waktu hujan

= Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).

2. Metode Hasfer Der Weduwen
Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh
Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan
curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan
mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam
dan durasi hujan sampai 24 jam (Melinda, 2007).
Persamaan yang digunakan adalah:

R =X

R=

(

.

.................................................(2.25)

)

........................................................(2.26)

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas
curah hujan dengan persamaan berikut ini:
I=

...............................................................(2.27)

di mana I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).
2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan
perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk
menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan.
Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil.
Menurut Sosrodarsono (2003), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:
1. Metode Sherman (1953), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai
berikut:

I
Log a

=

b

=

=

....................................................(2.28)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit),
a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.
2. Metode Ishiguro (1905), menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

I=



............................................................(2.29)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit)
a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a

=

b

=

3. Metode Talbot (1881), rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan
dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur.
Untuk menentukan intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:

I=

(

)

.........................................................(2.30)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit),
a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a

=

b

=

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus
dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan
intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.
Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk
menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan yang dapat digunakan untuk
perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya kemungkinan
terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang.

2.6

Sumur Resapan

2.6.1 Pengertian
Sumur resapan (Gambar 2. 8) merupakan skema sumur atau lubang pada
permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke
dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan
merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air
minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian,
konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di
atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di
bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011).

Gambar 2. 8 Sketsa Sumur Resapan
(http://bebasbanjir2025.wordpress.com)
2.6.2 Fungsi Sumur Resapan
Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi utama dari sumur resapan bagi kehidupan manusia dapat dibagi menjadi tiga
fungsi utama, yaitu:

1. Pengendali banjir
Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan tiba.
Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa
faktor di antaranya:
a)

Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB).

b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.
c)

Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap

pengelolaan sampah.
Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap
penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota
keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada
suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat,
tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
dimiliki perumahan tersebut.
Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir pada
semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah
horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika
dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru
sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan
bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan). Dengan demikian pada musim hujan,
volume aliran air permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke
dalam tanah sangat sedikit sehingga mengakibatkan genangan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung
cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan
perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu
memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan
aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.
Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan
tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan
yang jumlah rumahnya 1.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan
dengan volume 2

berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000

air.
2. Konservasi air tanah
Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau
mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak
yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang
tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur
atau mata air.
Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting mengingat
adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai konsekuensi dari
perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat. Dengan adanya
perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah untuk
meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang tertutupi

tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tidak meresapkan air.
Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena hilangnya
vegetasi penutup permukaan tanah.
Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak
besar terhadap kondisi air tanah. Seandainya di kawasan pemukiman seluas 1.000
hektar dan tertutupi 3/4 bagiannya, berarti setiap kali turun hujan yang curah
hujannya 1.000 mm akan ada 750.000 kubik air hujan yang tidak dapat meresap
ke dalam tanah. Jumlah sekian akan berkumpul dengan aliran permukaan dari
kawasan lain pada lahan yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.
Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung
cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan
perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu
memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan
aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.
3. Menekan laju erosi
Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan menurun.
Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut pun
akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun akan
kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu menekan besarnya
aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.

2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan
Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan
ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan
tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah.
Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke
dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih
banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan
(run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk ke dalam
lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai jenis tanah,
lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air akan menembus
kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air tanah (ground
water) yang terperangkap dalam lapisan akuifer. Dengan demikian, masuknya air
hujan ke dalam tanah akan membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air
tanah dalam lapisan akuifer.
Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam
pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah
dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan dimensi sumur resapan
berangkat dari sifat fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya
rembes tanahnya.
Dengan prins