Analisa Kajian Banjir Dengan Sumur Resapan Dan Lubang Biopori Pada Kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal

(1)

ANALISA KAJIAN BANJIR DENGAN SUMUR RESAPAN

DAN LUBANG BIOPORI PADA KAWASAN PERUMAHAN

GRIYA INSAN MULIA, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan Oleh

SEPTIAN IVANDRI P

09 0404 002

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU

2014


(2)

ABSTRAK

Pembangunan perumahan di kota yang padat penduduknya menyebabkan semakin banyak permukaan tanah yang tertutupi oleh lahan perumahan tersebut. Hal ini mengakibatkan limpasan air hujan meningkat dan pengisian air tanah berkurang. Sumur Respan dan lubang Biopori salah satu solusi untuk menanggulangi banjir di area perumahan.

Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm dan diisi dengan sampah organik.

Penelitian dilaksanakan pada kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal dengan luas area perumahan 310 x 120 m, sebanyak 210 unit (8 m x 15 m per unit). Dimensi lubang biopori untuk setiap 1 unit rumah idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 6 titik, kedalaman 1 meter dan diameter 10 cm.

Setelah dilakukan anlisa dan penelitian, maka didapat dimensi sumur resapan dengan diameter 1 m dengan kedalaman 1,5 m, maka untuk rumah bertipe 120 di perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal dapat mereduksi debit banjir yang masuk kedalam sumur resapan dan lubang resapan biopori sebesar 0,388 x 10-3 m3/detik atau 0,388 liter / detik.

Debit banjir direncanakan sebelum sumur resapan dan LRB sebesar 179,105 x 10-3 m³/detik, setelah ada sumur resapan dan LRB terjadi pengurangan limpasan sebesar 45,5 % dari debit banjir total kawasan perumahan untuk PUH 2 tahun. Untuk PUH 5 tahun sebesar 40,5 %, PUH 10 tahun sebesar 38 %, PUH 25 tahun sebesar 35,4%.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (SI) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah: "ANALISA KAJIAN BANJIR DENGAN SUMUR RESAPAN DAN LUBANG BIOPORI PADA KAWASAN PERUMAHAN GRIYA INSAN MULIA, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL"

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Bapak Ir. Syahrizal, MT dan Bapak Ivan Indrawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Terunajaya,M.Sc selaku Kordinator Sub Jurusan Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Ir. Alferido Malik dan Ibu Emma Patricia Bangun, ST, M.Eng

selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Kepada keluarga besarku, kedua orangtuaku, Ayahanda H.Muhammad

Syafi’i dan Ibunda Hj. Indri Harmaili, yang selama ini selalu berusaha memberikan segala yang terbaik kepada anak-anaknya sehingga bisa seperti sekarang ini serta abangku Khairil Samsul Hilal dan adikku Syafrina Indriani, Naomi Ceacilia terima kasih untuk perhatian, nasehat, semangat, bantuan, dan dorongan serta kesabaran yang telah diberikan. 7. Kepada adinda Suri Hariningsih S.Pd atas bantuan, nasehat, dan waktu

luang yang telah diberikan untuk setia menemani penyusun dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis. (Kak Lince, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Zul, Bang Edi dan Bang Amin).


(5)

10. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2009,Reza, Sri Wahyuni, M.Rizki, Atina, Ihsanuddin, Nora, Prima, Ryan, Dicky, Rizky Utama, Putri Nurul, Manna Grace, Nita, Merni, Hannawiyah, Taufik, Hisbulloh, Bambang, Fauzan, Gunawan, Alfiansyah, Afriyansyah, Feri, Deni, Andy, Rafuad, Ariyoga, serta teman-teman angkatan 2009 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

11. Abang/kakak senior serta alumni: Bang Habibi, Bang Riki, Bang Rivan, Bang Haikal, Bang Irsyad, Kak Vina,Kak Riza dan adik-adik angkatan 2010 hingga 2013 : Wahyudi, Wahyu, Alfin, Suryadi, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2014 Penulis,

SEPTIAN IVANDRI PRAMANA 09 0404 002


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATAPENGANTAR... ii

DAFTAR ISI……...... v

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR NOTASI... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3Pembatasan Masalah... 4

1.4Tujuan Penelitian... 5

1.5Manfaat Penelitian... 5

1.6Metode Penelitian... 6

1.7Kerangka Penelitian... 8

1.8Sistematika Penulisan... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1Siklus Hidrologi... 11

2.2Konsep Laju Infiltrasi... 13

2.2.1 Pengertian infiltrasi... 14

2.2.2 Proses Infiltrasi. ... 17


(7)

2.2.4 Pengaruh Tekstur/Bentuk Terhadap Laju Infiltrasi... 20

2.2.5 Arti Penting dari Infiltrasi... 21

2.2.6 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan... 22

2.2.7 Metode Horton ... 23

2.3 Klasifikasi Tanah... 25

2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur/Bentuk... 25

2.4 Koefesien Permeabilitas... 26

2.4.1 Constant Head Permeability Test ... 28

2.4.2 Falling Head Permeability Test ... 29

2.5 Analisis Hidrologi ... 30

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik... 31

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data... 33

2.5.3 Curah Hujan Rencana ... 33

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan... 38

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan... 40

2.5.5.1 Metode Sherman (1905) ... 40

2.5.5.2 Metode Ishiguro (1953)... 40

2.5.5.3 Metode Talbot (1881)... 41

2.6 Sumur Resapan... 42

2.6.1 Pengertian... 42

2.6.2 Fungsi Sumur Resapan... 42

2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan... 45


(8)

2.6.4.1 Sumur Kosong Tampang Lingkaran... 50

2.6.4.2 Sumur Kosong Tampang Rectangular ... 50

2.6.5 Metode PU ... 50

2.6.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan ... 52

2.6.7 Konstruksi Sumur Resapan ... 53

2.7 Lubang Resapan Biopori ... 55

2.7.1 Pengertian ... 55

2.7.2 Fungsi Lubang Resapan Biopori ... 56

2.7.3 Mekanisme Lubang Resapan Biopori ... 58

2.7.4. Prinsip Kerja Lubang Resapan Biopori ... 59

2.7.5 Aplikasi Lubang Resapan Biopori ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 64

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 64

3.2 Alat dan Bahan... 64

3.3 Kerangka Penelitian... 65

3.4 Tahapan Penelitian ... 67

3.4.1 Pengumpulan Data... 67

3.4.2 Pengolahan Data ... 73

3.4.2.1 Analisa Laju Infiltrasi dan koefisien Permeabilitas Tanah ... 73

3.4.2.2 Analisa Hidrologi ... 74

3.4.2.3 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan dan Lubang Resapan Bioopori ... 75


(9)

3.4.2.4 Pengurangan Debit Banjir ... 75

3.4.3 Penyajian Data ... 75

3.4.5 Kesimpulan dan Saran ... 76

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 77

4.1 Analisa Infiltrasi... 77

4.1.1 Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi di Lapangan... 77

4.1.2 Analisa Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Metode Horton... 81

4.1.3 Laju Infiltrasi Tanah Setelah Terdapat Lubang Resapa Biopori ... 85

4.2 Uji Permeabilitas di Laboratorium... 90

4.3 Analisa Hidrologi ... 92

4.3.1 Analisa Curah Hujan Rencana... 93

4.3.2 Plotting Data ... 95

4.3.3 Analisa Intensitas Curah Hujan... 97

4.3.3.1 Metode Van Breen ... 98

4.3.3.2 Metode Hasper Der Weduwen ... 99

4.3.4 Analisa Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan... 101

4.4 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan dan Jumlah Lubang Biopori... 110

4.4.1 Rencana Dimensi Sumur Resapan ... 110


(10)

4.5 Pengurangan Debit Banjir Akibat Sumur Resapan dan

Lubang Resapan Biopori... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 121

5.1 Kesimpulan... 121

5.2 Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Skema Kerangka Dasar Penelitian ... 8

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi ... 17

Gambar 2. 2 Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi... 13

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah ... 15

Gambar 2. 4 Single Ring Infitrometer ... 22

Gambar 2. 5 Skema Proses Alat Falling Head Permeability Test... 29

Gambar 2. 6 Sketsa Sumur Resapan... 42

Gambar 2. 7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan... 47

Gambar 2.8 Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... 60

Gambar 2.9 Penampang Lubang Resapan Biopori ... 62

Gambar 3. 1 Lokasi Pengukuran Laju Infiltrasi ... 64

Gambar 3. 2 Kerangka Penelitian ... 66

Gambar 3. 3 Proses Uji Falling Head Permeability... 71

Gambar 3. 4 Sketsa Penelitian LajuResap Air Pada Lubang Biopori ... 72

Gambar 4. 1 Dimensi Single Ring Infitrometer ... 77

Gambar 4. 2 Dokumentasi Proses Penetrasi Menggunakan Singel Ring Infiltrometer ... 79

Gambar 4. 3 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton (Sebelum Terdapat Lubang Resapan Biopori) ... 81

Gambar 4. 4 Grafik f(t) Horton (Sebelum Terdapat Lubang Resapan Biopori)... 84

Gambar 4. 5 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton untuk Tanah Terdapat Lubang Resapan Biopori... 86


(12)

Gambar 4. 6 Grafik f(t) Horton untuk Tanah Terdapat Lubang

Resapan Biopori ... 89

Gambar 4. 7 Hasil Plotting Log Pearson Tipe III Stasiun Medan Sunggal ... 96

Gambar 4. 8 Grafik Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro Periode Ulang Hujan 10 Tahun ... 107

Gambar 4. 9 Grafik Intensitas Hujan Metode Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH 10 Tahun ... 108

Gambar 4. 10 Kurva Frekuensi Intensitas Daerah Perencanaan... 109

Gambar 4.11 Sumur Warga Perumahan Griya Insan Mulia ... 111

Gambar 4.12 Proses Pembuatan Lubang Biopori ... 115

Gambar 4. 13 Debit Banjir dengan Berbagai Periode Ulang Hujan (PUH) ... 119


(13)

DAFTAR TABEL

Tabe1 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infi1trasi ... 21

Tabe1 2. 2 Harga Koefisien Permeabi1itas pada Umumnya... 27

Tabe1 2. 3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik... 33

Tabe1 2. 4 Ni1ai Variabe1 Reduksi Gauss (K) ... 34

Tabe1 2. 5 Ni1ai Rata-rata dari Reduksi (Yn) ... 35

Tabe1 2. 6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)... 35

Tabe1 2. 7 Ni1ai Reduksi Variasi (Yt)... 36

Tabe1 2. 8 Ni1ai Koefisien A1iran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan ... 48

Tabe1 2. 9 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan ... 52

Tabe1 2. 10 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan Pada Pertambah Luas Permukaan Resapan ... 62

Tabe1 3. 1 Data Curah Hujan Stasiun Medan Sungal ... 73

Tabe1 4. 1 Percobaan Singel Ring Infiltrometer ... 80

Tabel 4.2 Hasi1 Perhitungan Laju Infi1trasi... 80

Tabel 4. 3 Hasil analisis Laju Infiltrasi di Lapangan (Sebelum ada Lubang Biopori)... 83

Tabel 4. 4 Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi Pada Tanah Setelah Terdapat Lubang Resapan Biopori ... 85

Tabel 4.5 Hasil analisis Laju Infiltrasi pada Tanah yang Sudah Terdapat Lubang Biopori ... 88

Tabel 4.6 Perbandingan Laju Infiltrasi pada Tanah Normal dengan Tabah yang Sudah Terdapat Lubang Resapan Biopori ... 89


(14)

Tabel 4.7 Data Alat Percobaan ... 90

Tabel 4.8 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Air... 90

Tabel 4.9 Data Hasil Pemeriksaan Berat isi Tanah ... 90

Tabel 10 Data Hasil Perhitungan pada Pengujian Falling Head Permeability Tanah di Laboratorium... 91

Tabel 4. 11 Data Curah Hujan Stasiun Medan Sunggal ...92

Tabel 4. 12 Perhitungan Statistik Curah Hujan Maksimum Tahunan Stasiun Medan Sunggal... ... 93

Tabel 4. 13 Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Curah Hujan... 93

Tabel 4. 14 Perhitungan Statistik (Logaritma) Curah Hujan Maksimum Tahunan ... 94

Tabel 4. 15 Perhitungan Parameter Statistik Log Distribusi Curah Hujan ... 94

Tabel 4. 16 Hasil Uji Distribusi Statistik Stasiun Medan Sunggal... ... 95

Tabel 4.17 Perhitungan Peringkat Periode Ulang Stasuin Medan Sunggal... 96

Tabel 4. 18 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson III ... 97

Tabel 4. 19 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Van Breen ... 98

Tabel 4. 20 Perhitungan Int. Curah Hujan Metode Hasfer Der Weduwen ... 99

Tabel 4.21Uji Kecocokan Intensitas Hujan Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 10 Tahun ... 104

Tabel 4. 22 Variabel Persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro... 104

Tabel 4. 23 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 10 Tahun... 105


(15)

Tabel 4. 25 Selisih Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 10tahun ... 106 Tabel 4. 26 Selisih Intensitas Hujan Metode Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH 10 tahun ... 107 Tabel 4. 27 Intensitas Curah Hujan untuk Berbagai PUH Berdasarkan Metode

Van Breen dengan Pola Talbot ... 109 Tabel 4. 28 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Banguna.... 111 Tabel 4. 29 Efisiensi Debit Banjir Menggunakan Sumur Resapan dan Lubang

Biopori ... 119 Tabel 4. 30 Debit Banjir dengan Berbagai Periode Ulang Hujan (PUH) ... 119


(16)

DAFTAR NOTASI A = Luas bidang tangkapan hujan (ha) AS = Luas penampang sampel tanah ( cm2 )

C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1 Ck = Koefisien Kurtosis

Cs = Koefisien Skewness Cv = Koefisien variasi F = Faktor Geometrik (m)

f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam) fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam) H = Tinggi muka air dalam sumur (m)

ℎ1 = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm)

ℎ2 = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

I = Intensitas hujan (mm/jam)

IT = Intensitas hujan (mm/jam) pada Periode Ulang Hujan tahun

K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik)

k = Konstanta

k = Faktor konversi (kc = 0,002778 dari ha-mm/jam ke m³/detik) L = Panjang sampel tanah (cm)

Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu

Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan

m = Nomor urut data


(17)

P(Xm) = Data yang telah diranking dari besar ke kecil Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik)

Qall = Debit banjir total (m3/detik)

Qin = Debit air masuk sumur resapan (m³/dtk)

Qresapan = Debit air sumur resapan meresap kedalam tanah (m³/dtk)

QTertampung = Debit air yang tertampung di dalam sumur resapan (m³/dtk)

R = Jari-jari sumur (m)

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24jam)

RT = Curah hujan harian maksimum PUH tahun (mm/24jam)

Sd = Standar deviasi

T = Waktu yang diperlukan untuk pengisian sumur resapan (jam) t = Durasi waktu hujan (menit)

V = Kapasitas sumur resapan (m³) X = Curah hujan rata–rata (mm)

Xi = Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)


(18)

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data.

Lampiran 2. Data Curah Hujan Stasiun Medan Sunggal


(19)

ABSTRAK

Pembangunan perumahan di kota yang padat penduduknya menyebabkan semakin banyak permukaan tanah yang tertutupi oleh lahan perumahan tersebut. Hal ini mengakibatkan limpasan air hujan meningkat dan pengisian air tanah berkurang. Sumur Respan dan lubang Biopori salah satu solusi untuk menanggulangi banjir di area perumahan.

Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm dan diisi dengan sampah organik.

Penelitian dilaksanakan pada kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal dengan luas area perumahan 310 x 120 m, sebanyak 210 unit (8 m x 15 m per unit). Dimensi lubang biopori untuk setiap 1 unit rumah idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 6 titik, kedalaman 1 meter dan diameter 10 cm.

Setelah dilakukan anlisa dan penelitian, maka didapat dimensi sumur resapan dengan diameter 1 m dengan kedalaman 1,5 m, maka untuk rumah bertipe 120 di perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal dapat mereduksi debit banjir yang masuk kedalam sumur resapan dan lubang resapan biopori sebesar 0,388 x 10-3 m3/detik atau 0,388 liter / detik.

Debit banjir direncanakan sebelum sumur resapan dan LRB sebesar 179,105 x 10-3 m³/detik, setelah ada sumur resapan dan LRB terjadi pengurangan limpasan sebesar 45,5 % dari debit banjir total kawasan perumahan untuk PUH 2 tahun. Untuk PUH 5 tahun sebesar 40,5 %, PUH 10 tahun sebesar 38 %, PUH 25 tahun sebesar 35,4%.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi dan sosial di daerah perkotaan telah memicu kegiatan pembangunan berupa penyediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan sosial ekonomi dengan cepat. Kondisi ini serta merta telah mendorong terjadinya perubahan tata guna lahan secara pesat pula. Namun demikian pembangunan yang dilakukan perlu tetap mempertimbangkan kelestarian dan keserasian lingkungan beserta keseimbangan pemanfaatan sumberdaya yang ada termasuk daya dukungnya sejak tahap perencanaan, pengelolaan dan pengembangan.

Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai di negara kita saat ini adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu, dibeberapa tempat, terutama di perumahan terjadi pula penurunan permukaan air tanah. Hal ini disebabkan adanya penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan lingkungan yang merupakan dampak dari proses pembangunan yang tidak diikuti oleh upaya-upaya menyeimbangkan kembali fungsi lingkungan (Ahmad Tusi, 2003).

Perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini merupakan salah satu dampak dari pemanasan global (global warming). Perubahan iklim yang ekstrim sering kali mengakibatkan terjadinya bencana seperti banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal tersebut turut diperparah pula oleh semakin rendahnya kemampuan tanah dalam meresapkan air sebagai akibat dari


(21)

berkurangnya daerah resapan air di permukaan tanah akibat pengembangan perumahan.

Menurut Suripin, pengelolaan limpasan permukaan merupakan prioritas kegiatan utama yang harus dilakukan dalam proses pengembangan suatu kawasan. Pengelolaan limpasan yang ditujukan untuk meminimalkan tingkat kerugian serta upaya konservasi lingkungan dengan meningkatkan daya guna air termasuk peningkatan tingkat resapan air merupakan prinsip-prinsip dari sistem drainase berkelanjutan.

Pembangunan perumahan di kota yang padat penduduknya menyebabkan semakin banyak permukaan tanah yang tertutupi oleh lahan perumahan tersebut. Hal ini mengakibatkan limpasan air hujan meningkat dan pengisian air tanah berkurang. Sumur Respan dan lubang Biopori salah satu solusi untuk menanggulagi sebuag banjir di dalam perumahan. Sumur resapan adalah sumur yang dibuat sebagai tempat penampungan air hujan berlebih agar memiliki waktu dan ruang untuk meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Sama halnya juga dengan lubang biopori yang dapat menyerap air di atas permukaan tanah. Pembangunan sumur resapan dan lubang biopori merupakan cara untuk mereduksi limpasan air hujan yang ada di suatu perumahan tersebut. Dengan membangun sumur resapan dan lubang biopori, maka sebagian air hujan yang jatuh pada perumahan akan diserap ke dalam tanah dan disalurkan ke sumur resapan, sedangkan yang berada di atas permukaan tanah akan di serap oleh lubang biopori.

Perumahan Griya Insan Mulia, kecamatan medan sunggal merupakan daerah yang sering tergenang air setelah hujan dan terkena banjir apabila terjadi


(22)

intensitas hujan yang tinggi. Untuk melakukan penelitian pada daerah yang akan ditinjau dilakukan perbandingan yaitu dengan cara membandingkan debit aliran sebelum adanya sumur resapan dengan lubang biopori dan setelah adanya sumur resapan dengan Lubang biopori.

Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perumahan dan mengakibatkan waktu berkumpulnya air (time of concentration) jauh lebih pendek, sehingga akumulasi air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada. Sistem drainase suatu kawasan perumahan biasanya direncanakan sesuai dengan jumlah volume air permukaan yang berasal dari rumah-rumah per-blok dengan kondisi rumah yang standar (rumah belum dikembangkan). Kondisi ini yang membuat dimensi saluran drainase tidak dapat menampung lagi volume air permukaan sejalan dengan pengembangan rumah-rumah, yang berakibat terjadinya genangan-genangan air bahkan banjir pada kawasan tersebut dan sekitarnya.

Sistem drainase perkotaan merupakan konsep yang sepatutnya diterapkan pada proses pengembangan kawasan padat penduduk. Seperti contoh, pada saat pembangunan di sarankan kepada setiap kawasan memiliki sumur resapan atau lubang biopori, agar setiap kawasan pada penduduk terbebas dari genagan air atau banjir. Limpasan yang terjadi pada musim hujan pada kawasan diupayakan untuk dapat dikendalikan dan dimanfaatkan kembali seoptimum mungkin termasuk upaya peresapan kembali ke dalam tanah.


(23)

1.2 Perumusan Masalah

Secara umum perumusan masalah pada tugas akhir ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan ketersediaan lahan tanah pada kawasan perumahan dalam mereduksi limpasan air hujan dengan atau tanpa menggunakan sumur resapan dan lubang biopori.

2. Sampai seberapa besar nilai reduksi debit banjir yang dapat berkurang setelah volume limpasan air hujan dapat diresapkan oleh sumur resapan dan lubang biopori yang direncanakan di kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. Penelitian ini dilakukan hanya untuk sumur resapan dangkal dan lubang biopori yang akan mereduksi banjir pada perumahan secara individual kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal. 2. Analisis curah hujan 10 tahun terakhir mulai tahun 2003-2012 pada

Kecamatan Medan Sunggal. Data ini digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan maksimum pada perioda ulang tertentu guna mengetahui debit aliran terbesar pada drainase.

3. Menganalisis lapisan tanah/batuan guna mengetahui nilai koefisien permebilitas, angka pori dan gradasi butiran tanah pada kedalaman air tanah minimum 1,5 m pada musim hujan.


(24)

4. Perencanaan dimensi dan volume konstruksi sumur resapan dan lubang biopori yang akan dibuat pada salah satu rumah pada kawasan perumahan.

5. Konstruksi sumur resapan yang digunakan berdasarkan persyaratan umum dan teknis SNI 03-2453-2002.

6. Alat yang digunakan dalam mengukur laju infiltrasi tanah pada lokasi penelitian adalah single ring infiltrometer berdiameter 30 cm dan ketinggian 60 cm.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian pada tugas akhir ini adalah:

1. Untuk mengetahui nilai laju infiltrasi dan koefisien permeabilitas tanah pada lokasi penelitian.

2. Untuk mengetahui dimensi dan volume rencana sumur resapan dengan lubang biopori sebagai solusi yang tepat dalam mengatasi banjir pada kawasan Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal. 3. Untuk mengetahui Efisiensi debit (penurunan debit) yang di peroleh dari

debit banjir di lokasi Perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan akan

sumur resapan dengan lubang biopori bagi mahasiswa teknik sipil USU dan pembaca dalam mengatasi banjir pada suatu kawasan perumahan.


(25)

2. Apabila sumur resapan dan lubang biopori benar-benar diterapkan disetiap kawasan perumahan Kota Medan, diharapkan terjadi pengurangan limpasan air hujan yang berlebihan pada drainase Kota Medan sehingga bencana banjir dapat dihindari.

1.6 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

A. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penetian ini meliputi: 1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyusunan laporan, selain itu juga mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi untuk mengumpulkan data-data dan informasi dari buku, serta jurnal-jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi Lapangan a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran dilokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan. Disini penelitian dilaksanakan langsung di lapangan guna mendapatkan nilai koefisien permeabilitas tanah.


(26)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. Pengumpulan data sekunder didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku literatur, internet dan data-data curah hujan pada lokasi penelitian. Pengumpulan data curah hujan yang didapatkan melalui instansi terkait melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ), Medan.

B. Pengolahan Data

Pada pengolahan data pada penelitian ini berisikan spesifikasi data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup data literatur, data curah hujan, data sampel tanah perumahan dan data lokasi penelitian lainnya yang mendukung. Selanjutnya dianalisa debit andil banjir dan debit limpasan air hujan yang meresap pada sumur resapan dengan lubang biopori.

C.Penyajian Data

Dari analisis data didapat jumlah sumur resapan dan lubang biopori yang akan direncanakan beserta pengaruh efisiensi debit banjr yang berkurang akibat penerapan sumur resapan dan lubang biopori pada kawasan perumahan Griya Insan Mulia, Kecamatan Medan Sunggal.


(27)

1.7 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam penelitian. Lebih jelas mengenai penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1. 1 Skema Kerangka Dasar Penelitian Pengumpulan Data

Data Literatur Data Curah Hujan

Data Sampel Tanah

Data Lokasi Penelitian

Pengolahan Data

Debit Andil Banjir

Debit Resapan Air Hujan

Penyajian Data

Pengaruh Sumur Resapan dan Lubang Biopori Terhadap


(28)

1.8 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup atau batasan pembahasan, metodologi penulisan serta sistematika penulisan tugas akhir ini.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan diuraikan berbagai literature yang berkaitan dengan penelitian/pembahasan. Di dalamnya termasuk paparan tentang drainase, tanah, analisis curah hujan, factor penyebab banjir serta rumus-rumus yang berkaitan dengan judul tugas akhir ini.

Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan penulis yang akan menampilkan bagaimana kerangka pemikiran dari keseluruhan penelitian ini dengan membahas semua tahapan secara umum yang dilakukan dari awal penelitian sampai dengan penarikan kesimpulan. Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi spesifikasi data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup data curah hujan, data perumahan, dan data-data lingkungan lainnya yang mendukung. Selanjutnya dianalisa volume air hujan yang meresap pada sumur resapan dan lubang biopori. Dari analisa di dapat jumlah sumur resapan dan lubang biopori yang akan di


(29)

rencanakan dan nilai efisiensi debit banjir dengan adanya sumur resapan dan lubang biopori.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Selain itu juga akan diberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya atau untuk pengembangan lokasi penelitian di masa mendatang.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (www.google.com)

Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah, batuan atau yang disebut dengan upaya konservasi air.


(31)

Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi.

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

a) Evaporasi/ transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b) Infiltrasi/ Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

c) Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan


(32)

akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.

Gambar 2.2. Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi (www.google.com)

2.2 Konsep Laju Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah.

Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara


(33)

gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalamdaerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli, 2008).

2.2.1 Pengertian Infiltrasi

Secara umum peresapan air merupakan proses masuknya air hujan ke dalam tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler dan gaya gravitasi dengan cara infiltrasi maupun perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Infiltrasi merupakan cara air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Dengan pengaruh gaya gravitasi air hujan akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan gaya kapiler akan mengalirkan air tersebut ke atas ke bawah dan ke arah horizontal.

Sedangkan laju peresapan air adalah kecepatan masuknya air hujan ke dalam tanah selama hujan berlangsung karena faktor alam maupun berkat adanya campur tangan manusia. Laju peresapan air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : tekstur tanah, bahan organik tanah, kepadatan tanah, jenis dan jumlah.

Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampurkan-adukkan untuk kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Yang terakhir ini merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertical akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoretik pengertian keduanya dibedakan.


(34)

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas infiltrasi, dan laju infiltrasi.

a) Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah

tertentu, Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

b) Laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju

infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitascurah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

(a) (b)

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah (www.google.com)

a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil. b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.

Secara fisik terdapat faktor yang berpengaruh, yaitu: jenis tanah,

kepadatan tanah, kelembaban tanah, tutup tumbuhan (vegetation cover),

kemiringan suatu daerah, penambahan zat kimia pada tanah dan menutup areal permukaan tanah (top soil). Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi


(35)

karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.

Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil. Pengaruh tanaman diatas permukaan tanah terdapat dua pengaruh, yaitu berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah sehingga kesempatan untuk berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang kedua adalah, sistem akar-akaran yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi. Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.

Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Yang pertama dimaksudkan untuk memperkuat formasi agregate tanah, sehingga struktur tanah menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan air di dalam tanah (perkolasi). Apabila permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.


(36)

2.2.2 Proses Infiltrasi

Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.


(37)

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I (Seyhan, 1990).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah.

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah sebagai berikut:

1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang jenuh.

2. Kadar air atau lengas tanah.

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan.

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan dari partikel liat.

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah. 6. Struktur tanah.


(38)

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik). 8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah.

9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan. 10. Kekasaran permukaan tanah.

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi. 12. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2007).

Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2007):

1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah. 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas). Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara


(39)

keduanya. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya.

2.2.4 Pengaruh Tekstur/Bentuk Tanah Terhadap Laju Infiltrasi

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus.

Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat. Menurut Kusnaedi (2002), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel berikut ini.


(40)

Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi Kecepatan

Infiltrasi (cm/jam)

Kriteria

25.00 – 50.00 Sangat Cepat 12.50 – 25.00 Cepat

7.50 – 15.00 Sedang

0.50 – 2.50 Lambat

< 0.50 Sangat Lambat Sumber : Kusnaedi, 2011

2.2.5 Arti Penting dari Infiltrasi.

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :

a) Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

b) Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah

Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.


(41)

2.2.6 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer (www.google.com)

Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju infiltrasi di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:


(42)

A. Testplot

Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

B. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage dan pemberian air.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus metode Horton.

2.2.7 Metode Horton

Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah


(43)

oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

f(t) = fc + (fo fc ) e-kt di mana: f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam),

fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam), fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik,

t = Waktu (jam).

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo, fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring infitrometer. Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:

f(t) - fc = (fo - fc) e-kt Kemudian persamaan tersebut di log kan menjadi:

Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) kt log e atau

Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = kt log e

log (f(t) fc log(fo fc) Atau

log (f(t) fc -

log (f(t) fc) Persamaan diatas sama dengan :

Y = t m = -


(44)

x = Log ( f(t) f(c) C = Log

( f(t) f(c)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus yang mempunyai nilai m =

.

2.3 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasan yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.

Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Walaupun saat ini terdapat berbagai sistem klasifikasi tanah, tetapi tidak ada satupun dari sistem-sistem tersebut yang benar benar memberikan penjelasan yang tegas segala kemungkinan pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat tanah yang sangat bervariasi.

2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur/Bentuk

Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang yang ada di dalam tanah. Tanah dibagi dalam beberapa kelompok antara lain; kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay), atas


(45)

Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang merupakan ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sand clay), lempung berlanau (silt clay) dan seterusnya. Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak dulu oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri, beberapa dari sistem-sistem tersebut masih dipakai hingga saat ini, sistem klasifikasi berdasar tekstur tanah yang dikembangkan oleh departemen pertanian amerika (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti diterangkan oleh sistem USDA, yaitu:

 Pasir : butiran dengan diameter 2,0 - 0,05 mm.  Lanau : butiran dengan diameter 0,05 - 0,002 mm.

 Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.

2.4 Koefisien Permeabilitas

Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas didefenisikan secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar tanaman atau lewat.

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap akan memiliki arti yang sangat penting. Sifat fisik tanah untuk


(46)

mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas. Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar digunakan oleh para ahli teknik tanah (geoteknik). Koefisien permeabilitas tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran pori-pori, distribusi ukuran butir, angka pori-pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah lempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung. Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda beda.

Tabel 2. 2 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya

Jenis tanah K

(cm/detik) (ft/menit)

Kerikil bersih 1.00 – 100 2.00 - 200

Pasir kasar 1.00 – 0.01 2.00 - 0.02

Pasir halus 0.01 – 0.001 0.02 – 0.002

Lanau 0.001 – 0.00001 0.002 – 0.00002

Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002 Sumber: Buku Mekanika Tanahh Jilid I (Das, 1985)

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:

a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test). b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test).

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat dilakukan dengan:


(47)

a) Uji pemompaan (pumping test) b) Uji perlokasi (auger hoole test)

Uji koefisien permeabilitas tanah dapat dilaksanakan di laboratorium Mekanika Tanah, yaitu:

2.4.1 Constant Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan dihitung dengan turunan rumus:

Qmasuk = Qkeluar

Qmasuk = A.V.k A(ki).t Qkluar = * T Maka : K =

di mana: Q = Volume air yang dikumpulkan (cm3 ), As = Luas penampang sampel tanah (cm2 ), t = waktu (detik),


(48)

2.4.2 F alling Head Permeability Test

Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap

Gambar 2. 5 Skema Proses Alat F alling Head Permeability Test

(www.google.com)

Jumlah air yang mengali melalui contoh tanah pada waktu (T) yaitu: Q =


(49)

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

= -a

(tinggi air berkurang )

dt =

(-

dt =

ℎ ℎ

t =

(ln (h

1 –h2)

t =

t = 2,303

K

= 2,303

di mana : K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa (cm2 ),

L = Panjang sampel tanah (cm2),

A = Luas penampang sampel tanah(cm ), t = Interval penurunan ℎ1 ke ℎ2 (detik),

ℎ1 = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm), dan

ℎ2= Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

2.5 Analisis Hidrologi

Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadiankejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur hidrologi yang dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data


(50)

curah hujan suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik

Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi data ialah sebagai berikut:

a. Harga Rata-rata (X)

Rumus:

X =

di mana X= Curah hujan rata–rata (mm),

Xi= Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm) n = Jumlah data.

b. Standar Deviasi ( Sd)

Rumus:

di mana Sd= Standar deviasi,

X = Curah hujan rata – rata (mm),

Xi = Curahhujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

c. Koefisien Skewness (Cs )

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.


(51)

Rumus:

Cs =

di mana = :Cs = Koefisien Skewness, Sd = Standar deviasi,

X= Curah hujan rata-rata (mm),

Xi= Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), n = Jumlah data.

d. Koefisien Kurtosis (Ck)

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus:

di mana : Ck= Koefisien Kurtosis,

Sd = Standar deviasi,

X = Curah hujan rata–rata (mm),

Xi = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), n = Jumlah data.

e. Koefisien Variasi (Cv)

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus:


(52)

di mana : Cv= Koefisien variasi, Sd = Standar deviasi,

X = Curah hujan ratarata(mm).

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data

Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada. Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik.

Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2. 3 berikut ini: Tabel 2.3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik

NO Jenis Distribusi Syarat

1 Normal Cs 0 dan Ck 3

2 Log Normal Cs 3Cv + Cv³ dan

Ck Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3

3 Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

4 Log Person Tipe III Selain dari nilai di atas Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008).

2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas.

Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik hasil plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya semakin mendekati benar.

2.5.3 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan


(53)

analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis frekuensi data hujan, yaitu:

a. Metode Normal (Cara Analitis)

Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan Metode Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:

XT =X + (K.Sd )

di mana: XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),

X = Harga ratarata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan baku),

k = Nilai variabel reduksi Gauss periode ulang T tahun. Tabel 2. 4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K) Periode

Ulang T (Tahun)

Peluang K

Periode Ulang T (Tahun)

Peluang k

1,001 0,999 -3,05 2,5 0,400 0,25

1,005 0,995 -2,58 3,3 0,300 0,52

1,010 0,990 -2,33 4 0,250 0,67

1,050 0,950 -1,64 5 0,200 0,84

1,110 0,900 -1,28 10 0,100 1,28

1,250 0,800 -0,84 20 0,050 1,64

1,330 0,750 -0,67 50 0,020 2,05

1,430 0,700 -0,52 100 0,010 2,33

1,670 0,600 -0,25 200 0,005 2,58

2 0,500 0 500 0,002 2,88

1000 0,001 3,09

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)

b. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995):


(54)

XT = X +

di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm),

X = Harga ratarata curah hujan (mm). Sd = Standar deviasi (simpangan baku).

XT = Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode

ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat pada Tabel 2.8 . (untuk T ≥ 20, maka = ln T)

= Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 6 Sn = Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung

dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 7. Tabel 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5070 0,5070 0,5157 0,5128 0,5180 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5283 0,5283 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353 30 0,5363 0,5371 0,5388 0,5388 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 40 0,5463 0,5442 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5587 90 0,5586 0,5587 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5596 0,5599 100 0,5600

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2. 6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9633 0,9971 1,0097 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0626 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1597 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590

50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1687 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734


(55)

Tabel 2. 7 Nilai Reduksi Variasi (Yt) Periode Ulang (Tahun) Reduced Variated

2 0,3665

5 1,4999

10 2,2502

20 2,9606

25 3,1985

50 3,9019

100 4,6001

200 5,2960

500 6,2140

1000 6,9190

5000 8,5390

10000 9,9210

Sumber: Soemarto, 1999

c. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995).

Log XT = Log X + K * Sd

di mana: Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,

Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan Sd = Standar deviasi dan

K =Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah: a) Tentukan logaritma dari semua nilai X


(56)

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:

f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan

terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai koefisien kemencengan (Cs).

d. Metode Log Normal.

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

XT = X+ K.Sd

di mana: XT = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang

X = Harga rata-rata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan baku).

K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang merupakan fungsi dari koefisien kemencengan (Cs).


(57)

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan.

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2 metode sebagai berikut :

1. Metode Van Breen.

Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam

(Kamiana, 2011). Rumus:

I =

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam)


(58)

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

di mana IT= Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH,

t = Durasi waktu hujan (menit), dan

RT = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).

2. Metode Hasfer Der Weduwen.

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan sampai 24 jam (Kamiana, 2011).

Persamaan yang digunakan adalah:

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:


(59)

di mana :I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil. Menurut Suripin (2004), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:

2.5.5.1Metode Sherman (1905), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I)

sebagai berikut:

di mana: I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit),

a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2.5.5.2Metode Ishiguro (1953), menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai

berikut:


(60)

di mana : I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit)

a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2.5.5.3Metode Talbot (1881)

rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

di mana :I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit),

a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit. Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan yang dapat digunakan.


(61)

2.6 Sumur Resapan

2.6.1 Pengertian

Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah.

Gambar 2. 6 Sketsa Sumur Resapan (www.google.com)

2.6.2 Fungsi Sumur Resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa fungsi sumur resapan bagi kehidupan manusia adalah sebagai


(62)

pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta menekan laju erosi.

1. Pengendali banjir

Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:

a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB). b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.

c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap pengelolaan sampah.

Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat, tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki perumahan tersebut.

Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir pada semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan).

Dengan demikian pada musim hujan, volume aliran air permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam tanah sangat sedikit


(63)

sehingga mengakibatkan genangan banjir. Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir. Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 5.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan dengan volume 2 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 10.000 air.

2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau mata air.

Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai konsekuensi dari perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat. Dengan adanya perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang tertutupi tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tidak meresapkan air.


(64)

Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah. Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak besar terhadap kondisi air tanah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

3. Menekan laju erosi

Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun akan kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu menekan besarnya aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.

2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan.

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah. Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk ke dalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai jenis tanah, lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air akan


(65)

menembus kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air tanah (ground water) yang terperangkap dalam lapisan akuifer.

Dengan demikian, masuknya air hujan ke dalam tanah akan membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer. Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah dalam meresapkan air.

Oleh karena itu, perencanaan dimensi sumur resapan berangkat dari sifat fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya rembes tanahnya. Dengan prinsip kerja dari sumur resapan tersebut, maka jika kita ingin membuat sumur resapan pada area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air hujan yang turun di area rumah kita menuju sumur resapan, termasuk air hujan yang turun pada genting atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari talang, air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya menggunakan pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area genteng atap rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara membuat semacam selokan atau got kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan kemiringan tertentu, sehingga nantinya air yang masuk ke dalam selokan atau got tersebut dapat mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang kelebihan air yang masuk kedalam sumur resapan, kita bisa membuat pipa pembuangan, yang nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air di dalam sumur resapan menuju saluran drainase/saluran pembuangan didekat rumah kita.


(66)

Gambar 2. 7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan (www.google.com)

Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat. Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan yang berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini juga akan menurunkan tingkat erosi tanah. Berikut ini disajikan rumus metode rasional untuk menghitung debit banjir pada suatu kawasan tertentu akibat limpasan air hujan dengan metode rasional (Suripin, 2004), yaitu:

Q = k . C. I. A. di mana : Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik),

C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1, I = Intensitas hujan (in./hr atau mm/jam),

A = Luas bidang tangkapan hujan (ac atau ha)

k = faktor konversi ( = 0,00278 faktor konversi ha-mm/jam ke m³/detik).

Luasan bidang tangkapan hujan untuk bangunan tempat tinggal adalah berupa luas atap yang diukur secara horizontal. Untuk koefisien pengaliran (C),


(67)

apabila tidak diukur langsung pada medan pengaliran yang dimaksud, maka dapat digunakan perkiraan nilai koefisien (C) secara empiris berdasarkan hasil penelitian yang dilampirkan.

Tabel 2. 8 Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan

NO Jenis Permukaan Koef. Aliran Permukaan

1. Bussines

Daerah kota 0.70 - 0.95

Daerah pinggiran 0.50 - 0.70

2. Perumahan

Daerah Single Family 0.30 - 0.50

Multiunit terpisah-pisah 0.40 - 0.60

Multiunit tertutup 0.60 - 0.75

Sub Urban 0.25 – 0.40

Daerah rumah-rumah

Apartemen 0.50 - 0.70

3. Kawasan Industri

Daerah industri ringan 0.50 - 0.80

Daerah industri berat 0.60 - 0.90

4. Atap 0.75 - 0.95

5. Pertamanan; kuburan 0.10 - 0.25

6. Jalan 0.70 – 0.95

7. Aspal 0.75 - 0.95

8. Beton 0.80 - 0.95

9. Batu 0.70 - 0.85

Sumber: Suripin, Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

2.6.4 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

Dimensi sumur resapan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tinggi muka air tanah, intensitas hujan, lama hujan, luas penampang tampungan dan koefisien permeabilitas tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di bawah ini:


(1)

5.2Saran

1. Pemanfaat kombinasi antara sumur resapan dengan biopori atau dengan

sejenis yang dapat mereduksi debit banjir harus di terapkan di setiap perumahan atau kawasan padat penduduk agar terbebas dari banjir, meskipun kemugkinan diperlukan biaya yang cukup besar.

2. Agar sumur resapan dan lubang resapan biopori terus beroprasi dengan

baik/ lancar harus pula memperhatian aspek- aspek lainnya, seperti aspek pemeliharaan dan aspek pembiayaan.

3. Untuk melakukan penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dilokasi

perumahan yang berbeda dengan kondisi tanah yang berbeda serta perlu

ditambahkan alat double ring infiltrometer agar diperoleh nilai


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arafat, Yassir. 2008. Reduksi Beban Aliran Drainase Permukaan dengan

Menggunakan Sumur Resapan. Jurnal SMARTek, Vol. 6, No. 3: 144–153.

Brata, Kamir R dan Anne Nelistya, 2008. Lubang Resapan Biopori, Bogor.

Chay, Asdak. 2007. Hidrologi dan Pengeloaan Daerah Aliran Sungai.

Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Das, Braja M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis).

Jakarta: Erlangga.

Gemilang, Galih. 2013. Kajian Sumur Resapan Dalam Mereduksi Debit Banjir

Pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat). Skripsi tidak diterbitkan. Medan: Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Harto, Sri. 1981. Hidrologi Terapan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ismanto. 2008. Perencanaan Sumur Resapan di Perumahan Sawojajar I

KotaMalang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Tanah Fakultas

PertanianUniversitas Brawijaya.

Kodoatie, Robert J. 2002. Hidrolika Terapan: Aliran Pada Saluran Terbuka dan

Pipa. Yogyakarta: Andi.

Kuesnaidi. 2000. Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Maryono, A. 2004. Banjir, Kekeringan dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University.

Mulyana, Rachmat. 1998. Penentuan Tipe Konstruksi Sumur Resapan Air

Berdasarkan Sifat-sifat Fisik Tanah dan Kondisi Sosial Ekonomi

Masyarakat di Kawasan Puncak. Tesis S2 IPB, Bogor.

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68. 2005. Perubahan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Nomor 115 Tahun 2001 tentang Pembuatan Sumur Resapan.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12. 2005. Tata Cara

Pemanfaatan Air Hujan.

Pungut, A.S. 2009. Penentuan Dimensi Sumur Resapan Drainase Lahan Secara

Empirik. Agritek Volume 17, No. 3. Surabaya: Den Teknik Lingkungan


(3)

Rusli, Muhammad. 2008. Desain Sumur Resapan dengan Konsep Zero Run Off di

Kawasan Dusun Jaten Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam

Indonesia.

Saleh, Chairil. 2011. Kajian Penanggulangan Limpasan Permukaan Dengan

Menggunakan Sumur Resapan (Studi Kasus di Daerah Perumnas Made Kabupaten Lamongan). Media Teknik Sipil, Volume 9, No. 2: 116 – 12.

Siswanto dan Joleha. 2001. Sistem Drainase Resapan untuk Meningkatkan

Pengisian (Recharge) Air Tanah. Jurnal Natur Indonesia III, Volume 2: 129 – 137.

Soemarto, C. D. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga.

Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid. 1.Bandung.

Sunggono, K. H. 1995. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova.

Sunjoto. 2011. Outline Teknik Drainase Pro-Air. Yogyakarta: Jurusan Teknik

Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrolika Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.


(4)

(5)

(6)