PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA ANAK DI PUSKESMAS PALLANGGA KABUPATEN GOWA

  PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA ANAK DI PUSKESMAS PALLANGGA KABUPATEN GOWA Muliati

  1 , Sri Angriani

  2 , Andi Intang

  3

  1 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

  2 Poltekkes Kemenkes Makassar

  3 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

  (Alamat Respondensi : muliati10071996@gmail.com/085298784701)

  ABSTRAK

  Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai berak air tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) para ibu mungkin mempunyai istilah terdiri seperti lembek, cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah (muntaber). Penting untuk menanyakan kepada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi tinja anak yang dianggap sudah tidak normal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap kejadian diare pada anak di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study dan dilaksanakan pada tanggal 08 Juni sampai 08 Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak umur 1-4 tahun yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dan jumlah sampelnya 51 anak. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh air bersih (p=0,008) dan pengolahan sampah (p=0,026) terhadap kejadian diare pada anak. Kesimpulan penelitian ini adalah ada perbedaan penyediaan air bersih dan pengolahan sampah terhadap kejadian diare pada anak di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Diharapkan orang tua menjaga kebersihan tangan agar terhindar dari kuman yang dapat mengakibatkan diare pada anak serta menjaga kondisi lingkungan seperti kesediaan air yang bersih dan kebersihan pekarangan rumah untuk mencegah terjadinya penyakit- penyakit infeksi khususnya diare.

  Kata Kunci : Diare, Faktor Lingkungan, Air Bersih, Sampah PENDAHULUAN

  Ilmu kesehatan berkembang atas dasar adanya penyakit yang perlu dicegah terjadinya. Di masa lalu, adanya penyakit menimbulkan kebutuhan usaha-usaha penyembuhan. Hal ini menyebabkan orang- orang yang mencoba mengatasi penyakit dengan mencari cara pengobatan beserta obat-obatnya. Dengan sendirinya, cara pengobatan yang dianut akan didasarkan pada konsep yang dipunyai masyarakat setempat tentang penyakit (Soemirat, 2014).

  Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai berak air tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) para ibu mungkin mempunyai istilah terdiri seperti lembek, cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah (muntaber). Penting untuk menanyakan kepada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi tinja anak yang dianggap sudah tidak normal (Kunoli, 2013).

  Penyakit diare adalah penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah lima tahun, dan bertanggung jawab untuk membunuh sekitar 525.000 anak setiap tahunnya. Diare bisa berlangsung beberapa hari, dan bisa meninggalkan tubuh tanpa air dan garam yang diperlukan untuk bertahan hidup. Di masa lalu, bagi kebanyakan orang, dehidrasi berat dan kehilangan cairan adalah penyebab utama kematian diare. Sekarang, penyebab lain seperti infeksi bakteri septik kemungkinan akan menyebabkan peningkatan proporsi kematian terkait diare. Anak-anak yang kekurangan gizi atau memiliki kekebalan yang terganggu serta orang yang hidup dengan HIV paling berisiko mengalami diare yang mengancam jiwa (Media Centre, 2017).

  Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader kesehatan sebesar 10% dari angka kesakitan dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2012 yaitu sebesar 214/1.000 penduduk. Maka diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan sebanyak 5.097.247 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak 4.017.861 orang atau 74,33% dan targetnya sebesar 5.405.235 atau 100% (Kemenkes RI, 2016).

  Perkiraan diare pada tahun 2014 sebanyak 180.570 kasus, adapun diare yang ditangani sebanyak 240.381 kasus (133,12%). Dengan kejadian terbesar di Kota Makassar dengan jumlah yang ditangani dilaporkan sebanyak 26.485 kasus dari seluruh jumlah penduduk sebanyak 1.429.242 jiwa (Dinkes Sulsel, 2015).

  1. Data primer Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data. Data primer dalam penelitian ini mencakup faktor lingkungan terhadap kejadian diare pada anak.

  Tidak diare 27 52,9 Total 51 100,0

  Kejadian diare n % Diare 24 47,1

  Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa Tahun 2017

  7 13,7 Total 51 100,0

  Umur n % 1 tahun 12 23,5 2 tahun 20 39,3 3 tahun 12 23,5 4 tahun

  1. Analisis univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa Tahun 2017

  Test dengan angka kemaknaan α=0,05.

  2. Analisis bivariat Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2014). Analisis bivariat menggunakan uji Independent Sample t

  1. Analisis univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2014).

  Analisa Data

  2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitinya. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi jumlah anak, identitas anak (nama, umur) di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa.

  Pengumpulan Data

  Berdasarkan data dari Puskesmas Pallangga Kab. Gowa menunjukkan bahwa jumlah kasus diare pada anak pada bulan Januari tahun 2017 sebanyak 83 kasus, dimana terdapat 29 kasus pada umur 1-4 tahun. Menurun pada bulan Februari sebanyak 75 kasus, dimana terdapat 17 kasus pada umur 1-4 tahun. Meningkat pada bulan Maret sebanyak 96 kasus, dimana terdapat 34 kasus pada umur 1-4 tahun. Untuk bulan April tahun 2017 sebanyak 76 kasus, dimana terdapat 26 kasus pada umur 1-4 tahun. Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi kasus diare pada 4 bulan terakhir. Hal ini disebabkan karena wilayah kerja Puskesmas Pallangga, masih tergolong daerah yang kurang baik dari sarana air dan pengolahan sampah. Masih banyak keluarga yang masih menggunakan air sumur dan tempat pembuangan sampak yang kurang baik.

  b. Orang tua yang tidak bersedia anaknya dijadikan subjek penelitian.

  a. Orang tua yang tidak hadir pada saat penelitian.

  2. Kriteria eksklusi

  b. Orang tua yang bersedia anaknya dijadikan subjek penelitian.

  1. Kriteria inklusi a. Anak umur 1-4 tahun.

  Sampel tersebut kemudian dipilah berdasarkan karakteristik dan kriteria sampel berdasarkan :

  Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak umur 1-4 tahun yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa dengan jumlah sampel sebanyak 51 anak.

  dengan pendekatan cross sectional study yang dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa pada tanggal 08 Juni sampai 08 Juli 2017.

  deskriptif analitik

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian

  Lokasi, populasi, dan sampel

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Kejadian Diare pada Anak di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa”.

BAHAN DAN METODE

HASIL PENELITIAN

  • 0,361 0,008 Tidak diare 9,78 0,424
  • 0,772 0,026 Tidak diare 8,89 1,155

  PEMBAHASAN

  E. coli pada manusia terjadi terutama

  Penelitian yang dilakukan oleh Melviana, Dharma, & Naria (2014), menujukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas bakteriologis air bersih dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Terjun p=0,002 (p<0,05). Infeksi

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Candra, Hadi, & Yulianty (2014), menunjukkan bahwa adanya hubungan antara keadaan sarana air bersih dengan kejadian diare dengan kekuatan hubungan 0,600 (sedang). Sumber air minum tidak terlindung seperti sumur, harus memenuhi syarat kesehatan sebagai air bagi rumah tangga, maka air harus dilindungi dari pencemaran. Sumur yang baik harus memenuhi syarat kesehatan antara lain, jarak sumur dengan lubang kakus, jarak sumur dengan lubang galian sampah, saluran pembuangan air limbah, serta sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak sumur dengan tempat pembuangan tinja lebih baik 10 meter atau lebih. Sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi penting berkaitan dengan kejadian diare.

  Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan ada perbedaan keadaan air bersih antara kelompok penderita diare dengan tidak diare. Hal ini membuktikan bahwa keadaan air yang bersih dapat mengurangi resiko terjadinya diare, karena diare dapat timbul karena bakteri bawaan oleh lalat ke makanan yang dikonsumsi akibat pengolahan sampah yang kurang baik, sehingga dapat berdampak pada kesehatan anak dan dapat menyebabkan penyakit diare.

  berarti nilai p lebih kecil dari nilai (α) 0,05, dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Interpretasi ada perbedaan keadaan air bersih antara kelompok penderita diare dengan tidak diare di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Kelompok penderita tidak diare memiliki keadaan air bersih yang lebih baik dari kelompok penderita diare.

  Sample t-Test diperoleh nilai p=0,002 yang

  Pallangga Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa rata-rata keadaan air bersih pada kelompok diare yaitu 9,42, sedangkan rata- rata keadaan air bersih pada kelompok tidak diare yaitu 9,78. Hasil uji Independent

  1. Pengaruh air bersih terhadap kejadian diare pada anak Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

  berarti nilai p lebih kecil dari nilai (α) 0,05, dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Interpretasi ada perbedaan pengolahan sampah antara kelompok penderita diare dengan tidak diare di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Kelompok penderita tidak diare memiliki pengolahan sampah yang lebih baik dari kelompok penderita diare.

  2. Analisis bivariat Tabel 3. Pengaruh Air Bersih Terhadap Kejadian Diare pada Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa Tahun 2017

  Sample t-Test diperoleh nilai p=0,026 yang

  Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata pengolahan sampah pada kelompok diare yaitu 8,17, sedangkan rata- rata pengolahan sampah pada kelompok tidak diare yaitu 8,89. Hasil uji Independent

  Diare 8,17 1,090

  Kejadian Diare Mean SD Mean diffirence p Pengolah- an sampah

  berarti nilai p lebih kecil dari nilai (α) 0,05, dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Interpretasi ada perbedaan keadaan air bersih antara kelompok penderita diare dengan tidak diare di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Kelompok penderita tidak diare memiliki keadaan air bersih yang lebih baik dari kelompok penderita diare. Tabel 4. Pengaruh Pengolahan Sampah Terhadap Kejadian Diare pada Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa Tahun 2017

  Sample t-Test diperoleh nilai p=0,002 yang

  Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata keadaan air bersih pada kelompok diare yaitu 9,42, sedangkan rata- rata keadaan air bersih pada kelompok tidak diare yaitu 9,78. Hasil uji Independent

  Kejadian Diare Mean SD Mean diffirence p Air Bersih Diare 9,42 0,504

  melalui makanan/air minum yang tercemar oleh feces, sehingga dapat menyebabkan diare. Oleh sebab itu, untuk pemutusan rantai penularan diare salah satu intervensinya adalah penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan termasuk lokasi sumber air bersih seta tempat penyimpanan untuk mencegah terjadinya pencemaran khususnya oleh tinja.

  Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak membersihkannya dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit. Untuk mencegah terjadinya diare, maka air bersih harus diambil dari yang terlindungi atau tidak terkontaminasi (Lestari, 2016).

  Menurut pendapat peneliti, penggunaan air yang bersih mempengaruhi kejadian diare pada anak, hal ini disebabkan karena air yang kurang bersih dan terkontaminasi oleh kuman dapat menjadi sebagai sumber penyakit pada anak termasuk penyakit diare. Diare bisa timbul karena bakteri bawaan masuk ke dalam air yang digunakan sehari-hari dengan sanitasi yang buruk, salah satunya rotavirus.

  2. Pengaruh pengolahan sampah terhadap kejadian diare pada anak Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

  Pallangga Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa rata-rata pengolahan sampah pada kelompok diare yaitu 8,17, sedangkan rata- rata pengolahan sampah pada kelompok tidak diare yaitu 8,89. Hasil uji Independent

  Sample t-Test diperoleh nilai p=0,026 yang

  berarti nilai p lebih kecil dari nilai (α) 0,05, dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Interpretasi ada perbedaan pengolahan sampah antara kelompok penderita diare dengan tidak diare di Puskesmas Pallangga Kabupaten Gowa. Kelompok penderita tidak diare memiliki pengolahan sampah yang lebih baik dari kelompok penderita diare.

  Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pengolahan sampah antara kelompok penderita diare dengan tidak diare. Hal ini membuktikan bahwa pengolahan sampah yang baik dapat mengurangi resiko terjadinya diare, karena diare dapat timbul karena bakteri bawaan masuk ke dalam air yang digunakan sehari- hari dengan sanitasi yang buruk, salah satunya rotavirus.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dini, Machmud, & Rasyid (2015), menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare balita di wilayah kerja Puskesmas Kambang, Kecamatan

  Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2013. Nilai odds ratio menunjukkan bahwa responden dengan pengelolaan sampah buruk mempunyai risiko 3,3 kali menderita diare pada balita dibandingkan responden dengan pengelolaan sampah yang baik. Kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya juga menjadi faktor risiko untuk timbulnya berbagai vektor bibit penyakit. Faktor risiko lain penyebab diare balita adalah tempat sampah yang digunakan dengan konstruksi yang tidak kuat dan mudah bocor seperti wadah plastik dan kantong plastik dan beberapa kondisi tempat sampah terdapat vektor seperti serangga yang dapat menyebabkan diare pada balita.

  Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumawati, Nugroho, & Hartono (2011), menunjukkan bahwa ada hubungan anatara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita usia 1-3 tahun. Sampah terutama yang sudah membusuk merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan. Sampah yang membusuk merupakan media tempat berkembang biaknya lalat. Bahan-bahan organik yang membusuk, baunya merangsang lalat untuk datang mengerumuni, karena bahan- bahan yang membusuk tersebut merupakan makanan mereka.

  Kesehatan lingkungan merupakan salah satu usaha dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat. Diantara banyak kegiatan kesehatan lingkungan dapat disebutkan program/kegiatan penyediaan air minum, pengelolahan dan pembuangan limbah cair, gas, dan padat, mencegah kebisingan, mencegah kecelakaan mencegah penyebaran penyakit bawaan air, udara makanan dan vektor pengelolaan kualitas lingkungan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya (Soemirat, 2014).

  Menurut pendapat peneliti, pengolahan sampah mempengaruhi kejadian diare pada anak. Pengelolaan sampah yang buruk dapat meningkatkan resiko terjadi penyakit terutama penyakit pada pencernaan seperti yang disebabkan oleh bakteri dan lalat sebagai vektor yang membawa kotoran dan sumber penyakit dari sampah ke makanan sehingga dapat berdampak pada kesehatan anak. Jadi semakin buruk pengolahan sampah, maka semakin beresiko anak untuk terkena penyakit termasuk penyakit diare.

  KESIMPULAN

  yang dapat mengakibatkan diare pada anak Kesimpulan dalam penelitian ini adalah serta menjaga kondisi lingkungan seperti ada perbedaan penyediaan air bersih dan kesediaan air yang bersih dan kebersihan pengolahan sampah terhadap kejadian diare pekarangan rumah untuk mencegah terjadinya pada anak di Puskesmas Pallangga penyakit-penyakit infeksi khususnya diare Kabupaten Gowa. serta pihak puskesmas agar memberikan promosi kesehatan kepada ibu anak mengenai

  SARAN bahaya penggunaan air yang tidak bersih dan

  Diharapkan orang tua menjaga pengolahan sampah yang baik untuk kebersihan tangan agar terhindar dari kuman mencegah terjadinya diare pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

  Candra, Y., Hadi, M. C., & Yulianty, A. E. (2014). Hubungan Antara Keadaan Sanitasi Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Denbantas Tabanan Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 4 No 1. http://poltekkes-denpasar.ac.id. Diakses tanggal 22 Mei 2017.

  Dini, F., Machmud, R., & Rasyid, R. (2015). Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 4 No 2. http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses tanggal 22 Mei 2017.

  Dinkes Sulsel. (2015). Profil Kesehatan Sulawesi Selatan 2014. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kunoli, F. J. (2013). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media. Kusumawati, O., Nugroho, H. A., & Hartono, R. (2011). Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan

  Kejadian Diare pada Balita Usia 1-3 Tahun Studi Kasus di Desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Grobogan. Jurnal Online.

http://pmb.stikestelogorejo. ac.id. Diakses tanggal 30 Juni 2017.

  Lestari, T. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika. Media Centre. (2017). Diarrhoeal Disease. WHO. Melviana, M., Dharma, S., & Naria, E. (2014). Hubungan Sanitasi Jamban dan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014. Jurnal Online. https://jurnal.usu.ac.id. Diakses tanggal 30 Juni 2017. Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Soemirat, J. (2014). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.