KOPERASI DAN KEDAULATAN EKONOMI berbasis

DENGAN KOPERASI KITA WUJUDKAN KEDAULATAN EKONOMI

LOMBA KARYA TULIS PERKOPERASIAN TINGKAT JAWA TIMUR
KATEGORI MASYARAKAT UMUM
TAHUN 2013

DISUSUN OLEH:
HUSAMAH

KABUPATEN MALANG
APRIL 2013

SUMMARY
Prestasi pertumbuhan ekonomi harus kita lihat secara jeli mengingat
adanya paradok yang membarengi. Penduduk miskin jumlahnya tetap banyak,
kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar daerah makin
lebar, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil
warga juga meningkat. Masalah pengangguran dan kemiskinan akan
menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, persoalan ini tentu harus segera dipecahkan.
Pertanyaannya adalah apa sebenarnya inti permasalahan tersebut tersebut dan

bagaimana solusi jitu untuk mengatasinya?
Penyebab permasalahan ekonomi Indonesia adalah sangat besarnya
ketergantungan kita kepada sumber daya asing akibat adanya praktik
neoliberalisme. Dampak besar dari pelaksanaan neoliberalisme adalah
hilangnya kedaulatan ekonomi bangsa ini.
Bukan rahasia jika saat ini
kedaulatan Indonesia di bidang ekonomi berada di titik nadir. Kita tentu melihat
kenyataan bahwa setiap jengkal dan petak bumi Nusantara ini telah dipecahpecah dalam satuan kapling ekonomi politik perusahaan multinasional dan
perorangan. Neoliberalisme telah menjadi sumber petaka bagi perekonomian
dan kedaulatan ekonomi Indonesia.
UUD 1945 mengamanahkan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa Indonesia harus dicapai dengan menerapkan prinsip ekonomi
kerakyatan berwujud koperasi. Pasal 33 UUD 1945 menunjukkan koperasi
sebagai bagian integral dari sistem ekonomi kerakyatan. Faktanya koperasi
masih mengalami berbagai masalah. Koperasi dihadapkan pada dua masalah
pokok yaitu: 1) Masalah internal: kurangnya pemahaman akan kewajiban,
kurang cakap, tidak jujur, kurang kerjasama dan modal terbatas. 2) Masalah
eksternal: iklim usaha dan tekanan arus globalisasi.
Beberapa solusi dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan
koperasi. Pemberdayaan koperasi seyogyanya di lingkup makro maupun mikro

dengan cara memfasilitasi pengembangan koperasi, baik permodalan,
pemasaran, sampai pada peningkatan SDM oleh pemerintah. Pemerintah juga
perlu memperhatikan aspek prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan
koperasi. Solusi lain optimalisasi pemberdayaan koperasi meliputi: (1). Aspek
kualitas sumber daya manusia. (2). Aspek peningkatan aksesibilitas modal.
(3). Aspek mekanisasi dan inovasi teknologi. (4). Pematenan hak cipta dan
merek. (5). Aspek kelembagaan dengan meningkatkan legalitas badan koperasi
melalui kerjasama dengan berbagai lembaga. Selain upaya di atas, ada baiknya
dibentuk Forum Manager Koperasi Kompeten (FMKK). Sementara itu, ide
Kartasasmita antara lain: (1) Penghapusan praktik-praktik monopoli dan oligopoli
yang merugikan masyarakat untuk mendukung iklim usaha. (2) Membuat struktur
ekonomi lebih seimbang. (3) Pemberdayaan ekonomi lemah dan meningkatkan
hubungan kemitraan. (4) Pembinaan lembaga pencetak kader SDM koperasi
untuk menjamin kesinambungan pembangunan koperasi.
Koperasi masih dan akan selalu dipandang sebagai salah satu elemen
ekonomi penting dan strategis. Agar mampu mengemban amanah tersebut
maka sudah seharusnya dunia perkoperasian di Indonesia berbenah. Beberapa
solusi yang disampaikan di atas seharusnya perlu menjadi pertimbangan dan
diimplementasikan.


DAFTAR ISI

Halaman Cover……………………………………………………………………. i
Summary…………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………. iii
Latar Belakang……………………………………………………………………. 1
Permasalahan yang Dihadapi…………………………………………………... 2
Solusi Masalah……………………………………………………………………. 6
Kesimpulan/Penutup……………………………………………………………... 9
Daftar Rujukan……………………………………………………………………. 9
Lampiran Fotocopy dan Biodata Singkat………………………………………..11

DENGAN KOPERASI KITA WUJUDKAN KEDAULATAN EKONOMI
Latar Belakang
Pemerintah Indonesia lima tahun terakhir ini sangat rajin menyampakan
data prestasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pembangunan ekonomi yang
telah dilaksanakan selama ini secara makro memang menunjukkan hasil yang
cukup baik. Pertumbuhan ekonomi rata-rata masih di atas 6% pertahun.
Pendapatan perkapita dan volume serta nilai ekspor non migas juga meningkat.
Prestasi pertumbuhan ekonomi tersebut harus kita lihat secara jeli

mengingat adanya paradok yang membarengi. Pertumbuhan ekonomi yang baik
tidak berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat. Menurut Ishaq (2012) kita
harus jujur mengakui terjadinya paradok ekonomi. Penduduk miskin jumlahnya
tetap banyak, kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar
daerah makin lebar, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke
sekelompok kecil warga juga meningkat. Suryohadadiprojo (2011) mendukung
pendapat tersebut dengan memunculkan fakta 2% penduduk terkaya menguasai
aset nasional sebesar 46% dan 98% penduduk menengah ke bawah menguasai
54 persen aset nasional.
Menurut Berita Resmi Statistik BPS (2012) jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36%) dan pada
Maret 2011 berjumlah 30,02 juta (12,49%). Tiga tahun sebelumnya yakni tahun
2009, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 33.713.000 orang, lebih tinggi
dari target yang diinginkan pemerintah pada level 32.380.000 orang.
Sementara itu, problematika pengangguran di Indonesia juga merupakan
hal sangat runyam. Angka pengangguran terbuka di Indonesia per Agustus 2008
mencapai 9,39 juta jiwa atau 8,39% dari total angkatan kerja (Mahbub, 2009).

Jumlah pengangguran pada kuartal pertama tahun 2010 mencapai 8,59 juta
orang atau 7,41% dari total angkatan kerja (Bataviese, 2010). Menurut rilis

Badan Pusat Statistik (2012), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada
Februari 2012 masih mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang. Jumlah ini memang
sedikit lebih baik dibandingkan Februari 2011 yang mencapai 8,12 juta orang.
Namun, bila kita hitung penurunan jumlah pengangguran hanya 510 ribu orang
dibandingkan keadaan bulan yang sama tahun 2011.
Masalah pengangguran dan kemiskinan akan menimbulkan dampak negatif
bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dampak negatif tersebut
misalnya kian tinggi dan beragamnya tindakan kriminal, makin banyaknya jumlah
anak jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak, trafficking, konflik sosial
dan sebagainya. Masalah tersebut saat ini bahkan sudah menjadi penyakit
sosial dan menyebar ke segala penjuru negeri, bagaikan virus yang sulit
diberantas. Penyakit sosial ini sangat berbahaya dan menghasilkan korbankorban yang tidak terhitung. Oleh karena itu, persoalan ini tentu harus segera
dipecahkan.
Pertanyaannya adalah apa sebenarnya inti permasalahan tersebut tersebut
dan bagaimana solusi jitu untuk mengatasinya? Pada bagian berikutnya kita
akan membahas hal tersebut secara lebih rinci dan komprehensif.
Permasalahan yang Dihadapi
Sasono (2010) mensinyalir bahwa penyebab permasalahan ekonomi
Indonesia adalah sangat besarnya ketergantungan kita kepada sumber daya
asing (baik modal maupun SDM). Kita pun terpaksa membungkuk kepada

pemilik modal asing, kekuasaan asing bahkan intervensi asing pada berbagai
kebijakan yang dihasilkan. Hal ini dalam pandangan Giersch (1968) sebagai

efek pelaksanaan paham neoliberalisme. Neoliberalisme adalah sebuah sistem
perekonomian yang dibangun dan dijalankan di atas tiga prinsip sebagai berikut:
(1) tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu
untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi
terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan (3) pembentukan harga pasar
bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang
dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam
neoliberalisme dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya
mekanisme pasar. Kebijakan yang dihasilkan tidak lagi pro rakyat tetapi lebih pro
pasar (Stiglitz dalam Ishaq, 2012). Dampak lebih besar dari pelaksanaan
neoliberalisme itu adalah hilangnya kedaulatan ekonomi bangsa ini.

Bukan

rahasia jika saat ini kedaulatan Indonesia di bidang ekonomi berada di titik nadir.
Menurut Tomagola (2006) kita tidak boleh menutup mata akan kenyataan

yang telah mulai mengeras bahwa sesungguhnya setiap jengkal dan petak bumi
Nusantara ini telah dipecah-pecah dalam satuan kapling ekonomi politik
perusahaan multinasional dan perorangan. Kavling dibagi sesuai dengan skala
modal dan jumlah upeti yang diselundupkan ke rekening pejabat negara. Bukitbukit Timika untuk Freeport, Lhoksumawe untuk Exxon Mobil, beberapa
kabupaten di Sulawesi Selatan untuk Monsanta, Buyat dan Sumbawa untuk
Newmont Internasional, Teluk Bintuni Papua Barat untuk British Petroleum,
Kalimantan Timur untuk PT Kaltim Prima Coal serta berbagai daerah lain.
Tomagola (2006) juga mencatat bahwa Pulau Bali sebagai kebanggaan
Indonesia bahkan nyaris telah menjadi Negara Bagian ke-9 dari Australia. Hal
ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya usaha ekonomi skala menengah dan

besar di Bali yang berpindah ke tangan pemodal asing. Ironisnya, satu-satunya
Taman Burung Internasional di Bali pun berada di tangan pemodal asing.
Berdasarkan kenyataan di atas sangat jelas bahwa neoliberalisme telah
menjadi sumber petaka bagi perekonomian dan kedaulatan ekonomi Indonesia.
Oleh sebab itu, yang kita butuhkan saat ini sebenarnya bukan hanya program
penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, tetapi merumuskan kembali
strategi pembangunan ekonomi yang cocok untuk Indonesia. Menurut Ishaq
(2012) jika strategi yang kita tempuh benar, maka sebenarnya semua program
pembangunan adalah sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan

dan pengangguran sekaligus meneguhkan kedaulatan ekonomi Indonesia.
Sebagai anak bangsa tentu kita harus selalu ingat, Pembukaan UUD
1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia didirikan dengan tujuan melindungi
segenap bangsa Indonesia, seluruh tanah tumpah darah Indonesia, untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengejawantahan amanat UUD 1945 tersebut hakekatnya merupakan tugas
semua elemen bangsa. Kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia
harus dicapai dengan menerapkan prinsip “dari, oleh, dan untuk rakyat”.
Konsep “dari, oleh, dan untuk rakyat” ini sebenarnya telah jauh-jauh hari
dipikirkan oleh founding father khususnya Dr.(HC) Drs. Mohammad Hatta (Bung
Hatta), Bapak Koperasi Indonesia dan Wakil Presiden pertama Republik
Indonesia. Bung Hatta bahkan jauh sebelum Schumacher (penulis buku terkenal
Small is Beautiful) dan Amartya Sen (pemenang Nobel 1998 Bidang Ekonomi)
telah berpendapat bahwa ekonomi kerakyatan merupakan bentuk perekenomian
yang paling tepat bagi bangsa Indonesia (Nugroho, 1997). Orientasi utama dari
ekonomi kerakyatan adalah rakyat banyak, bukan sebagian atau sekelompok
kecil orang.

Menurut Baswir (2006) pandangan tersebut lahir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Melalui artikel berjudul “Ekonomi Rakyat” (Daulat Rakyat, 20

November 1933), Bung Hatta mengekspresikan kegundahannya melihat kondisi
ekonomi

rakyat

Indonesia

di

bawah

penindasan

pemerintah

kolonial.

Kegundahan atas kondisi itulah yang merupakan cikal bakal dari lahirnya konsep
ekonomi kerakyatan dengan koperasi sebagai wujud nyatanya (Amrullah, 2012).
Lebih jauh, pemikiran pentingnya perekonomian yang berpihak kepada

rakyat menjadi dasar bagi lahirnya Pasal 27 dan 33 Undang Undang Dasar
1945. Kedua pasal tersebut kemudian menjadi ilham dasar pertimbangan
dilahirkannya UU Perkoperasian No. 25/1992 yang kemudian diubah dengan UU
No. 17/2012. Sampai di sini, tampak jelas adanya keterkaitan erat antara
ekonomi kerakyatan dengan koperasi. Pendapat ini didukung oleh Baswir (2009)
yang menegaskan bahwa Pasal 33 UUD 1945 menunjukkan koperasi sebagai
bagian integral dari sistem ekonomi kerakyatan.
Sesuai dengan amanat konstitusi tersebut maka tidak dapat ditawar lagi,
bangsa ini tetap berharap besar terhadap keberadaan koperasi (Parlindungan,
2012). Sayangnya sebagian besar anak bangsa cenderung menganggap
ekonomi koperasi ketinggalan zaman. Argumentasi dan acuan kita selalu teori
ekonomi barat yang tidak cocok untuk Indonesia (Mubyarto, 1979).
Fakta yang ada saat ini justru memperlihatkan bahwa koperasi yang
digadang-gadang sebagai sokoguru perekonomian Indonesia justru masih
tenggelam dalam paradigma lama bahwa koperasi merupakan usaha kecil
marjinal dan terpinggirkan. Kondisi ini pun didukung oleh berbagai kenyataan
negatif, kajian makalah dan hasil penelitian tetang perkoperasian yang sering
menunjukkan betapa peliknya masalah koperasi, runyamnya pembangunan
koperasi dan lunturnya jadi diri koperasi Indonesia.


Koperasi dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu: 1) Masalah internal
koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota dan pengurus akan
kewajibannya, kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi, pengurus
kadang-kadang tidak jujur, kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas
dan anggotanya dan sulitnya koperasi berkembang karena modal terbatas.
Dalam pelaksanaannya mengalami disorientasi, bukan kesejahteraan anggota
yang menjadi tujuan tetapi keuntungan pribadi. Selain itu, koperasi-koperasi
belum bisa menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan bersama, masih
berdiri dengan kepentingan masing-masing. 2) Masalah eksternal koperasi
antara lain iklim usaha yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras
dengan kehendak anggota koperasi dan tekanan arus globalisasi (Spanji, 2011;
Syahrizal, 2012).
Solusi Masalah
Jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia menurut Kementerian Koperasi
dan

UKM

(2013)

mencapai

192.443

koperasi.

Di

Indonesia

menurut

Kementerian Koperasi dan UKM (2004) 27,5% keluarga yang mewakili sekitar 80
juta orang adalah anggota koperasi. Berdasarkan data tersebut kita

dapat

mengatakan bahwa potensi perkoperasian di Indonesia sangatlah besar. Oleh
karena itu, seyogyanya semua pihak harus selalu menggemakan kebangkitan
koperasi, mencari solusi dan jangan membiarkan koperasi itu mati satu persatu.
Revitalisasi dan pembangunan koperasi harus menjadi bagian integral
dari paket pembangunan demokrasi bidang ekonomi dan dalam usaha besar
bangsa kita mengatasi kemiskinan. Koperasi sebagai badan usaha yang
mengembangkan potensi masyarakat merupakan bentuk konkrit dari sistem
ekonomi kerakyatan. Jika dulu pemerintah bisa menciptakan sistem perbankan,

lembaga ekspor, insentif investasi dan kebijakan proteksi pada sektor industri
besar,

maka

semangat

serupa

itu

seharusnya

juga

dilakukan

untuk

merekontruksi pembangunan koperasi.
Menurut Parlindungan (2012) peran pemerintah terhadap kemajuan
koperasi dalam mengikutsertakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi masih
sangat diperlukan. Peran pemerintah terhadap eksistensi koperasi diharapkan
konsen pada pengembangan potensi sumberdaya ekonomi lokal dalam
mendukung ketahanan ekonomi nasional. Pemberdayaan koperasi seyogyanya
di lingkup makro maupun mikro dengan cara memfasilitasi pengembangan
koperasi, baik permodalan, pemasaran, sampai pada peningkatan SDM oleh
pemerintah. Pemerintah juga perlu memperhatikan aspek prasarana, pelayanan,
pendidikan, dan penyuluhan koperasi. Jika ini dilakukan maka lambat laun akan
tercipta

koperasi

yang

mandiri

dan

memiliki

prosfektif

peningkatan

perekonomian. Pemerintah perlu pula mendorong peningkatan volume produk
ekspor yang dihasilkan koperasi, meningkatkan daya saing dan nilai tambah
produk, serta menumbuhkan koperasi yang mengani produk ekspor sektor riil
Menurut Ishaq (2012) optimalisasi pemberdayaan koperasi seharusnya
dikelompokkan pada lima aspek, yaitu: (1). Aspek kualitas sumber daya
manusia, karena di situ semua berawal. (2). Aspek peningkatan aksesibilitas
modal, karena dari modal mereka secara komersial mampu menerjemahkan ideide kreatif. (3). Aspek mekanisasi dan inovasi teknologi, karena dari situ kualitas
produksi dapat terjaga secara konsisten. (4). Pematenan hak cipta dan merek,
karena

melalui

keduanya

koperasi dapat

go

international.

(5). Aspek

kelembagaan dengan meningkatkan legalitas badan koperasi melalui kerjasama
dengan berbagai lembaga sehingga memungkinkan koperasi untuk membangun
linkage program ke lembaga-lembaga keuangan formal.

Selain upaya di atas, ada baiknya apa yang digagas oleh UPT Diklat
Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Provinsi Bali dengan membentuk
Forum Manager Koperasi Kompeten (FMKK) pada tahun 2011 perlu ditiru. Hal
ini penting mengingat secara umum kualitas koperasi masih rendah baik dalam
bidang pengelolaan usaha, manajemen, kewirausahaan serta penyajian laporan
keuangan. Penting sekali memiliki SDM pengelola koperasi yang memiliki
sertifikasi kompetensi. Keberadaan FMKK sangat diharapkan sebagai wadah
informasi dan komunikasi bagi para pengurus–Manager Koperasi Kompeten
dengan tujuan meningkatkan profesionalisme para pengurus -manager dan
menciptakan wirausahawan koperasi yang handal dan berdaya saing tinggi.
Selanjutnya ada baiknya ide Kartasasmita (dalam Ichsan, 2012) perlu
direalisasi guna mendukung tumbuhnya koperasi sebagai bentuk kongkret
demokrasi ekonomi. Beberapa hal harus dilakukan dalam format pembangunan
ekonomi, antara lain: (1) Penghapusan praktik-praktik monopoli dan oligopoli
yang merugikan masyarakat. Sampai saat ini monopoli dan oligopoli belum
ditangani dengan baik, sehingga iklim usaha belum mendukung pembangunan
perekonomian yang tangguh. (2) Upaya untuk membuat struktur ekonomi lebih
seimbang dengan jumlah pengusaha menengah yang tangguh dan banyak
jumlahnya. (3) Pemberdayaan ekonomi lemah khususnya koperasi. Termasuk
dalam hal ini adalah upaya untuk meningkatkan hubungan kemitraan saling
menguntungkan antar berbagai skala usaha. (4) Peran pemerintah seyogyanya
diarahkan pada upaya pembinaan lembaga pencetak kader SDM koperasi,
bukan praktik usaha koperasi. Hal terakhir ini akan lebih banyak menciptakan
ketergantungan

permanen,

sedangkan

yang

pertama

akan

menjamin

kesinambungan pembangunan koperasi sebagai wujud demokrasi ekonomi.

Kesimpulan/Penutup
Meskipun kenyataan terciptanya koperasi yang ideal masih jauh dari citacita, namun semangat untuk menjadikan koperasi sebagai tuan rumah di negeri
sendiri tentu tidak boleh padam. Berhubungan dengan konsep pembangunan
ekonomi Indonesia dan tuntutan UUD 1945, koperasi masih dan akan selalu
dipandang sebagai salah satu elemen ekonomi yang penting dan strategis.
Agar mampu mengemban amanah tersebut maka sudah seharusnya
dunia perkoperasian di Indonesia yang dimotori oleh pemerintah dan segenap
stakeholder perkoperasian berbenah diri. Koperasi harus mampu membangun
kekuatan baru, memperbaiki kelemahan dan tetap menjadi badan usaha yang
mempunyai

tujuan

memajukan

kesejahteraan

masyarakat

(mereduksi

kemiskinan dan pengangguran). Beberapa solusi yang disampaikan di atas
seharusnya perlu menjadi pertimbangan dan diimplementasikan.
Daftar Rujukan
Amrullah, M.A. 2012. Ekonomi Kerakyatan dalam Tatanan Ekonomi Indonesia:
Peran Koperasi & Usaha Mikro, Kecil, Menengah. (Online).
(http://auliaamrullah.wordpress.com, diakses tanggal 20 April 2013).
Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik. No. 06/01/Th.XV Januari
2012.
Baswir, R. 2006. Ekonomi Kerakyatan. Makalah Diskusi Bulanan Pusat Studi
Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 18 Mei 2006.
Baswir, R. 2009. Ekonomi Kerakyatan vs Neoliberalisms. Jakarta: SPI.
Giersch, H. 1968. Politik Ekonomi, diterjemahkan oleh Samik Ibrahim dan
Nadirsjah Tamin, Jakarta: Kedutaan Besar Jerman.
Gunawan, I. 2006. Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan: Pemberdayaan
Koperasi Sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Rakyat. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma & Pustaka Widyatama.
Ichsan, P.A. 2012. Review Artikel: Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dengan
Koperasi. Tugas Mata Kuliah. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Ishaq, A.A. 2012. Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Potensi
Lokal Kabupaten Tasikmalaya. Makalah Seminar Ekonomi Kerakyatan
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama Kabupaten Tasikmalaya 17
Desember 2012.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2013. Gerakan
Koperasi: 55.516 Koperasi Naik Peringkat. Bisnis Indonesia, 16 Januari
2013.
Mahbub, H. 2009. Jumlah Pengangguran di Indonesia 9,43 Juta Orang.
(Online).(http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/05/brk,200901
05-153874,id.html. Diakses 21 April 2013).
Mubyarto. 1979. Gagasan dan Metode Berpikir Tokoh-tokoh Besar Ekonomi dan
Penerapannya Bagi Kemajuan Kemanusiaan. Pidato Pengukuhan Guru
Besar Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 19 Maret 1979.
Nugroho, Y. 1997. Pembangunan Ekonomi bagi Rakyat. Wacana 8 (1997).
Parlindungan. 2012. Bangsa Ini Tetap Butuh Koperasi. Riau Bisnis Edisi 5
September 2012.
Sasono, A. 2010. Kedaulatan Nasional untuk Masa Depan Ekonomi Indonesia.
Makalah Kuliah Umum FAI UMY, Sabtu 06 Februari 2010.
Spanji, W. 2011. Kelebihan dan Kelemahan Koperasi. Ebook. Jakarta:m
Gunadarma.
Suryohadiprojo, S. 2011. Kesenjangan adalah Kerawanan. Kompas Edisi Sabtu
8 Januari 2011.
Syahrizal, A. 2012. Mengenal Esensi Gerakan Koperasi. Makalah diskusi
tentang “Esensi Gerakan Koperasi” yang diselenggarakan Gerakan Cinta
Koperasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Selasa, 9 Oktober 2012.
Tomagola, T.A. 2006. Republik Kapling. Yogyakarta: Resist Book.

BIODATA SINGKAT

Nama

: Husamah, S.Pd.

TTL

: Sumenep, 18 Oktober 1985

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Perum Ikip Tegalgondo Asri Blok 1C No. 7 Tegalgondo
Karangploso Kabupaten Malang 65152

Handpone

: 081216183817

Nomor Telp

: (0341) 464318 psw 120