STRATEGI PENGEMBANGAN GREEN ECONOMIC DI

STRATEGI PENGEMBANGAN ‘GREEN-ECONOMI C’ DI WI LAYAH PERKOTAAN
GUNA MENDUKUNG PELAKSANAAN MP3EI
Oleh : I r. Udjianto Paw itro, MSP., I AP., I AI
Staf Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – I nstitut Teknologi Nasional (I tenas) Bandung
Gedung 17 Lantai 1 – Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124
E-mail : udjianto_pawitro@yahoo.com / udjianto@itenas.ac.id

ABSTRAK
Dalam rumusan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia
(MP3EI ) yang ditetapkan tahun 2011 hingga 2025, ditetapkan butir-butir penting yang perlu
dicapai, antara lain : (a) proyeksi pendapatan per-kapita penduduk I ndonesia (2025) adalah
sebesar US$-14.250,- hingga US$-15.500,- , (b) pendapatan domestik bruto (PDB) nasional
mencapai US$ 4,0 hingga 4.5 trilyun, dan (c) I ndonesia diproyeksikan menjadi Negara sepuluh
besar di dunia karena kekuatan ekonominya. Tentu saja rumusan dan sasaran yang hendak
dicapai dalam MP3EI ini perlu didukung oleh adanya pokok-pokok strategi guna mencapai
sasaran penting yang ditetapkan.
Salah satu bentuk strategi guna mendukung pelaksanaan MP3EI ini adalah strategi
penerapan prinsip ‘green-economic’ yang dikembangkan khususnya di kawasan perkotaan (urban
areas). Peter Hall, mengemukakan dalam era 2010-2025 di berbagai kawasan di dunia ini, terjadi
peningkatan pembangunan kawasan perkotaan yang sangat menonjol. Diprediksi pembentukan
kawasan perkotaan (yang identik dengan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan) mencapai

angka 53% dibandingkan yang hanya 47% untuk pembangunan kawasan pedesaan. Melihat
pada prediksi tersebut, maka pembangunan ekonomi di kawasan perkotaan menjadi semakin
penting dan dominan.
Pada makalah ini akan dibahas, bentuk - bentuk ‘green-ekonomi’ yang patut untuk
dikembangkan di kawasan perkotaan, disamping terobosan-terobosan bidang kegiatan ekonomi
perkotaan yang perlu dikembangkan pada kota - kota di masa mendatang. Strategi
pengembangan ‘green-ecomoni’ ini perlu dipahami betul terutama oleh para pelaku
pengembangan kawasan perkotaan, seperti: walikota, Bappeda, dinas tata ruang dan tata kota
hingga kepada arsitek, urban planner, developers bahkan hingga para pelaku investasi di
kawasan perkotaan. Kegiatan ‘green - economic’ yang diusulkan semestinya tidak lagi banyak
mengembangkan pada kemampuan SDA tetapi lebih diarahkan bagi pengembangan ekonomi
yang sarat pada potensi SDM beserta kreatifitas yang dimilikinya.
Kata Kunci : Ekonomi Hijau, Pembangunan Kawasan Perkotaan, MP3EI .

PENDAHULUAN.
I ndonesia saat ini telah memainkan perannya sebagai negara besar yang mempunyai
kekuatan ekonomi dan telah menempati posisi kekuatan ekonomi ke 17 dalam peringkat dunia.
Dari kondisi Negara yang berbasis pada kegiatan pertanian trandisional dalam kurun waktu enam
puluh tahun ini – telah berkembang menjadi Negara dengan basis kegiatan industry manifaktur
dan jasa yang lebih meningkat. Kemajuan pembangunan bidang ekonomi di I ndonesia juga telah

(* ) Makalah dipresentasikan dalam acara Seminar Nasional Green Regional Development MP3EI FALTL Universitas Trisakti, Jakarta, 20 November 2012.

membawa kepada tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. I ndikator ini tercermin
pada: peningkatan income perkapita, adanya perbaikan di berbagai indicator social-ekonomi
termasuk I ndeks Pembangunan Manusia (I PM) yang dalam periode 1980 hingga 2010 telah
meningkat dari 0,39 menjadi 0,60.
Peran besar yang dimainkan I ndonesia sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi,
dapat terlihat nyata terutama dalam berbagai forum regional dan internasional. Seperti misalnya:
ASEAN, OPEC, APEC, AFTA, G-20, dsb. Dari pengalaman I ndonesia, yang telah berhasil keluar
mengatasi krisis ekonomi internail di tahun 1998 hingga 2003, serta mampu melewati krisis
ekonomi global di tahun 2008 yang lalu. Dari keberhasilan tersebut diatas I ndonesia
mendapatkan penghargaan (apresiasi) positif dari berbagai lembaga internasional, hal diatas
tercermin pada menurunnya peringkat hutang I ndonesia.
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia (MP3EI )
yang ditetapkan tahun 2011 hingga 2025, ditetapkan butir-butir penting yang perlu dicapai,
antara lain : (a) proyeksi pendapatan per-kapita penduduk I ndonesia (2025) adalah sebesar US$14.250,- hingga US$-15.500,- , (b) pendapatan domestik bruto (PDB) nasional mencapai US$ 4,0
hingga 4.5 trilyun, dan (c) I ndonesia diproyeksikan menjadi negara sepuluh besar di dunia
karena kekuatan ekonominya dengan karakteristik: peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan
terjadinya penurunan tingkat inflasi. Tentu saja rumusan yang hendak dicapai dalam MP3EI ini
perlu didukung oleh adanya pokok - pokok strategi guna mencapai sasaran penting yang telah

ditetapkan.
Dalam undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025, maka dalam MP3EI ditetapkan visi Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia yang: Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Dalam visi
tersebut diwujudkan dalam 3 (tiga) misi pembangunan ekonomi yang menjadi focus utama.
Ketiga misi tersebut adalah: (1) Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses
produksi serta distribusi : pengelolaan asset, akses SDA, gegrafis wilayah dan SDM melalui
penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi, (2) Mendorong terwujudnya peningkatan
efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestic dalam rangka penguatan daya
saing dan daya tahan perekonomian nasional, dan (3) mendorong penguatan system inovasi
nasional di sisi produksi, proses dan pemasaran guna penguatan daya saing ekonomi global yang
berkelanjutan (lihat Lampiran UU Nomor 17- tahun 2007).
Strategi yang ditetapkan dalam mencapai target MP3EI adalah dengan jalan Pelaksanaan
Koridor Ekonomi I ndonesia melalui: pengembangan 8 (delapan) program utama yang terdiri dari
22 kegiatan ekonomi utama I ndonesia yang tersebar di seluruh wilayah I ndonesia. Strategi
utama dalam pencapaian MP3EI dilakukan dengan cara mengfintegrasikan tiga komponen
utama, yaitu: (a) Pengembangan enam koridor ekonomi I ndonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku), (b) Peningkatan konektifitas
nasional yang terintegrasi secara local dan terhubung secara internasional, dan (c) Mempercepat
peningkatan kapasitas SDM I ndonesia serta pengembangan I ptek guna penguatan ‘bonus

demografi’ yang dimiliki I ndonesia dimasa yang akan datang.
Milhat pada fakus 8 program utama yang telah ditetapkan dan melihat pada 22 aktifitas
ekonomi yang mendapat prioritas, maka kegiatan pembangunan kawasan perkotaan belum
mendapat perhatian penanganan yang lebih terinci. Untuk pembangunan kawasan perkotaan,
strategi pencapaian MP3EI salah satunya dapat dilakukan dengan mengenalkan dan menjalankan
‘green-economic’ yaitu suatu bentuk kegiatan ekonomi (di kawasan perkotaan) yang adaptif dan
ramah lingkungan. Sejalan dengan kebijakan dan upaya-upaya nyata dari Dewan Nasional

Perubahan I klim (DNPI ) kearah pewujudan lingkungan yang berkelanjutan, maka arahan pada
kegiatan ekonomi hijau di kawasan perkotaan sudah saatnya dilakukan.

TREND PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN DALAM ERA 2010 - 2025.
Dalam memasuki abad 21, sejak dekade 1990 hingga 2010 dan diperkirakan hingga
tahun 2025 mendatang, terjadi pertumbuhan dan perkembangan kawasan kota di berbagai
belahan dunia mengalami peningkatan sangat pesat. Kawasan perkotaan atau ‘urban areas’
merupakan kawasan atau wilayah atau ruang yang mempunyai cirri utama dimana masyarakat
yang menghuninya bermata-pencaharian dan berkegiatan yang bersifat ‘urbanis’ (perkotaan).
Masyarakat kawasan perkotaan (urban society) pada dasarnya mempunyai kegiatan dan
bermata-pencaharian bidang indsutri, perdagangan dan jasa lebih dominan serta tidak terlalu
lekat dengan tanah seperti halnya kegiatan pertanian, perkebunan, dsb.

Pada banyak kota - kota besar terutama di kota yang sudah berstatus metropolitan,
kegiatan ekonomi masyarakatnya bukan saja dalam bidang industri (awal) tetapi sudah
berkembang kearah industri bersih (green-industry) pada saat sekarang ini. Sebagian besar
masyarakat warga kota-kota besar dan metropolitan, kegiatan mata pencaharian yang
dilakukannya sudah mengarah ke bidang perdagangan (busines) dan jasa. Sejak dekade 1990-an
lalu dimana pengaruh besar dari teknologi telekomunikasi dan informasi sudah merambah pada
sebagian besar kehidupan manusia. Era ini dikenal sebagai era informasi atau yang kita kenal
sebagai ‘era gelombang ke-tiga dalam kebudayaan’ juga sudah berpengaruh pada pembangunan
kawasan perkotaan.
Adanya trend dan arah perkembangan yang meningkat berkaitan dengan pertumbuhan
dan perkembangan kawasan perkotaan di banyak belahan dunia sudah banyak diprediksi oleh
para pakar perkotaan. Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan (urban areas) ini
ditengarai terjadi meningkat pesat sejak dekade 1990-an hingga diprediksi tahun 2025.
Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan yang berkembang sangat pesat pada era
tersebut diatas banyak terjadi di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Afrika Utara, Eropa,
Amerika Utara hingga Amerika Latin. Fenomena lainnya adalah terjadinya pembentukan kotakota metropolitan yang berasal dari kota-kota besar di berbagai belahan dunia.
Menurut para pakar perkotaan dunia, trend pertumbuhan kawasan kota yang terjadi di
kawasan-kawasan tersebut diatas terlihat meningkat pesat. Kondisi yang diprediksi tersebut
adalah: tentang perbandingan antara luas kawasan perkotaan (urban areas) berbanding luas
kawasan pedesaan (rural areas) dari tahun ke tahun terlihat meningkat pesat. Dalam era 1970 1980 perbandingannya adalah 39% : 61% , dalam era 1980 - 1990 perbandingannya adalah 49%

: 51% sedangkan dalam era 2000 - 2010 perbandingannya menjadi 57% : 43% . Kondisi ini terus
diperkirakan terus meningkat mendekati tahun 2025 mendatang (Hall, Peter – 2000).
Pada kondisi trend perkembangan kawasan perkotaan banyak kota - kota mengalami
perkembangan yang sangat pesat dan berubah menjadi kota-kota besar yang dihuni lebih dari 5
juta penduduk. Kota-kota besar juga menjadi bertambah jumlah dengan jumlah penduduk yang
menghuni kota –kota besar tersebut antara 5 juta hingga 8 juta penduduk. Demikian pula
pembentukan kota metropolitan juga mengalami peningkatan pesat - dimana di kawasan kota
metropolitan tersebut dapat dihuni oleh lebih dari 8 juta orang. Pada beberapa kota
metropolitan, jumlah penduduk yang menghuninya diperkirakan sekitar 12 juta hingga 15 juta
orang.
Trend dalam pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan yang tengah terjadi
pada saat sekarang ini, juga diiringi dengan trend perubahan perilaku seerta gaya hidup dalam

masyarakat perkotaan yang bersangkutan. Pada saat sekarang ini (dalam memasuki abad 21 /
era informasi / era post-modern), perkembangan kawasan perkotaan juga diiringi oleh
perkembangan tuntutan masyarakat warga perkotaan dalam hal peningkatan kualitas hidupnya.
Masyarakat warga kota terlebih masyarakat warga kota metropolitan, pada saat sekarang ini
mempunyai tuntutan yang makin tinggi terhadap ‘bagaimana kualitas hidup’ warga kota yang:
aman, nyaman, tertib, teratur dan ‘berkualitas’ (lihat Udjianto – 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh

National University of Singapore (NUS), melalui
Department Building Engineering and Real Estate, mengungkapkan adanya kecenderungan
peningkatan tuntutan akan kualitas hidup dari masyarakat warga kota di berbagai tempat / kotakota di Asia Tenggara. Khususnya sebagai kota metropolitan - kota Singapore, diarahkan untuk
direncanakan dan dirancang dengan matang untuk tuntutan kualitas hidup masyarakat kota
dalam jangka waktu yang panjang. Kegiatan perencanaan kota yang dilakukan di Singapore pada
dasarnya dengan mempertimbangkan tuntutan kualitas hidup dari warga kotanya yang terus
mengalami peningkatan.
Lim Lan Yuan dan kawan-kawan di tahun 1999 dalam bukunya: ‘Urban Quality of Life :
Critical I ssue and Options’, mengungkapkan tentang issue - isue menarik yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas hidup warga perkotaan yang terus meningkat di abad 21. I sue - isue
dimaksud diantaranya adalah: (a) tempat (places) dan bentuk kota-kota global, (b) bentukbentuk dari tuntutan kualitas hidup perkotaan, (c) cara pengukuran dari ‘kualitas hidup’ warga
perkotaan, (d) menentukan indicator ‘kualitas hidup’ warga perkotaan, (e) evaluasi / penilaian
dari skala kualitas hidup masyarakat kota, dan (f) metabolisme perkotaan dan investigasi kualitas
hidup lingkungan perkotaan (lihat Lim Lan Yuan – 1999).
Trend dan arah perkembangan pembentukan kawasan kota (urban areas) yang semakin
hari semakin meningkat, menyebabkan pula bertumpuknya berbagai kegiatan di kawasan
perkotaan yang mempunyai nilai ekonomis. Pada bagian tertentu kota, misalnya pada kawasan
pusat kota (centre of city) atau pada bagian sub pusat kota pada faktanya berkembang menjadi
kawasan yang banyak berkaitan dengan kegiatan ekonomi kota terutama kegiatan perdagangan
serta jasa. Kegiatan perdagangan dan jasa pada dasarnya merupakan ciri dari masyarakat

kawasan perkotaan dimana pada kawasan tersebut banyak didirikan sarana dan prasarana guna
mendukung kegiatan ekonomi perkotaan (urban economic activities).
Kegiatan peremajaan kota atau re-vitalisasi kawasan pusat kota serta pengembangan
kawasan tertentu kota, yang banyak dilakukan dan diminati para pengembang (developers),
pada dasarnya diarahkan untuk membangun dan mendukung kegiatan ekonomi kota yang lebih
intensif. Kanaikan harga tanah serta tingginya pajak tanah untuk kawasan pusat kota pada kota
–kota besar perlu diimbangi oleh adanya usaha-usaha dalam meningkatkan nilai ekonomis pada
kawasan kota yang dkembangkan atau diremajakan. Karena itu bentuk-bentuk sarana atau
fasilitas yang dibangun pada kawasan pusat kota cenderung kearah kegiatan bisnis ekonomi
kota.
Karakteristik kota-kota besar di berbagai belahan dunia juga berkembang menjadi kota
metropolitan juga ditandai oleh bermunculannya kota-kota satelit yang berada di sekeliling kota
induknya. Selain terjadi pertumbuhan areal dan perkembangan kawasan pada kota metropolitan,
terjadi pula pembentukan pusat-pusat kota (the centre of city) dalam areal kawasan yang cukup
luas. Pada banyak kota metropolitan, kawasan pusat-pusat kota dapat satu atau lebih kawasan
yang berkembang sangat pesat. Pada kawasan pusat kota dimaksud banyak dibangun dan
dikembangkan fasilitas guna keperluan kegiatan bisnis / perdagangan dan jasa-jasa lainnya.
Di I ndonesia menurut prediksi Repelita VI ), diperkirakan terdapat 12 kota-kota
metropolitan, seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Ujung-Pandang /


Makassar dan Palembang. Juga ditetapkan sebanyak 87 kota besar dan kota sedang serta kota
kecil – yang diprioritaskan mendapat pembinaan dan penataan. Jika prediksi prosentase
penduduk perkotaan adalah 34,62% dari jumlah penduduk total I ndonesia, serta prediksi tingkat
pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 5,72% , maka pertumbuhan kota-kota besar dan kota
sedang di I ndonesia dalam kurun waktu 2010 – 2025 akan mengalami peningkatan cukup pesat.
(lihat Suparti A Salim – 2011).

PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN DAN PENGEMBANGAN KORI DOR
EKONOMI DALAM MP3EI .
Di I ndonesia pada saat sekarang ini perkembangan pembangunan kawasan perkotaan
juga mengalami peningkatan yang cukup pesat. Kota-kota kecil terutama di Pulau Jawa
berkembang pesat menjadi kota-kota besar. Sedangkan sebagian besar kota-kota besar yang
ada tumbuh dan berkembang menjadi kota-kota metropolitan. Khususnya di Pulau Jawa - kotakota metropolitan tumbuh tumbuh dan berkembang menjadi kawasan megapolitan, sebagai
contoh: kawasan Jabodetabek dan Gebangkertosusilo. Dua kawasan megapolitan tersebut
memerlukan penanganan yang sangat intensif mengingat tingkat komplek permasalahan yang
muncul sangat tinggi.
Jika kita melihat kepada acuan pembangunan yang termuat dalam MP3EI , maka
setidaknya dicanangkan enam koridor ekonomi yang menjadi prioritas di I ndonesia. Ke enam
koridor ekonomi dimaksud adalah: (a) Koridor Ekonomi Sumatra, (b) Koridor Ekonomi Jawa, (c)
Koridor Ekonomi Kalimantan, (d) Koridor Ekonomi Sulawesi, (e) Koridor Ekonomi Bali-Nusa

Tenggara dan (f) Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku. Dilihat dari perkembangan
kawasan perkotaan (urban areas), pada enam koridor ekonomi diatas ternyata memiliki tingkat
yang berbeda-beda, dimana Koridor Ekonomi Jawa diperkirakan sekitar 42% merupakan
kawasan perkotaan.
Melihat perkiraan pemerintah yang tertuang dalam Repelita VI , kondisi kawasan
perkotaan di I ndonesia sbb. : penduduk kawasan perkotaan dalam 25 tahun ini (2000 s/ d 2025)
diperkirakan akan meningkat dua hingga tiga kali lipat dari semula. Jumlah penduduk di sekitar
kota metropolitan Jakarta diperkirakan meningkat dari 15,5 juta menjadi 33 juta jiwa.
Metropolitan Surabaya dan sekitarnya meningkat dari 3,9 juta menjadi 9,8 juta jiwa, Penduduk
kota Medan meningkat dari 2,5 juta menjadi 5 juta jiwa, penduduk kota Palembang meningkat
1,3 juta menjadi 2,7 juta jiwa dan penduduk kota Samarinda mengalami peningkatan dari
400.000 jiwa menjadi 1,3 juta jiwa. (lihat pula : Suparti A Salim - 2010).
Permasalahan lingkungan perkotaan (urban areas) yang ada / muncul di I ndonesia juga
perlu mendapat perhatian dan penanganan dengan cepat dan seksama. Berbagai masalah
perkotaan yang sering muncul di kawasan perkotaan (terutama di negara-negara sedang
berkembang) adalah: (1) area / wilayah perkotaan yang terus bertambah seiring dengan tingkat
kepadatan penduduk, (2) urbanisasi dan proses urbanisme yang meningkat pesat – mengangat
kawasan kota mempunyai daya tarik ekonomi, (3) peningkatan kegiatan ekonomi perkotaan yang
intensif sehingga mempunyai daya tarik tinggi, (4) kesenjangan social pada masyarakat
perkotaan, terutama bidang: lapangan kerja, pendidikan dan kesehatan hingga masalah

kemiskinan di perkotaan, (5) pembentukan budaya ‘kota’ beserta kesiapan kepranataannya, (6)
sarana dan prasarana perkotaan yang terus meningkat, (7) tuntutan lebih tinggi akan kualitas
hidup kawasan perkotaan, hingga (8) pembentukan lingkungan kota yang aman, nyaman dan
harmoni dengan lingkungan alam sekitar (lihat Udjianto- 2011).

Kajian yang lebih mendalam berkaitan dengan pembangunan kawasan perkotaan, sudah
sejak saat ini selayaknya disimak dengan cermat. Mengapa? Karena pembangunan di kawasan
perkotaan selain memiliki corak dan karakteristik yang khas, juga memiliki tingkat kompleksitas
permasalahan yang tinggi serta pada kawasan ini dihuni oleh lebih banyak penduduk
dibandingkan dengan kawasan pedesaan. Jika kita melihat kajian tentang pembangunan
kawasan perkotaan, secara garis besar hal ini dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: (a)
pembangunan di kota-kota metropolitan, (b) pembangunan di kota-kota besar dan sedang, dan
(c) pembangunan di kota-kota kecil.
Jika kita lihat kondisi kota-kota yang ada di I ndonesia saat sekarang ini adalah sbb.: (a)
Kota-kota metropolitan dengan penduduk diatas 3,6 juta jiwa adalah: Jakarta dan Surabaya,
serta (b) kota-kota metropolitan dengan penduduk diatas 1,8 juta jiwa adalah: Medan, Bandung,
Semarang, Palembang dan Makassar. Kota-kota besar dengan jumlah penduduk lebih dari
900.000 jiwa misalnya: Malang, Padang, Jogjakarta, Bogor, dsb. (lihat BPS-2010). Sedangkan
kota-kota sedang dengan jumlah penduduk 250.000 jiwa hingga 500.000 jiwa misalnya: Banda
Aceh, Bengkulu, Pekalongan, Tegal, Probolinggo, Samarinda, dsb.
Dalam menelaah pembangunan kawasan perkotaan, selain terjadinya trend peningkatan
pembentukan kawasan perkotaan terutama di Pulau Jawa dan sebagian di Sumatera,
kamimantan dan Sulawesi, perhitungan behutuhan lahan untuk ekspansi kawasan perkotaan
dimasa mendatang juga perlu dibuat. Jika asumsi (BPS-2010) tingkat pertumbuhan penduduk
perkotaan adalah sebesar 5,72% per-tahun, dan prosentase penduduk perkotaan mencapai
34,62% maka prediksi kebutuhan lahan untuk pertumbuhan kawasan kota (baru) dapat dibuat /
dilakukan. Demikian pula dengan tingkat kepadatan penduduk / hektar untuk kawasan
perkotaan, untuk masa mendatang kondisinya dapat di-setting guna keperluan perencanaan.
Demikian pula dengan upaya pencapaian target ekonomi I ndonesia melalui MP3EI yang
dicanangkan tahun 2010-2025, selain melihat pada prioritas enam koridor ekonomi I ndonesia,
juga perlu dilihat dan disimak prioritas pengembangan pembangunan kota. Secara kajian
perkotaan setidaknya terdapat dua kawasan megapolitan di I ndonesia yang tidak dapat dicegah
pertumbuhannya, yaitu: Jabodetabek dengan kota raya Jakarta sebagai intinya, serta
Gebangkertosusilo dengan kota raya Surabaya sebagai intinya. Kota-kota metropolitan di masa
depan yang mungkin berkembang antara lain: Medan, Bandung, Semarang, Ujung-Pandang
(Makassar) dan Palembang.
Daya dukung kegiatan ekonomi pada kawasan perkotaan (terutama di kota-kota
metropolitan dan kota-kota besar) sudah saatnya berubah menuju arah yang lebih efisien serta
memiliki nilai tambah yang cukup tinggi. Tingkat kepadatan penduduk atau jumlah penduduk
yang tinggi di kawasan perkotaan, sudah seharusnya dijadikan daya dukung potensi ekonomi
kota sehingga kondisi ekonomi kota dapat lebih berkembang dan meningkat. Elaborasi pada
kegiatan ekonomi perkotaan selain melihat pada aspek potensi dan daya saing, juga perlu
melihat arah perkembangan iptek dan trend inovasi yang berkembang di masyarakat.

STRATEGI ‘GREEN- ECONOMI C’ DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN
PERKOTAAN.
Pemahaman bentuk-bentuk kegiatan ekonomi di kawasan perkotaan pada dasarnya perlu
diperkenalkan dan sekaligus dipahami terutama oleh para pelaku pembangunan di kawasan kota.
Walikota atau-pun Bupati (yang dalam istilah I nggris-nya disebut: Majors atau Regency)
merupakan ujung tombak terlaksananya kegiatan pembangunan kawasan perkotaan.
Pembangunan perkotaan dengan penekanan pada upaya peningkatan ekonomi perkotaan

hendaknya dilihat sebagai suatu upaya keharusan atau keniscayaan menghadapi tantangan kota
di masa depan.
Ekonomi perkotaan pada dasarnya meliputi: (a) kegiatan produksi barang dan jasa, (b)
kegiatan distribusi (termasuk ekspor dan impor) dari barang dan jasa, serta (c) kegiatan
konsumsi bagi masyarakat perkotaan. Kegiatan produksi barang dan jasa – selain
mempertimbangkan aspek potensi kawasan, hendaknya juga diarahkan ke pengembangan
industry tersier (hilir) dimana banyak digunakan teknologi maju, bentuk barang atau komuditas
yang diproduksi hendaknya mengarah kepada kebutuhan mandiri kota serta selebihnya
digunakan untuk meningkatkan nilai ekonomi atau pendapatan dari kota bersangkutan. Pada
kota-kota besar dan terlebih kota-kota metropolitan, jenis industri yang dikembangkan adalah
industri bersih yang dikenal sebagai ‘green-industry’.
Tenaga Kerja atau SDM pendukung pengembangan green-industri adalah SDM yang
memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan kerja yang tinggi, biasanya mereka kenal dengan
perkembangan iptek serta pada komunitasnya terjadi pula trend pertumbuhan inovasi. Karena
jenis industrinya yang cenderung industry hilir, maka tingkat polusi air, tanah dan udara dapat
dicegah hingga tingkat minimum. I ndustri aneka kerajinan, industri kreatif (creative industry)
hingga industri pariwisata kota (termasuk industry kuliner) menjadi potensi menarik untuk
dikembangkan sebagai kegiatan ekonomi kawasan perkotaan di masa-masa pendatang.
Selain komuditas berbentuk barang (goods), juga berkembang pesat pusat-pusat
produksi dalam bentuk jasa (services) yang tumbuh di kawasan perkotaan. Sebagai contoh: jasa
riset (R and D) rumahan, jasa rancang-bangun dari produk industry, jasa pendidikan dan
pelatihan kerja guna mengisi lapangan kerja di perkotaan hingga jasa industri wisata perkotaan,
dsb. Selain dibentuknya kawasan-kawasan industry yang ‘ramah-lingkungan’ di kawasan
perkotaan, trend di masa depan akan bergeser dengan terbentuknya ‘kampung-kampung’
(sebagai perkembangan rumah-kantor mandiri) yang menjalankan kegiatan ekonomi kota. Hal ini
masih mungkin terjadi jika kegiatan ekonomi sector informal di kawasan perkotaan kurang
mendapat pembinaan.
Sekolah-sekolah (Universitas dan PT) beserta Pusat Pelatihan Kerja, sebagian
pekerjaannya akan mengarah pada pembuatan riset (R and D) yang dinilai adaptif serta memiliki
harga (biaya) yang cukup murah / kompetitif. I ndustri - industri skala rumahan, menjadi
alternatif bagi kegiatan ekonomi perkotaan yang menjadi bagian komplementer keberadaan
kegiatan industry sector formal. Dengan memperhatikan trend market serta perkembangan iptek
yang terjadi, masyarakat perkotaan akan melihat / melirik pada potensi berkembang pesatnya
‘industri-kreatif’ di kawasan perkotaan.
I ndustri wisata kota, juga dapat berkembang di masa mendatang – manakala Pemerintah
Kota yang bersangkutan memberi perhatian penuh terhadap potensi wisata kota dan potensi
arsitektur kota yang dimilikinya. I ndustri wisata kota – akan member pengaruh positif terhadap
perkembangan misalnya: industry kreatif – terutama aneka kerajinan (souvenir), industry kuliner
(seni memasak dan aneka-makanan), industry perhotelan, arsitektur kota (terutama bangunan bangunan
bersejarah / hystorical buildings) hingga kegiatan atau atraksi kesenian dan
kebudayaan di lingkungan perkotaan.
Strategi ‘green-economic’ dalam kegiatan kawasan perkotaan juga dapat dicapai antara
lain dengan jalan memperkenalkan dan menjalankan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi kota yang
adaptif serta ramah terhadap lingkungan sekitar. Bentuk insentif (kemudahan investasi,
pengelolaan dan juga pajak) dirahkan kepada tumbuh dan berkembangnya industry yang bersih,
industry kreatif, pelayanan jasa-jasa perkotaan (pendidikan, pelatihan dan kegiatan riset), hingga
industry wisata kota dan industry kuliner. Kriteria penilaian ‘green’ atau ‘adaptif terhadap

lingkungan sekitar’ pada kegiatan industri di kawasan perkotaan menjadi suatu keharusan di
masa datang.
Parameter yang jelas dan terukur, seperti misalnya: beban CO2 yang dihasilkan oleh
suatu kegiatan, tingkat penghematan energy, penggunaan material / bahan baku yang dapat didaur-ulang, hingga cara-cara pengolahan limbah / sampah - pada kegiatan industri, transportasi
dan kegiatan penghunian – juga merupakan parameter yang dinilai untuk mengarahkan
berkembangnya kegiatan ‘green-economic’. Demikian pula pembangunan bidang industri
property, real-estate dan perumahan-permukiman di kawasan perkotaan, di masa datang perlu
mendapat arahan yang ketat sehinga dapat terbentuk kawasan kota yang aman, nyaman serta
harmoni dengan lingkungan alam sekitar.
Arsitek, perencana kota (urban planners), Bappeda, Dinas Tata Kota, para pengembang
(developers), beserta para investor yang hendak mengembangkan kawasan kota, sudah
seharusnya ‘sepakat’ untuk memilih dan menetapkan kegiatan-kegiatan ekonomi kota yang
memiliki ‘daya-tarik’ tinggi dari segi ekonomi, tetapi juga sekaligus memenuhi kriteria ramah
terhadap kondisi lingkungan alam sekitar. Jenis industry hilir yang ‘bersih’ dengan penggunaan
teknologi tinggi, pengembangan industri aneka-kerajinan, kegiatan industri kreatif perkotaan,
kegiatan industri wisata kota hingga industri kuliner – menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi
perkotaan yang potensial di masa mendatang.
Untuk kawasan pusat-pusat kota besar terutama di kota metropolitan yang sudah ada,
kegiatan re-vitaliasasi kawasan pusat kota, merupakan suatu bentuk kegiatan pembangunan
yang mesti dan seharusnya dijalankan. Tujuan utamanya adalah untuk: (a) meningkatkan nilai
tambah ekonomi pada lahan - lahan kota yang belum berkembang optimum, (b) meningkatkan
pertumbuhan pusat-pusat kegiatan ekonomi kota yang intensif sehingga hemat penggunaan
tanah dan lahan, (c) meningkatkan potensi arsitektur kota guna menambah makin pesatnya
kegiatan wisata perkotaan.

PENUTUP DAN KESI MPULAN.
Daya dukung kegiatan ekonomi di kawasan perkotaan terutama di kota-kota besar dan
kota metropolitan, sudah saatnya berubah menuju arah yang lebih efisien serta memiliki nilai
tambah yang cukup tinggi. Tingkat kepadatan penduduk atau jumlah penduduk yang tinggi di
kawasan perkotaan, sudah seharusnya dijadikan daya dukung potensi ekonomi kota sehingga
kondisi ekonomi kota dapat lebih berkembang dan meningkat. Elaborasi pada kegiatan ekonomi
perkotaan selain melihat pada aspek potensi dan daya saing, juga perlu melihat arah
perkembangan iptek dan trend inovasi yang berkembang di masyarakat.
Salah satu strategi guna mendukung pelaksanaan MP3EI ini adalah strategi penerapan
prinsip ‘green-economic’ yang dikembangkan khususnya di kawasan perkotaan (urban areas).
Dalam era 2010 - 2025 di berbagai kawasan di dunia ini, terjadi peningkatan pembangunan
kawasan perkotaan yang sangat menonjol. Diprediksi pembentukan kawasan perkotaan (yang
identik dengan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan) mencapai angka 53% dibandingkan
yang hanya 47% untuk pembangunan kawasan pedesaan. Melihat pada prediksi tersebut maka
kegiatan pembangunan ekonomi di kawasan perkotaan menjadi semakin penting dan dominan.
Ekonomi perkotaan pada dasarnya meliputi: (a) kegiatan produksi barang dan jasa, (b)
kegiatan distribusi (termasuk ekspor dan impor) dari barang dan jasa, serta (c) kegiatan
konsumsi bagi masyarakat perkotaan. Kegiatan produksi barang dan jasa – selain
mempertimbangkan aspek potensi kawasan, hendaknya juga diarahkan ke pengembangan
industry tersier (hilir) dimana banyak digunakan teknologi maju, bentuk barang atau komuditas

yang diproduksi hendaknya mengarah kepada kebutuhan mandiri kota serta selebihnya
digunakan untuk meningkatkan nilai ekonomi (pendapatan) dari kota berdangkutan. Pada kotakota besar dan terlebih kota-kota skala metropolitan, jenis industri yang dikembangkan adalah
industri bersih yang dikenal sebagai ‘green-industry’.
Tenaga kerja / SDM pendukung pengembangan green-industry adalah SDM yang memiliki
tingkat pendidikan dan keterampilan kerja yang tinggi, biasanya mereka mengenal akan
perkembangan iptek serta pada komunitasnya terjadi pula trend pertumbuhan inovasi. Karena
jenis industrinya yang cenderung industry hilir, maka tingkat polusi air, tanah dan udara dapat
dicegah hingga tingkat minimum. I ndustri aneka kerajinan, industri kreatif (creative industry)
hingga industri pariwisata kota (termasuk didalamnya industry kuliner) menjadi potensi menarik
untuk dikembangkan sebagai kegiatan ekonomi kawasan perkotaan di masa-masa pendatang.
Arsitek, perencana kota (urban planners), Bappeda, Dinas Tata Kota, para pengembang
(developers), beserta para investor yang hendak mengembangkan kawasan kota, sudah
seharusnya ‘sepakat’ untuk memilih dan menetapkan kegiatan-kegiatan ekonomi kota yang
memiliki ‘daya-tarik’ tinggi dari segi ekonomi, tetapi juga sekaligus memenuhi kriteria ramah
terhadap kondisi lingkungan alam sekitar. Jenis industry hilir yang ‘bersih’ dengan penggunaan
teknologi tinggi, pengembangan industry aneka-kerajinan, kegiatan industry kreatif perkotaan,
kegiatan industry wisata kota hingga industry kuliner – menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi
yang potensial di masa mendatang.
Untuk kawasan pusat-pusat kota besar terutama di kota metropolitan yang sudah ada,
kegiatan re-vitaliasasi kawasan pusat kota, merupakan suatu bentuk kegiatan pembangunan
yang mesti dan seharusnya dijalankan. Tujuan utama kegiatan tersebut adalah untuk: (a)
meningkatkan nilai tambah ekonomi pada lahan-lahan kota yang belum berkembang optimum,
(b) meningkatkan pertumbuhan pusat-pusat kegiatan ekonomi kota yang intensif sehingga
hemat penggunaan tanah dan lahan, (c) meningkatkan potensi arsitektur kota guna menambah
pesat kegiatan wisata kota di kawasan perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA.
1)

2)

3)
4)

5)
6)

7)

Bukhari, Ansari, (2012) : Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian RI Pada
Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2012 ‘Akselerasi Tahun 2012-2014’, Biro Humas
Kementerian Perindustrian RI , Jakarta.
Deputi BPPT / Kemenristek RI , (2012) : Hasil Perumusan Workshop Peningkatan Kontribusi
I ptek Dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi I ndonesia, Kemenristek RI ,
Jakarta..
Hall, Peter & Pfieffer. Ulrich, (2000): Urban Future 21: A Global Agenda For Twenty First
Century Cities), E and FN Spon, Publisher, London.
Lim Lan Yuan, cs. (editor), (1999): Urban Quality of Life : Critical I ssues and Options, School
of Building And Real-Estate, National University of Singapore, Singapore.
Apa dan Bagaimana MP3EI ? Dan Konektifitas Enam Koridor Ekonomi (Edisi Khusus Bulan
Desember 2011), Penerbit I RSDP Bappenas RI , Jakarta.
Suparti A Salim, dkk., (2010) : Menelisik Pembangunan Lingkungan Hidup dan Perumahan
Permukiman (70 Tahun I r. Tjuk Kuswartojo), KBK Perumahan dan Permukiman, SAPPK I TB,
Bandung.
Udjianto Pawitro, (2011): Trend Kawasan Perkotaan, I ndustri Property Dan Gaya Hidup
Metropolitan , (Makalah), Proceeding Seminar Nasional ‘Urban Life-Style’ - SCAN # 02,

Jurusan Arsitektur FT. Universitas Kristen Atmajaya, Jogjakarta, 31 Mei 2011.

8) Udjianto Pawitro, (2011) : The Metropolis Development I n Post-Modern Era : Accomodating
The Flow Of Capitalist Economic Globalization I n Urban Trends (Case Study: The Development
of CBD I n The Metropolitan City of Jakarta), (Makalah), Proceeding Seminar Nasional ASPI -VI ,
Jurusan Arsitektur FT Universitas Hasanudin, Makassar, 13 July 2011

--------------------------------------------