HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNA

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN KONSEP DIRI
DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 2
SURAKARTA
Risa Suryanti, Munawir Yusuf, Aditya Nanda Priyatama
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Salah satu tugas
perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian dan pemilihan karir. Kematangan karir
merupakan keberhasilan seseorang dalam mencapai tugas perkembangan karir sesuai tahapan
perkembangannya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa siswa belum mempunyai
perencanaan yang matang mengenai karirnya. Berbagai kondisi dimungkinkan berpengaruh
dalam proses kematangan karir. Siswa dengan locus of control internal mempunyai kemampuan
dalam evaluasi terhadap kondisi dirinya sehingga mempunyai gambaran yang realistik mengenai
diri. Melalui gambaran diri yang realistik, memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan
karir yang matang. Selain itu, siswa yang mengembangkan konsep diri yang positif akan lebih
melibatkan diri dalam eksplorasi karir dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam
menghadapi karir. Locus of control internal dan konsep diri menjadi suatu kondisi yang dapat
membantu siswa dalam kematangan karirnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara locus of control internal dan

konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sample. Pengambilan sampel dengan
menggunakan cluster random sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan skala kematangan
karir, skala locus of control internal dan skala konsep diri. Skala kematangan karir terdiri dari 44
item valid dengan koefisien reliabilitas 0,916. Skala locus of control internal terdiri dari 40 item
valid dengan koefisien reliabilitas 0,905. Skala konsep diri terdiri dari 43 item valid dengan
koefisien reliabilitas 0,897. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 45,803; p < 0,05, dan nilai R = 0,720.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat
diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara locus of control internal dan konsep diri
dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam
penelitian ini sebesar 0,519 atau 51,9%, sumbangan efektif locus of control internal terhadap
kematangan karir sebesar 42,5476% dan sumbangan efektif konsep diri terhadap kematangan
karir sebesar 9,3212%.

Kata kunci : kematangan karir, locus of control internal, konsep diri
ABSTRACT
Teenager is a changing phase from childhood into adult. One of the purpose of this phase
is to achieve independence and choose career. Career maturity is a person’s success in a
achieving the development tasks of career according to his/her stage of development. The reality

in the field shows that students do not have the careful planning for their career. Various
condition may influence the process of career maturity. Students with internal locus of control

have the ability to evaluate his/her own condition so he/she has description himself/ herself.
Through his/ her real description, if enables students to make careful career palnning. In
addition, students who develop a positif self concept will involve more in career exploration and
develop appropriate behavior dealing with their career. Internal locus of control and self concept
become a condition which can assist students in their career maturity.
The purpose of this research is to observe the correlation between the internal locus of
control and self concept to career maturity on the XIth grade students of SMK Negeri 2
Surakarta. This research uses cluster sample. Technique of sampling used in this research is
cluster random sampling. The data is collected by scale of career maturity, scale of internal locus
of control, and scale of self concepts. Scale of career maturity consists of 44 valid items with
coefficient reliability 0.916. Scale of internal locus of control consists of 40 valid items with
coefficient reliability 0.905. Scale of self concept consists of 43 valid items with coefficient
reliability 0.897. Multiple linear regressions are used to analyze data.
The results of this research show that F-test= 45,803; p < 0,05 and R = 0,720. Based on
the results, we can conclude that the hypothesis are acceptable, which means there is a
significant correlation between internal locus of control and self concepts by career maturity on
the XIth grade students of SMK Negeri 2 Surakarta. The value of R2 is 0,519 or 51,9%, effective

contribution of internal locus of control to career maturity is 42,5476% and effective contribution
of self concept to career maturity is 9,3212%.
Keywords : career maturity, internal locus of control, self concept
A. Pendahuluan
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Berbagai perubahan
perkembangan terjadi selama masa remaja. Sebagai individu yang sedang mengalami proses
peralihan dari masa anak-anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas
perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan harapan peran sebagai
orang dewasa (Desmita, 2005).
Hurlock (2004) menjelaskan bahwa tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan
pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan
untuk menghadapi masa dewasa. Havighurst (1974, dalam Monks,dkk, 2006) berpendapat bahwa
persiapan mandiri secara ekonomis, pemilihan dan latihan jabatan merupakan salah satu tugas
perkembangan yang harus dilalui selama masa remaja.
Pada masa remaja seorang anak membebaskan diri dari perlindungan orang tua. Anak
dalam usahanya untuk berdiri sendiri, mencoba membebaskan dirinya dari pengaruh kekuasaan
orang tua baik segi afektif maupun dalam segi ekonomi seperti halnya remaja yang bekerja.
Dalam masa remaja ini pula minat yang dibawa dari kanak-kanak cenderung berkurang dan
diganti oleh minat yang lebih matang (Monks,dkk, 2006).
Remaja dalam melewati tugas perkembangan dituntut adanya perubahan dalam sikap dan

pola perilaku. Pada akhirnya dalam memenuhi tuntutan ini hanya sedikit anak laki-laki dan
perempuan yang dapat melewati tugas selama masa awal remaja, hal ini terutama terjadi pada

remaja yang mengalami keterlambatan kematangan (Hurlock, 2004). Kurangnya persiapan
kecakapan mental dari remaja dimungkinkan menjadi penyebab tidak tercapainya semua tugas
dalam tahap perkembangan remaja. Kaitannya dengan minat remaja pada karir, kurang persiapan
kecakapan mental tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian kematangan karir
remaja.
Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (1984, dalam Winkel,
1997) individu dengan umur 15-24 tahun masuk dalam fase kedua yaitu fase eksplorasi
(exploration) dimana pada tahap ini individu mulai memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi
belum mengambil keputusan yang mengikat. Kaitannya dengan remaja, pada tahap ini remaja
mulai mengidentifikasi kesempatan serta jenis pekerjaan yang sesuai dengan diri remaja.
Super (1977, dalam Coertse&Schepers, 2004) mendefinisikan kematangan karir sebagai
keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas bagi tiap tahap
perkembangan tertentu. Yost&Corbishly (1987, dalam Safitri, dkk, 2009) menjelaskan bahwa
kematangan karir adalah kemampuan seseorang untuk berhasil menyelesaikan tugas dalam
proses pengembangan karir serta kesiapan seseorang untuk membuat keputusan karir yang sesuai
dengan tahapan perkembangannya.
Santrock (2003) menjelaskan bahwa eksplorasi terhadap berbagai jalur karir merupakan

suatu hal yang penting dalam perkembangan karir remaja. Remaja melakukan eksplorasi karir
dan pengambilan keputusan sampai pada taraf tertentu disertai dengan ambiguitas dan
ketidakpastian. Safitri,dkk (2009) menyebutkan bahwa remaja cenderung melakukan pekerjaan
atau kegiatan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, dan telah mampu memikirkan atau
merencanakan karir berdasarkan minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan.
Salah satu kondisi yang dimungkinkan berpengaruh dalam pengembangan karir adalah
kesadaran mengenai tuntutan pendidikan yang diperlukan untuk menekuni karir. Pendidikan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi salah satu institusi sekolah yang mempersiapkan
siswanya untuk memasuki dunia kerja setelah lulus sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) merupakan lembaga pendidikan formal yang diharapkan mampu menjadi jembatan
penghubung antara tenaga kerja (siswa dan siswi) dengan dunia kerja. Proses pembelajaran di
SMK lebih menitikberatkan pada penerapan teori-teori yang telah diberikan melalui kegiatan
praktikum serta membekali siswa dengan ketrampilan sesuai tuntutan dunia kerja
(http://www.smkupdates.net, 4 Februari 2011).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan bahwa pada
Agustus 2008 pengangguran terbuka yang terbesar berasal dari SMK sebesar 17,26%, diikuti
dengan lulusan SMA sebesar 14,31%. Peringkat pertama ini berlanjut pada Februari 2009 dan

Agustus 2009. Pada Februari 2009 pengangguran terbuka dari lulusan SMK sebesar 15,69%
kemudian diikuti oleh lulusan diploma I/II/III sebesar 15,38% sedangkan pada Agustus 2009

pengangguran terbuka dari lulusan SMK sebesar 14,59% diikuti oleh lulusan SMA sebesar
14,50% (http://www.bps.go.id, 6 Februari 2011).
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut menunjukkan bahwa
tingkat pengangguran terbuka yang berasal dari SMK masih cukup tinggi. Hal tersebut menjadi
indikasi bahwa kesesuaian minat saja tidak cukup untuk dapat mencapai karir yang diinginkan.
Dalam proses eksplorasi karir, adanya perencanaan karir yang tepat akan menentukan
kematangan karir seseorang. Safitri, dkk (2009) menyebutkan bahwa pelajar seharusnya
melakukan perencanaan karir yang diawali dengan mengumpulkan pengetahuan mengenai
berbagai macam karir yang sesuai dengan minat dan bakat.
Kematangan karir menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari proses
perkembangan, namun apabila kematangan karir tersebut tidak tercapai sesuai tahapan
perkembangan maka akan menjadi suatu hambatan dalam melewati tahap perkembangan
selanjutnya. Oleh karena itu, masalah ini menjadi perlu untuk dipahami melalui penelitian ini
agar tidak menimbulkan permasalahan yang serius. Hal ini dirasakan semakin besar pentingnya
karena remaja dalam tugas perkembangannya dituntut untuk memulai memikirkan kemandirian
secara ekonomi, dan mulai melakukan pilihan karir. Pendapat ini didukung oleh Partino (2006)
menjelaskan bahwa siswa sekolah menengah harus mulai melakukan pilihan karir, yakni
melanjutkan studi atau bekerja.
Siswa dalam proses mencapai kematangan karir tidak lepas dari berbagai kondisi yang
dimungkinkan berpengaruh dalam proses mencapai kematangan karir. Hasan (2006)

menyebutkan bahwa konsep diri, vocational aspiration, dan gender merupakan sejumlah variasi
komponen pada kematangan karir. Pernyataan ini sesuai dengan teori Holland (1985, dalam
Coertse&Schepers, 2004) yang menjelaskan bahwa faktor individu (personal) dan lingkungan
dimungkinkan berpengaruh terhadap kematangan karir.
Dillon&Kaur (2005) menjelaskan bahwa locus of control internal menunjukkan adanya
keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari perilaku, sedangkan locus
of control eksternal menunjukkan adanya keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup
adalah

hasil

kekuatan

luar

seperti

keberuntungan,

kesempatan,


serta

kekuasaan.

Coertse&Schepers (2004) menambahkan bahwa siswa dengan locus of control internal
mempunyai gambaran yang lebih realistik dengan bakat serta kemampuan berinteraksi dengan
lingkungan. Pemahaman mengenai bakat yang dimiliki serta kemampuan yang baik dalam

berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan seorang siswa dalam mencapai kematangan
karir.
Kondisi lain yang dimungkinkan turut berpengaruh dalam kematangan karir individu
adalah konsep diri. Super (1967, dalam Santrock, 2003) menjelaskan bahwa konsep diri
memainkan peran utama dalam kematangan karir. Remaja yang memperoleh umpan balik positif
akan menjadikan remaja yakin dengan kemampuan diri, tangguh dan mampu membuat
perencanaan untuk masa depan. Raskin (1985, dalam Santrock, 2003) menjelaskan bahwa remaja
yang ikut terlibat dalam proses pembentukan identitas lebih sanggup dalam mengartikulasi
pilihan karir dan menentukan langkah berikutnya untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara locus of control internal dan

konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri2 Surakarta. Selain itu,
untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan
variabel tergantung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis yaitu berupa informasi, masukan, pengetahuan bagi siswa, guru, orang tua mengenai
locus of control internal, konsep diri, dan kematangan karir.
B. Dasar Teori
Kematangan Karir
Fatimah (2006) menjelaskan bahwa karir merupakan sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan dan pekerjaan yang dijalani oleh seseorang. Karir memiliki makna sebagai jalannya
peristiwa kehidupan, sekuensi okupasi, dan peranan kehidupan lainnya yang keseluruhan
menyatakan tanggung jawab seseorang kepada pekerjaan dalam pola pengembangan dirinya
(Manrihu, 1988). Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan karir akan mudah dilampaui
dengan adanya kematangan karir pada diri individu.
Super (1977, dalam Coertse&Schepers, 2004) mendefinisikan kematangan karir sebagai
keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas bagi tiap tahap
perkembangan tertentu. Kematangan karir diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
membuat pilihan serta keputusan karir yang tepat dan realistis (Coertse& Schepers, 2004).
Aspek-aspek kematangan karir menurut Super (1974, dalam Alvarez, 2008) yaitu: (a)
perencanaan karir (career planfulness), (b) eksplorasi karir (career exploration), (c) informasi

(information), (d) pengambilan keputusan (decision making), (e) orientasi (orientation).
Menurut Fatimah (2006) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
karir yaitu : (a) faktor sosial ekonomi, (b) faktor lingkungan, (c) faktor pandangan hidup. Winkel

(1997) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kematangan karir, yaitu : (a)
faktor internal terdiri dari nilai, taraf intelligensi, bakat, minat, kepribadian, dan pengetahuan; (b)
faktor eksternal terdiri dari masyarakat, sosial ekonomi, keluarga, pendidikan sekolah, dan
pergaulan teman sebaya.
Locus of Control Internal
Rotter (1966, dalam Berzonsky, 1981) menjelaskan bahwa locus of control adalah
kepercayaan individu mengenai sejauh mana dirinya dapat dengan efektif mengontrol apa yang
terjadi dalam hidupnya. Locus of control mempunyai empat konsep dasar yakni potensi perilaku
individu (behavioral potensial), harapan (expectancy), nilai penguatan (reinforcement value),
dan suasana psikologis.
Locus of control dikelompokkan menjadi dua macam yakni locus of control internal dan
locus of control eksternal. Locus of control internal mempercayai bahwa peristiwa yang terjadi
sebagai hasil dari perilakunya. Sedangkan locus of control eksternal menunjukkan adanya
keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya
seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan (Dillon&Kaur, 2005). Locus of control
internal mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi yang menganggap terjadinya suatu

peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan
(Lefcourt, 1982).
Levenson (1981, dalam Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam
locus of control, yakni: (a) internal, (b) exsternal powerful others, (c) exsternal chance.
Wolfgang dan Weiss’s (1980, dalam Clachar, 1992) menyebutkan ada dua dimensi, yaitu locus
of personal control dan locus of responsibility. Phares (1984) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh dalam locus of control yaitu : (a) keluarga, (b) by and large,
dan (c) gender.
Konsep Diri
Berzonsky (1981) mengemukakan bahwa konsep diri meliputi keseluruhan konsep,
asumsi, dan prinsip selama kehidupan dan menjadi suatu pegangan bagi individu. Brooks (1971,
dalam Sobur, 2003) menjelaskan bahwa konsep diri didefinisikan sebagai persepsi individu
terhadap aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis yang didasarkan dari pengalaman dan
interaksi dengan orang lain. Reber&Reber (2010) berpendapat bahwa konsep diri merupakan
konsep seseorang tentang dirinya sendiri dengan sebuah deskripsi yang menyeluruh dan
mendalam yang bisa diberikan seoptimal mungkin. Konsep diri melibatkan kepercayaan, sikap,
pengetahuan, serta pemikiran seseorang tentang pribadinya (Meece, 1997).

Aspek-aspek konsep diri menurut Berzonsky (1981), antara lain (a) aspek fisik, aspek
psikis, aspek sosial, dan aspek moral. Sedangkan Fitts (1971, dalam Agustiani, 2009)
mempunyai dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut: (a) dimensi internal, (b) dimensi eksternal.
Rakhmat (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri antara
lain yaitu: (a) orang lain atau (significant others) adalah orang yang paling berpengaruh dalam
kehidupan individu, (b) kelompok rujukan merupakan kelompok rujukan merupakan suatu
kelompok yang secara emosional mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukan
konsep diri individu. Brooks (1971 dalam Sobur, 2003) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang berpengaruh dalam konsep diri yaitu: (a) self Appraisal, (b) reaction and response of
others, (c) role play-role taking, (d) reference group
Berdasar uraian di atas terlihat adanya suatu keterkaitan antara locus of control internal
dan konsep diri dengan kematangan karir. Kematangan karir merupakan keberhasilan individu
dalam mencapai tugas perkembangan karir yang khas dalam setiap tahap perkembangan.
Kaitannya dengan kematangan karir, remaja yang mempunyai fungsi evaluatif yang baik maka
akan mempunyai gambaran yang realistik mengenai kemampuan diri. Kondisi tersebut
memungkinkan remaja menjadi terbantu dalam mencapai kematangan karir. Sedangkan konsep
diri, bagi seorang remaja yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi pribadi yang tangguh
dan mampu dalam membuat perencanaan masa depan.
C. Metode Penelitian
1. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah kematangan karir sebagai variabel kriterium, locus of
control internal dan konsep diri sebagai variabel prediktor. Definisi operasional dari masingmasing variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam mencapai tugas dalam setiap tahap
perkembangan karir. Kematangan karir disertai pula dengan kemampuan individu dalam
melakukan identifikasi berbagai kesempatan pekerjaan serta dapat membuat keputusan
mengenai pilihan pekerjaan. Kematangan karir dalam penelitian ini diungkap menggunakan
skala kematangan karir yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Super
(1974, dalam Alvarez, 2008) yaitu aspek perencanaan karir (career planfulness), eksplorasi
karir (career exploration), informasi (information), dan pengambilan keputusan (decision
making). Seberapa tinggi kematangan karir akan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek
melalui alat ukur skala Likert. Semakin tinggi skor skala kematangan karir yang ditunjukkan
oleh subjek, menunjukkan semakin tinggi kematangan karir subjek, dan begitu pula
sebaliknya.

b. Locus of control internal merupakan hasil evaluasi diri yang positif terhadap peristiwa yang
telah terjadi sepanjang perjalanan hidup. Evaluasi positif terhadap diri membentuk keyakinan
bahwa peristiwa yang terjadi merupakan hasil kontrol diri. Locus of control internal dalam
penelitian ini diungkap menggunakan skala locus of control internal yang disusun berdasarkan
dimensi yang dikemukakan oleh Levenson (1981, dalam Legerski, 2006) yaitu dimensi
internal (I), eksternal powerful others (P), dan exsternal chance (C). Seberapa tinggi locus of
control internal akan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek melalui alat ukur skala
Likert. Semakin tinggi skor skala locus of control internal yang ditunjukkan oleh subjek,
menunjukkan semakin tinggi locus of control internal subjek, dan begitu pula sebaliknya.
c. Konsep diri merupakan suatu gambaran atau pandangan yang menyeluruh mengenai diri
individu yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman serta penilaian yang termanifestasi dalam
sebuah kepercayaan, sikap, pikiran, maupun perasaan yang melekat dan menjadi karakteristik
bagi individu. Konsep diri dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala konsep diri yang
disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Berzonsky (1981), yaitu aspek fisik,
psikis, sosial, dan moral. Seberapa tinggi konsep diri akan ditunjukkan oleh skor yang
diperoleh subjek melalui alat ukur skala Likert. Semakin tinggi skor skala konsep diri yang
ditunjukkan oleh subjek, menunjukkan semakin positif konsep diri subjek, dan begitu pula
sebaliknya.
2. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswi kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta yang diambil
dengan tehnik ”cluster random sampling”. Subjek berjumlah 88 siswa dari empat kelas yaitu XI
TITL-A, XI TKR-A, dan XI TKJ-A. Pengambilan data dilakukan pada 11 Juni 2011.
3. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala yaitu skala
kematangan karir, skala locus of control internal, dan skala konsep diri. Ketiga skala penelitian
menggunakaan model likert yang telah dimodifikasi menjadi empat kategori jawaban yaitu
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan
dalam skala penelitian ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak
mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari empat sampai satu untuk SS,
S, TS dan STS, sedangkan skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai empat untuk
SS, S, TS dan STS. Uji validitas dilakukan dengan meggunakan korelasi product moment,
sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yang akan
diolah dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.

Skala Kematangan Karir terdiri dari 44 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,916.
Skala Locus of Control Internal terdiri dari 40 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,905.
Skala Konsep Diri terdiri dari 43 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,897.
4. Teknik analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan
korelasi parsial. Penggunaan analisis regresi berganda dengan pertimbangan penelitian ini
memiliki dua variabel independet yaitu locus of control internal dan konsep diri serta satu
variabel dependent yaitu kematangan karir. Uji korelasi parsial digunakan untuk menguji
hubungan antara masing-masing variabel independent yaitu locus of control internal dan konsep
diri dengan variabel dependent yaitu kematangan karir. Selanjutnya guna mempermudah
perhitungan maka akan diolah dengan menggunakan program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) version 16.0 for windows.
5. Hasil Analisis Data
a. Uji asumsi dasar
1) Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal
atau tidak. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus
terpenuhi, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi (Priyatno, 2008).
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dan dianalisis
menggunakan program SPSS 16.0 for windows didapatkan nilai 0,200 (p>0,05) untuk
kematangan karir, 0,200 (p>0,05) untuk locus of control internal, dan 0,200 (p>0,05) untuk
konsep diri. Dari uji normalitas dapat dilihat bahwa Asymptotic Significance dua ekor ketiga
variabel penelitian memiliki probabilitas di atas 0,05. Ini berarti data dari variabel
kematangan karir, locus of control internal dan konsep diri terdistribusi normal.
2) Uji linieritas
Uji asumsi linieritas garis regresi berkaitan dengan suatu pembuktian model garis
linier yang ditetapkan telah sesuai dengan keadaan atau tidak. Pengujian ini perlu dilakukan
agar hasil analisis yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan
pengambilan beberapa kesimpulan penelitian yang diperlukan (Sudarmanto, 2005).
Berdasarkan uji linieritas dengan menggunakan Test for Linearity dengan taraf signifikansi
0,05 dan dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 for window. Uji linieritas dari hubungan
antara locus of control internal dengan kematangan karir adalah linier. Hal ini dibuktikan
dengan nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,000 dan kurang dari 0,05. Uji linieritas dari

hubungan antara konsep diri dengan kematangan karir adalah linier. Hal ini dibuktikan
dengan nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,000 dan kurang dari 0,05.
b. Uji asumsi klasik
1) Uji multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi antar variabel
bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen (Ghozali, 2009). Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar
dari 5, maka suatu variabel bebas mempunyai persoalan multikolinearitas. Dari hasil uji
multikolineritas pada bagian Coefficients yang dianalisis menggunakan program SPSS 16.0
for Windows, terlihat angka VIF (Variance Inflation Factor) sebesar 1,558 untuk variabel
locus of control internal dan 1,558 untuk variabel konsep diri. Perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa antarvariabel independen tidak terdapat persoalan multikolinearitas,
karena nilai VIF yang didapat kurang dari 5.
2) Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2009). Metode pengujian untuk uji heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji
Park dan melihat titik-titik pada pola scatterplots. Berdasarkan hasil perhitungan
heteroskedastisitas menunjukkan bahwa nilai t hitung adalah 0,872 dan 0,305. Nilai t tabel
dapat dicari dengan df = n – 2 atau df = 88 – 2 = 86 pada pengujian dua ekor (signifikansi
0,025), didapat nilai tabel sebesar 1,988. Karena t hitung (0,872 dan 0,305) berada pada –t
tabel

t hitung

t tabel, sehingga -1,988

0,872 dan 0,305

1,988 maka Ho diterima,

artinya pengujian antara Lnei2 dengan LnX1 dan Lnei2 dengan LnX2 tidak ada gejala
heteroskedastisitas. Perhitungan ini didukung dengan hasil uji heterokedastisitas dengan
menggunakan scatterplot yang menunjukkan bahwa titik-titik menyebar tidak jelas.
3) Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali,
2009). Cara mudah mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson.
Selanjutnya penelitian dikatakan bebas dari autokorelasi apabila nilai DW berada diantara
nilai du dan 4-du. Berdasarkan hasil perhitungan autokorelasi di dapat nilai Durbin Watson
(DW) sebesar 2,263 yang kemudian nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan

taraf signifikansi 5% dimana jumlah sampel sebanyak 88 dan jumlah variabel bebas = 2.
Dengan melihat nilai Durbin Watson sebesar 2,263 lebih besar dari batas atas (du) 1,703 dan
kurang dari 4-du sebesar 2,297 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi.

c. Hasil uji hipotesis
Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik analisis regresi berganda diperoleh nilai
R = 0,720 dan dari uji ANOVA atau F-tes menunjukkan p-value 0,00 < 0,05, artinya signifikan.
Sedangkan F hitung sebesar 45,803 > F tabel 3,104, artinya signifikan. Oleh karena probabilitas
lebih kecil dari 0,05 maka model regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi kematangan karir.
Artinya, locus of control internal dan konsep diri secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kematangan karir. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima kebenarannya, yaitu ada
hubungan signifikan secara statistik antara locus of control internal dan konsep diri kematangan
karir. Nilai koefisien determinasi yang menunjukkan nilai R2 (R square) sebesar 0,519. Artinya,
locus of control internal dan konsep diri memberi sumbangan sebanyak 51,9% terhadap
kematangan karir.
Nilai korelasi parsial antara locus of control internal dengan kematangan karir adalah
sebesar 0,571 menunjukkan hubungan yang sedang atau tidak terlalu kuat antara antara locus of
control internal dengan kematangan karir. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena
nilai r positif, artinya semakin tinggi locus of control internal maka akan semakin meningkatkan
kematangan karir. Sedangkan nilai korelasi parsial antara konsep diri dengan kematangan karir
sebesar 0,197 menunjukkan hubungan yang sangat rendah antara konsep diri dengan kematangan
karir. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena nilai r positif, artinya semakin tinggi
konsep diri maka akan semakin meningkatkan kematangan karir.
6. Pembahasan
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara locus of control internal dan konsep
diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Hal tersebut
berdasarkan hasil output program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16
dengan menggunakan penghitungan analisis regresi linier berganda, yakni nilai p-value sebesar
0,000

dari nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 45,803

dari nilai F

tabel sebesar 3,104 serta nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,720.
Locus of control internal dan konsep diri secara bersama-sama mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kematangan karir. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zulkaida, dkk (2007) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara locus of control

internal dengan kematangan karir. Individu dengan locus of control internal, ketika dihadapkan
pada pemilihan karir, maka akan melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang
pekerjaan, langkah-langkah pendidikan, serta berusaha mengatasi masalah yang dialami.
Sedangkan konsep diri oleh Calhoun&Acocella (1995) menyebutkan bahwa individu
yang mampu menerima dirinya apa adanya akan mampu menghadapi kehidupan di depannya
dengan merancang tujuan-tujuan. Individu dengan konsep diri yang baik akan lebih mudah
dalam merancang tujuan masa depan, salah satunya adalah karir. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2006) yakni ada hubungan signifikan antara konsep diri
dengan kematangan karir yang ditunjukkan dengan adanya kelompok siswa yang memperoleh
skor tinggi dalam konsep diri, memperoleh skor yang tinggi pula pada kematangan karirnya.
Nilai korelasi parsial antara locus of control internal dengan kematangan karir adalah
sebesar 0,571 menunjukkan hubungan yang sedang atau tidak terlalu kuat antara antara locus of
control internal dengan kematangan karir. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena
nilai r positif, artinya semakin tinggi locus of control internal maka akan semakin meningkatkan
kematangan karir. Sedangkan nilai korelasi parsial antara konsep diri dengan kematangan karir
sebesar 0,197 menunjukkan hubungan yang sangat rendah antara konsep diri dengan kematangan
karir. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena nilai r positif, artinya semakin tinggi
konsep diri maka akan semakin meningkatkan kematangan karir.
Nilai R Square sebesar 0,519 menunjukkan bahwa sumbangan pengaruh dari locus of
control internal dan konsep diri secara bersama-sama terhadap kematangan karir pada siswa
kelas XII SMK Negeri 2 Surakarta yaitu sebesar 51,9%. Nilai R Square yang didapat juga
merupakan hasil penjumlahan dari sumbangan efektif. Sumbangan efektif dari locus of control
internal terhadap kematangan karir sebesar 42,5476% sedangkan sumbangan efektif dari konsep
diri terhadap kematangan karir sebesar 9,3212%. Terlihat bahwa locus of control internal
memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh yang diberikan konsep diri terhadap
kematangan karir.
Pengaruh locus of control internal yang lebih besar terhadap kematangan karir
dimungkinkan karena adanya fungsi evaluatif dalam diri individu. Evaluasi yang positif terhadap
diri menjadikan individu mempunyai gambaran yang realistis. Melalui fungsi evaluatif tersebut,
individu memahami kemampuan yang dimiliki. Kesadaran kemampuan diri memberikan
pertimbangan individu dalam melakukan pilihan karir. Rotter (1966, dalam Krueger, 2005)
menambahkan bahwa individu yang mempunyai kepercayaan diri yang besar untuk mengontrol
peristiwa dalam hidupnya akan lebih cepat dalam belajar mengenali berbagai aspek dalam
lingkungan sehingga dapat membantu dirinya di masa depan.

Konsep diri merupakan suatu kepercayaan, sikap, pengetahuan, serta pemikiran seseorang
tentang pribadinya. Calhoun&Acocella (1995) menjelaskan bahwa individu yang menerima
dirinya apa adanya mampu menghadapi kehidupan di depannya dengan merancang tujuan masa
depan. Kaitannya dengan kematangan karir, Hasan (2006) menjelaskan bahwa individu yang
memelihara dan meningkatkan konsep diri akan lebih melibatkan diri dalam eksplorasi karir,
mencari berbagai informasi mengenai karir, dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam
menghadapi karir. Namun konsep diri yang positif tidak selalu memberikan kontribusi yang
besar pada kematangan karir. Terdapat beberapa faktor lain yang dimungkinkan lebih
berpengaruh dalam kematangan karir, diantaranya self directedness, keluarga, dan program studi.
Raemdonck (2006) menjelaskan bahwa self directedness merupakan suatu adaptasi
karakteristik di dunia kerja dalam rangka mengatasi diri dalam permasalahan karir. Self
directedness ditunjukkan dengan adanya suatu perubahan, sikap yang dinamis, memiliki tujuan
jangka panjang, mampu mengatasi masalah karir, dan bersifat aktif. Bateman and Crant (1993,
dalam Raemdonck, 2006) menambahkan bahwa individu yang kurang aktif dan reaktif terhadap
perubahan lingkungan karir, maka kurang dapat mengidentifikasi peluang dan kurang adanya
inisiatif dalam mengatasi perubahan lingkungan.
Pengaruh keluarga oleh Bratcher (1982, dalam Sumari, dkk, 2009) dijelaskan bahwa
remaja yang berada dalam keluarga yang sehat dan fungsional menunjukkan adanya
kemandirian, tangguh, dan dapat mengembangkan otonominya. Melalui kemandirian dan
otonomi yang dimiliki, remaja menjadi lebih fleksibel dalam pemilihan karir dan lebih
memahami keinginan diri meskipun berbeda dengan aturan maupun pola yang ada di keluarga.
Program studi merupakan faktor lain yang dimungkinkan berpengaruh dalam kematangan
karir. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perbedaan program studi menunjukkan
perbedaan pula dalam kematangan karir. Thompson and Lindeman (1981, dalam Patton, 2001)
menyebutkan bahwa siswa kejuruan yang memasuki dunia kerja lebih cepat daripada siswa lain
akan mempunyai perencaan serta eksplorasi karir yang lebih matang dibandingkan siswa lain.
Berdasarkan hasil kategorisasi skala kematangan karir, diketahui bahwa subjek penelitian
memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi dengan nilai mean empirik sebesar 140,5682
berada pada rentang nilai antara 123,2–149,6. Hal ini karena mayoritas subjek yang meneruskan
ke SMK berkeinginan untuk menekuni karir tertentu setelah lulus sekolah. Aspirasi siswa
menjadi salah satu indikator dalam mencapai kematangan karir. Pendapat ini didukung oleh
Hasan (2006) yang menjelaskan bahwa untuk mencapai kematangan karir, individu harus
mempunyai cita-cita mengenai karir atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, potensi
serta realistis terhadap kondisi yang ada.

Selain itu, siswa yang pada tahap perkembangan karir masuk dalam tahap eksplorasi
terbantu dengan adanya bimbingan karir. Melalui informasi yang diberikan di sekolah, siswa
mulai memahami berbagai alternatif yang tersedia serta memahami cara untuk mengembangkan
pilihan karir yang telah dipilih. Sebagaimana pendapat Tohirin (2009) bahwa bimbingan karir di
sekolah membantu siswa untuk memperoleh informasi mengenai karir, memperoleh pemahaman
mengenai karir, merencanakan dan membuat pilihan karir tertentu setelah meyelesaikan
pendidikan, mampu menyesuaikan dengan karir yang dipilih, serta mampu mengembangkan
karir yang tekah dipilihnya.
Fakta lain yang menyebabkan kematangan karir subjek tinggi adalah kondisi di lapangan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa subjek penelitian yaitu siswa SMK Negeri 2
merupakan siswa dengan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dari
SMK lain di kota Surakarta. Hal ini dibuktikkan dengan peringkat SMK Negeri 2 Surakarta yang
menduduki peringkat pertama untuk jenjang SMK se- Karesidenan Surakarta. Mona&Kaur
(2006) menjelaskan bahwa kematangan karir berkorelasi positif dengan kecerdasan. Tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi secara signifikan dan positif berhubungan dengan kematangan
karir. Hal ini ditunjukkan oleh adanya keterlibatan orientasi kemandirian, dan kompromi dalam
pembuatan keputusan karir.
Berdasarkan hasil kategorisasi skala locus of control internal, diketahui bahwa subjek
penelitian termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai mean empirik sebesar 126,7727 berada
pada rentang nilai antara 112-136 artinya mayoritas subjek penelitian ini memiliki locus of
control internal tinggi. Locus of control internal tinggi yang ditunjukkan oleh subjek
kemungkinan dipengaruhi oleh perkembangan kognitif yang sedang dialami oleh remaja yaitu
tahap perkembangan operasional formal. Flavell (1992, dalam Santrock, 2003) menjelaskan
bahwa remaja adalah pemikir aktif dan konstruktif yang melalui interaksi dengan lingkungannya,
membentuk perkembangan mereka sendiri. Kemampuan berpikir aktif dan kontruktif tersebut
membantu remaja dalam proses evaluasi terhadap peristiwa yang terjadi sepanjang hidup.
Berdasarkan kategorisasi skala konsep diri, diketahui bahwa subjek penelitian termasuk
dalam kategori tinggi, dengan nilai mean empirik sebesar 133,2727 berada pada rentang nilai
antara 120,4-146,2. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena orang tua yang
mengembangkan pola asuh yang positif. Desmita (2005) menjelaskan bahwa orang tua yang
mengembangkan pola asuh yang positif dan suportif memungkinkan anak untuk mengungkapkan
perasaan positif dan negatif, yang membantu anak dalam perkembangan kompetensi sosial dan
otonomi yang bertanggung jawab.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan positif
antara locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI
SMK Negeri 2 Surakarta. Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan, antara lain hanya
dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi saja, sedangkan penerapan penelitian untuk
populasi yang lebih luas, memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau
menambah variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini.
7. Penutup
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara locus of control internal dan
konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara locus of control internal dan
konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI di SMK Negeri 2 Surakarta. Hasil uji
korelasi masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan. Locus of control internal secara positif siginifikan berhubungan
dengan kematangan karir. Konsep diri berhubungan secara positif signifikan dengan kematangan
karir. Tingkat kontribusi dari variabel bebas terhadap variabel tergantung terungkap sebesar
51,9%. Berdasarkan kategorisasi subjek, diperoleh hasil bahwa tingkat kematangan karir pada
subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 140,5682), sedangkan tingkat locus of
control internal pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 126,7727), serta
tingkat konsep diri pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi (mean = 133,2727).
b. Saran
1) Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat melakukan evaluasi diri yang positif terhadap peristiwa yang
terjadi sepanjang hidup. Melalui evaluasi diri siswa akan memperoleh gambaran diri yang
realistis. Siswa yang realistis akan memahami kemampuan yang dimiliki sehingga diharapkan
pula mengalami lebih banyak keberhasilan daripada kegagalan. Hal ini secara tidak langsung
akan membentuk konsep diri yang baik, dan akan mempengaruhi siswa proses pencapaian
karir. Memperbaharui informasi mengenai dunia kerja, membuka pengalaman-pengalaman
baru, mengembangkan self directedness (efikasi diri dan motivasi berprestasi) adalah
beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai kematangan karir.
2) Bagi Guru
Guru atau pendidik diharapkan melakukan evaluasi baik evaluasi diri maupun evaluasi
terhadap bimbingan karir yang telah dilakukan. Evaluasi mengenai bimbingan karir perlu
dilakukan secara berkala, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan

dari materi atau metode pemberian bimbingan karir. Guru dapat pula melibatkan pihak
sekolah dalam upaya mengembangkan kemampuan diri siswa. Memberikan berbagai
pelatihan seperti pelatihan kerja atau pelatihan ketrampilan tertentu, pelatihan pengembangan
diri (motivation training, leadership training) dapat dilakukan oleh pihak sekolah sebagai
upaya mencapai kematangan karir. Guru diharapkan mempunyai sikap yang aktif dan reaktif
terhadap segala kebutuhan siswa dalam kaitannya dengan karir.
3) Bagi Orang Tua
Keluarga merupakan salah satu komponen penting bagi kehidupan individu. Dalam
hal ini, orang tua mempunyai andil dalam mencapai kematangan karir. Orang tua diharapkan
berupaya membangun komunikasi aktif dengan saling berdiskusi mengenai perkembangan
dunia kerja, memberikan berbagai masukan yang bermanfaat bagi anak dalam mencapai karir
yang diinginkan. Selain itu, tidak memaksa anak untuk menekuni karir tertentu. Orang tua
diharapkan memberikan kebebasan kepada anak dalam memilih karir yang diinginkan.
Memotivasi, mendukung, dan mengembangkan perencanaan serta pilihan karir anak,
merupakan upaya-upaya yang harus dikembangkan orang tua dalam mendidik anak. Melalui
upaya tersebut diharapkan anak dapat mencapat kematangan karir tanpa hambatan yang
berarti.
4) Bagi Peneliti lain
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.
Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga bagi peneliti selanjutnya
yang tertarik untuk mengadakan penelitian sejenis atau penelitian dengan topik yang sama,
diharapkan dapat memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan karir,
seperti aspirasi, umur, gender, intelligensi, efikasi diri, motivasi berprestasi, status sosial
ekonomi, serta work experience. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan subjek
lain, seperti siswa SMA untuk menjawab pertanyaan mengenai permasalah pengangguran
yang dialami oleh remaja. Memperluas populasi dan memperbanyak sampel juga perlu
dilakukan agar ruang lingkup dan generalisasi penelitian menjadi lebih luas, serta mampu
mencapai proporsi yang seimbang, sehingga kesimpulan yang diperoleh akan lebih
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiana, H. 2009. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep
Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.
Alvarez, M. 2008. Career Maturity: a priority for secondary education. Electronic Journal Of
Research In Educational Psychology. Vol 6 (3), No 16.

Badan

Pusat Statistik. 2010. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2010.
http://www.bps.go.id/brs_file/naker-01des10.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2011.

Bayu,

Mulyani, P.S, Dian. 2010. SMK, Mencetak Tenaga Kerja Kompetitif.
http://www.smkupdates.net/index.php?option=com_content&view=article&id=52:smkmencetak-tenaga-kerja-kompetitif&catid=1:latest news&Itemid=50. Diakses tanggal 4
Februari 2011.

Berzonsky, M. D. 1981. Adolescent Development. New York: Macmillan Publishing Co.
Calhoun, J.P., Acocella, J.R. 1995. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. Semarang: IKIP Semarang Press.
Coertse, S. & Schepers, JM. 2004. Some Personality and Cognitive Correlates of Career
Maturity. Journal of Industrial Psychology. Vol. 30 (2), 56 – 73.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Rosdakarya
Dillon, U & Kaur, R. 2005. Career Maturity of School Children. Journal of The Indian Academy
of Apllied Psychology. Vol. 31, No. 1-2, 71-76.
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Hasan, B. 2006. Career Maturity of Indian Adolescents as a Function of Self –Conceptc,
Vocational Aspiration and Gender. Journal of the Aademy of Apllied Psychology. Vol.
32, No. 2, 127 – 134.
Hurlock, E.B. 2004. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi 5. Terjemahan: Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Krueger, C. B. 2005. The Relationship Between Internal and External Locus Of Control and Self
Reported Frequency Of Atheletic Injury. Thesis. Texas: Texas A & M University.
Lefcourt, H. M. 1982. Locus of Control: Current Trends in Theory and Research. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Publisher.
Legerski, E. M., Cornwall, M., O’Neil, B. 2006. Changing Locus of Control: Steelworkers
Adjusting to Forced Unemployment. Social Forces. Vol 84, No 3.
Meece, J. 1997. Child and Adolescent Development for Educators. United States of America:
The McGraw-Hill Companies.
Mona & Kaur, J. 2006. Career Maturity of Adolescents in Relation to Intelligence.
http://www.ejournal.aiaer.net/vol22110/6.%20Mona.pdf. Diakses tanggal 29 Januari
2011.

Monks, F.J.- A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono. 2006. Psikologi Perkembangan Pengantar
Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Partino. 2006. Kematangan Karir Siswa SMA. Psikologika. No. 21 tahun XI
Patton, Wendy & Lokan, Jan. 2001. Perspectives on Donald Super’s Construct of Career
Maturity. International Jurnal Of Educational and Vocational Guidance.Vol 1, 31-48.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: MediaKom.
Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Raemdonck, I. 2006. Self-Directedness In Learning and Career Processes:A Study In LowerQualified Employees In Flanders. http://users.ugent.be/
~mvalcke/CV/raemdonck%20definitief.pdf. Diakses tanggal 2 Agustus 2011.
Reber, A. S., Reber, E. S. 2010. Kamus Psikologi. Terjemahan: Yudi Santoso. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Safitri, Puji Lestari Prianto, Patricia. 2009. Peranan Locus of Control, Self Esteem, Self Efficacay,
dan Prestasi belajar terhadap Kematangan Karir. Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas.
Vol 03 No 02.
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Terjemahan Shinto B. Adelar,
Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.
Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sudarmanto, R.G. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit
Graja Ilmu.
Sumari, M, dkk. 2009. Family Interaction Patterns: Relation to Career Beliefs and Career
Maturity of Collage Students.The International Journal of Research and Review. Vol 2,
hlm 1-15.
Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Winkel, W.S. 1997. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia.
Zulkaida, dkk. 2007. Pengaruh Locus of Control Dan Efikasi Diri Terhadap Kematangan Karir
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra,
Arsitek, & Sipil): Universitas Gunadarma. Vol 2