DAMPAK KEPADATAN LALU LINTAS TERHADAP

DAMPAK KEPADATAN LALU LINTAS TERHADAP POLUSI UDARA
KOTA SURABAYA
Widyawati Boediningsih, SH.,MH1

ABSTRAK
Pencemaran lingkungan udara di Surabaya sebagai akibat kepadatan lalu lintas
telah mengganggu keseimbangan lingkungan hingga menimbulkan kerugian
secara fisik masyarakatnya. Kerugian tersebut antara lain menurunnya tingkat
kesuburan tanah dengan banyaknya tanaman yang mati. Oleh karena akibatakibat tersebut menyangkut hal yang fisik atau materi, maka kepentingan dan hak
dari orang-perorangan lebih lanjut juga ikut terganggu serta dirugikan.
Kata Kunci: Pencemaran Udara, Kepadatan Lalu Lintas, Kerugian Fisik.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Koesnadi Hardjasoemantri mengemukakan bahwa Hukum Tata
Lingkungan adalah hukum yang mengatur tentang penataan lingkungan guna
mencapai keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya dan
hukum tata lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi penataan
lingkungan hidup. Pada prinsipnya hukum tata lingkungan mengatur tatanan
kegunaan dan penggunaan lingkungan secara bijaksana untuk berbagai keperluan
dan pengaturan tersebut. Sedangkan tujuan hukum lingkungan diwujudkan di
dalam tata cara yang kongkrit dalam rangka melestarikan kemampuan lingkungan

yang serasi dan seimbang dalam menunjang pelaksanaan pembangunan yang
berkesinambungan.2
Tidaklah heran bilamana terjadi keributan di pemerintah Kota Surabaya
yang ingin mempertahankan kelestarian keberadaan Kebun Bibit Bratang sebagai
paru-paru Kota Surabaya. Sebab apabila dibangun pertokoan atau perkantoran,
maka Kota Surabaya akan kehilangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
berfungsi sebagai paru-paru kota untuk menciptakan suasana udara sehat di kota
Surabaya sebagaimana telah diatur oleh Undang-Undang dan Piagam HAM
sebagaimana tersebut di atas tadi. Di samping itu, terjadinya keributan tentang
pemakaian lahan di jalur hijau tempat ditanamnya pohon-pohon di tengah-tengah
atau di pinggir jalan yang semestinya berfungsi menjadi paru-paru kota yang
selama ini sudah ada, juga sebagian sudah berubah fungsi. Sebagian lahan di jalur
hijau tersebut sudah dijadikan tempat pengisian bahan bakar minyak (pompa
bensin), sehingga fungsi paru-paru kota di Kota Surabaya yang hanya sedikit itu,
menjadi makin berkurang.
Berbagai upaya penelitian dan sarana administrasi, perangkat pelaksanaan
kebijaksanaan lingkungan, baik pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat, di pusat dan di daerah terus ditingkatkan efektifitas dan efisiensinya.
1


Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cet. Ke-12, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1996, hal. 36-40.

2

119

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

120

Kerja sama dan keterpaduan antara segenap pihak yang berkepentingan, terutama
aparatur pemerintah sebagai pengelola lingkungan makin memperlancar
pencapaian tujuan akhir kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini
berarti pula bahwa hukum telah berperan secara nyata dalam mempertahankan
julukan kebanggaan nasional, yaitu Indonesia sebagai Zamrud Khatulistiwa (de
gordel van smaragd atau a string of emeralds) dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.3

Selain masalah-masalah tersebut, tidak kalah menarik untuk dibahas dalam
penelitian ini adalah mengenai polusi udara sebagai akibat kemacetan lalu lintas,
juga turut andil mencemari lingkungan hidup, sebab di kota-kota metropolitan
Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya akibat tingginya volume kesibukan dari
warga kotanya tentunya tidak terlepas dengan pemakaian jalan-jalan untuk
keperluan atau aktivitas sehari-hari.
Sejalan pula dengan kemajuan teknologi terutama yang berkaitan dengan
bidang otomotif mengangkut kendaraam bermotor yang menggunakan Bahan
Bakar Minyak (BBM) seperti premix, premium, dan solar tentunya
mengakibatkan pembuangan asap (emisi) yang tidak mungkin terelakkan lagi di
jalan-jalan Kota Surabaya.
Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan berdampak pula
terhadap meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sebelum
dilanda resesi ekonomi 1997, semakin banyak orang yang menggunakan
kendaraan bermotor baik itu mobil maupun motor dalam menjalankan aktivitas.
Ditambah lagi adanya kendaraan umum seperti bus kota dan angkutan kota
menambah ramainya jalur lalu lintas di Kota Surabaya.
Dengan kondisi seperti ini, penulis mengamati keadaan lalu lintas dan
polusinya di Kota Surabaya pada jam-jam sibuk, yaitu 07.00 dan 16.00 WIB.
Menurut pengamatan penulis kemacetan lalu lintas tidak dapat dihindari karena

para warga siap melakukan berbagai aktivitas di antaranya berangkat kerja,
berangkat sekolah, dan keperluan lainnya. Sebaliknya pada 16.00 WIB. Saat para
warga pulang dari kerja kembali memadati arus lalu luntas. Rutinitas ini
menimbulkan kemacetan lalu lintas dan polusi/pencemaran udara akibat
pembuangan asap melalui knalpot kendaraan bermotor. Polusi udara akibat
pembuangan asap (emisi) kendaraan bermotor sangat berbahaya bagi kesehatan
lantaran mengakibatkan iritasi mata, menganggu pernapasan/paru-paru, pusing
kepala, badan menjadi lemas. Karena itu, perlu diupayakan langkah
penanggulangan terkait Program Langit biru agar terpenuhinya lingkungan hidup
yang sehat.
Pencemaran udara menyebabkan penurunan kesehatan dan lingkungan.
Ada pun masalah kesehatan berkisar pada gangguan pernapasan, saraf, kanker,
penyakit jantung, dan penurunan IQ. Sedangkan gangguan lingkungan adalah
kerusakan jarak pandang, hujan asam, kerusakan panen dan bangunan, dan
perubahan cuaca.4
Sejalan meningkatnya pembangunan di segala bidang akan terjadi
peningkatan pencemaran pada lingkungan hidup. Keadaan ini mendorong makin
3

Siti Sundari Rangkuti, Op.Cit., hal.15.

Seminar Otopoint, “Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor Di Indonesia”, Surabaya, 23
Februari 2005.

4

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

121

diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup sehingga risiko
terhadap lingkungan hidup harus ditekan sekecil-kecilnya.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana dampak lingkungan yang ditimbulkan kepadatan lalu lintas
terhadap tingkat polusi udara di Kota Surabaya?
2. Bagaimana solusi pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan oleh
pemerintah Kota Surabaya terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari

kepadatan lalu lintas terhadap tingkat polusi udara ditinjau dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPLH)?
Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum.
2. Sumber Bahan Hukum
Bahan Hukum yang diperlukan berupa kepustakaan dan dokumen hukum
berupa bahan-bahan hukum sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang digunakan adalah berupa peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolahan Lingkungan Hidup.
3) Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
4) Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri di bidang Lingkungan
Hidup.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang berasal dari hasil-hasil penelitian di bidang
hukum lingkungan hidup, makalah di bidang hukum lingkungan hidup atau

yang berkaitan. Buku-buku yang berkaitan dengan hukum lingkungan hidup
atau yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Analisa Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif ini, pengolahan data didasarkan pada
penelitian-penelitian yang dilakukan dengan cara langsung turun ke
lapangan, melalui pengamatan di jalan-jalan yang sering menimbulkan
kemacetan dan menghimpun data dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya
mengenai daerah yang mengalami kemacetan/kepadatan lalu lintas di Kota
Surabaya.
PEMBAHASAN
A. Kepadatan Lalu Lintas terhadap Tingkat Polusi Udara di Kota Surabaya
Kepadatan lalu lintas pada umumnya banyak terjadi di kota-kota besar di
antaranya Kota Surabaya. Oleh karenanya, penulis mencoba melakukan penelitian
mengenai kemacetan/kepadatan lalu lintas di kota Surabaya terutama pada jamjam sibuk. Di samping itu dampak yang ditimbulkan dari kemacetan itu sendiri
mengakibatkan pencemaran udara dan pencemaran suara (kebisingan). Hasil dari

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas

terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

122

pemotretan di jalan-jalan Kota Surabaya pada jam-jam sibuk tampak jelas terlihat
adanya kemacetan di jalan-jalan, sehingga dari fenomena ini penulis mencoba
melakukan penelitian akibat dari kepadatan lalu lintas pada jam-jam sibuk di kota
Surabaya.
Adapun kemacetan tersebut di akibatkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Banyak pengguna jalan yang tidak tertib.
Pengguna jalan banyak yang tidak tertib sehingga mengganggu kelancaran
lalu lintas yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.
2. Pemakai jalan melawan arus.
Adanya sistem satu arah pada lajur jalan diharapkan mengurangi kemacetan
lalu lintas oleh karena tidak adanya kendaraan yang saling bersimpangan mau
belok. Kenyataannya, ada pemakai jalan yang melawan arus sehingga
berlawanan dengan arus jalan pada lajur tersebut yang mengganggu
kelancaran lalu lintas.
3. Kurangnya petugas lalu lintas yang mengawasi/mengatur.
Kurangnya jumlah petugas lalu lintas dalam mengatasi/mengatur jalannya lalu

lintas terutama di jalan-jalan yang rawan macet.
4. Persimpangan jalan tidak dikendalikan dengan lampu lalu lintas/traffic light.
Persimpangan yang sering menimbulkan kemacetan seharusnya diatur dengan
lampu lalu lintas/traffic light dengan durasi waktu yang telah disesuaikan
sehingga tidak akan menimbulkan kemacetan lalu lintas.
5. Terjadi konflik antara kendaraan arah lurus dengan kendaraan arah belok.
Konflik antara kendaraan arah lurus dengan kendaraan arah bbelok sering
terjadi di tikungan jalan lantaran para pengguna jalan tidak ada yang mau
mengalah sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.
6. Adanya mobil yang parkir di badan jalan.
Kemacetan lalu lintas dan parkir merupakan problem krusial yang tak
tertuntaskan karena mobil diparkir di badan jalan sehingga mengakibatkan
penyempitan badan jalan sehingga pergerakan lalu lintas kendaraan yang
melewati jalan tersebut menjadi terganggu akibat menyempitnya jalan.
Kendaraan yang lewat terpaksa berjalan lambat, malah tidak bisa bergerak.
7. Penyeberang jalan yang kurang tertib (tidak menggunakan jembatan
penyeberangan).
Penyeberang jalan yang tidak menggunakan jembatan penyeberangan sering
mengakibatkan kemacetan lalu lintas oleh karena mengganggu kelancaran lalu
lintas. Sebaiknya, bagi penyeberang jalan diharapkan menggunakan jembatan

penyeberangan yang telah ada sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas.
8. Angkutan umum sering mangkal, menaikkan/menurunkan penumpang tidak
pada tempatnya.
Angkutan umum juga menyebabkan kemacetan lalu lintas oleh karena
menaikkan/menurunkan penumpang tidak pada tempatnya sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas.
9. Penyempitan jalan dan antrian di mulut persimpangan jalan.
Salah satu penyebab kemacetan lalu lintas adalah penyempitan jalan dan
antrian di mulut persimpangan jalan yang apabila para pengendara tidak saling
mengalah mengakibatkan kemacetan dan antrian panjang.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

123

10. Rambu-rambu lalu lintas kurang jelas dan banyak yang hilang.
Rambu-rambu lalu lintas sebagai pengatur lalu lintas kurang jelas dan banyak

yang hilang sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas, untuk itu perlu
dipasang kembali rambu-rambu lalu lintas yang telah hilang tersebut dan
memperbaiki rambu-rambu lalu lintas yang kurang jelas;
11 Bahu jalan digunakan untuk parkir becak.
Bahu jalan sering kali digunakan tempat parkir becak sehingga jalan
mengalami penyempitan dan mengakibatkan kemacetan lalu lintas.
12. Adanya pedagang kaki lima/pasar yang berjualan di badan jalan.
Pedagang kaki lima/pasar yang berjualan di badan jalan secara otomatis
menyebabkan penyempitan jalan, belum lagi banyaknya pembeli yang
semrawut di sekitar stan pedagang semakin menambah kemacetan lalu lintas.
13. Marka jalan tidak jelas.
Marka jalan tidak jelas mengakibatkan pelanggaran yang dilakukan oleh
pemakai jalan. Marka jalan yang kabur sebaiknya dilakukan pengecatan ulang
demi kelancaran lalu lintas.
14. Angkutan barang (truk) melanggar klas jalan.
Kendaraan barang (truk) sebaiknya tidak melanggar klas jalan sehingga tidak
menimbulkan kemacetan lalu lintas.
15. Permukaan jalan tidak rata.
Permukaan jalan yang tidak rata menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Sebaiknya dilakukan perbaikan jalan agar jalan kembali rata sehingga tidak
menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
16. Halte bus digunakan menunggu penumpang sehingga menimbulkan
kemacetan, seharusnya hanya untuk menaikkan dan/atau menurunkan
penumpang.
Halte bus sering kali digunakan menunggu penumpang sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.
17. Mungkin daerah rawan banjir yang secara tidak langsung dapat
menyebabkan kemacetan.
Banjir bisa genangan air yang tinggi menyebabkan mesin kendaraan bermotor
kemasukan air dan mogok. Untuk itu daerah yang rawan banjir perlu
diperhatikan untuk mencarikan jalan keluar/solusinya guna mengantisipasi
banjir apabila musim penghujan datang karena banjir secara tidak langsung
dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas.
18. Radius putar terlalu sempit.
Sempitnya jalan juga berpengaruh terhadap kemacetan lalu lintas. Apabila
kendaraan berputar arah otomatis radius putarnya juga sempit sehingga mobil
susah belok. Apabila jalan tersebut termasuk jalan yang padat lalu lintasnya,
maka secara otomatis mempengaruhi kemacetan lalu lintas karena adanya
mobil yang putar arah padahal radius putarnya terlalu sempit sehingga
menimbulkan kemacetan.
19. Tidak adanya rambu larangan berhenti dan parkir di lokasi persimpangan.
Persimpangan jalan biasanya rawan kemacetan, apalagi bila persimpangan
jalan tersebut tidak dipasangi rambu larangan berhenti dan parkir. Maka,
setiap kendaraan bermotor akan seenaknya berhenti dan parkir sembarangan
sehingga persimpangan jalan yang biasanya memang macet, akan bertambah
macet lagi.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

124

20. Tidak ada tempat/jembatan penyeberangan.
Jalan yang padat lalu lintasnya, sebaiknya disediakan tempat/jembatan
penyeberangan. Setiap orang yang hendak menyeberang lewat jembatan
sehingga menghindari gangguan kelancaran lalu lintas.
21. Lampu penerangan jalan umum banyak tertutup dedaunan.
Lampu penerangan jalan sangat diperlukan sekali pada malam hari. Untuk itu,
lampu-lampu jalan yang pecah/putus segera dipasang kembali agar jalan
kelihatan terang sehingga kendaraan bisa berjalan dengan lancar dan tidak
menimbulkan kecelakaan dan kemacetan. Di samping itu, ranting pepohonan
di sisi kanan-kiri jalan sebaiknya dirapikan agar tidak menghalangi/menutupi
cahaya lampu menerangi jalan.
22. Rambu-rambu lalu lintas banyak yang hilang.
Rambu-rambu lalu lintas yang dipasang di jalan-jalan sebaiknya dipelihara
dan apabila ada yang tidak jelas/kabur karena catnya mengelupas atau hilang
rambu-rambu lalu lintas tersebut segera diganti demi kelancaran lalu lintas
jalan.
23. Adanya crossing kendaraan yang berjalan lurus dengan kendaraan menuju
gang-gang di kanan-kiri perlintasan kereta api.
Di perlintasan kereta api yang rawan kemacetan dan rawan kecelakaan
seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah kota demi menghindari
kemacetan dan kecelakaan di lintasan kereta api.
24. Jarak pandang dengan perlintasan sebidang kurang.
Apabila jarak pandang dengan perlintasan sebidang kurang, maka akan
menyebabkan kemacetan lalu lintas.
25. Tidak ada pembatasan jenis kendaraan.
Jenis kendaraan yang lewat di jalan-jalan tertentu sebaiknya ada pembatasan,
misalnya untuk mobil truk tidak boleh melewati jalan yang rawan macet pada
jam-jam sibuk dengan tujuan untuk menghindari kemacetan lalu lintas.
26. Drainase kurang baik sehingga menimbulkan banjir.
Saluran air/drainase sebelum musim penghujan datang harus dibersihkan agar
aliran air bisa lancar dan tidak menimbulkan banjir yang berakibat timbulnya
kemacetan.
Dampak kepadatan lalu lintas di kota Surabaya di samping menimbulkan
polusi udara juga menimbulkan pulusi suara (kebisingan) oleh pembuangan asap
(emisi) kendaraan bermotor yang merupakan unsur-unsur kimia dalam udara
bebas yang melampaui kandungan alami yang semakin lama dapat menurunkan
kualitas udara bebas. Akibatnya, timbul gangguan kesehatan berupa iritasi mata,
gangguan pernapasan/paru-paru, pusing, mual, lemas, dan lain-lain serta
berdampak besar pada kehidupan makhluk hidup di sekitarnya.
Adapun dampak kepadatan lalu lintas di Kota Surabaya yang penting
diperhatikan:
1. Besar jumlah manusia yang akan terkena dampak.
Apabila pencemaran lingkungan terjadi pada daerah yang padat
penduduk, maka akan banyak memakan korban. Oleh karenanya, jumlah
manusia yang akan terkena dampak menjadi bahan pertimbangan dalam

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

125

pengambilan kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu guna mengantisipasi
banyaknya korban yang ditimbulkan pencemaran udara tersebut.
2. Luas wilayah penyebaran dampak.
Pencemaran udara merupakan salah satu dari keseluruhan pencemaran
lingkungan hidup yang pada umumnya tidak mengenal secara tegas batas
wilayah administratif baik kota, desa maupun negara. Oleh karenanya, luas
wilayah akibat penyebaran dampak perlu diperhatikan agar tidak bertambah
luas. Misalnya, kebakaran hutan di Kalimantan otomatis luas wilayah
kebakaran hutan akan sangat luas di samping akibat yang ditimbulkan asap
kebakaran juga lebih luas lagi. Bukan hanya daerah Kalimantan saja tetapi
sampai juga ke negara Malaysia.
3. Lamanya dampak berlangsung.
Dampak pencemaran juga perlu diperhatikan jangka waktu yang
ditimbulkannya, khususnya pencemaran udara. Sebab pencemaran berlangsung
berhari-hari yang mengakibatkan penyakit saluran pernapasan/paru-paru dan
iritasi mata.
4. Intensitas dampak.
Intensitas dari dampak pencemaran lingkungan juga perlu diperhatikan
bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup;
5. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak.
Tidak kalah penting banyaknya komponen lingkungan hidup lainnya
yang perlu diperhatikan akibat dari akan terkenanya dampak, oleh karenanya
bisa merusak ekosistem yang ada;
6. Sifat kumulatif dampak tersebut.
Harus juga diperhatikan sifat kumulatif dari dampak pencemaran
tersebut agar tidak merusak lingkungan hidup;
7. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Perlu juga diperhatikan dampak negatif pencemaran lingkungan,
khususnya pencemaran udara, harus segera dicarikan solusinya.
Adapun analisis mengenai dampak lingkungan dalam hal ini dampak
kepadatan lalu lintas adalah instrumen pengaman masa depan karena amat penting
dalam pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup di masa yang akan
datang. Dalam hubungannya dengan analisis Dampak Kepadatan Lalu Lintas di
Kota Surabaya terkait Program Langit Biru seyogyanya tidak hanya
memperhatikan risiko pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, tetapi juga
memperhatikan manfaat adanya transpotasi yang menyebabkan kemacetan/
kepadatan lalu lintas tersebut. Untuk itu, perlu diadakan analisis secara lebih
mendetail mengenai dampak kepadatan lalu lintas di Kota Surabaya pada jam
sibuk agar dapat dicari solusi/jalan keluar yang baik. Tujuannya agar terjadi
keselarasan dan keharmonisan yang tidak membahayakan kelestarian alam.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

B.

126

Pencegahan dan Penanggulangan yang Dilakukan Pemerintah Kota
Surabaya terhadap Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan Kepadatan
Lalu Lintas terhadap Tingkat Polusi Udara Ditinjau dari UU Nomor 23
Tahun 1997

Solusi mengatasi kepadatan lalu lintas di jalan raya dan akibat polusi
udara yang ditimbulkannya dengan melakukan tes uji emisi, dengan menerapkan
sistem 3 in 1 (three in one) bagi setiap kendaraan mobil yang lewat di jalan-jalan
tertentu yang selalu mengalami kemacetan, pada jam-jam sibuk seperti halnya
telah diterapkan di Jakarta. Dengan cara ini jumlah mobil yang ada di jalanan
paling tidak berkurang sehingga kemacetan bisa dihindari dan dampak limbah
pembuangan asap kendaraan bermotor juga berkurang. Bisa juga dilakukan
penanaman pohon-pohon di sepanjang jalan di samping membuat teduh, juga asri
dan indah, yang terpenting siang hari pohon mengeluarkan oksigen. Semua itu
bisa mengantisipasi dampak adanya polusi udara sesuai dengan penerapan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara pada 26 Mei 1999 terkait Program Langit Biru. Adapun pertimbangan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 adalah
1. Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan
manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian
fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta
perlindungan makhluk hidup lainnya.
2. Bahwa agar udara dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi
lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga, dan dijamin mutunya
melalui pengendalian pencemaran udara.
Program Langit Biru diatur dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. KEP-15/MENLH/4/1996 yang ditetapkan pada 26 April
1996. Dalam Pasal 2 Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan tersebut di atas
menyatakan bahwa Program Langit Biru bagi:
1. Sumber bergerak dengan melakukan penetapan kebijaksanaan teknis,
koordinasi bimbingan teknis, evaluasi dari hasil pemantauan dan pemulihan
kualitas lingkungan.
2. Sumber tidak bergerak dengan melakukan penetapan kebijaksanaan teknis,
bimbingan teknis, pemeriksaan pemantauan penataan baku mutu emisi.
Adapun tujuan adanya Program Langit Biru dinyatakan dalam Pasal 3, yaitu
1. Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Terkendalinya pencemaran udara.
3. Tercapainya kualitas udara ambient yang diperlukan kesehatan manusia
dan makhluk hidup lainnya.
4. Terwujudnya perilaku manusia sadar lingkungan.
Program Langit Biru di tingkat pusat dikoordinasikan Menteri dan sebagai
penanggung jawab kegiatan dari Program Langit Biru adalah Kepala Bapedal
sebagaimana termuat dalam Pasal 4. Sedangkan dalam Pasal 5 menyatakan
bahwa:
1. Program langit biru dilaksanakan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
di setiap Propinsi.
2. Propinsi Program Langit Biru ditetapkan oleh Menteri.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

127

3. Tata cara pengusulan Propinsi Program Langit Biru kepada Menteri ditetapkan
oleh Kepala Bapedal.
Pengendalian pencemaran udara dilakukan dalam upaya pencegahan
dan/atau penanggulangan dampak pencemaran udara dan upaya memulihkan mutu
udara yang telah tercemar tersebut sesuai dengan Hukum Kesehatan Lingkungan
yang mengatur hukumnya dalam kaitannya dengan:
1. Kebijaksaan di bidang kesehatan lingkungan.
2. Pemeliharaan kondisi air, tanah dan udara.
3. Pencegahan kebisingan, kesemuanya dengan latar belakang
perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan.
4. Oleh karenanya Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah
baru disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan pengelolaan lingkungan
hidup di masa-masa yang akan datang yang mengatur tentang Lingkungan
Hidup sedemikian rupa beserta akibat-akibat yang ditimbulkan dengan
diberikan sanksi sehingga lingkungan hidup bisa dijaga dan dilestarikan agar
berguna dan bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi mendatang guna
menyempurnakan Peraturan Pemerintah yang telah ada.
Pemerintah harus melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah dan
Undang-Undang yang mengatur Lingkungan Hidup sehingga dapat menimbulkan
kesadaran pada masyarakat seluruhnya tentang pentingnya arti pelestarian
lingkungan hidup untuk masa kini dan mendatang. Dalam Pasal 16, Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang
berbunyi sebagai berikut:
“Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi
mutu udara ambient, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak
maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta
penanggulangan keadaan darurat.”
Disebutkan pada Pasal 18 UUPLH ayat (1) dan (2) mengenai pencegahan
serta penanggulangan pencemaran yang berbunyi sebagai berikut:5
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan
untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Jadi, terlihat sangat jelas sekali dalam Pasal tersebut yang memuat upaya
penegakan hukum akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Adapun
Pencegahan pencemaran udara yang diakibatkan kepadatan lalu lintas dapat
membawa manfaat sebagai berikut:
1. Mengurangi atau menghindari timbulnya polutan.
Dengan dilakukannya pencegahan pencemaran udara maka akan
bermanfaat mengurangi atau menghindari timbulnya polusi udara sehingga
tindakan pencegahan perlu dilakukan;

5

Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang UUPLH.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

128

2. Menghindarkan pindahnya polutan dari satu medium ke medium lainnya.
Agar polusi tidak menyebar perlu diadakan pencegahan, misalnya
apabila terjadi kebakaran sebisa mungkin kita harus merelokasi tempat
kebakaran agar tidak merembet ke tempat lain sehingga pencegahan perlu
dilakukan supaya tidak berpindah ke tempat lain.
3. Meningkatkan pengurangan dan/atau meghilangkan polutan.
Dilakukannya pencegahan dengan berbagai cara untuk mengatasi
pencemaran udara, maka akan mengurangi/menghilangkan polusi yang
ditimbulkan tersebut.
4. Mengurangi risiko kesehatan.
Apabila kita bersepeda motor di jalan-jalan yang mengalami kemacetan
maka tindak pencegahan agar terhindar asap kendaraan bermotor adalah
memakai masker hidung guna menghindari gangguan saluran pernapasan dan
memakai kacamata untuk menghindari iritasi mata.
5. Menghindari kerusakan lingkungan hidup dimasa yang akan datang.
Dengan dilakukan berbagai pencegahan maka diharapkan kerusakan
lingkungan hidup di masa yang akan datang bisa dihindari.
Pencegahan pencemaran udara yang diakibatkan kepadatan lalu lintas
lebih efektif dari segi pembiayaan, dan lebih mampu untuk mengurangi risiko atau
kerusakan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, daripada penanggulangan
pencemaran udara yang telah terjadi akibat dampak kepadatan lalu lintas sehingga
banyak kendala/akibat yang telah ditimbulkan.
Adapun solusi menurut penulis dalam mengatasi kepadatan lalu lintas bisa
dicegah dengan jalan sebagai berikut:
1. Solusi Jangka Pendek
a. Penempatan petugas pada jam-jam sibuk dalam rangka penertiban dan
penegakan hukum.
Aparat petugas/polisi lebih meningkatkan semangat kerja, kejujuran, dan
kedisiplinan dalam melaksanakan tugas sehingga petugas selalu ada di
tempat tugas terutama pada jam-jam sibuk untuk mengatur kemacetan lalu
lintas dan menindak tegas bagi siapa saja yang melanggar rambu-rambu lalu
lintas tanpa pengecualian dan tidak memungut/menerima uang “damai” dari
pelanggar lalu lintas sehingga bagi pelanggar lalu lintas akan berpikir
panjang apabila melakukan pelanggaran lalu lintas karena sanksinya jelas.
b. Memasang traffic light/rambu lalu lintas di perempatan jalan atau di
persimpangan jalan.
Adanya rambu-rambu lalu lintas diharapkan dapat mengantisipasi
kemacetan lalu lintas karena sudah diatur sedemikian rupa sehingga
pengguna jalan akan berpedoman pada traffic light.
c. Penambahan rambu dilarang berhenti dan parkir.
Untuk jalan-jalan tertentu yang rawan macet sebaiknya dipasangi rambu
dilarang berhenti atau parkir karena padatnya lalu lintas di jalan tersebut
sehingga pengguna jalan tidak ada yang berani berhenti/parkir di jalan
tersebut;
d. Mengecat Zebra Cross
Zebra Cross amat penting untuk menyeberang jalan bagi pejalan kaki, oleh
karenanya agar pejalan kaki tidak sembarangan dalam menyeberang maka
sebaiknya Zebra Cross dicat ulang lagi apabila sudah kelihatan pudar

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

129

sehingga akan kelihatan bagi pengguna jalan yang akan melakukan
penyeberangan;
e. Penertiban kendaraan yang akan menurunkan atau menaikkan penumpang.
Bagi kendaraan umum/angkutan kota maupun mobil pribadi dilarang
sembarangan menurunkan/menaikkan penumpang di sembarang
tempat/jalan sehingga menyebabkan kemacetan oleh karenanya ditertibkan
agar dalam menaikkan/menurunkan penumpang pada tempat/jalan yang
telah ditentukan;
f. Perbaikan terhadap marka jalan.
Marka jalan berupa cat yang kurang jelas (pudar) harap dicat ulang, agar
mempermudah bagi pemakai jalan, sehingga kemacetan lalu lintas dapat
dihindari.
g. Penertiban pedagang kaki lima/pasar yang memakan badan jalan.
Para pedagang kaki lima/pasar sebaiknya tidak memakai badan jalan karena
menganggu kelancaran lalu lintas, sebaiknya pedagang kaki lima/pasar
tersebut ditertibkan untuk dialokasikan ke tempat yang telah
disediakan/tempat lain sehingga tidak mengganggu kelancaran lalu lintas
juga demi keindahan kota agar tidak kelihatan semrawut;
h. Pembatasan larangan masuk truk/kendaraan besar pada jam-jam sibuk.
Oleh karena kendaraan besar banyak memakan jalan, seharusnya diadakan
pembatasan larangan kendaraan besar melewati jalan-jalan yang rawan
kemacetan pada jam-jam sibuk sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas.
i. Melarang kendaraan langsung belok kanan di arus lalu lintas di
persimpangan.
Di persimpangan jalan yang biasanya menimbulkan kemacetan sebaiknya
ada larangan untuk pengguna jalan belok karena langsung, dengan adanya
larangan tersebut diharapkan kemacetan dapat dihindari karena menunggu
antrian belok.
j. Menertibkan becak menunggu penumpang di daerah rawan macet.
Sebaiknya becak dilarang menunggu penumpang dan dilarang melewati
jalan-jalan tertentu yang rawan macet karena menganggu kelancaran lalu
lintas;
k. Pemasangan pagar di sepanjang jalan agar pejalan kaki tidak berjalan di
badan jalan.
Penggunaan badan jalan oleh pejalan kaki menimbulkan kemacetan. Maka,
dipasang pagar di sepanjang jalan yang rawan kemacetan.
l. Pengaturan durasi lampu lalu lintas dengan tepat.
Traffic light/rambu-rambu lalu lintas sebaiknya durasi waktunya diatur
sedemikian rupa dengan tepat disesuaikan dengan kondisi yang ada
sehingga dapat mengatur kelancaran lalu lintas
m. Pemasangan kembali rambu yang hilang.
Apabila rambu-rambu lalu lintas ada yang hilang sebaiknya petugas/instansi
terkait segera mengganti/memasang kembali rambu yang hilang sehingga
larangan-larangan dalam rambu dapat dimengerti pengguna jalan.
n. Melakukan evaluasi/survei dalam tingkat pelayanan.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

130

Dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat sebaiknya petugas/instansi
terkait melakukan evaluasi/survei dalam meningkatkan tugas pelayanan
kepada masyarakat.
o. Pengendalian terhadap kendaraan yang akan putar arah.
Bagi kendaraan yang akan putar arah seharusnya tidak boleh di daerah
rawan macet karena bisa menimbulkan kemacetan lalu lintas.
2. Solusi Jangka Panjang
a. Pemasangan traffic light.
Perlu dipikirkan jangka waktu ke depan jalan-jalan mana yang rawan macet
maka diusulkan dengan adanya pemasangan traffic light sehingga
kemacetan lalu lintas bisa dihindari.
b. Perbaikan atau pembenahan persimpangan jalan.
Persimpangan jalan yang rawan macet sebaiknya dilakukan
pembenahan/perbaikan sehingga persimpangan jalan yang biasanya macet
dapat diantisipasi seminimal mungkin.
c. Mengusulkan Bus Sekolah untuk siswa sekolah.
Untuk masa yang akan datang seharusnya diusulkan sekolah menyediakan
armada angkutan bagi para siswanya sehingga para siswa sekolah tidak
memakai sepeda motor sendiri maupun diantar atau memakai mobil pribadi.
Langkah ini dapat mengurangi kepadatan lalu lintas. Saat ini banyak siswa
memakai sepeda motor, diantar atau memakai mobil pribadi ke sekolah atau
naik kendaraan angkutan umum. Alangkah baiknya ditampung dalam satu
bus sekolah sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas dan mengurangi
polusi udara.
d. Upaya peningkatan kapasitas jalan dengan memisahkan jenis kendaraan
berdasarkan dimensi atau kecepatannya.
Dengan memisahkan jenis kendaraan berdasarkan dimensi atau
kecepatannya dalam upaya peningkatan kapasitas jalan. Misalnya,
dilakukan dengan jalan membuat pemisahan angkutan umum/sepeda motor
dengan kendaraan roda 4/mobil pribadi sehingga mobil pribadi bisa lancar
di jalur yang terpisah dengan angkutan umum yang sering berhenti
menurunkan/menaikkan penumpang di sembarang tempat. Adanya
pemisahan jalur diharapkan dapat mengatasi kemacetan lalu lintas.
e. Pembuatan prioritas Lajur khusus untuk Bus Kota.
Sebagaimana usulan/saran dari The Institute for Transport dan
Development Policy (ITPD), sebuah LSM bidang sistem transportasi dari
New York, mengusulkan kepada Pemkot Surabaya untuk memberikan
prioritas jalur khusus angkutan bus kota. Misalkan lajur khusus bus kota
tersebut dibuat di tengah-tengah jalan, sedangkan jalur kanan-kiri untuk
kendaraan pribadi, pengendara sepeda motor, dan pejalan kaki.
f. Pembuatan lajur khusus untuk kendaraan tidak bermotor.
Kendaraan tidak bermotor misalkan becak, sepeda angin, dan gerobak
sebaiknya dibuatkan lajur khusus sehingga tidak menganggu kelancaran
kendaraan bermotor di jalan.
g. Pembenahan persimpangan dengan pelebaran mulut persimpangan.
Persimpangan jalan biasanya menimbulkan kemacetan. Seharusnya di masa
mendatang dipikirkan melakukan pembenahan dengan melebarkan mulut

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

o.

p.

131

persimpangan jalan. Kendalanya di daerah persimpangan jalan kebanyakan
sudah tidak ada lagi tanah/lahan untuk pelebaran jalan.
Pelebaran jalan yang ada.
Kalau masih memungkinkan jalan yang rawan macet sebaiknya juga
dilakukan pelebaran jalan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas karena
jalan yang sudah ada memang sudah tidak mungkin lagi menampung
mobil/kendaraan bermotor yang ada.
Peningkatan/perbaikan jalan yang tidak rata.
Jalan yang tidak rata mengakibatkan kemacetan dan kecelakaan. Oleh
karenanya, jalan yang tidak rata sebaiknya dilakukan perbaikan untuk
menghindari kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
Perbaikan trotoar di sisi kanan kiri jalan untuk pejalan kaki.
Untuk jangka panjang perlu dipikirkan tentang pembuatan dan perbaikan
trotoar di sisi kanan kiri jalan-jalan yang belum ada trotoarnya oleh karena
trotoar untuk berjalan bagi pejalan kaki, kalau tidak ada trotoar maka
pejalan kaki akan berjalan di badan jalan sehingga menyebabkan
kemacetan.
Perbaikan drainase.
Saluran air sangat penting oleh karena pada musim hujan akan
mengakibatkan banjir sehingga akan menimbulkan kemacetan lalu lintas,
untuk itu sebaiknya dilakukan pembuatan saluran air/drainase pada jalanjalan yang belum ada saluran airnya dan apabila ada kerusakan,
penyumbatan saluran air, dan mungkin kurang lebar dan dalam sebaiknya
segera dipikirkan dan dilakukan perbaikan untuk mengantisipasi banjir agar
tidak terjadi.
Pembuatan jembatan penyeberangan.
Tanpa adanya jembatan penyeberangan maka pejalan kaki yang akan
menyeberang akan sembarangan menyeberang sehingga sering terjadi
konflik antara kendaraan yang lewat dengan pejalan kaki di samping itu
menimbulkan kemacetan dan tidak lancarnya lalu lintas.
Membuat batas dengan kerb antara halte bus dengan badan jalan.
Batas antara halte bus dengan badan jalan harus jelas untuk menghindari
bus kota yang berhenti memakan badan jalan sehingga perlu dibatasi
dengan pembatas jalan.
Pembuatan celukan untuk putar balik (U-Turn).
Kendaraan bermotor dalam putar balik biasanya dilakukan di sembarang
tempat sehingga menimbulkan kemacetan. Oleh karenanya, perlu dibuatkan
celukan untuk putar balik di tempat yang sekiranya tepat untuk melakukan
putar balik sehingga tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Pembatasan perijinan bangunan untuk komersial.
Perizinan bangunan untuk komersial di sepanjang jalan yang rawan
kemacetan seharusnya ditinjau ulang/dibatasi agar tidak mengganggu
kelancaran lalu lintas dan kecelakaan.
Mengusulkan kepada PT. KAI (Kereta Api Indonesia) untuk meninggikan
viaduct.
Untuk menghindari kemacetan lalu lintas seharusnya diusulkan ke PT. KAI
untuk meninggikan viaduct, misalnya seperti di Jln. Ngaglik (perlintasan
KA/viaduct), Jln. Kertajaya (di bawah viaduct).

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

132

q. Peningkatan jalan dan pembenahan jarak pandang.
Jarak pandang dalam berkendaraan bermotor sangat penting oleh karenanya
perlu diadakan peningkatan dan pembenahan lampu-lampu jalan sehingga
terlihat terang terutama dimalam hari;
r. Menentukan jenis pengendalian persimpangan yang tepat.
Perlu dipikirkan jenis pengendalian yang tepat untuk mengatur
persimpangan jalan yang sering rawan kemacetan sehingga di masa yang
akan datang diharapkan persimpangan-persimpangan jalan tidak
menimbulkan kemacetan lalu lintas;
s. Melakukan evaluasi tingkat pelayanan.
Perlu diadakan evaluasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
agar instansi terkait/aparat polisi sebagai pelayan masyarakat dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik dari sekarang.
C. Solusi Pengendalian Pencemaran Polusi Udara Di Kota Surabaya
Selain solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang dalam
mengatasi kepadatan lalu lintas di Indonesia pada umumnya dan di Kota
Surabaya pada khususnya, ada cara lain yang dapat menjadi solusi untuk
pengendalian pencemaran polusi udara di Kota Surabaya: 6
1. Pengendalian Pencemaran Udara Secara Terpadu
Pencemaran udara perkotaan di Indonesia sudah mencapai kondisi yang
memprihatinkan. Pada prinsipnya untuk mengendalikan pencemaran udara
membutuhkan 3 (tiga) hal pokok secara terpadu, yaitu
a. Tersedianya database yang mencakup data pencemaran udara, data
inventarisasi sumber pencemar serta kontribusinya, serta data tentang
berbagai penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran udara. Ketersediaan
data ini akan sangat bermanfaat dalam merumuskan kebijakan yang
diperlukan.
b. Tersedianya perundang-undangan, peraturan pelaksanaan, serta
pelaksanaan dan pengawasannya secara konsisten. Tidak lupa, perlu
dilakukan sosialisasi tentang permasalahan pencemaran udara, dampak
serta solusinya, sehingga setiap orang dapat berperan serta dalam upaya
penanggulangannya.
c. Terlaksananya berbagai tindakan secara terpadu yang secara teknis dapat
menurunkan pencemaran udara.
2. Fokus Pengendalian Emisi Sumber Bergerak Di Indonesia
Berbagai studi yang dilaksanakan di berbagai negara menunjukkan
bahwa transportasi merupakan sumber utama pencemaran udara. Pencemaran
udara dan sektor transportasi rata-rata berkisar 70% dari total pencemaran
udara. Ada 4 hal yang berpengaruh terhadap pencemaran udara dan kendaraan
bermotor, yaitu7
Paul Butarbutar, ”Seminar Lingkungan Bersih Lingkungan Sehat”, 23 Februari 2005,
hal. 1.
7
Ibid, hal. 2
6

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

133

a. Standar emisi dan teknologi kendaraan
Penerapan standar emisi yang ketat dapat menurunkan
pencemaran udara secara signifikan. Sebagai bagian dan pengendalian
pencemaran udara, Kementerian Lingkungan Hidup telah menetapkan
EURO II menjadi standar emisi untuk kendaraan tipe baru melalui Kep.
MenLH No. 141/2003. Keputusan ini berlaku mulai 2005 untuk semua
tipe baru, namun untuk kendaraan dengan tipe yang sedang diproduksi
masih dapat diperjualbelikan hingga akhir 2006.
Untuk mencapai standar emisi tersebut, perusahaan otomotif
perlu melakukan perubahan dalam sistem, yaitu perubahan desain mesin
serta perubahan dalam teknologi pengolahan gas buang. Contoh untuk
perubahan desain mesin adalah penerapan gasoline direct injection
ataupun dengan pengenalan common rail technology. Pengenalan
teknologi ini berhasil meningkatkan efisiensi pembakaran. Sementara
itu, penggunaan catalytic converter ataupun diesel particulate filter
mampu mengolah emisi gas buang sebagai hasil pembakaran.
b. Kualitas bahan bakar
Tentang bahan bakar adalah salah satu persyaratan yang akan
meningkatkan efisiensi dan penggunaan teknologi tersebut adalah
adanya bahan bakar dengan kualitas yang baik. Parameter utama yang
digunakan untuk penentuan kualitas bahan bakar untuk tujuan ini adalah
penghapusan timbal serta penurunan kadar sulfur. Sebagai contoh,
untuk menerapkan EURO II secara efektif, maka dibutuhkan bahan
bakar tanpa timbal serta kandungan sulfur maksimal 500 ppm. Di
samping itu, penggunaan bahan bakar gas juga akan mampu
menurunkan pencemaran udara secara signifikan, terutama karena BBG
tidak mengandung sulfur.
c. Pemeriksaan dan perawatan
Pemeriksaan dan perawatan adalah penerapan sistem
pemeriksaan dan perawatan dimaksudkan untuk memastikan bahwa
setiap kendaraan bermotor dirawat secara teratur, sehingga dengan
perawatan tersebut dipastikan bahwa emisinya juga dapat dijaga dengan
baik. Di Indonesia, saat ini hanya angkutan umum dan kendaraan
komersial lainnya yang sudah diwajibkan untuk mengikuti uji laik jalan.
Sementara itu, saat ini telah disusun rancangan peraturan pemerintah
yang akan mewajibkan pelaksanaan pengujian laik jalan terhadap
kendaraan pribadi, yang mana pelaksanaan pengujian diharapkan dapat
dilakukan oleh bengkel-bengkel besertifikat yang ditunjuk.
d. Perencanaan dan pengelolaan transportasi
Tersedianya sistem transportasi yang baik dapat menurunkan
pencemaran udara secara signifikan. Dengan sistem transportasi yang
baik kemacetan akan dapat dikurangi secara signifikan. Juga akan lebih
banyak masyarakat yang akan beralih ke penggunaan angkutan umum
dibandingkan dengan penggunaan kendaraan pribadi.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

134

e. Tantangan pengendalian pencemaran udara
Hingga saat ini pencemaran udara di kota-kota besar di
Indonesia belum dapat diturunkan secara signifikan. Berbagai hal yang
mempengaruhi adalah:
1. Ketersediaan data (outdoor, indoor) yang akurat untuk kualitas
udara, inventarisasi emisi, kesehatan;
2. Penetapan kebijakan dan aturan pelaksanaannya;
3. Konsistensi penegakan aturan;
4. Koordinasi antarinstansi
 Koordinasi antarinstansi perlu dilakukan secara teratur;
 Perlu disepakati target penurunan pencemaran udara;
 Pengembangan program terpadu untuk penurunan pencemaran
udara; pelaksanaan kegiatan tanggung jawab masing-masing
lembaga terkait.
5. Kapasitas staf pemerintah;
6. Good governance, terutama menyangkut pembagian peran:
regulator, pelaksana, auditor.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dampak kepadatan lalu lintas pada jam-jam sibuk di Kota Surabaya akibat
kemacetan lalu lintas adalah salah satu sumber utama timbulnya polusi udara di
Kota Surabaya. Selain itu, asap yang dihasilkan pabrik, seperti polusi udara
dan polusi suara (kebisingan) yang ditimbulkan pembuangan asap (emisi)
kendaraan bermotor sangat berpengaruh pada lingkungan hidup, efek yang
langsung berpengaruh pada manusia dan langsung dapat dirasakan berupa
udara sekitar menjadi panas, sesak napas, mata merah, dan lain-lain. Hal
tersebut disebabkan bertambah dan berkembangnya penggunaan alat
transportasi di Kota Surabaya tidak diimbangi pengaturan jalan maupun
pelebaran jalan yang memadai. Jumlah kendaraan yang berada di jalanan tidak
terbendung jumlahnya. Jalan yang tersedia tidak cukup untuk menampung
jumlah kendaraan lantas menyebabkan kepadatan lalu lintas. Pada jam-jam
sibuk sudah pasti terjadi kemacetan yang sangat panjang.
2. Peran pemerintah dalam mengatasi kepadatan lalu lintas di Kota Surabaya ada
beberapa hal, seperti penerapan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada 26 Mei 1999 yang terkait
dengan Program Langit Biru yang diatur sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-15/MENLH/4/1996, yang ditetapkan
pada 26 April 1996. Alternatif lain dalam mengatasi kepadatan lalu lintas di
Kota Surabaya adalah sebagai berikut:
a. Solusi jangka pendek dan jangka panjang;
b. Pengendalian pencemaran udara secara terpadu;
c. Fokus pengendalian emisi sumber bergerak di Indonesia:
 Standar emisi dan teknologi kendaraan;
 Kualitas bahan bakar;
 Pemeriksaan dan perawatan;
 Perencanaan dan pengelolaan transportasi.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

135

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 yang mengatur
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), juga mengatur permasalahan di
atas dengan berbagai ancaman jika terjadi pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup dan ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut
diatur dalam beberapa pasal, antara lain Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal
44 UU Nomor 23 Tahun 1997.
B. Saran
1. Penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) adalah alternatif terbaik untuk
pencegahan perusakan lingkungan akibat tingginya gas emisi. BBG akan
memberikan dampak positif baik bagi lingkungan maupun pilihan
diversifikasi energi di sektor transportasi. Untuk kelanjutan pelestarian
lingkungan diharapkan masyarakat menaati Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup perihal kebersihan udara sehingga dapat
mengatasi masalah kepadatan lalu lintas terkait Program Langit Biru.
2. Aparat penegak hukum harus meningkatkan, menyadari, dan konsisten
dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai upaya pelayanan kepada
masyarakat khususnya di bidang lingkungan hidup tentang masalah dan
bahaya pencemaran udara dengan berbagai ancaman jika terjadi
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan UU
Nomor 23 tahun 1997.

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

Widyawati Boediningsih, SH.,MH: Dampak Kepadatan Lalu Lintas
terhadap Polusi Udara Kota Surabaya

136

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Anton Tabah, Polri Dan Penegak Hukum Di Indonesia, Afrikel UNISIA Nomor
22 Tahun XVI, Triwulan II, 1994.
BPHN, Seminar Segi-segi Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bina Cipta,
Bandung, 1977
Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, Liberty,
Yogyakarta, 1999.
Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara, Jakarta, 1983.
Erman Rajagukguk, Agenda Pembaharuan Umum Ekonomi Indonesia
Menyongsong Abad XXI, Materi Kuliah Pembukaan Semester Genap TA
1996/ 1997, Program Magister (S2) Ilmu Hukum UII Yogyakarta.
Fuad Amsyari, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1977, Hal. 11.
J.E. Goldtorpe, The Sociology Of The Tried, Disparity And Involvement,
Cambridge: Cambridge University Press, 1975, Hal. 218, Dalam Buku :
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Ketiga, 1987.
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cetakan Ke-12, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, 1996.
_______, Hukum Tata Lingkungan, Edisi Ketujuh Cetakan Ke-16, 2001.
Mochtar Kusumaatmadja, Seminar Sehari di Universitas Padjajaran, “Pengaturan
Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia; Beberapa Pikiran dan
Saran”, Lembaga Penelitian Hukum Dan Kriminologi, Universitas Padjajaran,
Bandung, 1975.

Munajat Danusaputra, Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Bina Cipta, Bandung,
1982.
_______, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 1983.
Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta, 1991.
_______, Permasalahan Lingkungan Hidup, Makalah Seminar Segi-segi Hukum
Pengelolaan Lingkungan Hidup, BPHN, Mei 1972, hal. 30.
Paul Butarbutar, Seminar Lingkungan Bersih Lingkungan Sehat, 23 Februari
2005.
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Airlangga University Press, 1996.
Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan: “Mengenal Instrumen Hukum
Pengendalian Pencemaran Udara Di Indonesia”, Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya, 2004.
Seminar Otopoint, Pengendalian Emisi Kenda