IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran U

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha
Unit pengolahan ikan asin ini telah berdiri sejak tahun 1997 dan
merupakan usaha turun temurun yang pertama kali didirikan oleh Bapak H.
Madrina. Tujuan didirikannya unit usaha ini untuk memanfaatkan lahan kosong di
belakang tempat tinggal yang berdekatan langsung dengan perairan serta
memanfaatkan hasil tangkapan nelayan bernilai ekonomis rendah seperti ikan –
ikan kecil. Pada awal berdiri usaha ini hanya dijalankan oleh keluarga sendiri
sebanyak 4 orang namun seiring waktu usaha ini kini berkembang dan mulai
diikuti kelompok usaha lain dari masyarakat sekitar dengan produk olahan yang
sama yaitu ikan asin atau ikan kering. Sehingga dalam satu tempat industri
terdapat 2 kelompok usaha bersama dan modal serta keuntungan usaha diserahkan
oleh masing - masing pihak.
Usaha Bapak H. Madrina mulai mengalami perkembangan sejak tahun

2000 dan pernah memiliki 12 pekerja. Mulai tahun 2010 jumlah pekerja menurun
disebabkan maraknya penduduk yang memilih bekerja diluar negeri sebagai
TKI/TKW. Produk yang dihasilkan berupa olahan tradisional ikan kering dan ikan
asin dari berbagai jenis ikan. Sejak tahun 2013 kelompok usaha ini mendapatkan
bantuan dari beberapa instansi salah satunya Universitas Padjajaran sebagai UKM
binaan. Lalu pada tahun 2014 mendapat bantuan berupa pelatihan Program
Peningkatan Mutu Produk Pangan Olahan Berbasis Good Manufacturing Product
(GMP) UKM Ikan Asin oleh Pertamina PT PHE ONWJ.

20

Awalnya kendala yang dialami berupa bangunan pengolahan dan
peralatan. Namun, berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, bangunan
unit pengolahan mulai direnovasi dan dilengkapi dengan bak semen untuk
perendaman. Peralatan produksi pun mulai bertambah termasuk untuk bagian
penjemuran. Pemasaran produk sudah mulai merambah hingga keluar desa
bahkan di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Indramayu. Hingga kini,
usaha ikan asin sudah dijalankan oleh keturunan Bapak H. Madrina dan telah
mengalami peningkatan jumlah produksi serta ragam jenis ikan yang diolah.
Pekerja yang tergabung dalam unit UKM Bapak Kaspan di Desa Eretan

Kulon ini telah mengikuti beberapa pelatihan dan pemahaman berupa sistem
pengolahan dan cara pemasaran meskipun belum diterapkan secara keseluruhan
pada proses produksi. Upah pekerja diberikan setiap satu kali produksi dengan
harga antara Rp 800,00 sampai Rp 1000,00 untuk setiap pengolahan 1 kg ikan.
Produk yang paling banyak dipesan oleh tengkulak yaitu ikan petek asin.
4.1.2.

Lokasi
UKM Bapak Kaspan ini terletak di Desa Eretan Kulon tepatnya di Jalan

KUD Mina Bahari berdekatan langsung dengan TPI Eretan Kulon, Kecamatan
Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah tempat
produksi adalah sebagai berikut :


Sebelah utara

: Rumah warga




Sebelah selatan

: Rumah warga



Sebelah timur

: Jalan Desa Eretan Kulon



Sebelah barat

: Sungai

21

Lokasi pengolahan ikan asin menempati area seluas 375 m2 meliputi

tempat penyortiran, pencucian, pengolahan, perendaman dan penjemuran.
Kegiatan pengolahan dilakukan dibangunan berdinding semen dan bambu seluas
75 m2 yang terbagi menjadi 3 bilik/ruang. Ruang perendaman dan pencucian
berisi 8 bak semen berukuran 64 x 83 x 64 cm 3 dilengkapi dengan tempat
penyimpanan pasokan garam. Tempat pengeringan ikan berada di luar bangunan
tepatnya dihalaman seluas 20 x 15 m2. Lokasi UKM ini sangat strategis karena
berdekatan dengan sumber bahan baku serta dilewati oleh perairan dimana kapal kapal nelayan berlabuh sehingga saat nelayan datang, bahan baku langsung dijual
ditempat pengolahan. Kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran
masyarakat sekitar dalam mengelola sampah dan tempat pembuangannya.
Masyarakat gemar membuang sampah dipinggiran sungai yang jaraknya kurang
dari 10 meter dari lokasi produksi sehingga produk riskan tercemar.
4.1.3. Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi berupa peralatan – peralatan yang digunakan dalam
menunjang kegiatan produksi. Fasilitas produksi berguna dalam membantu setiap
tahapan pembuatan produk ikan asin. Adapun fasilitas peralatan yang terdapat
pada UKM Bapak Kaspan adalah sebagai berikut :
1. Bakul bambu
Bakul yang digunakan terbuat dari anyaman bambu dengan diameter 52
cm dan tinggi 22 cm yang berfungsi sebagai wadah sementara bagi produk
yang telah jadi juga digunakan sebagai tempat bahan baku dengan ukuran

bakul yang lebih besar.

22

2. Blong
Blong plastik berfungsi untuk menyimpan bahan baku yang belum diolah
dengan tambahan es batu.
3. Ember
Ember plastik berfungsi untuk mengambil atau menyimpan air untuk
mencuci dan sebagainya.
4. Pisau
Pisau digunakan dalam penyiangan ikan yang akan dijadikan produk ikan
kering atau ikan asin selain jenis ikan layur dan ikan petek.
5. Papan kayu
Papan kayu dengan panjang ± 50 cm digunakan sebagai tempat pengganti
talenan saat proses penyiangan.
6. Serok
Serok terbuat dari potongan drum plastik dengan gagang kayu untuk
mengambil garam dari karung – karung.
7. Serok kayu

Berbentuk seperti sekop datar terbuat dari kayu untuk membantu
meratakan ikan yang akan dijemur diatas para – para.
8. Para – para
Tempat penjemuran ikan terbuat dari potongan bambu dan jaring yang
dibuat berbentuk persegi panjang dengan luas 95 x 115 cm 2 dan terdapat
40 para – para yang digunakan dalam produksi.

23

9. Balok kayu
Potongan kayu dengan panjang ± 58 cm sebanyak 7 buah sebagai
pemberat dalam proses penggaraman.
10. Timbangan
Timbangan berbentuk stick kuningan dengan kapasitas maksimal 50 kg.
Berfungsi dalam menimbang bahan baku yang dibeli dari nelayan juga
saat penjualan produk pada tengkulak atau orang lain.
11. Karung
Karung sebagai tempat ikan asin atau produk lain yang sudah jadi dalam
hal pendistribusian pada tengkulak atau pembeli.
12. Plastik

Plastik digunakan sebagai wadah pengemas produk yang dijual. Kantong
plastik yang digunakan berwarna hitam berukuran 17, 24 dan 28 cm.
Selain fasilitas berupa peralatan produksi, fasilitas bangunan unit
pengolahan ikan juga penting untuk diperhatikan. Adapun fasilitas bangunan pada
UKM Bapak Kaspan, Desa Eretan Kulon adalah sebagai berikut :
1. Ruang penggaraman
Ruang penggaraman seluas 15 m2 berisi 8 bak semen masing – masing
berukuran 64 x 83 x 64 cm3. Selain sebagai tempat penggaraman, ruangan
ini juga berfungsi sebagai tempat menyimpan pasokan garam untuk
produksi.

24

2. Ruang penyimpanan bahan baku dan peralatan
Ruangan ini memiliki luas 15 m2 berfungsi untuk menyimpan bahan baku
ikan yang belum diolah dan sebagai tempat penyimpanan barang/peralatan
produksi.
3. Ruang penyimpanan produk
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan produk yang sudah
kering. Produk ditempatkan dalam karung - karung, keranjang plastik atau

bakul sebelum dijual kepada konsumen. Selain itu, ruangan ini juga
berfungsi sebagai tempat istirahat dan menyimpan peralatan pribadi
pekerja seperti peralatan makan dan sebagainya.
4. Tempat pengolahan
Kegiatan produksi seperti penyortiran, penyiangan dan pencucian
dilakukan di pelataran bangunan berlantai semen seluas 15 m2. Tempat ini
juga digunakan pada saat penyusunan ikan diatas para - para sebelum
dilakukan penjemuran.

25

4.2.

Pengolahan Ikan Asin Petek

4.2.1. Diagram Alir Pengolahan Ikan Asin Petek
Pengolahan ikan asin petek digambarkan pada diagram alir sebagai
berikut:

Penerimaan bahan baku


Sortasi

Ikan petek

Pencucian dengan air bersih
Penggaraman ikan dengan
metode penggaraman kering (dry
salting)

Ikan disusun selapis demi selapis
di dalam bak semen, diselingi
dengan lapisan garam.

Pembilasan dengan air bersih

Penjemuran
(2 hari)

Lapisan teratas berupa garam dan

diberi pemberat berupa balok
kayu

Ikan petek asin

Perendaman
(2 hari)

Pengemasan dan Pemasaran

26

Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Ikan Asin Petek

4.2.2. Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku ikan petek diperoleh dari sekitar pantai utara Jawa yang
melewati perairan Indramayu dan didatangkan langsung oleh nelayan-nelayan ke
tempat pengolahan atau melalui lelang di TPI di dekat lokasi pengolahan dengan
jarak 200 m. Ikan-ikan tersebut ditempatkan di dalam bakul yang terbuat dari
anyaman bambu, ember plastik ataupun blong-blong plastik dan terkadang

tercampur dengan jenis ikan lain sehingga perlu dilakukan penyortiran terlebih
dahulu. Harga 1 bakul ikan petek dengan berat ± 30 kg adalah Rp 120.000,00 jika
musim penghujan tiba harga ikan menjadi Rp 150.000,00/bakul. Satu kali
produksi ikan petek asin membutuhkan ± 6 - 18 bakul ikan petek dengan total
berat 180 - 540 kg ikan.
Berikut adalah data panjang dan berat ikan petek segar di UKM Bapak
Kaspan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Panjang dan Berat Ikan Petek (Leiognathus equulus) di UKM Bapak
Kaspan
Ikan Petek
Panjang (cm)
Berat (gram)
1
13,5
30
2
2
1
3
3
1,5
4
12
25
5
13,7
26
6
15,5
36
7
10
21
8
14
29
9
13,5
25,5
10
15
30
Ukuran ikan petek yang digunakan dalam pembuatan ikan asin ini
bervariasi, untuk ukuran paling kecil yaitu 2 - 3 cm dengan berat 1 – 1,5 g dan

27

ditemukan dalam jumlah sedikit 5 - 10 ekor pada setiap bakulnya. Ukuran sedang
ikan petek rata-rata 10 – 15,5 cm dengan berat rata-rata 21 – 36 g/ekor.
Bahan baku diangkut dari TPI/Koperasi dengan menggunakan becak dan
langsung diolah menjadi produk, bila waktu tidak mencukupi bahan baku
disimpan di dalam wadah plastik/blong dengan tumpukan es agar kesegaran ikan
tetap terjaga dan dapat diolah dihari berikutnya. Hal ini diperkuat oleh Asgar dan
Rahayu (2014), pendinginan merupakan penggunaan suhu rendah (dibawah suhu
kamar) dan pada umumnya ditujukan untuk mempertahankan kesegaran bahan.
Garam yang digunakan dalam proses penggaraman adalah garam krosok
yang dibeli dari petani garam disekitar wilayah Desa Eretan Kulon. Garam krosok
memiliki butiran yang kasar dan ukuran kristalnya besar serta memilik warna
putih kusam. Menurut Rositawati et al. (2013), garam yang dibuat dengan cara
penguapan air laut dari meja kristalisasi di ladang-ladang penggaraman
merupakan garam kasar (crude salt). Secara teoritis garam yang berasal dari
penguapan air laut mempunyai kadar NaCl 97% lebih, akan tetapi dalam
prakteknya umumnya lebih rendah. Harga 1 karung garam dengan berat 50 kg
bervariasi sesuai dengan musimnya. Jika musim panen harga 1 karung garam
yaitu Rp 25.000,00 dan jika sedang tidak musim panen harga dapat mencapai
hingga Rp 70.000,00. Satu kali produksi ikan asin petek membutuhkan 1 - 4
karung garam dengan berat total 200 kg. Garam langsung dibeli dalam jumlah
banyak untuk cadangan persediaan kala musim panen habis. Tumpukan karung
garam yang telah dibeli disimpan di dalam gudang sebagai persediaan.
Pendistribusian garam dilakukan dengan menggunakan sepeda motor dan
terkadang garam yang dipesan diantar langsung ke tempat pengolahan.

28

4.2.3. Penyortiran
Bahan baku yang didatangkan dari nelayan langsung atau TPI dalam satu
wadah/blong berisi campuran beberapa ikan. Meskipun untuk ikan petek dibeli
secara terpisah, namun masih ada beberapa jenis ikan hasil tangkapan lain yang
terbawa sehingga diperlukan proses penyortiran sebelum pengolahan berlanjut.
Penyortiran ini berguna untuk memisahkan jenis ikan yang akan diolah menjadi
ikan asin dan ikan kering juga ikan yang perlu disiangi atau langsung diolah.
Menurut Dharmawirawan dan Modjo (2012), penyortiran hasil tangkapan secara
keseluruhan baru dilakukan pada saat perjalanan menuju fishing base dengan
memisahkan hasil tangkapan berdasarkan nilai ekonomis (jenis), ukuran tubuh
dan pemanfaatannya. Beberapa jenis ikan yang disortir yaitu ikan petek, kuniran,
kapasan, layur kecil, koros dan bahkan ditemukan beberapa ikan buntal kecil
dengan ukuran panjang telunjuk orang dewasa. Ikan yang tidak disiangi umumnya
ikan - ikan berbentuk pipih seperti petek dan layur. Ikan tersebut langsung diolah
dalam bentuk utuh dan tidak dilakukan penyiangan atau pembelahan.
4.2.4. Pencucian
Bahan baku yang akan diolah menjadi produk dicuci dengan
menggunakan air yang bersumber dari perairan didekat lokasi pengolahan yang
telah dipompa dengan menggunakan mesin pompa air. Perairan tersebut
merupakan sungai yang bermuara pada laut yang melintasi daerah Eretan Kulon.
Pencucian ini berfungsi untuk membersihkan kotoran yang terbawa pada bahan
baku.
Secara teori, air yang digunakan dalam proses pencucian bahan baku untuk
produk pangan adalah air bersih, tidak berbau dan tidak berwarna. Namun pada

29

prakteknya, air yang digunakan sedikit berbau dan berwarna cokelat keruh karena
air yang dipompa tidak melalui proses filtrasi sehingga dimungkinkan substrat
perairan masih belum hilang sempurna. Sumber air berasal dari perairan sungai
yang bermuara di laut serta dekat dengan tempat pembuangan sampah. Menurut
Vatria (2010), standar air untuk pencucian ikan menurut SNI, ditempatkan di
saluran terpisah dan tidak berhubungan silang dengan sistim saluran air dan harus
memenuhi persyaratan air minum serta secara kontinyu diperiksakan ke
laboratorium.
Pencucian dilakukan hanya dengan menggunakan air tanpa tambahan
larutan atau senyawa lain. Proses pencucian sebelum penggaraman tidak selalu
dilakukan. Proses pencucian tidak selalu dilakukan setiap produksi, terkadang
bahan baku setelah disortasi langsung dimasukkan dalam bak perendaman dengan
garam dan baru dilakukan pembilasan dengan air sebelum pengeringan.
4.2.5. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan di dalam bak semen. Lapisan paling bawah
yaitu air dan tumpukan garam. Ikan digarami dengan penggaraman kering dimana
ikan disusun berlapis diselingi dengan garam dan lapisan paling atas diberi garam
hingga menutupi seluruh lapisan ikan serta susunan paling atas diberi pemberat
berupa balok kayu atau genteng agar cairan dari tubuh ikan dapat keluar dan
proses penggaraman berlangsung cepat karena selama proses penggaraman terjadi
penetrasi garam kedalam tubuh ikan dan menyebabkan keluarnya cairan dari
tubuh ikan. Menurut Adawyah (2007), penggaraman dilakukan dengan melumuri
ikan dengan lapisan garam lalu diatur berlapis-lapis di antara dua lapisan garam
atau diaduk dengan garam di bak penggaraman, di atas tumpukan ikan ditutup

30

dengan anyaman bambu yang jarang dan diberi pemberat, ikan direndam dalam
bak selama 24 jam atau lebih.
Satu bak semen ukuran 64 x 83 x 64 cm 3 dapat menampung 6 bakul ikan
dengan berat masing-masing 30 kg/bakul dan membutuhkan 1 karung garam
dengan berat 50 kg. Proses penggaraman ini dilakukan selama 1 – 2 hari. Ikan
dibiarkan berada di dalam bak penggaraman untuk selanjutnya dijemur. Jika
bahan baku ikan petek melimpah, penggaraman dapat dilakukan di 4 bak semen.
Setelah proses penggaraman selesai, seluruh garam yang larut dan cairan dari
tubuh ikan akan tersisa di dalam bak sehingga ikan terendam di dalam larutan
garam dan siap untuk diangkat dari bak penggaraman. Karakteristik ikan setelah
dilakukan proses penggaraman tidak berbeda jauh pada saat sebelum dilakukan
proses penggaraman. Warna tubuh ikan masih mengkilap spesifik jenis ikan petek
hanya saja tekstur daging menjadi lebih padat dari sebelum proses penggaraman
Perbedaan terletak pada berat ikan yang menyusut sebanyak 12,5% dari berat
awal ikan sebelum proses penggaraman berlangsung.
4.2.6. Pembilasan
Pembilasan dilakukan setelah proses penggaraman selesai. Ikan-ikan yang
berada dibak perendaman dipindahkan pada bak semen berukuran sama yang
dapat menampung ± 340 L air untuk dilakukan proses pembilasan/pencucian.
Pembilasan dilakukan dengan cara menyerok ikan dari bak penggaraman
menggunakan bakul bambu lalu dimasukkan ke dalam bak berisi air hingga semua
ikan terendam. Selanjutnya diangkat dan air dibiarkan merembas keluar dari celah
- celah bakul bambu. Proses pembilasan dilakukan sebanyak 1x. Tujuan dari
pembilasan ini yaitu menghilangkan sisa-sisa garam yang menempel pada tubuh

31

ikan sehingga konsentrasi di dalam dan di luar tubuh ikan tetap seimbang dan
menjadikan produk bersih dengan tampilan menarik serta untuk mengurangi
tingkat keasinan pada ikan agar rasa ikan asin yang sudah jadi nantinya tidak
terlalu asin karena rasa akan mempengaruhi tingkat penjualan pada konsumen.
Menurut Rahmani et al. (2007), pembeli atau konsumen memberikan kelas pada
ikan asin, yaitu kelas A adalah ikan asin dengan rasa tidak terlalu asin.
4.2.7. Pengeringan
Menurut Riansyah et al. (2014), pengeringan adalah suatu metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara
menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Secara umum
keuntungan dari pengawetan ini adalah bahan menjadi awet dengan volume bahan
menjadi kecil sehingga memudahkan dalam pengangkutan. Pengeringan ikan
petek asin ini dilakukan dengan cara tradisional yaitu penjemuran diatas para-para
menggunakan sinar matahari. Luasan para-para yang terdapat di unit pengolahan
tersebut adalah 95 x 155 cm2. Ikan petek yang sudah dibilas dengan air kemudian
ditumpuk diatas para-para dan diratakan dengan menggunakan serok kayu. Ikan
disebar merata diatas para-para sehingga tidak ada ikan yang saling bertumpuk
untuk mempercepat proses pengeringan. Ikan tidak diletakkan satu persatu
disebabkan ikan dalam bentuk utuh serta jumlahnya banyak. Hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses persiapan penjemuran dan tidak berlaku untuk jenis
ikan lain yang dibelah. Para-para diletakkan tanpa kemiringan diatas penyangga
bambu yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai
tempat penjemuran para-para.

32

Penyangga para-para memiliki panjang 284 cm dengan tinggi dari
permukaan tanah 52 cm. Jarak kedua penyangga sejauh 110 cm disesuaikan
dengan panjang para-para. Proses pengeringan bergantung pada cuaca. Jika cuaca
panas dengan suhu diatas 30oC pengeringan dapat berjalan selama 1 sampai 2
hari. Namun, jika musim penghujan atau cuaca mendung pada suhu 28 - 29 oC,
pengeringan dengan penjemuran berlangsung lebih dari 2 hari. Penjemuran
dilakukan sejak pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. Bila ikan belum
kering, para-para ditumpuk sebanyak 5 – 7 buah lalu dilapisi dengan terpal hingga
tertutup dan penjemuran dilanjutkan keesokan harinya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari hujan pada malam hari sehingga ikan asin tidak rusak.
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari tergolong metode yang
murah dan mudah dan banyak diterapkan oleh masyarakat-masyarakat pesisir.
Tempat penjemuran ikan seharusnya berada di halaman yang cukup luas
tergantung dari jumlah produksi dan di lingkungan yang bersih. Resiko utama
pada pengeringan tradisional ini adalah jika musim hujan berkepanjangan ikan
tidak cepat kering dan dalam jangka waktu lama berpotensi timbulnya jamur. Hal
ini diperkuat oleh Utami et al. (2014), kendala pada pengeringan secara
tradisional yaitu pengeringan membutuhkan waktu lebih lama sehingga
menyebabkan kesegaran ikan cepat turun karena ikan terpapar pada suhu dan
kelembaban yang tinggi dalam jangka waktu lama.
Setelah dilakukan proses penjemuran, tekstur ikan menjadi lebih padat dan
keras serta warna ikan berubah menjadi putih pucat, kulit ikan terlihat mengkerut,
bau karakteristik ikan asin sudah mulai terasa. Ikan petek yang telah menjadi ikan
asin mengalami penyusutan hingga 45% dari berat ikan setelah dilakukan proses

33

penggaraman. Menurut Witono et al. (2013), garam menyebabkan koagulasi dan
denaturasi protein dan enzim sehingga menimbulkan pengerutan pada daging
ikan, akibatnya air terperas keluar.
4.2.8. Pengemasan dan pemasaran
Ikan asin yang sudah kering disimpan dalam wadah berupa bakul yang
terbuat dari anyaman bambu atau keranjang plastik dengan ukuran tinggi 22 cm
dan diameter 52 cm. Ikan petek asin disortir kembali berdasarkan ukuran setelah
proses pengeringan selesai. Untuk ukuran kecil kurang dari 5 cm akan
ditempatkan dalam wadah terpisah dan dijual sebagai bahan pembuatan rempeyek
ikan. Sedangkan ikan berukuran sedang dijual pada tengkulak atau pemesan.
Produk ini tidak memiliki kemasan tetap dan belum memiliki label seperti merk
dagang, kode PIRT, izin Dinas Kesehatan juga logo halal. Produk hanya dikemas
menggunakan plastik hitam bila ada pembeli yang membeli dalam jumlah kecil
dengan harga perkilonya yaitu Rp 13.000,00 – Rp 15.000,00. Sedangkan untuk
para tengkulak atau pemesan dengan jumlah besar, produk dikemas menggunakan
karung atau kardus. Menurut Hendrasty (2013), kerusakan ikan dan hasil laut
kering pada saat penyimpanan dapat dihindarkan dengan pengemasan yang baik.
Sifat pengemas mempunyai sifat tidak tembus uap air dan kondisi ruang
penyimpanan bersih, kering dan sejuk.
Umumnya konsumen datang sendiri ke tempat pengolahan untuk membeli
produk. Jika dipesan, produk akan didistribusikan pada para tengkulak atau
pemesan dengan menggunakan sepeda motor. Jumlah pesanan dan pemesan tidak
tentu setiap hari. Ikan asin yang belum terjual disimpan dalam gudang
penyimpanan pada keranjang plastik atau karung. Penyimpanan ini dapat

34

berlangsung lama dan jika ikan sudah rusak seperti berjamur, ikan akan langsung
dibuang.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penjualan ikan petek asin yaitu
sebesar Rp 8.000,00 untuk setiap penjualan 1 kg ikan petek asin. Keuntungan ini
diperoleh dari total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.
Total biaya yang dikeluarkan dari bahan baku ikan petek segar seharga Rp
720.000,00 untuk 180 kg ikan dan Rp 25.000,00 untuk 50 kg garam krosok
sehingga jika dijumlahkan dalam produksi 180 kg ikan petek menghabiskan dana
kurang lebih Rp 745.000,00 untuk pembelian bahan baku dan pengeluaran lain
seperti perawatan mesin pompa air dan pembelian kantong plastik, karung juga
kardus sehingga total biaya keseluruhan sebesar Rp 800.000,00. Jika total biaya
dibagi dengan jumlah produksi 180 kg maka harga 1 kg ikan petek asin adalah Rp
5.000,00, sedangkan ikan petek asin dijual Rp 13.000/kg yang berarti keuntungan
mencapai 60%. Keuntungan dari penjualan dapat bertambah atau berkurang sesuai
dengan musim dan ketersediaan bahan baku. Produk hanya dipasarkan disekitar
wilayah Kabupaten Indramayu melalui para tengkulak. Umumnya para tengkulak
tersebut menjual kembali produk di wilayah pasar - pasar tradisional. Menurut
Effendi dan Wawan (2006), pada pemasaran produk ikan asin, produsen tidak
mengalami kesulitan yang berarti. Hal ini dikarenakan tiap jenis ikan asin yang
diproduksi telah memiliki daerah pemasaran masing-masing, sehingga tidak
terjadi perebutan daerah pemasaran.

35

4.3.

Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan pada ikan petek segar dan ikan petek asin. Uji

organoleptik dilakukan dengan memanfaatkan alat indera menggunakan
scoresheet. Ikan yang datang ke tempat pengolahan langsung dilakukan uji
organoleptik sebelum proses penggaraman dimulai. Uji organoleptik melibatkan 5
orang panelis yang berada di tempat pengolahan. Hasil perhitungan uji
organoleptik pada ikan petek segar dalam satu kali produksi yaitu berkisar 8, 096
≤ µ ≤ 8, 108 dengan ciri-ciri bola mata cembung dan mengkilap, insang berwarna
merah tua dengan sedikit lendir transparan, lapisan lendir pada permukaan badan
jernih dan cukup jernih, sayatan daging cemerlang dan jaringan daging kuat, bau
segar serta tekstur padat, kompak dan elastis. Karakteristik tersebut menandakan
ikan masih dalam keadaan segar dan layak untuk diolah lebih lanjut.
Menurut Ali et al. (2014), mutu ikan asin ditentukan berdasarkan
parameter organoleptik dan kimiawi. Metode organoleptik menggunakan uji
hedonik (tingkat kesukaan) dari panelis dengan bantuan scoresheet yang meliputi
tekstur ikan asin, warna dan aroma ikan asin. Nilai uji organoleptik pada ikan
petek asin adalah sebesar 8, 234 ≤ µ ≤ 8, 406 dengan ciri-ciri kenampakan utuh,
rapi, bercahaya menurut jenis, bau harum spesifik jenis tanpa bau tambahan, rasa
enak tanpa rasa tambahan, tekstur padat, kompak, lentur dan cukup kering serta
tidak ditemukan adanya jamur. Karakteristik tersebut menadankan ikan petek asin
layak untuk dikonsumsi.

36

4.4.

Penanganan Limbah
Limbah yang dihasilkan selama proses produksi adalah limbah padat dan

limbah cair. Limbah padat berupa hasil penyiangan ikan yaitu kepala, sisik dan isi
perut. Sedangkan limbah cair berupa air hasil pencucian serta air hasil
penggaraman. Penanganan terhadap limbah padat yaitu dengan mengolahnya
menjadi pakan ternak unggas. Hasil limbah yang didapat dikumpulkan dan
diserahkan kepada warga yang ingin mengolahnya menjadi pakan ternak. Jika
tidak ada, limbah langsung dibuang ke tumpukan sampah yang berada di pinggir
sungai. Sedangkan untuk limbah cair semuanya langsung dibuang dan dialiri
melalui selokan yang terhubung pada sungai. Tidak ada perlakuan khusus pada
limbah yang dihasilkan sehingga menyebabkan perairan yang berada didekat
lokasi pengolahan menjadi bau dan tercemar.
Aktivitas pembuangan limbah langsung menuju perairan menyebabkan
sering terjadinya rob atau air laut naik dan lokasi pengolahan menjadi banjir.
Pembuangan limbah padat yang sembarangan seringkali mendatangkan lalat
disekitar lokasi penjemuran produk. Selain itu, perairan menjadi semakin keruh
dan sering tercium bau tidak sedap. Menurut Sumarno et al. (2015), dampak
negatif dari pendirian unit pengolahan ikan di Kabupaten Indramayu adalah
terganggunya lingkungan dan masyarakat di sekitar unit pengolahan ikan, seperti
pencemaran perairan sehingga timbul bau yang dapat mengganggu kesehatan bagi
masyarakat sekitar.