APA MENGAPA DAN BAGAIMANA PMRI

APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Marion, S.Pd.
NIM 06022681318005

Tugas 1
Mata Kuliah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Dosen Pengasuh:
1. Prof. Dr. Zulkardi, M.I.komp., M.Sc.
2. Prof. Dr. Marteen Dolk

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
Palembang
2013

APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)


Marion
NIM 06022681318005
marion@pnsmail.go.id

ABSTRAK
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran apa, mengapa dan bagaimana
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI adalah pendekatan pembelajaran matematika
yang mengacu kepada teori pembelajaran matematika yang memandang bahwa matematika bukan
sekedar produk jadi ilmu pengetahuan melainkan aktivitas manusia. PMRI dikembangkan untuk
menjawab rendahnya mutu pendidikan matematika di Indonesia dan sekaligus menjawab pandangan
bahwa matematika adalah produk jadi. Seharusnya matematika dipandang sebagai aktifitas manusia,
aktifitas berfikir. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI mengacu kepada standar
pembelajaran PMRI, yaitu diawali dengan masalah realistik, memberi kesempatan peserta didik
bereksplorasi, mengaitkan antar berbagai konsep matematika, dan diakhiri dengan proses konfirmasi .
Kata Kunci: PMRI, pembelajaran matematika

1.

Pendahuluan
Banyak upaya yang dilakukan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan, untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan matematika. Satu
di antara upaya tersebut adalah penggunaan beragam pendekatan pembelajaran, mulai dari
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pendekatan Keterampilan Proses, Pendekatan Kontekstual
sampai pada Pendekatan Berbasis Masalah, Pendekatan Berbasis Proyek dan Pendekatan
Berbasis Portofolio. Terakhir pada 2013 lalu disyahkan penggunaan pendekatan pembelajaran
ilmiah (saintifik) dalam implementasi Kurikulum 2013.
Satu di antara pendekatan pembelajaran matematika di sekolah yang telah digalakkan
sejak tahun 2001 adalah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Dalam makalah
ini penulis mencoba membahas apa, mengapa dan bagaimana PMRI sebagai pendekatan
pembelajaran matmatika di sekolah.
Tujuan penulisan ini adalah memberikan gambaran tentang apa, mengapa dan
bagaimana PMRI sebagai pendekatan pembelajaran matematika di sekolah.

Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi siswa sebagai upaya memaknai belajar
matematika, bagi guru sebagai pendekatan pembelajaran dan bagi sekolah sebagai upaya
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
2.

Apa Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan satu di antara pendekatan

pembelajaran matematika di Indonesia. Pendekatan pembelajaran matematika ini diadopsi dari
teori pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Hans Freudenthal di Belanda dalam
kurun waktu 1970-an.
PMRI dikembangkan di Indonesia sejak tahun 2000-an oleh sebuah tim yaitu tim PMRI
yang dimotori oleh Prof. RK Sembiring dan kawan-kawan. Pertama kali diujicobakan pada 2001
di enam Sekolah Dasar dan empat Madrasah Ibtidaiyah. Selanjutnya secara bertahap
berkembang sampai saat ini ke seluruh Indonesia atas peran perguruan tinggi di Indonesia.
PMRI dapat dimaknai sebagai teori pembelajaran yang diawali pada hal-hal nyata atau
yang dekat atau pernah dialami peserta didik, berinteraksi dengan berkolaborasi, berargumentasi
bersama teman sekelas sehingga akhirnya menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Peran guru dalam PMRI hanya sebagai fasilitator,
moderator dan evaluator. Lebih jelas Hadi (2005) menjelaskan beberapa peran guru dalam
pembelajaran matemtika menggunakan pendekatan PMRI adalah fasilitator belajar, pembangun
pembelajaran yang interaktif dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik
untuk aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam
menafsirkan persoalan riil; serta guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam
kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.
Dengan penerapan PMRI dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki ciriciri perilaku yang menurut Zamroni (dalam Hadi, 2005) adalah sebagai berikut:

1) Aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan dan gagasan,serta aktif dalam mencari bahanbahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari;
2) Mampu bekerja sama dalam kelompok-kelompok belajar;
3) Bersikap demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan
sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain;
4) Memiliki kepercayaan diri yang tinggi
PMRI memiliki lima karakteristik yang mengacu kepada rumusan Treffers (dalam Wijaya,
2012) yaitu (1) penggunaan konteks, (2) penggunaan model matematisasi, (3) pemanfaatan hasil
konstruksi siswa, (4) adanya interaktivitas, dan (5) adanya keterkaitan. Penggunaan konteks

merupakan acuan awal pembelajaran matematika. Konteks dapat berupa masalah di dunia nyata,
permainan, penggunaan alat peraga atau penggunaan situasi lain yang dapat memberi makna dan
dapat dibayangkan oleh fikiran siswa. Menurut Kaiser (dalam Wijaya, 2012:22) penggunaan
konteks di awal pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa
dalam belajar matematika. Sebaliknya pembelajaran yang diawali dengan penggunaan
matematika secara formal cenderung akan menimbulkan kecemasan matematika (mathematics
anxiety).
Selanjutnya penggunaan model dalam pembelajaran matematika dimaksudkan untuk
memberi jembatan antara dunia nyata menuju matematika formal. Pembelajaran matematika
seyogyanya membuka proses yang diharapkan terjadi pertama peserta dapat membuat model
situasi yang dekat dengan siswa, kemudian dengan proses generalisasi dan formalisasi model

situasi diubah kedalam model tentang masalah (model of). Selanjutnya, dengan proses
matematisasi horizontal model tentang masalah berubah menjadi model untuk (model for).
Setelah itu, dengan proses matematisasi vertikal model untuk berubah menjadi model
pengetahuan matematika formal.
Sedangkan pemanfaatan kontribusi peserta didik akan memperkuat bangunan konstruksi
pemahaman peserta didik yang lebih bermakna. Bentuk kontribusi yang dimaksudkan menurut
Lange (dalam Zulkardi, 2005:14) adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta
didik untuk mengembangkan strategi-strategi informal dalam menyelesaikan masalah yang dapat
mengarahkan peserta didik menemukan sendiri. Berikutnya dalam pembelajaran matematika
yang menggunakan PMRI adanya interaktifitas multiarah. Baik antara siswa dengan siswa,
siswa dengan guru maupun siswa dengan sumber belajar lainnya. Baik dalam bentuk diskusi,
penjelasan, persetujuan, pertanyaan, dan sebagainya.
Terakhir mesti adanya keterkaitan antar struktur dan konsep matematika yang harus
dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna. Hal ini
beralasan bahwa konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, melainkan banyak
konsep matematika memiliki keterkaitan. Oleh karena itu konsep matematika tidak
diperkenalkan secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Dengan adanya keterkaitan ini dalam
pembelajaran matematika diharapkan dapat memperkenalkan dan membangun lebih dari satu
konsep matematika secara bersamaan.
Menurut Heuvel-Panhuizen (dalam Kemdiknas, 2010) ada enam prinsip yang mendasari

pendidikan matematika realistik, yaitu (1) perinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas
manusia, (2) prinsip relitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah
yang relistik atau dapat dibayangkan oleh siswa, (3) prinsip berjenjang, artinya dalam belajar

matemtika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, mulai dari mampu menemukan solusi
suatu masalah kontekstual atau relistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh
pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah
matematis secara formal, (4) prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika
jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama
lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik, (5)
prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus
diberikan kesempatan menyampaikan strateginya dalam menyelesaikan suatu masalah kepada
yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya
menemukan itu serta menanggapinya, dan (6) prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi
kesempatan untuk menemukan (reinvention) pengetahuan matematika terbimbing.
3.

Mengapa Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Setidaknya ada dua hal mengapa PMRI perlu diterapkan dan dikembangkan dalam


pembelajaran matematika di Indonesia. Pertama berdasarkan teori pembelajaran yang
dikembangkan Freudenthal (dalam Wiajaya, 2012: 20) matematika adalah aktivitas manusia.
Matematika bukan hanya sebagai produk pengetahuan jadi melainkan suatu bentuk aktivitas atau
proses berfikir matematis. Proses pembelajaran matematika bagi peserta didik akan terjadi jika
bermakna bagi peserta didik. Aktivitas yang dimaksudkan adalah aktivitas peserta didik
menemukan kembali matematika (The Students reinvent the mathematics). Sehubungan dengan
sudut pandang ini, Adam dan Hamm (dalam Wijaya, 2012:5-6) menyebutkan ada empat
pandangan yang menunjukkan posisi dan peran matematika, yaitu (1) matematika sebagai cara
untuk berfikir, (2) matematika sebagai pemahaman pola dan hubungan, (3) matematika sebagai
alat, dan (4) matemtika sebagai bahasa atau alat komunikasi. Dengan demikian penerapan PMRI
menjadi penting guna menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna bagi peserta didik.
Alasan kedua adalah rendahnya kemampuan matematika peserta didik Indonesia dalam tes
literasi PISA (Programme for International Student Assessment). Pada tahun 2000 Indonesia
menempati posisi 39 dari 41 negara(OECD, 2003). Tahun 2003 menempati posisi 38 dari 40
negara (OECD, 2007) dan tahun 2009 pada posisi 61 dari 65 negara (OECD, 2010). Lebih
mencengangkan lagi jika dilihat lebih detil, yaitu 43,5% siswa Indonesia tidak mampu
menyelesaikan soal PISA yang paling sederhana dan hanya 33,1% siswa Indonesia yang mampu
menyelesaikan soal kontekstual yang diberikan secara eksplisit serta semua data yang
dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan dengan tepat (Wijaya, 2012).


Dengan dua alasan tersebut di atas, PMRI menjadi alternatif pendekatan pembelajaran
yang sangat disarankan dalam proses pembelajaran matematika. Apalagi sejak diterapkannya
Kurikulum 2013 yang proses pembelajarannya diwajibkan menggunakan pendekatan ilmiah
yang dalam langkah-langkah kegiatannya seiring-sejalan dengan PMRI, yaitu dimulai hal-hal
kongkrit kemudian secara bertahap menuju pengetahuan formal atau abstrak.
4.

Bagaimana Pembelajaran PMRI
Berdasarkan prinsip dan karakteristik matematika realistik, Frans Moreland (dalam

Dhoruri, 2003) menggambarkan proses matematisasi dalam pembelajaran matematika realistik
sebagai proses pembentukan gunung es (iceberg) seperti pada gambar 1 di bawah ini. Proses
pembentukan gunung es di laut selalu dimulai dari bagian dasar di bawah permukaan laut dan
setrusnya akhirnya terbentuk puncak gunung es yang muncul di atas permukaan laut. Bagian
dasar gunung es lebih luas dari pada puncaknya, dengan demikian konstruksi gunung es tersebut
menjadi kokoh dan stabil. Proses ini diadopsi pada proses matematisasi dalam matematika
realistik, yaitu dalam pembelajaran selalu diawali dengan matematisasi horizontal kemudian
meningkat sampai matematisasi vertikal.

Gambar 1. Model Gunung Es (Iceberg)


Pada gambar 1 tersebut tahap matematika horizontal, pembelajaran matematika realistik
melalui tiga tahapan, yaitu (1) mathematical world orientation, peserta didik dihadapkan kepada
masalah situasi sehari-hari tanpa tergesa-gesa mengaitkannya pada matematika formal, (2)
model material, peserta didik diharapkan mampu memanipulasi alat peraga
guna memahami prinsip-prinsip matematika, dan (3) building stone number
relation, peserta didik mulai diarahkan membangun pondasi matematika formal.
Terakhir

sampai

pada

tahap

matematika

vertikal,

yaitu


pembelajaran

matematika matemtika formal dimana siswa sudah memiliki pondasi kuat untuk
menyelami maknanya bagi kehidupannya kelak.

Sesuai dengan uraian di atas, pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI
menurut Zulkardi (2000), bertitik tolak dari hal-hal yang “real” bagi siswa, menekankan
ketrampilan

“proses

of

doing

mathematics”,

berdiskusi


berkolaborasi

berargumentasi dengan teman sekelas sehinga dapat menemukan sendiri dan
pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik
secara individu maupun kelompok.
Selanjutnya

pembelajaran

matematika

diharapkan

sesuai

standar

pembelajaran PMRI yang ditetapkan dalam Quality Assurance Conference,
Yogyakarta, 17-18 April 2009, yaitu:

1) Pembelajaran materi baru diawali dengan masalah realistik sehingga siswa dapat mulai
berpikir dan bekerja.
2) Pembelajaran memberi kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi masalah yang
diberikan guru dan bertukar pendapat sehingga siswa dapat saling belajar dan meningkatkan
pemahaman konsep.
3) Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih
efisien.
4) Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk memberi kesempatan bagi
siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa konsep-konsep dalam
matematika saling berkaitan.
5) Pembelajaran materi diakhiri dengan proses konfirmasi untuk menyimpulkan konsep

matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan
4.

Penutup

4.1 Simpulan
Menjawab permasalahan yang dibahas pada makalah ini, yakni apa, mengapa dan
bagaimana PMRI, maka berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) PMRI adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang mengacu kepada teori
pembelajaran matematika yang memandang bahwa matematika bukan sekedar produk jadi
ilmu pengetahuan melainkan aktivitas manusia, yang mendorong peserta didik melakukan
aktifitas berfikir matematis dimulai dari konteks dunia nyata kemudian secara bertahap
menuju matematika formal.

2) PMRI diadaptasi dari Realistics Mathematic Education (RME) yang dikembangkan di
Belanda sejak tahun 2000-an untuk menjawab rendahnya mutu pendidikan matematika di
Indonesia berdasarkan hasil PISA
3) Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI dilakukan dengan mengacu pada
standar pembelajaran PMRI

4.2 Saran
Sebaiknya peserta didik memanfaatkan kesempatan diterapkannya PMRI dalam proses
pembelajaran matematika untuk lebih memaknai matematika bagi kehidupan. Sedangkan bagi
guru matematika sudah semestinya mempertimbangkan penerapan PMRI sebagai pendekatan
pembelajaran matematika dan bagi sekolah untuk terus memberi ruang seluas-luasnya bagi guru
untuk menerapkan dan mengembangkan PMRI dalam pembelajaran demi meningkatnya mutu
pendidikan matematika

DAFTAR PUSTAKA
Dhoruri, Atmini. ... .Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik.
Makalah.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan
Realistik Di SMP. Yogyakarta : Kemendiknas
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu