MAKALAH DAN TRANSKULTURAL NURSING KEPERAWATA

BACAAN KANGGO BARUDAK
PERAWAT
SABTU, 10 NOVEMBER 2012

MAKALAH TRANSKULTURAL NURSING ( KEPERAWATAN LINTAS
BUDAYA )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh
perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan,
perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi
perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut
perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi
perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang
memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di
lingkungan yang tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi
kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang
didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut
lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses
penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang
kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi

dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat
dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang
dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus
terpenuhi. Menurut hasil RisetPsycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal
Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul
maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga
pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan
globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien

menjelang dan saat kematian.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan
dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan
b. Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural
c. Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat
kematian
d. Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila
dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk
membantu pasien
e. Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart
keperawatan

C. Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
“ Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat
kematian dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut
dilihat dari proses transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan
pelayanan kesehatan.
D. Metode penulisan

Metode penulisan dalam makalah ini adalah:
BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan
metode penulisan makalah
BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural
dalam Keperawatan,Asuhan keperawatan klien terminal (sakaratul maut)
BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai kasus yang dibahas serta jawaban kasus.
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai masalah
gangguan pada systemendokrin.
Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku – buku
dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan

1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan
Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia
yang

diperoleh
dengan
cara
belajar
dalam
rangka
kehidupan
masyarakat. (koentjoroningrat, 1986)
Wujud-wujud kebudayaan antara lain :
1.

Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan

2.

Kompleks aktivitas atau tindakan

3.

Benda-benda hasil karya manusia


Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan
dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan
dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang
didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam
masyarakat.
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku
individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau
sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger
(1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada
analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan
spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah
esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku

caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan
fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat
dengan tempat lainnya.
2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Konsep dalam transcultural nursing adalah :
a. Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi
petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

b. Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan
pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan
c.

Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan

d. Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu
menganggap budayanya adalah yang terbaik

e.

Etnis
Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirriciri dan kebiasaan yang lazim

f. Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis
ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.
g. Etnografi: Ilmu budaya
Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.
h. Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu,
keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun
potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia
i. Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu,
keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan
kondisi kehidupan manusia
j. Culture care

Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan
untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai
k. Cultural imposition
Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.

Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilainilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya, terhadap 4
konsep sentral keperawatan yaitu :


Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma
yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger
(1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak

pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam
konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif
(Andrew and Boyle, 1995).
 Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan
dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu :
fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia
seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan
sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
 Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan

yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan
ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan
keperawatan
adalah
perlindungan/mempertahankan
budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).


3. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang
dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:
 Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan
yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
 Cara II : Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung

peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau
amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
 Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengan keyakinan yang dianut.

Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser
(1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan
asuhan
keperawatan
dilaksanakan
dari
mulai
tahap
pengkajian,diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan,
alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran
diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga
dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di
anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas seharihari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar
anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
 Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a. Jangan menggunakan asumsi.
b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai perbedaan individual.
e.

Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.

f.

Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.

4. Instrumen Pengkajian Budaya
Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh beberapa ahli,
diantaranya:
a. Sunrise model (Leininger)
Yang terdiri dari komponen:
1) Faktor teknbologi (Technological Factors)
-

Persepsi sehat-sakit

-

Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan

-

Alasan mencari bantuan/pertolongan medis

-

Alasan memilih pengobatan alternative

-

Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan

2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
-

Agama yang dianut

-

Status pernikahan

-

Cara pandang terhadap penyebab penyakit

-

Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan

3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)
-

Nama lengkap & nama panggilan

-

Umur & tempat lahir,jenis kelamin

-

Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga

-

Pengambilan keputusan dalam keluarga

4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)
-

Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas

-

Bahasa yang digunakan

-

Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan

-

Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari

5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)

-

Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya,meliputi:
Peraturan dan kebijakan jam berkunjung

-

Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu

-

Cara pembayaran

6) Faktor ekonomi (Economical Factors)
-

Pekerjaan

-

Tabungan yang dimiliki oleh keluarga

-

Sumber biaya pengobatan

-

Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.

-

Patungan antar anggota keluarga

7) Faktor Pendidikan (Educational Factors)
-

Tingkat pendidikan klien

-

Jenis pendidikan

-

Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif

-

Pengetahuan tentang sehat-sakit

b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar
Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu kebudayaan,pengkajian
keperawatan transkultural model ini meliputi:
1)

Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas suara,pengucapan (pronounciation),penggunaan
bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’

2)

Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang gerak dan
pergerakan tubuh.

3)

Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu luang,persahabatan dan
kegiatan social keagamaan.

4)

Waktu (time)

Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan menjalin hubungan
social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang.
5) Kontrol lingkungan (environmental control)
6)

Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-sakit.
Variasi biologis (Biological variation)

Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim dan
genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan terhadap penyakit
tertentu,kecenderungan pola makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle
Komponen-komponenya meliputi:
1)

Identitas budaya

2)

Ethnohistory

3)

Nilai-nilai budaya

4)

Hubungan kekeluargaan

5)

Kepercayaan agama dan spiritual

6)

Kode etik dan moral

7)

Pendidikan

8)

Politik

9)

Status ekonomi dan social

10) Kebiasaan dan gaya hidup
11) Faktor/sifat-sifat bawaan
12) Kecenderungan individu
13) Profesi dan organisasi budaya
Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada klien,
Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media: verbal, non
verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan dan
kesejahteraan klien.
5.

a.
b.
c.
6.




a.
1)
2)
3)
b.
1)
2)
3)
c.
1)
2)

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
Cultural care preservation/maintenance
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
Cultural careaccomodation/negotiation
Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
Cultual care repartening/reconstruction
Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh
klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
7.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

B.

PERAWATAN MENJELANG DAN SAAT KEMATIAN
Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga dan
pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan
mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian
berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu.
Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:
Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distres (oncology
society and the American Nurses Association,1974)
Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan
Kontrol nyeri
Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengatasi rasa
nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu
makan,mobilitas dan fungsi psikologis.
Ketakutan
Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengurangi rasa ketakutan
terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri umum yang selalu datang setiap saat yang dapat
membuat sagala aktifitas terganggu.
Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit.
Pemberian terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti rasa
nyeri dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi dapat
membantu mengurangi penyebaran penyakit.
Higiene personal
Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang harus dipenuhi agar klien merasa
segar dan nyaman.
Pemeliharaan Kemandirian
Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat perawatan dan
memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian besar klien menjelang ajal
menginginkan sebanyak mungkin mapan diri.
Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah sakit,ada juga
perawatan dirumah atau perawatan hospice.

1.

a.

b.

c.

d.
2.

1.

pemeliharaan kemandirian di rumah sakit
Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit diberikan
kebebasan
sesuai kemampuan.
Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah sakit :
 Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan
 Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien
 Perawat tidak boleh memaksakan bantuan
 Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan
klien membuat keputusan.
2. pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)
Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien sakit
terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin
sepanjang proses menjelang ajal.
Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut :
o Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi
rumah sakit
o Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ).
o Pelayanan yang diarahkan dokter
o Perawtan interdisiplin ilmu
o Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu
o Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
o Tindak lanjut kehilangan karena kematian
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
o Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang
pada kemampuan untuk membayar.
3.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pencegahan Kesepian dan isolasi
Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas
lingkungan.
Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi
Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak perlu ruangan
tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak sadar.
libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien merasa
diperhatikan.
Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus yang bermakna.
memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat dari anggota
keluarga.
Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian
Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani klien.
B. Peningkatan ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung
rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi
kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisa
nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat
membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang
nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan
menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien.

C. Dukungan untuk keluarga yang berduka
dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam situasi
duka berkepanjangan.
Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan
1. perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk
tetap berada dengan klien menjelang ajal.
2. mengembangkan hubungan suportif.
3. menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga
4. menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.
PERAWATAN SETELAH KEMATIAN
perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian karena
hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan demikian
perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan sensitivitas.
Peran perawat :
1. perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman
mungkin
2. perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien
3. perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien
4. perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga yang
berduka

B. Perawatan Menjelang serta Saat Kematian
Proses keperawatan menjelang perawatan merupakan proses penting dalam melakukan
perawatan terhadap klien. Kegiatan ini dilakukan bertujuan 15
untuk (1) menghilangkan atau megurangi rasa kesendirian, takut, dan depresi, (2)
mempertahankan rasa aman, harkat, dan rasa berguna, dan (3) membantu kenyamanan
fisik klien. Pada saat kondisi terminal, perawat dan keluarga sangat berperan penting dalam
proses kegiatan ini. Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari
keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
2.3.1 Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying” tahapan respon klien
terhadap proses kematian adalah:
a. Penolakan (denial)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau sedang
terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar sesuatu yang tidak
diharapkan.
b. Marah (anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa marah ini
terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-hal yang secara
normal tidak menimbulkan kemarahan, sering terjadi karena merasa tidak berdaya.
c. Tawar – Menawar (bargaining)
Secara psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa
masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawar-menawar dengan tuhan dengan cara
diam atau dinyatakan secara terbuka.

d. Kesedihan Mendalam (depression)
Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi
dengan siapapun dan apapun.
e. Menerima (acceptable)
Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan
kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan
panjang.
2.3.2 Asuhan Keperawatan
Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat memberikan asuhan psikologis:
a. Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan memberikan dukungan pada
klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi, budaya yang terjadi di Indonesia pada kondisi
terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi. Sehingga yang terjadi bukanlah
perawat memberikan dukungan, tetapi keluarga klien membacakan doa-doa kepada klien.
b. Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon normal. Sekarang ini,
perawat lebih memberikan arahan tersebut kepada keluarga klien agar keluarga klien pun
tidak cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut.
c. Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya. Perawat tidak lagi sendiri
dalam menghadapi klien dalam kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak pihak keluarga
yang datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada klien. Perawat lebih
berfungsi untuk memberikan arahan kepada keluarga klien apa yang harus dilakukannya
ketika klien menghadapi respon respon tersebut.
d. Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang dilakukan perawat
hanyalah mengutarakan empatinya terhadap keluarga klien dan ikut serta membantu
memotivasi keluarga klien.
Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut. Klien
dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual
dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Biasanya apabila keluarga
tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih
untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang kuasa. Ada
pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien langsung
dibawa pulang ketika keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal. 17
Gejala-gelala pada saat kondisi terminal:
a. Nafsu makan berkurang
b. Lesu
c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke seluruh tubuh
secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah menjadi biru
d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi bernafas klien
makin lama makin berkurang
e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya lagi

f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang diberikan.
Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
medis kepada klien dengan cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara nutrisi
klien, (3) mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5) menyediakan obatobatan esensial. Seperti itulah proses keperawatan pada pasien terminal, perawat dan
pihak keluarga pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam menuju
perjalan yang sangat panjang. Proses proses perawatan pun akan menjadi fleksibel dan
lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga
klien. Selama tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa mengikuti
adat budaya keluarga tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Scenario kasus IV
Tn. A usia 45 tahun dirawat di RSUD kota Jakarta sejak seminggu yang lalu. Tn. A sudan
menderita penyakit DM sejak 6 tahun yang lalu, menurut istrinya suaminya ini sering terlihat
cepat lelah merasa sangat haus dan sering ke kamar mandi untuk buang air kecil, perutnya tidak
enak serasa mual , terkadang muntah dan nyeri. Menurut istrnya juga dari pemeriksaan alat gula
darah kepunyaan tetangganya, hasilnya sring diatas 200mg/dl. Pasien mengatakan badan terasa
lemas disertai mual dan kadang-kadang muntah. Ketika diperiksa torgor kulitnya lebih dari 3
detik,mukosa bibir kering,terdapat penurunan berat badan dari sebelum sakit, Berdasarkan dari
pemeriksaan fisik,tanda-tanda vital TD:120/80 mmHg,N :60X/menit, S :36,5 0 C,RR:24X/menit,
dari mulut pasien tecium bau buah yang menyengat pasien sering mendengkur dan bibir terlihat
mencibir ketika ekspirasi,kesadaran somnolen GCS 12. Terpasang oksigen binasal 2 lpm,pasien
saat ini dberikan terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump, dan pemberian
insulin 20 U. Hasil pemeiksaan dengan glukometer tak terbaca sehingga di lakukan pemeriksaan
dilabolatorium keton serum positif,analisa gas darah Ph 7,10. Pasien mendapatkan terapi obat
ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg. Istri paien mengatakan selama ini dia tidak segera
membawa suaminya ke rumas sakit karena tidak mempunyai KTP dan KK tempat tinggal saat
ini,karena pasien berasal dai luar kota Jakarta. Sehingga tidak bias menggunakan program
GAKIN,sedangkan
istri
pasien
mengeluh
tentang
biaya
perawatan.
1.
2.
3.
4.

Pertanyaan Kasus
Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba
diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? Jelaskan dengan menggunakan peta
konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis system organ itu bekerja !
Coba identifikasi diagnose keperawatan utama pada klien dalam kasus tersebut !
Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas !
Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya dilakukan seorang
perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pada klien dan keluarganya!

B. Jawaban kasus
1. System organ yang terkait dengan masalah diatas adalah system endokrin dan organ yang
terganggunya adalah organ kelenjar pancreas.

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal 12,5 cm dan tebal ±
2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari perut dan biasanya
dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke
dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.
a. Struktur Pankreas
Pankreas terdiri dari :
Kepala pancreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lakukan duodenum dan yang praktis melingkarinya.
Badan pancreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambuing dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
-

Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limfa.
b. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum
:
Ductus wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian masuk ke dalam
duodenum melalui sphincter oddi
Ductus sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas sphincter
oddi.
c. Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
Asini berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam duodenum
Pulau langerhans
d. Pulau-pulau langerhans
Hormon-hormon yang dihasilkan
 Insulin
Adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh gambaran
disulfide.
 Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim dimembran sel yang mengalami
internalisasi bersama insulin
 Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks
Efek-efek tersebut biasanya dibagi :
 Efek cepat (detik)
Peningkatan transport glukosa, asam amino dan k+ ke dalam sel peka insulin.
 Efek menengah (menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan protein, pengaktifan glikogen sintesa dan
enzim-enzim glikolitik.
 Efek lambat (jam)
Peningkatan M RNA enzim lipogenik dan enzim lain
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari :
 ekstraksi glukosa
 sintesis glikogen

 glikogenesis
Glukogen
Molekul glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29 n residu asam amino dan
memiliki 3485 glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas
fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah.
Somatostatin
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukogen dan polipeptida pankreas dan mungkin
bekerja di dalam pulau-pulau pankreas.
Poliptida pankreas
Poliptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel pulau
langerhans.
Fungsi eksokrin pankreas:
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama,
protein, karhohidrat dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke
dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase, ribonuklease,
deoksiribonuklease, tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein
yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan keuda jenis asam nuklet, asam ribonukleat
dan deosinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang mengidrosis pati, glikogen
dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan
enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral
menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester
kolesterol.
a. Pancreatic guice
Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 – 8,2) pada pancreatic jurce sehingga
menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan
enzim-enzim dalam usus halus.
b. Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
Pengaturan saraf
Pengaturan hormonal
Fungsi endokrin pankreas
Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok sel epithelium yang jelas,
terpisah dan nyata.
Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan langerhans yang bersama-sama membentuk
organ endokrin.
2. Diagnose keperawatan utama pada kasus di atas adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolic ditandai dengan:
DS: DO :

RR:24X/menit
sering mendengkur dan bibir terlihat mencibir ketika ekspirasi
Terpasang oksigen binasal 2 lpm
b. Kekurangan volume cairan dan elektolit b.d diuresis osmotic ditandai dengan:
DS : pasien mengeluh sering haus dan sering buang air kencinng
DO :
torgor kulitnya lebih dari 3 detik
mukosa bibir kering
terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump
c. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.dpeningkatan asam lemak ditandai dengan:
DS : pasien mengeluh mual dan disertai muntah
DO :
penurunan berat badan dari sebelum sakit
mendapatkan terapi obat ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg
4. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea.
Intervensi :
Kaji pola nafas tiap hari
R/ Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status
cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk
menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh.
Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul
R/ Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek
parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan.
Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan
dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
R/ Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya
lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang mungkin terjadi
Berikan bantuan oksigen
R/ Pernafasan kusmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan
O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan
level CO2.
Kaji Kadar AGD setiap hari
R/ Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap
keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.
b. Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit

-

-

-

-

Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas
normal
Intervensi:
Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare
R/ Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam
yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.
Pantau tanda vital
R/ Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat
ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10
mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungn
dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.
Ukur BB tiap hari
R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti.
Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi
yang diberikan.
Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
R/ Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan
menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien
individual.
Berikan Plasma, albumin
R/ Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau
tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
R/ Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi
mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium
absolut tubuh kuran
Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral
R/ Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan
untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
Berikan Bikarbonat

R/ Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah.
c.

-

-

Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap
Intervensi:
Timbang BB tiap hari
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien
R/ Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan
yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
R/ Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/
fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien
sudah dapat mentoleransi melalui oral
R/ Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki
R/ Jika makanan yang disuai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan .
Libatkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan
R/ Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.
Observasi tanda hipoglikemia : penuruann kesasadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat,
lapar, sakit kepala, peka rangsang
R/ Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara
tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan
tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang
direncanakan.
Kolaborasi:
Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine.

-

Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3
R/ Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam)
sampai glukosa darah 250 mg/dl

R/ Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dnegan cepat pula membantu memindahkann
glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan
subkutan tidak menentu/lambat.
-

Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R/ Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk
mengembangkan rencana makanan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau
DM tipe II). Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat
menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa,
ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas
yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau
tekanan emosional.
B. Saran
Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum jatuh pada kondisi tidak
stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera mungkin melakukan penggantian cairan dan
garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis s