IDENTIFIKASI AIR TANAH DAN PEMANFAATANYA

IDENTIFIKASI AIR TANAH DAN PEMANFAATANYA UNTUK PERTANIAN
Oleh : Mutowal ([email protected])

Gambar 1. Siklus hidrologi
Air Tanah
Air tanah merupakan komponen dari suatu sistem daur hidrologi (hydrology cycle) yang
terdiri rangkaian proses yang saling berkaitan antara proses atmosferik, proses hidrologi
permukaan dan proses hidrologi bawah permukaan (Gambar 1). Siklus hidrologi adalah sirkulasi
air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui evaporasi ,
transpirasi, kondensasi dan presipitasi. Di luar sistem tersebut persoalan air tanah bahkan
seringkali melibatkan aspek politik dan sosial budaya yang sangat menentukan keberadaan air
tanah di suatu daerah. Siklus hidrologi menggambarkan hubungan antara curah hujan, aliran
permukaan, infiltrasi, evapotranspirasi dan air tanah. Sumber air tanah berasal dari air yang ada
di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam
tanah/akuifer di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir menuju ke daerah lepasan
(discharge area). Menurut Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan
aliran air tanah di dalam akuifer dari daerah imbuhan ke daerah lepasan cukup lambat,
memerlukan waktu lama bisa puluhan sampai ribuan tahun tergantung dari jarak dan jenis batuan
yang dilaluinya. Pada dasarnya air tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui
akan tetapi jika dibandingkan dengan waktu umur manusia air tanah bisa digolongkan kepada
sumber daya alam yang tidak terbaharukan.

Di dalam tanah keberadaan air mengisi sebagian ruang pori-pori tanah yang bisa
dimanfaatkan langsung oleh tanaman pada kondisi kelembaban tanah antara kapasitas lapang
sampai titik layu permanen pada posisi zona aerasi. Di bawah zona aerasi terdapat zona
penjenuhan yang menempatkan air mengisi seluruh ruang pori-pori tanah yang ada dengan
kisaran tebal yang selalu berfluktuasi.
Debit dan keberadaan muka air tanah pada zone penjenuhan ini sangat dipengaruhi oleh
pasokan air dari daerah imbuhan (recharge zone) yang berada di atasnya, semakin banyak
pasokan yang diimbuhkan semakin banyak debit yang tersimpan dalam zone ini. Keberadaan air
tanah pada zone ini seringkali disebut sebagai air (tanah) bebas. Ketebalan air bebas yang ada
dalam tanah bisa mencapai puluhan meter tergantung dari letak lapisan batuan padu
(consolidated rock) yang ada di bawahnya. Lapisan batuan padu (batuliat, batupasir,
batugamping, batuan kristalin, dan shale) yang mengandung air tanah dalam lubang pelarutan,
atau di rekahan batuan (lapisan batuan pembawa air tanah) disebut sebagai akuifer.
Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah
permukaan tanah, mengisi ruang pori batuan dan berada di bawah water table. Akuifer
merupakan suatu lapisan, formasi atau kumpulan formasi geologi yang jenuh air yang
mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup dan
ekonomis, serta bentuk dan kedalamannya terbentuk ketika terbentuknya cekungan air tanah.
Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua
kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah

berlangsung. Potensi air tanah di suatu cekungan sangat tergantung kepada porositas dan
kemampuan batuan untuk meluluskan (permeability) dan meneruskan (transmissivity) air.

Kelulusan tanah atau batuan merupakan ukuran mudah atau tidaknya bahan itu dilalui air. Air
tanah mengalir dengan laju yang berbeda pada jenis tanah yang berbeda. Air tanah mengalir lebih
cepat melalui tanah berpasir tetapi bergerak lebih lambat pada tanah liat.
Bagaimana Mengidentifikasinya?
Pengukuran karakteristik air tanah dilakukan dengan menggunakan alat resistivity
meter/terameter. Pengukuran dilakukan di lapangan dengan menentukan titik deteksi terameter
berdasarkan jenis tanah, kondisi geologi, dan hidrogeologinya. Untuk ketepatan penentuan titik
dan mempermudah deteksi terlebih dahulu dilakukan penentuan posisi titik menggunakan GPS
(Geo Posizioning System) selanjutnya dilakukan deteksi untuk menentukan ketahanan jenis semu
dan kedalaman overburden dan akuifernya di lapangan. Titik yang dideteksi adalah yang
memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) berada pada hamparan 600 m dengan topografi datar, (b)
jauh dari kawat berduri dan besi dalam tanah, dan (c) jauh dari tegangan tinggi.
Terameter bekerja dengan cara menembakkan arus listrik ke dalam tanah dengan
memakai elektrode-elektrode ke dalam tanah dan mengambil nilai hambatannya dalam dimensi
waktu respon, alat ini dapat menunjukkan material di bawah permukaan bumi pada kedalaman
lebih dari 200 meter tanpa melalui pengeboran. Dari data sifat kelistrikan material bawah tanah
terutama batuan yang berupa besaran tahanan jenis (resistivity), masing-masing dikelompokkan

dan ditafsirkan dengan mempertimbangkan data kondisi geologi setempat yang ada.
Perbedaan sifat kelistrikan batuan antara lain disebabkan oleh perbedaan macam mineral
penyusun, porositas dan permeabilitas batuan, kandungan air, suhu, dan sebagainya. Dengan
mempertimbangkan beberapa faktor di atas, dapat diintepretasikan kondisi air bawah tanah di
suatu daerah, yaitu dengan melokalisir lapisan batuan berpotensi air bawah tanah.
Pengukuran besarnya tahanan jenis batuan di bawah permukaan tanah dengan
menggunakan metode Vertical Electrical Sounding (VES) dilakukan untuk mengetahui susunan
lapisan batuan bawah tanah secara vertikal, yaitu dengan cara memberikan arus listrik ke dalam
tanah dan mencatat perbedaan potensial terukur. Nilai tahanan jenis batuan yang diukur
langsung di lapangan adalah nilai tahanan jenis semu (apparent resistivity), dengan demikian
nilai tahanan jenis di lapangan harus dihitung dan dianalisis untuk mendapatkan nilai tahanan
jenis sebenarnya (true resistivity) dengan metode Schlumberger. Selanjutnya untuk pengolahan
dan perhitungan data lapangan untuk mendapatkan nilai tahanan jenis yang sebenarnya, serta
intepretasi kedalaman dan ketebalannya digunakan perangkat lunak komputer. Berdasarkan nilai
tahanan jenis sebenarnya, maka dapat dilakukan interpretasi macam batuan, kedalaman,
ketebalan, dan kemungkinan kandungan air bawah tanahnya, sehingga didapatkan gambaran
daerah-daerah yang berpotensi mengandung air bawah tanah serta dapat ditentukan rencana titiktitik pemboran air bawah tanah.
Berdasarkan letak dan potensinya akuifer dibedakan menjadi akuifer bebas, akuifer
setengah tertekan dan akuifer tertekan.
Akuifer bebas adalah akuifer yang mempunyai bidang bagian atas berupa zona tidak

jenuh air dan dibatasi oleh muka air bawah tanah. Besarnya kandungan dan luas penyebaran air
bawah tanah yang tersimpan di dalam akuifer bebas sangat dipengaruhi oleh iklim terutama
curah hujan, relief dan kemiringan lahan, jenis litologi, vegetasi dan kondisi lingkungan, dengan
demikian debitnya sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara imbuhan (recharge) dari
lingkungan sekitarnya (air hujan dan rembesan samping) dengan volume yang di eksploitasi.
Akuifer setengah tertekan adalah Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh
lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas
di bagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut
(influx) walaupun hidraulik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidraulik
konduktivitas akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir.
Akuifer tertekan adalah Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas
dan bawahnya merupakan aquiclude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada
lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (no flux).
Pemanfaatan data hasil pengukuran air tanah
Data hasil pengukuran air tanah dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan titik
lokasi pembuatan sumur bor terutama untuk mengeksploitasi air tanah dalam. Di bidang
pertanian penggunaan air tanah dalam sebagai alternatif irigasi suplementer merupakan salah
satu pilihan untuk kawasan pertanian yang mempunyai kendala keterbatasan air permukaan.

Berdasarkan data hasil pengukuran air tanah, lokasi yang disarankan untuk dilakukan

pengeboran adalah air tanah dalam (akuifer tertekan) yang mempunyai kedalaman lebih dari 40
meter, pertimbangannya adalah pada kedalaman tersebut secara hidrogeologi umumnya air
tanahnya merupakan air tanah dalam yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi air
permukaan. Dengan demikian eksploitasi air tanah yang akan dilakukan tidak akan menjadi
kompetitor pemanfaatan air untuk keperluan domestik. Untuk mengetahui potensi debit sumur
yang akan dieksploitasi dilakukan uji pompa (pumping test) menggunakan pompa irigasi, alat
pengukur kedalaman muka air tanah (contack gauge) serta stopwatch.
Pemanfaatan air tanah dalam sebagai alternatif irigasi suplementer
Dengan semakin terbatasnya ketersediaan air perrmukaan, pemanfaatan air tanah sebagai
irigasi suplementer pada budidaya pertanian menjadi alternatif yang tidak terelakan. Tergantung
kandungan potensinya, air tanah tidak hanya dimanfaatkan untuk irigasi suplementer tanaman
semusim akan tetapi juga dapat dijadikan sebagai solusi irigasi untuk tanaman tahunan. Tentu
saja agar pemanfaatan air tanah dalam untuk irigasi suplementer menjadi lebih efisien diperlukan
dukungan analisis kebutuhan air tanaman untuk mendapatkan saat tanam yang optimal agar
defisit air pada fase kritis pertumbuhan tanaman dapat dihindari sehingga dapat ditekan
kehilangan hasil pada daerah-daerah yang pasokan airnya terbatas.
Beberapa contoh pemanfaatan air tanah dalam untuk menjamin kesinambungan produksi
dan produktivitas antara lain adalah budidaya pertanian terpadu dengan komoditas jagung
hibrida, sayuran, pakan ternak dan jarak pagar seluas 5 ha di Desa Bayan, Lombok Nusa
Tenggara Barat (Gambar 2). Upaya pemanfaatan air tanah dalam sebagai alternatif irigasi

suplementer pada kebun bibit kelapa sawit PT. Sampoerna Agro, TBK., di Mesuji, Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan ( Gambar 3) dan pendayagunaan sumberdaya air tanah untuk
pengembangan komoditas sayuran, jagung dan kelapa di Amanuban Selatan, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (Gambar 4).

Gambar 2. Pemanfaatan air tanah dalam sebagai alternatif irigasi suplementer pada budidaya
pertanian terpadu dengan komoditas jagung hibrida, sayuran, pakan ternak dan
jarak pagar seluas 5 ha di Desa Bayan, Lombok Nusa Tenggara Barat.

Gambar 3. Pemanfaatan air tanah dalam sebagai alternatif irigasi suplementer pada kebun bibit
kelapa sawit PT. Sampoerno Agro, TBK., di Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan.

Gambar 4. Pendayagunaan sumberdaya air tanah untuk pengembangan komoditas sayuran,
jagung dan kelapa di Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur
Sumber Pustaka :
- Hendri Sosiawan. 2010. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Diakses pada 15 November 2010 di
: www. litbang.deptan.go.id.