PEMBELAJARAN SISWA CIBI.docx SISWA JADI

PEMBELAJARAN SISWA CIBI DENGAN PROGRAM AKSELERASI
DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGIS PENDIDIKAN

NUR EVA

Siswa CIBI (gifted and talented) adalah individu dengan kemampuan yang luar biasa,
mendatangkan harapan yang besar untuk berprestasi tinggi dan sukses (dalam Marisano & Shore,
2010). Upaya untuk mengoptimalkan kemampuannya yang luar biasa dapat dilakukan melalui
pendidikan. Siswa CIBI membutuhkan desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
unik yang dimilikinya.
Karakteristik Siswa CIBI
Positif
Lebih cepat dewasa dalam bahasa dan ide
Berpikir logis
Sejak awal menyukai matematika, seni, dan
musik
Mempunyai motivasi, ketekunan, ketertarikan
yang luar biasa
Mempunyai keterampilan sosial, konsep diri,
penyesuaian diri yang baik.
Mandiri, percaya diri, mempunyai kontrol

internal yang tinggi.
Gaya belajar: suasana tenang, tidak
terstruktur, flexibel, aktif.
Humoris
Mempunyai moral & empati yang tinggi
Kreatif

Negatif
Perkembangan mental yang ganjil
Berprestasi rendah pada area yang tidak
diminati
Suka berbeda, kadang tidak patuh
Perfeksionis
Kesulitan menjalin hubungan karena perbedaan
intelektual
Berlebihan dalam mengkritik diri
Kurang percaya diri, gambaran diri yang
rendah
Frustrasi, marah, depresi
Dogmatis

Merasa sangat berbeda

Ada beberapa pilihan desain pembelajaran yang dapat mengoptimalkan potensi luar biasa
siswa CIBI, seperti, yaitu:pull-out program,summer and saturday program, ability grouping in
the classroom, special classes, acceleration, dan residential high school (dalam Jin & Moon,
2006).Gross (1999 dalam Alsa, 2007) menemukan bahwa program akselerasi membuat siswa
CIBI menyukai kegiatan belajar dan meningkatkan harga diri. Di Amerika Serikat, dampak

positif penyelenggaraan program akselerasi menyebabkan pengakuan secara luas terhadap
program tersebut (DepartemenPendidikan Amerika, dalam Richardson dan Benbow, 1990, dalam
Alsa, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa program akselerasi adalah program yang paling efisien
dan efektif untuk siswa CIBI khususnya bagi siswa cerdas istimewa.
Indonesia secara resmi menjalankan program akselerasi sejak tahun 2000. Berbagai
penelitian telah dilaksanakan untuk mengevaluasi program tersebut. Prof. Dr. Asmadi Alsa
(2007) menyampaikan kelebihan dan kekurangan program akselerasi pada tingkat SMA.
Kelebihan dan Kekurangan Program Akselerasi
pada Tingkat SMA di Indonesia.
Kelebihan
Aktivitas belajar yang padat menjadikan
siswa kelas akselerasi mampu melakukan

regulasi diri dalam belajar
Pemerkayaan materi (enrichment) juga
diperoleh siswa kelas akselerasi melalui tugas
mandiri dan tugas kelompok yang dikerjakan
di luar jam sekolah

Beban dan tugas belajar di dalam dan di luar
jam sekolah menjadi stressor positif
(eustress) bagi siswa kelas akselerasi

Label “lebih unggul” juga membangun citra
diri positif bagi siswa kelas akselerasi
Penyelenggaraan kelas akselerasi di SMA
memenuhi salah satu asumsi program
akselerasi tentang belajar kolaboratif
(collaborative learning). Metode ini efektif
meningkatkan belajar.

Kekurangan
Percepatan pendidikan dari 3 tahun menjadi 2

tahun hanya terjadi pada ranah kognitif
(pengetahuan dan intelek) dan tidak terjadi
pada ranah afektif dan ranah psikomotorik
Tidak semua dimensi kurikulum
terdiferensiasi kelas akselerasi, dapat
terlaksana dalam penyelenggaraan
pembelajaran, terutama yang menyangkut
pendalaman serta pengalaman belajar
variatif.Pembelajaran di kelas akselerasi tidak
memenuhi salah satu asumsi penyelenggaraan
program akselerasi tentang belajar
kontekstual.
Kelemahan lain penyelenggaraan kelas
akselerasi adalah tidak dipenuhinya
persyaratan IQ minimal siswa kelas
akselerasi. Mereka inilah berpotensial
mengalami permasalahan akademik, yang
berakibat pada gangguan perkembangan
personal dan sosial


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Asmadi Alsa (2007) tersebut dapat
disimpulkan bahwa program akselerasi yang telah berjalan masih menitikberatkan pada ranah
kognitif dibandingkan ranah afektif dan psikomotorik dan pembelajaran yang menyangkut
pendalaman serta memberikan pengalaman belajar variatif belum dilakukan secara optimal.
Disamping itu beberapa sekolah menyeleksi siswa akselerasi dengan IQ kurang dari persyaratan
minimal yang ditetapkan.
Beberapa mata pelajaran yang diasumsikan dapat menumbuhkembangkan ranah afektif,
seperti pelajaran agama, PPKn, IPS, dan semacamnya, karena metode pembelajaran yang dipakai
guru masih konvensional (berbentuk ceramah), maka hasilnyapun hanya menyentuh ranah
kognitif, diterima siswa hanya sebagai pengetahuan, dan belum tentu berpengaruh terhadap
ranah afektif siswa. Pengembangan ranah afektif siswa sebenarnya tidak harus melalui mata
pelajaran tertentu, tetapi dapat lebih efektif melalui metode pembelajaran yang sesuai, misalnya
metode role playing, experientiallearning, dan group inquiry (Bank, dkk,1981 dalam Alsa,
2007).
Selain menggunakan metode pembelajaran yang sesuai, pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konstruktivistik dan humanistik, juga mampu mengembangkan ranah
afektif siswa. Konstruktivistik, menurut Marlow dan Page (1998 dalam Alsa, 2007) adalah teori
tentang belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Piaget (Meyers dan Jones, 1993
dalam Alsa, 2007) mengatakan bahwa anak tidak menerima pengetahuan secara pasif, tapi
mencari, menemukan dan menyusun sendiri pengetahuannya melalui aktivitas belajar.

Pendidikan humanistik menggunakan pendekatan self-concept approach, multitalentapproach,
values clarification and moral development approach dan creativity approach (Combs, 1978
dalam Alsa, 2007) untuk mengembangkan ranah afektif siswa.
Media belajar yang efektif untuk mengembangkan ranah afektif adalah kegiatan ekstra
kurikuler. Glasser dan Lefkowitz (Slavin, 1991, dalam Alsa, 2007) misalnya, menyelenggarakan
class meeting dengan kegiatan membahas masalah-masalah hubungan interpersonal, nilai-nilai
seperti tenggang rasa, kerjasama, kejujuran, saling menghormati, dan sebagainya. Dalam
praktek, kegiatan ekstra kurikuler siswa kelas akselerasi tidak banyak bedanya dengan siswa
kelas reguler. Bahkan, beberapa siswa kelas akselerasi menjadi berkurang frekuensinya dalam
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler karena menghadapi tugastugas belajarnya yang padat.
Kalaupun ada, kegiatan ekstra kurikuler untuk pengembangan ranah afektif dan psikomotorik

siswa kelas akselerasi yang dirancang sekolah, tidak diprogram secara reguler, sehingga hasilnya
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Kendala utama yang paling nyata bagi sekolah dan guru untuk mengembangkan ranah
afektif siswa, adalah padatnya kurikulum, sistem ujian nasional, dan ketidaksiapan guru
menggunakan metode pembelajaran yang variatif. Kurikulum yang padat, membuat guru
sebagai ujung tombak pembelajaran, tidak dapat leluasa mengembangkan metode
pembelajarannya karena lebih berkonsentrasi menyelesaikan materi yang terdapat dalam
kurikulum (Alsa, 2007).

Kurangnya pemberian kedalaman materi dengan menggunakan kemampuan berfikir
abstrak tingkat tinggi, karena materi dan metode pembelajaran yang digunakan guru untuk
siswa kelas akselerasi tidak berbeda dengan yang diterima oleh siswa kelas reguler. Perluasan
pengetahuan dengan memberikan mata pelajaran di luar kurikulum reguler juga tidak terlaksana.
Desain pembelajaran dan praktek di laboratorium yang diberikan kepada siswa kelas akselerasi
dan siswa kelas reguler juga relatif sama (Alsa, 2007).
Menurut hemat penulis, untuk menyelesaikan berbagai kekurangan pada program
akselerasi, terutama kekurangan yang berkaitan dengan proses belajar adalah meningkatkan
kualitas guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan. Pada kurikulum berdiferensiasi (kurikulum
untuk siswa CIBI) guru dimungkinkan melakukan modifikasi kurikulum dalam hal alokasi
waktu, penekananpembelajaran, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Oleh karena itu,
program akselerasi membutuhkan guru dengan kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan yang
sesuai dengan karakteristik unik siswa CIBI (Davis, dkk, 2011).
Kriteria Guru untuk Siswa CIBI (Sumber: Davis dkk (2011)
Kecerdasan yang tinggi
Tertarik terhadap hal yang berkaitan dengan keberbakatan dan belajar
Sadar terhadap kebutuhan siswa CIBI
Energik, siap bekerja ekstra dan siap bereksperimen
Sabar, peka, hormat, dan berempati terhadap masalah yang dihadapi siswa. Melihat masalah
siswa dari sudut pandang siswa.

Mengenal perbedaan individual, terutama yang berkaitan kepribadian siswa.
Bertanggung jawab terhadap individu siswa.
Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
Mengurangi aktivitas menilai dan mengkritik.
Siap menjadi model bagi siswa
Imaginatif, inovatif, fleksibel, dan terbuka terhadap perubahan

Mempunyai keinginan untuk memperluas pengetahuan.
Jujur, terbuka, dan obyektif
Matang, berpengalaman, dan percaya diri, berkepala dingin serta mempunyai emosi yang
stabil
Bersedia belajar dengan dan dari siwa
Mencari solusi yang baru melalui belajar berkelanjutan
Dapat bekerja sama dengan anggota staf, siswa, orang tua, dan profesional yang lain
Dapat mengkomunikasikan kebutuhan siswa CIBI dan mendukung program untuk siswa CIBI.
Memiliki kontrol atas kehidupan pribadi
Dengan demikian program akselerasi yang selama ini telah berjalan masih membutuhkan
perbaikan terutama yang berkaitan dengan keseimbangan pengembangan ranah kognitif, afektif,
danpsikomotorik, metode pembelajaran, dan sistem seleksi. Optimalisasi pembelajaran siswa
CIBI pada program akselerasi dapat diperoleh dengan meningkatkan kompetensi, keterampilan,

dan pengetahuan guru. Hal ini dapat dilakukan memberikan guru fasilitas dan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi, keterampilan, dan pengetahuannya, melalui pendidikan, pelatihan,
studi banding, bergabung dengan asosiasi CIBI, dsb.
Daftar Pustaka
Alsa, Asmadi. 2007. Keunggulan dan Kelemahan Program Akselerasi pada Tingkat SMA:
Tinjauan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Davis, dkk. 2011. Education of The Gifted and Talented. New York: Pearson
Marisano, Dominique. & Shore, Bruce, M. 2010. Can Personal Goal Setting Tap the Potential of
the Gifted Underachiever? Roeper Review; Oct-Des 2010; 32, 4; PsycINFO
Jin, Suk-Un & Moon, Sidney M. 2006. Study of Well Being and School Satisfaction Among
Academically Talented Students Attending a Science High School in Korea. USA: Gifted
Child Quarterly 2006 50: 169 diakses nopember 2011 dari http://www.sagepublication.com