ADAT DAN BUDAYA SUKU DANI DI TANAH PAPUA (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan dengan
tingkat kemajemukan yang tinggi. Melihat realita bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang plural, maka akan terlihat pula
adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Dalam “Ensiklopedi
Suku Bangsa di Indonesia” karya antropolog yang bernama
Zulyani Hidayah menyebutkan bahwa Indonesia memili 656 suku
bangsa. Tiap-tiap suku ini pada akhirnya akan menjadi Pluralitas
dan Integritas Nasional yang patut dibanggakan oleh rakyat
Indonesia. Dapat dirincikan bahwa setiap suku di Indonesia
memiliki unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan yang diusun
berdasarkan kerangka etnografi yang terdiri dari nama suku
bangsa, lokasi, lingkungan alam, asal mula dan sejarah, sistem
religi, bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem
peralatan hidup, sistem mata pencaharian, dan kesenian.
Dikarenakan banyaknya suku bangsa yang tersebar di
wilayah Indonesia, maka kemajemukan suku bangsa tersebut
jarang


dikenal

perkembangan

oleh

generasi

zaman

akibat

muda

masa

pengaruh

ini,


selain

globalisasi

itu
juga

mempengaruhi pola kehidupan dan interaksi suku yang pada
akhirnya

akan

menyebabkan

pergeseran

kebudayaan.

Merupakan kesalahan besar apabila kita sebagai masyarakat
Indonesia hanya acuh dn tidak mempelajari kemultikulturan yang

tersebar di Indonesia.
Papua adalah sebuah propinsi terluas Indonesia yang
terletak di bagian tengah Pulau Papua. Propinsi Papua dulu

5

mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, namun sejak
tahun 2003 dibagi menjadi dua propinsi. Papua memiliki luas
808.105 km2. Propinsi yang sering kali dianggap sebelah mata ini
oleh orang-orang diberi anggapan bahwa masyarakat papua
masih

primitif,

ketinggalan

zaman,

dan


masih

mengalami

keterbelakangan pendidikan. Namun dibalik anggapan tersebut,
masyarakat papua merupakan salah satu masyarakat yang
masih berpegang teguh dengan adat dan kebudayaannya.
Papua merupakan salah satu wilayah Indonesia yang
memiliki keberagaman suku didalamnya. Suku yang tersebar di
pulau papua dibagi menjadi dua yaitu 1) Suku papua yang
berada di Indonesia yang menempati isi sebelah barat Pulau
Papua/West

New

Guinea

terdiri

atas


466

suku

bangsa.

Diantaranya Suku Dani, Suku Asmat, Suku Bauzi, dan Suku
Amungme; dan 2) Suku papua yang berada di Papua New Guinea
yang menempati di sebelah timur yang disebut East New
Guinea/Papua Nugini dengan jumlah hampir 800 bahasa.
Dari 466 suku bangsa yang menempati wilayah barat Pulau
Papua/West New Guinea, Suku Asmat merupakan suku yang
paling dikenal dari empat suku yang penulis sebutkan diatas.
Tetapi dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Suku
Dani yang belum cukup dikenal adat dan kebudayaannya. Suku
dani adalah salah satu suku yang terdapat di Wamena, Papua
yang membentang diantara Pegunungan Tengah Jayawijaya.
1.2Rumusan Masalah
Masyarakat Indonesia harus mengetahui kemajemukan

suku bangsa yang tersebar di Indoensia salah satunya yang
difokuskan di makalah ini adalah Suku Dani yang terdapat atau
bermukim atau mendiami Pegunungan Tengah Papua, Indoensia.
6

Maka permasalahan yang akan muncul untuk megenal Suku Dani
adalah:
a) Bagaimana lokasi keberadaan Suku Dani di Tanah Papua?
 Letak Geografis
 Demografis
 Klimatologis
 Flora dan Fauna
b) Bagaimana adat dan budaya Suku Dani di Tanah Papua?
 Sejarah
 Bahasa
 Sistem Religi/Kepercayaan
 Pandangan terhadap Alam Semesta dan Sesama
 Sistem Pernikahan
 Sistem Pengetahuan dan Pendidikan
 Sistem Organisasi Sosial dan Politik

 Sistem Kekerabatan
 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
 Sistem Perekonomian
 Kesenian
1.3Tujuan
Tujuan penulisan makalah “Adat dan Budaya Suku Dani di
Tanah

Papua”

ini

adalah

untuk

memberikan

kajian-kajian


mengenai Suku Dani. Kurangnya penelitian, jarangnya peliputan
media, dan sedikitnya kajian mengenai Suku Dani menjadi salah
satu faktor yang mengakibatkan masyarakat tidak mengenal,
mengetahui bahkan mempelajari tentang adat dan budaya Suku
Dani di Tanah Papua. Sehingga dibutuhkan kajian-kajian yang
lebih

mendalam

agar

dapat

dibaca

dan

dipahami

oleh


masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
7

Selayang Pandang Suku Dani
Suku Dani adalah sebuah suku yang mendiami satu
wilayah di Lembah Baliem, suku ini telah dikenal sejak ratusan
tahun

lalu

menggunakan

sebagai
alat


petani
atau

yang

perkakas

terampil

dan

pertanian.

mampu

Selain

itu

masyarakat Suku Dani telah mengenal teknologi penggunaan

kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, bambu dan
juga tombak yang dibuat menggunakan kayu galian yang
terkenal sangat kuat dan berat. Mereka hidup diantara belukar,
masih memelihara serta mengangkat babi sebagai hewan
peliharaannya atau bisa dikatan hewan buruannya. Masyarakat
Suku Dani masih menggunakan teknologi Neolitik dari dunia
masa lalu. Saat ini, masyarakat Suku Dani masih banyak yang
menggunakan koteka yang terbuat dari kunden atau labu kuning
dan para wanita menggunakan pakaian wah yang berasal dari
rumput atau serat dan tinggal di “honai-honai”. Upacara-upacara
besar dan keagamaan serta perang suku masih dilaksanakan
meskipun tidak sebesar dahulu.
Salah satu kebiasaan unik lainnya dari Suku Dani yaitu
kebiasaan mendendangkan nyanyian-nyanyian heroisme dan
atau kisah-kisah sedih untuk menyemangati dan juga perintang
waktu ketika mereka bekerja. Alat musik yang mengiringi
senandung atau dendang ini biasanya berupa alat musik pikon,
yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung dan
telinga mereka. Disamping sebagai pengiring, alat musik ini juga
berfungsi sebagai isyarat kepada teman atau lawan ketika
sedang berburu di hutan.
Nama Dani sebagai nama suku diberikan oleh orang luar
pada

tahap-tahap

awal

suatu

ekspedisi

gabungan

antara

8

Amerika dengan Belanda pada tahun 1926 oleh pimpinan
bernama M.W. Striiling. Arti nama itu dan asal-usul kata tersebut
tidak memiliki kejelasan, namun menurut Le Roux nama Dani
berasal dari bahasa Moni yakni Ndani yang berarti “sebalah timur
arah matahari terbit”. Para penduduk asli sendiri tidak tahu siapa
yang memberikan nama suku mereka. Masyarakat di sebelah
lembah besar mengenali Ndani dalam pengertian “perdamaian”.
Akan tetapi karena adanya perubahan fenom N hilang dan
menjadi Dani saja. Sebagian besar masyarakat lebih senang
disebut dengan Suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek
moyangnya dan mereka biasanya melakukan upacara pesta babi
sebagai penghormatan.
Suku Dani Ditemukan
Peradaban manusia papua, khususnya Suku Dani yang
mendiami daerah Lembah Baliem merupakan peradaban suku
yang bisa dikatakan masih sangat baru. Suku Dani yang
mendiami daerah Lembah Baliem merupakan salah satu suku
terbesar yang mendiami wilayah pegunungan tengah di Papua.
Selain Suku Dani, wilayah pegunungan tengah di Papua didiami
pula oleh suku lain seperti Suku Ekari, Moni, Damal, Amugme dan
beberapa sub suku lainnya. Suku Dani yang mendiami wilayah
Lembah Baliem dan sekitarnya diperkirakan merupakan suku
yang berasal dari wilayah Timur Lembah Baliem atau dikenal
dengan nama daerah yali (pada saat ini masuk dalam Kabupaten
Yalimo dan Kabupaten Yahokimo). Sehingga berdasarkan cerita
rakyat yang sering dibicarakan oleh orang-orang tua bahwa
nenek moyang Suku Dani berasal dari orang Yali.
Ada beberapa versi mitologi mengenai asal usul Suku Dani.
Mitologi tersebut antara lain:

9



Mitos menceritakan bahwa orang pertama/manusia
pertama Suku Dani bernama Pumpa (pria) dan Nali-Nali
(wanita) yang masuk ke Lembah Baliem dari arah timur
melalui sebuah Goa. Beberapa sumber mengatakan
bahwa

Goa

pertama

tempat

keluarnya

manusia

pertama ini berasal dari Goa Kali Huam (daerah


Siepkosy).
Suku Dani berasal dari keturunan sepasang suami istri
yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maima
di Lembah Baliem Selatan. Mereaka mempunyai anak
bernama Woita dan Waro. Keturunan kedua orang ini
membagi mayarakat Suku Dani dalam 2 Moety/paruh
masyarakat. Oleh karena itu, orang Suku Dani dilarang



menikah dengan kerabat satu Moety.
Nenek moyang orang Dani keluar dari suatu tempat
yaitu mata air Seinma di sebelah selatan kota Wamena
dan sebalah utara Kurima. Mereka keluar pada waktu



itu dalam dua kelompok Moety yaitu Woita dan Waro.
Manusia yang hadir di dunia tinggal di Goa Huwinmo
(Maima) di lembah Pugima, juga dianggap sebagai cikal
bakal

masyarakat

Baliem.

Ia

disebut

Nmatugi.

Kedatangannya ke Goa Huwinmo disertai oleh beberapa
binatang melata, beberapa jenis unggas, di antaranya
ular dan burung. Menurut legenda, pada suatu waktu
terjadilah pertengkaran antara burung dan ular. Mereka
sepakat apabila ular menang maka manusia tidak mati
(abadi) dan hanya akan berganti kulit seperti ular untuk
memperpanjang kehidupannya. Sebaliknya jika burung
yang menang, maka manusia tidak abadi. Mereka yakin
dan percaya akan kebenaran legenda tersebut, tetapi
mereka

pun

masih

berharap

akan

mendapatkan

10

kehidupan

yang

abadi,

tanpa

penderitaan,

penuh

dengan kegembiraan, keadilan dan kemuliaan. Mereka
percaya bahwa sakit dan kematian dapat mereka
hindari apabila terjalin hubungan yang baik antara
manusia dan nenek moyangnya.
Suku Dani pertama kali diketahui di Lembah Baliem
diperkirakan sekitar ratusan tahun yang lalu. Banyak eksplorasi
di dataran tinggi pedalaman Papua yang dilakukan. Salah satu
diantaranya yang pertama adalah Ekspedisi Lorentz pada tahun
1909-1910 (Belanda), tetapi mereka tidak beroperasi di Lembah
Baliem. Kontak awal Suku Dani di Lembah Baliem terjadi pada
tahun 1926, dengan kedatangan ekspedisi ilmiah Stiirling. Proses
modernisasi pada masyarakat Suku Dani di Lembah Baliem
seperti yang dicatat dalam buku “Kebudayaan Jayawijaya “ yang
disunting oleh Astrid Susanto (1994) terjadi menurut tahapan
kurun waktu sebagai berikut:
1. Masa kontak ekspedisi Stiirling tahun 1926;
2. Masa kontak budaya pada tahun 1954-1962. Modernisasi
disini pada budaya material (kapak, pembukaan pos-pos
pmerintah/missi serta pembukaan jalan-jalan raya pada
masa pemerintahan kolonial Belanda);
3. Masa integrasi pada tahun 1963-1969. Pada masa ini Suku
Dani terintegrasi kedalam Negara RI melalui Penpres 1
tahun 1963 dan pada tanggal 16 September 1969 dengan
peristiwa Pepera;
4. Masa awal pembangunan pada tahun 1970-1974. Pada
masa ini pembangunan belum banyak tampak, banyak
sekolah yang mulai dibuka, komunikasi cukup lancar,
perumahan di kota Wamena semakin bertambah, pos-pos
di kabupaten dan jalan-jalan raya dibangun, dan lain
sebagainya.
11

5. Masa adaptasi pada tahun 1975-1981. Pada masa ini
banyak pendekatan pembangunan yang dilakukan sebagai
adaptasi sosial-budaya, Pemerintah Desa dibentuk menurut
UU

Mendagri

pembangunan

No.
desa

5

tahun

dibuka

1974,
(KPPD)

kursus

pelopor

sebagai

tempat

pengkaderan dari wakil tiap desa yang dibentuk. Proses
pembangunan diterima baik dalam berbahasa Indonesia
yang baik dan banyak hal telah mengalami penyesuaian
serta perubahan; dan
6. Masa transisi pada tahun 1982-sekarang. Sebagaimana
pada umumnya daerah pegunungan tengah Papua dalam
tahun 1980-1990 awal, Suku Dani, banyak dijumpai kaum
prianya mengenakan koteka danrumbai bagi wanitanya.
Dikota kini tidak banyak dijumpai, namun daerah-daerah
yang masih terisolasi dan jauh dari pusat pemerintahan
masih banyak terdapat penduduk yang menggunakan
koteka.
2.2 Lokasi
Letak Geografis
Suku Dani menyebar di tengah dataran tingi jantung pulau
Cendrawasih–Papua Barat pada ketinggian sekitar 1600 m diatas
permukaan

laut.

Di

tengah-tengah

pegunungan

Jayawijaya

terbentang luas Lembah Baliem yang sering dijuluki sebagai
lembah agung (Grand Valley), sepanjang ±15 km, dan bagian
yang terlebar berjarak ±10 km. lembah Baliem ini dialiri oleh
sungai Baliem yang bersumber di lereng pegunungan Jayawijaya
dan mengalir ke arah timur. Pada 139º Bujur Timur sungai ini
membelok dan terjun bergabung dengan sungai Mamberamo.
Secara geografis Kabupaten Jayawijaya terletak antara 30.20º
sampai 50.20º Lintang Selatan serta 1370.19º sampai 141º Bujur

12

Timur. Batas-batas daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai
berikut:

sebelah

utara

dengan

Kabupaten

Jayapura

dan

Kabupaten Yapen Waropen, barat dengan Kabupaten Paniai,
selatan

dengan

Kabupaten

Merauke

dan

timur

dengan

perbatasan negara Papua Nugini.
Kondisi topografi tempat tinggal Suku Dani ini terdiri dari
gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang luas. Di
antara pucak-puncak gunung yang ada beberapa selalu tertutup
salju misalnya Puncak Trikora (4750 m), Puncak Yamin (4595 m)
dan Puncak Mandala (4760 m). Kontur tanahnya terdiri dari batu
kapur atau gamping dan granit yang terdapat di daerah
pegunungan,

sedangkan

di

sekeliling

lembah

merupakan

percampuran antara endapan lumpur, tanah liat dan lempung.
Demografis
Jumlah penduduk Suku Dani di Lembah Baliem ±60.000
jiwa. Sebagian besar orang Suku Dani berambut keriting, berkulit
cokelat tua, dengan tinggi badan rata-rata 1,60 m. tetapi ada
pula yang tingginya mencapai 1,70 m. Selain itu ada juga yang
tingginya 1,53 m. namun ada juga orang Suku Dani yang
berambut ombak dan berkulit terang, seperti sebagian orang
yang ada di wilayah Kurulu.
Klimatologis
Suku Dani menempati daerah yang beriklim tropis basah
karena dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut,
temperatur udaranya bervariasi antara 80-200ºC, suhu rata-rata
17,50ºC dengan hari hujan 152,42 hari per tahun, tingkat
kelembaban diatas 80%, dan kecepatan angin berhembus

13

sepanjang tahun dengan rata-rata tertinggi 14 knot dan yang
teredah 2,5 knot.
Flora dan Fauna
Selain mempunyai kekayaan mineral, Papua juga memiliki
kekayaan flora dan fauna yang sangat beragam. Daerah ini
Pegunungan Tengah Papua ini terdapat banyak margasatwa yang
hidup

di

tengah-tengah

pepohonan

tropis

yang

luas

dan

beraneka ragam. Hutan-hutan tropis memberi kesempatan bagi
tumbuh-tumbuhan

dan

hutan-hutan

cemara,

semak

rodhedendronds dan spesies tanaman pakis dari anggrek yang
mengagumkan. Dekat dengan daerah bersalju di puncak-puncak
gunung terdapat lumut dan tanaman tundra. Hutan-hutan juga
memiliki aneka ragam jenis kayu yang sangat penting bagi
perdagangan

seperti

intisia,

pometis,

callophylyum,

drokontomiko, pterokorpus dan jajaran pohon berlumut yang jika
dieksploitasi dan diproses dapat menghasilkan harga yang
sangat tinggi jika diperdagangkan. Terdapat pula flora khas
Papua Barat yaitu buah Merah yang disebut kuansu oleh
masyarakat Papua. Hutan-hutan dan padang rumput Jayawijaya
merupakan habitat kanguru, kus-kus, kasuari dan banyak spesies
dari burung endemik seperti cendrawasih, mambruk, nuri,
bermacam-macam insect dan kupu-kupu yang beraneka ragam
warna dan corak.
2.3 Bahasa
Bahasa adalah salah satu sarana komunikasi yang paling
vital. Dimanapun manusia berada pasti menggunakan bahasa.
Bahasa membantu setiap orang untuk berelasi dengan orang
lain. Apapun bentuknya, bahasa yang dimiliki oleh sekelompok
orang tetap menjadi sarana komunikasi bagi kelangsungan hidup
14

kelompok tersebut. Bahasa yang digunakan oleh orang-orang
dari Suku Moni; mereka menyebutnya Ndani, sedangkan orang
gunung menyebutnya Hubula/lembah yang termasuk dalam
rumpun bahasa non-Austroneisa.
Jika dilihat dari penuturannya maka bahasa di daerah
Jayawijaya dapat digolongkan menjadi tiga rumpun bahasa yaitu:


Rumpun bahasa Ok. Bahasa Ngalum di oksibil dak




Kiwirok sekitarnya dengan kira-kira 10.000 penutur.
Rumpun bahasa Mee.
Rumpun bahasa Baliem. Rumpun bahasa ini dapat
digolongkan kedalam tiga sub rumpun yaitu: sub
rumpun Yali-Nggalik, sub rumpun Baliem Pusat, dan sub
rumpun Wano.

Hanya ada sedikit perbedaan dalam penuturannya (dialek)
yang dibagi atas tiga wilayah penuturan, yaitu:


Lembah Baliem bagian timur (Hetegima/sebelah timur
kabupaten Wamena dan sebagian besar Kabupaten



Kurima).
Wamena, Pugima, Kurulu, Musatfak dan sekitarnya



(Lembah Baliem bagian tengah).
Kimbim dan sekitarnya (Lembah Baliem bagian barat).

Sementara itu berdasarkan fonemik dari logat/dialek bahasa
Suku Dani yang diteliti oleh H.M. Bromley, dibedakan menjadi
sembilan jenis, yakni:
1. Logat Dani induk di daerah-daerah Lembah Baliem
Hulu.
2. Logat Dani bagian Barat di Lembah Ilaga, Sinak, Swart
dan Hablifuri Hulu.

15

3. Logat Dani Wolo di sekitar sungai Wolo di lereng
4.
5.
6.
7.

gunung Piramid.
Logat Dani Kimbim di sekitar sungai Kimbim dan Wosi.
Logat Dani Ibele sekitar sungai Bele.
Logat Dani Aikhe sekitar sungai Aikhe.
Logat Dani daerah Wamena dan sekitar sungai Uwe

hingga kira-kira sungai Mugi.
8. Logat Dani Jurang di daerah yang menyempit di lembah
sungai Baliem.
9. Logat Dani Hablifuri di daerah Hablifuri.
Bahasa daerah Suku Dani yang mendiami daerah Lembah
Baliem ini menggunakan bahasa-bahasa yang masuk kedalam
bahasa Papua dari filum Trans-New Guinea. Bahasa daerah yang
digunakanpun mempunyai perbedaan dialog dan pengucapan
antar satu wilayah dengan wilayah lainnya walaupun masih
berada dalam jangkauan jarak tempuh yang terbilang masih
dekat.
2.4 Sistem Religi/Kepercayaan
Adat Menghormati Nenek Moyang
Dasar religi masyarakat Suku Dani adalah menghormati roh
nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara yang
dipusatkan pada pesta babi. Orang Suku Dani beranggapan
bahwa nenek moyangnya berasal dari daerah bumi sebelah
timur yang disebut Libarek. Menurut mitologi Dani, nenek
moyang di Libarek berasal dari langit. Tetapi karena ada
sebagian dari mereka yang sering mencari ubi, tali langit
tersebut diputus dan mereka harus tinggal di bumi, bekerja keras
menanam hipere (sejenis ubi jalar yang besar), dan beternak
babi.

16

Orang Suku Dani juga percaya pada roh yaitu roh laki-laki
(Suanggi Ayoka) dan roh wanita (Suanggi Hosile). Roh-roh ini
menitis pada tumbuhan, hewan dan benda-benda. Roh orang
mati, setelah meninggalkan tubuhnya tinggal di hutan.
Konsep kepercayaan/keagamaan yang terpenting adalah
Atou, yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan
secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki). Kekuasaan
sakti ini antara lain:




Kekuatan menjaga kebun.
Kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala.
Kekuatan menyuburkan tanah.

Untuk
membuat

menghormati

lambang

nenek

nenek

moyangnya,

moyang

yang

Suku

disebut

Dani

Kaneka.

Lambang ini terbuat dari batu keramat berbentuk lonjong yang
diasah hingga mengkilap. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir
yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga
masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
Disamping upacara penghormatan terhadap nenek moyang,
Suku Dani juga melaksanakan upacara:


Tentang siklus kehidupan yang menyangkut kelahiran,



inisiasi, perkawinan dan kematian.
Tentang soal kehidupan menyangkut penyakit dan
peperangan.

Orang-orang Suku dani juga meyakini bahwa manusia, babi
dan pohon kasuari bersaudara. Untuk setiap bayi yang lahir,
ditanam satu pohon kasuari sehingga pada saat kematiannya
ada persediaan kayu bakar yang dapat digunakan untuk
mambakar mayatnya. Pohon kasuari yang termasuk keluarga
pinus menurut kosmologi lokal bersaudara dengan babi sebab

17

bulu-bulu anak babi yang masih kasar dan bercorak belangbelang menyerupai daun pohon kauari. Pandangan inilah yang
membuat wanita-wanita di Lembah Baliem sangat akrab dengan
babi.
Meskipun Suku Dani tinggal di hutan-hutan dengan iklim tropis
yang

sangat

kaya

akan

flora

dan

fauna,

mereka

masih

melakukan serangkaian upacara adat, salah satunya adalah
rekwasi. Rekwasi adalah sebuah upacara adat yang dilakukan
untuk menghormati para leluhur. Pada rekwasi, biasanya para
prajurit akan membuat tanfa dengan lemak babi, kerang, bulubulu, kus-kus, sagu rekat, getah pohon mangga dan bungabungaan

di

bagian

tubuh

mereka.

Tangan

mereka

akan

menenteng senjata-senjata tradisional khas Suku Dani seperti
tombak, kapak, parang dan busur beserta anak panahnya.
Sebagian besar masyarakat Suku Dani juga menganut
agama Kristen atas pengaruh Eropa yang dibawa ke para
misionaris yang membangun pusat Misi Protestan di Hetegima
sekitar

tahun

mendirikan

1955.

kota

Kemudian

Wamena

maka

setelah
agama

bangsa
Katholik

Belanda
mulai

berdatangan.
Tradisi Potong Jari
Suku Dani melambangkan kesedihan lantaran kehilangan
salah satu anggota keluarga yang meninggal dengan tidak hanya
menangis, tetapi juga memotong jari. Bila ada anggota keluarga
atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperi suami, istri,
ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong jari
mereka. Mereka percaya bahwa memotong jari adalah simbol
dari rasa sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota
keluarganya. Pemotongan jari juga dapat diartikan sebagai upaya
18

untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yang telah
merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.
Pemotongan jari ini pada umumnya dilakukan oleh kaum
Ibu Suku Dani, namun ada juga pemotongan jari yang dilakukan
oleh anggota keluarga dari pihak laki-laki. Bagi Suku Dani, jari
bisa diartikan sebagai simbol kerukunan, kesatuan dan kekuatan
dalam

diri

manusia

maupun

keluarga,

walaupun

dalam

penamaan jari yang ada di tangan manusia hanya menyebutkan
satu perwakilan keluarga, yaitu ibu jari. Akan tetapi jika dicermati
perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki sebuah
kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua
beban pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun
sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan
sempurna.

Kehilangan

salah

satu

ruasnya

saja

bisa

mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika
salah satu bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen
kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.
Tradisi potong jari juga dilakukan dengan alasan “Wene
opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar
hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai
(rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahsa, satu sejarah/asalmuasal, dan sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting bagi
masyarakat pegunungan tengah Papua. Kesedihan mendalam
dan luka hati orang yang ditinggal mati anggota keluarga, baru
akan sembuh jika luka di jari sudah sembuh dan tidak terasa
sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan tengah
Papua memotong jari saat ada keluarga yang meninggal.
Tradisi potong jari di Papua sendiri dilakukan dengan
berbagai cara, mulai dengan menggunakan benda tajam seperti

19

pisau, kapak, atau parang. Ada juga yang melakukannya dengan
menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan
seuatas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari
menjadi mati kemudian dilakukan pemotongan jari. Selain tradisi
pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang dilakukan dalam
upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi lumpur.
Mandi lumpur dilakukan oleh anggota kelompok dalam jangka
waktu tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap
orang yang meninggal dunia telah kembali ke alam. Manusia
berawal dari tanah kembali ke tanah. Beberapa sumber ada yang
mengatakan bahwa tradisi potong jari saat ini mulai banyak
ditinggalkan. Jarang orang melakukannya belakangan ini karena
adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar
daerah pegunungan tengah Papua. Namun kita masih bisa
menemui banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan jari yang
telah terpotong karena tradisi ini.
2.5 Sistem Pernikahan
Pernikahan

orang

Dani

bersifat

poligami

diantaranya

poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu-satuan tempat tinggal
yang disebut silimo. Sebuah desa Dani yang terdiri dari 3 &
ndash; 4 silimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut
mitologi, Suku Dani berasal dari keturunan suami istri yang
menghuni suatu danau disekitar kampung Maina di Lembah
Baliem Selatan. Mereka mempunyai dua anak yang bernama
Woita dan Waro. Orang Suku Dani dilarang menikah dengan
kerabat

Suku

Moety

sehingga

perkawinannya

berprinsip

eksogami Moety (perkawinan Moety/dengan orang diluar Moety).
2.6 Pandangan terhadap Alam Semesta dan Sesama

20

Orang Suku Dani memandang dunia mereka sebagai suatu
alam semesta yang hidup. Seluruh alam semesta khususnya
matahari diibaratkan sebagai seorang ibu. Pada waktu panen
pertama sebuah kebun baru, mereka menyisihkan beberapa ubi
yang besar untuk matahari. Di perkampungan Watlangka,
terdapat batu-batu matahari, konon dikatakan bahwa batu
tersebut

berasal

dari

matahari.

Secara

berkala

mereka

mempersembahkan seekor anak babi untuk matahari. Mereka
yakin bahwa pada malam hari matahari kembali ke rumahnya di
suatu lembah tertentu. Matahari dipandang sebagai seorang
wanita, namun dipandang juga sebagai perlengkapan perang
bagi laki-laki. Dikisahkan bahwa pada mulanya langit dan bumi
terletak

berdampingan,

namun

manusia

pertama

yaitu

Nakmaturi yang serakah menciptakan guntur dan memisahkan
langit dan bumi. Meski demikian, matahari masih tetap bersama
manusia. Semuanya menikmati perdamaian. Tetapi suatu waktu
manusia mulai saling berkelahi. Matahari pun menarik diri, pergi
ke langit dan tidak menghiraukan manusia lagi. Dia hanya
memandang manusia dari atas sana.
Menurut orang Suku Dani, tanah adalah milik bersama
secara adat, walaupun dalam sistem kepemilikan bersama itu
masih ada tuan-tuan tanah yang mempunyai wewenang khusus.
Di dalam perang suku, tanah harus dipertahankan mati-matian
dan tidak jarang terjadi bahwa tanah harus ditebus dengan
darah.

Jual

beli

tanah

tidak

dikenal

Suku

Dani.

Mereka

menggunakan tanah secara bersama-sama.
Manusia pada mulanya juga hidup bersama dengan hewan.
Namun, ketika manusia mebgai-bagi hewan menurut jenisnya,
marahlah hewan-hewan itu dan tidak mau hidup dengan manusia
lagi. Hal ini tidak berlaku bagi burung-burung. Manusia tetap
21

hidup berdampingan dengan mereka sehingga orang-orang Suku
Dani pantang memakan burung-burung tersebut. Bagi orang
Dani, babi adalah binatang peliharaan yang sangat penting. Babi
selalu mewarnai pesta-pesta adat, khususnya pada saat pesta
babi (Wam Mawe). Dalam pesta babi ini, diadakan berbagai acara
yang merupakan unsur pokok dari pesta babi itu sendiri,
misalnya perkawinan massal, acara balas budi (bila seseorang
mendapat kebaikan hati dari orang lain, khususnya pada waktu
mengalami musibah, ia dapat membalas kebaikan itu pada saat
pesta babi), inisiasi bagi anak-anak yang mulai menginjak
dewasa. Pesta babi haruslah semarak, sehingga jauh sebelum
acara pesta babi, orang tidak diperkenankan membunuh babi,
sekalipun ada kematian. Surga digambarkan oleh Suku Dani
sebagai suatu keadaan yang penuh babi-babi besar dan petataspetatas yang subur.
Selain

itu,

hutan-hutan

yang

berada

di

sekitar

perkampungan atau di lereng-lereng bukit tidak boleh ditebang,
bahkan kayu yang sudah kering dibiarkan busuk saja. Menurut
mereka di dalam hutan-hutan itu berdiam jiwa-jiwa orang yang
sudah meninggal atau tempat kediaman nenek moyang mereka.
Kayu yang dipergunakan untuk kebutuhan hidup harus dicari di
tempat yang jauh. Hal ini menunjukkan bahwa orang Suku Dani
sangat menghormati jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal.
2.7 Sistem Pengetahuan dan Pendidikan
Suku Dani merupakan salah satu suku yang mempunyai
peradaban

yang

sangat

tinggi.

Hal

itu

bisa

dilihat

dari

pengetahuan mereka untuk menciptakan sesuatu yang berguna
dan

membantu

mereka

dalam

kehidupan

sehari-hari.

22

Pengetahuan mereka itu dapat dilihat dari kenyataan hidup
sebagai berikut ini:


Pembuatan pakaian tradisional (koteka, sali dan yokal).
Orang Suku Dani tahu bahwa ada bagian tertentu
dari tubuh yang harus ditutup, yakni bagian kemaluan.
Koteka adalah pakaian untk menutup kemaluan lakilaki. Sedangkan, yokal untuk perempuan yang sudah
menikah dan Sali untuk gadis. Koteka (holim/horim)
terbuat dari kulit labu air. Isi dan biji labu tua
dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Ukurannya biasanya
berkaitan dengan aktivitas pengguna pada saat bekerja
atau upacara adat. Koteka yang pendek pada umumnya
dipakai pada saat kerja, sedangkan



koteka

yang

panjang digunakan pada saat upacara adat.
Pembuatan silimo (kampung)
Orang-orang
Suku
Dani
sudah
mengetahui
bagaimana cara membuat rumah sebagai tempat
hunian yang baik dan aman. Hal ini dapat terlihat dari
keahlian membuat silimo. Dengan demikian maka kita
dapat



menyimpulkan

bahwa

Suku

Dani

tidak

mengalami kehidupan nomaden.
Pembuatan kebun
Hampir seluruh lembah dan lereng-lereng gunung
digarap

secara

intensif

dan

efektif.

Kebun-kebun

dikelilingi oleh suatu jaringan drainase. Lereng-lereng
gunung pun digarap dan dilengkapi dengan teras-teras.
Tanamannya tumbuh subur dimana-mana. Hal yang
amat mengherankan di lembah besar itu sejak dulu
ialah

ketelitian

dalam

membuat

parit-parit

dan

kampung yang jarang dimiliki oleh orang-orang dari
suku lain.

23

Orang Baliem umumnya dan Suku Dani khususnya memiliki
pengetahuan akan keutamaan-keutamaan hidup yang bernilai
tinggi. Keutamaan-keutamaan itu ialah:


Relasi dengan sesama, dengan leluhur dan dengan
alam sekitarnya. Relasi ini merupakan hal yang amat



penting.
Membagi dengan orang lain apa yang dimiliki. Orang
Baliem suka memberi rokok, makanan dan sebagainya



kepada siapa saja yang hidup bersama dengan mereka.
Kebersamaan. Orang Baliem hidup bersama dalam
kampung, rumah laki-laki (honai) atau rumah keluarga
(ebeai) tsnpa dinding pemisah dan ruangan pribadi.
Mereka tidak memiliki banyak privacy namun sekaligus
otonom dan bebas. Mereka biasa kerja bersama, masak
bersama dan makan bersama. Justru di sinilah letak



kekuatan mereka yaitu kebersamaan.
Kesuburan manusia, hewan, tanah dan sebagainya
merupakan hal yang amat diharapkan orang Baliem.
Mereka akan berusaha memperoleh kesuburan itu
dengan mentaati peraturan hidup yang diwariskan oleh
para



leluhur.

Lemak

babi

merupakan

lambang

kesuburan mereka.
Bekerja termasuk nilai yang baik bagi orang Baliem.
Mereka menyadari bahwa segala kebutuhan tersedia
didalam tanah. Mereka harus bekerja keras untuk
mengolah tanah itu. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa orang Baliem sejati tidak mengemis. Mereka
bangga jika bisa mengurus dirinya sendiri secara
mandiri.

Dalam hal pendidikan, pada mulanya para kepala suku
menolak anaknya untuk disekolahkan. Namun, sejalan dengan
24

waktu dan tuntutan modernisasi, lembaga pendidikan atau
sekolah-sekolah yang dibangun misioanris barat dan pemerintah
Indonesia mulai menarik minat Suku Dani. Secara bertahap ada
anak Suku Dani yang mulai dididik sekaligus dibaptis. Putra
Baliem yang telah menjadi sarjana pioner antara lain adalah
David Huby, Simeon Itlay, Benny Hilapok, Agus Alua, Bartol
Paragaye, Bonafasius Huby, Alpius Wetipo, Tobias Itlay, Damianus
Wetapo, Dominicus Lokobal, Benny Huby, Vincent, Jelela Wetipo,
Tadius Mulait dan lain-lain. Deretan intelektual pertama Papua
yang merupakan hasil godokan misionaris, misalnya Benny Giay,
Sofyan Nyoman, Agus Alue Alua, David Huby (Bupati Kabupaten
Jayawijaya pada tahun 1996-1999) dan Niko Asso-Lokowal.
Sekarang ini telah banyak orang Suku Dani yang mengecap
pendidikan. Kalangan intelektual Suku Dani pun sudah tak
terhitung banyaknya. Namun lebih dari itu, pendidikan tetaplah
merupakan suatu hal yang harus terus dikembangkan dalam
masyarakat Suku Dani.
2.8 Sistem Organisasi Sosial dan Politik
Masyarakat Suku Dani senantiasa hidup berdampingan dan
saling tolong menolong, kehidupan masyarakat Suku Dani
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


Masyarakat Suku Dani memiliki kerja sama yang
bersifat tetap dan selalu bergotong royong dalam
menyelesaikan

setiap

pekerjaan.

Misalnya

dalam

membuka kebun baru. Laki-laki mengolah tanah hingga
siap ditanami dan setelah itu kaum wanita menamam


dan mnyianginya.
Setiap rencana pendirian
dengan

musyawarah

yang

rumah

selalu

dipimpin

oleh

didahului
seorang

25

penata adat atau kepala suku. Musyawarah tersebut
berlangsung atas permintaan pemilik bangunan atau
rumah yang akan dibangun. Musyawarah biasanya
dilakukan di rumah laki-laki (honai) atau kadang kala di
halaman depan rumah laki-laki dari klan pemilik rumah.
Dalam musyawarah itu dibicarakan lokasi atau tampat
mendirikan bangunan, pembagian tugas dan waktu
pelaksanaannya.
Organisasi sosial dan politik pada Suku Dani ditentukan
berdasarkan

hubungan

keluarga

dan

keturunan,

serta

berdasarkan keturunan teritorial. Unit terkecil dari ikatan sosial
masyarakat Lembah Baliem adalah keluarga luas, yang biasanya
terdiri dari tiga generasi dan bersifat patrilokal. Keluarga luas ini
tinggal dalam satu sili dengan jumlah anggota pada umumnya
belasan atau paling banyak sekitar dua puluhan. Didalamnya
biasa tinggal orang tua laki-laki, beberapa anak perempuan dan
laki-laki generasi kedua beserta istri dan anak-anak mereka.
Kepala keluarga luas dipilih melalui musyawarah. Beberapa
keluarga luas tergabung dalam klan kecil. Klan kecil ini bisa diisi
oleh beberapa keluarga luas dari fam yang sama atau dari fam
yang

berbeda.

Indikatornya

adalah

kepala

klan

kecil

ini

menguasai satu wilayah tanah tertentu dan biasanya tinggal
dalam kesatuan pemukiman seperti kampung, yang dalam
bahasa setempat disebut yukmo. Sebuah klan kecil merupakan
kelompok kerja dalam bertani, khususnya pada pekerjaanpekerjaan

yang

membutuhkan

gotong

royong,

seperti

membersihkan dan membuat pagar.
Lebih tinggi dari itu, ada klan besar yang merupakan
gabungan dari klan-klan kecil dalam aliansi teritorial yang jelas.
Fungsi utama dari organisasi sosial ini adalah sebagai aliansi
26

untuk keperluan perang, kesatuan adat yang besar seperti pesta
babi. Setiap klan besar selalu memiliki honai adat.
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yang
disebut Ap Kain yang memimpin desa adat watlangka. Selain itu
ada 3 kepala suku yang posisinya berada dibawah Ap kain yang
memerankan perannya masing-masing & ndash; sendiri, mereka
adalah:
1. Ap Menteg yaitu kepala suku perang yang memimpin
desa adat Silimo Mebel. Di Silimo inilah disimpan
benda-benda perang dan perdamaian.
2. Ap Horeg yaitu kepala suku kesuburan yang meimpin
desa adat Silimo Logo. Di silimo inilah disimpan bendabenda kesuburan.
3. Ap Ubalik yaitu kepala suku adat penyembuhan yang
memimpin desa adat Silimo Dabi. Di Silimo inilah
disimpan benda-benda adat.
Tugas mereka adalah mengurus perawatan kebun dan
binatang ternak babi. Selain itu juga menjadi penengah sekaligus
hakim ketika terjadi perselisihan antar Suku Dani. Silimo biasa
yang dihuni oleh masyarakat biasa, dikepalai oleh Ap Waregma.
Dalam masyarakat Suku Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali
istilah kain untuk pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang
sudah tua, tetapi masih mampu mengatur urusan dalam satu
halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut
antara

lain

pemeliharaan

kebun

dan

Bahi

serta

melerai

pertengkaran.
Pemimpin

federasi

berwenang

untuk

memberi

tanda

dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk
27

para win metek. Meskipun dipilih melalui jalur keturunan, ketua
suku yang terpilih harus memenuhi beberapa syarat, syarat
menjadi pemimpin masyarakat Suku Dani antara lain: pandai
bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu,
memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan
pandai berperang.
2.9 Sistem Kekerabatan
Mayarakat Suku Dani tidak mengenal konsep keluarga
batih, dimana bapak, ibi dan anak tinggal dalam satu rumah.
Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang
sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas
pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Suku Dani unit
rumah tersebut adalah sili.
Sistem kekerabatan masyarakat Suku Dani ada tiga, yaitu
kelompok

kekerabatan,

paroh

masyarakat,

dan

kelompok

teritorial.


Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat
Suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri
atas

tiga

atau

dua

keluarga

inti

bersama-sama

menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup


pagar (lima).
Paroh masyarakat yaitu struktur masyarakat Suku Dani
yang merupakan gabungan beberapa ukul (klan kecil)



yang disebut ukul oak (klan besar).
Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil
dalam

masyarakat

Suku

Dani

adalah

kompleks

perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga
luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
2.10 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

28

Teknologi asli masyarakat Suku Dani sangat sederhana.
Alat-alat utama mereka terbuat dari batu yang gosok sampai
halus, kayu dan sejenis bambu yang disebut lokop. Alat-alat yang
terbuat dari batu antara lain kapak, pahat atau kapak tangan.
Batu-batu dihaluskan sehingga berwarna hitam, kemudian dibuat
tajam pada satu sisinya. Mata kapak dari batu dibentuk segitiga
dan diasah satu sisinya, kemudian diberi tangkai kayu. Tangkai
dan mata kapak disambung dengan tali rotan yang dililitkan
melintang

dan

saling

tindih

mengikat

mata

kapak

pada

tangkainya.
Masyarakat Baliem mengenal bermacam-macam kapak
antara lain:




Ewe Yake untuk membelah kayu.
Yake Keken untuk memotong.
Yake Kewok (bentuknya seperti

cangkul)

untuk

mengorek tanah.
Untuk keperluan berkebun selain yake kewok, mereka juga
menggunakan

tongkat

penggali

(digging

stick)

untuk

membalikkan tanah agar menjadi gembur. Lubang-lubang untuk
memasukkan bibit dibuat dengan menggunakan kayu yang
diruncingkan. Tongkat penggali orang Suku Dani panjangnya 1,52 meter dan tajam pada kedua ujungnya. Tongkat ini digunakan
untuk mengerjakan tugas-tugas berat seperti membalik tanah.
Tongkat untuk perempuan panjangnya 2-3 meter dan digunakan
untuk penyiangan, penanaman dan pemanenan. Ada juga pisau
bambu yang terdiri dari empat bagian bambu muda kira-kira 6-8
inchi panjangnya dan cukup tajam untuk menyembelih daging,
memotong rambut, dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga
pisau yang terbuat dari tulang rusuk babi.

29

Orang Suku dani memiliki kantong berbentuk seperti jaring
yang disebut noken. Noken terbuat dari serat pohon melinjo
(ganemo). Perempuan Baliem pada umumnya mengenakan tiga
lapis noken yang digantungkan dari dahi ke punggung. Noken
pertama yang paling bawah berisi hipere, noken kedua berisi
anak babi, dan noken yang ketiga berisi bayi sang ibu.
Dalam masyarakat Suku Dani juga ditemukan semacam
dayung yang tampaknya digunakan sebagai sekop sederhana. Di
Suku Dani bagian barat digunakan semacam dayung (eleebe)
untuk menggali dan mengeluarkan hipere/hom yang ditimbun
dalam abu panas. Selainitu, orang Suku Dani juga menggunakan
kayu yang dibelah bagian ujungnya

dan berfungsi untuk

memindahkan batu panas kedalam lubang untuk memasak
daging. Variasi yang kecil dari kayu penjepit ini digunakan di
rumah untuk mengambil ubi panas dari abu.
Orang Suku Dani juga memiliki berbagai peralatan lain,
yakni:


Molige yaitu sejenis kapak batu yang ujungnya diberi




besi, digunakan untuk menebang pohon;
Sege yaitu sejenis tugal, untuk melubangi tanah;
Korok
yaitu
parang
yang
digunakan
untuk





membersihkan ilalang;
Valuk yaitu sejenis sekop untuk mencangkul tanah;
Wim yaitu sebutan untuk busur; dan
Panah sege yaitu sebutan untuk berbagai benda yang
ujungnya runcing.

Alat lain yang biasa dibawa oleh para lelaki Suku Dani
didalam noken adlah kotak peralatan untuk membuat api yang
terdiri dari kayu kecil yang terbelah dibagian tengahnya, batu
dan gulungan tumbuhan merambat kering untuk menyulut api.

30

2.11 Sistem Perekonomian
Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi nenek moyang orang Suku Dani tiba di
Irian hasil dari suatu proses perpindahan manusia yang sangat
kuno dari daratan Asia ke Kepulauan Pasifik Barat Irian Jaya.
Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih
bersifat pra agraris yaitu baru mulai menanam tanaman daam
jumlah yang sangat terbatas. Inovasi yang berkesinambungan
dan kotak budaya menyebabkan pola penanaman yang snagat
sederhana tadi berkembang menjadi suatu sistem perkebunan
ubi jalar seperti sekarang ini.
Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok Suku Dani adalah:
1) Bercocok tanam ubi kayu dan ubi jalar yang disebut
hipere.
Ubi jalar (hipere) adalah tanaman terpenting dan
utama. Mereka juga menanam keladi (hom), tebu (el),
pisang (haki) dan berbagai jenis sayur mayur secara
tumpang sari, misalnya jagung, kedelai, buncis, kol dan
bayam, sebagai tanaman yang baru diperkenalkan dari
luar daerah. Kebun-kebun milik Suku Dani dibagi atas 3
jenis yaitu:
a. Kebun-kebun di daerah rendah. Dan datar yang
diusahakan secara menatap.
b. Kebun-kebun di lereng gunung
c. Kebun-kebun yang berada di antara silimo.
Kebun-kebun

tersebut

biasanya

dikuasai

oleh

sekelompok atau beberapa kerabat. Batas-batas hak

31

ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah sunagi, gunung
atau jurang.
2) Beternak babi
Babi dipelihara

dalam kandang yang bernama

wamai (wam artinya babi; ai artinya rumah). Kandang
babi ini berupa bangunan berbentuk empat persegi
panjang. Bagian dalam kandang ini terdiri dari petakpetak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m dan
ditutupi dengan bilah-bilah papan. Bagian atas kandang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan kayu bakar dan
alat-alat kebun. Bagi Suku Dani babi berguna untuk
dimakan dagingnya, darahnya dipakai dalam upacara
magis, tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan, tulang
rusuknya untuk pisau pengupas ubi, alat tukar, dan
sarana menciptakan perdamaian bila ada perselisihan.
3) Berdagang
Suku Dani juga melakukan kontak dagang dengan
kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Sistem
perdagangan
sedangkan

mereka

adalah

barang-barang

yang

sistem

barter

dipertukarkan

adalah kulit siput, noken, kapak batu, pita-pita yang
dihiasi dengan siput kauri, batu untuk membuat
kapak dan hasil hutan seperti kayu, serat dan bulu
burung. Perdagangan ini terbatas antar klan dan
dapat

erkembang

keluar

apabila

mereka

mau

menukarkan benda-benda mereka dengan sejenis
kayu untuk dipakai untuk membuat busur dan anak
panah. Perdagangan ini juga hanya terbatas pada
kebutuhan mereka sehari-hari.

32

2.12 Kesenian
Kesenian masyarakat Suku Dani dapat dilihat dari:
a. Cara membangun tempat kediaman mereka yaitu
silimo yang terdiri dari beberapa bangunan:
 Honai, merupakan sebutan untuk rumah pada
umumnya. Honai berasal dari kata hun yang berarti
pria dewasa dan ai yang berarti rumah. Jadi secara
harafiah, honai berarti rumah untuk pria dewasa.
Honai berbentuk bulat, atapnya seperti kubah dari
daun ilalang. Garis tengahnya bisa mencapai 5-7


meter.
Ebeai yaitu rumah wanita. Ebe artinya tubuh atau
pusat dan ai artinya rumah. Jadi ebeai artinya
rumah tubuh atau rumah induk. Ebeai sama persis



dengan honai, hanya garis tengahnya lebih pendek.
Wamai artinya kandang babi. Wam artinya babi dan
ai artinya rumah. Jadi wamai artinya rumah babi
atau

kandang

babi.

Wamai

berbentuk

persegi

panjang dan disekat sebanyak jumlah ebeai. Wamai
juga terletak dalam lingkungan silimo. Silimo sendiri
berbentuk oval dan dipagari oleh pagar kayu.
b. Kerajinan tangan berupa anyaman kantong jaring
penutup kepala, pengikat kepala dan pengikat kapak.
c. Seni tari Baliem, terdiri dari:
 Hunike, salah satu tarian yang dimainkan oleh satu
orang secara bersama, berjejer dan terpisah dari
kelompok pengiring lagu. Tarian ini paling sering
dilakukan


saat

upacara

perayaan

kemenangan

perang.
Hologotiik, salah satu gerak tari yang diperankan
dalam posisi berdiri atau melompat di tempat.

33



Dipik/walin,

merupakan

tarian

rakyat

yang

dimainkan dengan cara membuat lingkaran dengan
sebuah regu atau kelompok penyanyi berada di
tengah.

Tarian

pernikahan,


ini

inisiasi

dilakukan
dan

pada

saat

pesta

upacara

lain

yang

dilaksanakan bersamaan dengan pembunuhan babi.
Hulung, adalah tarian rakyat yang dimainkan secara
beramai-ramai ke sana ke mari dalam jarak yang
dekat

sambil

bernyanyi

bersama.

Tarian

ini

dilaksanakan pada saat upacara inisiasi bagi anak
laki-laki, upacara pernikahan dan upacara mawe


(pesta babi).
Tem/sekan, merupakan

tarian

pergaulan

yang

dilaksanakan oleh muda mudi di dalam honai atau
dapur. Tari ini dimainkan dengan cara duduk berjejer
saling berhadapan muka antara putera dan puteri


sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat.
Hisilum, merupakan tarian pergaulan muda mudi
untuk

mendapatkan

jodoh.

Gerakan

tari

ini

menggunakan bahasa isyarat sambil menyanyi di
tiap kelompok, baik kelompok pria maupun wanita
dengan melambai-lambaikan tangan.
d. Masyarakat Suku Dani memiliki tiga macam lagu
tradisional (etai), yaitu:
 Etai ewa etai, merupakan jenis lagu-lagu utama
yang dinyanyikan baik pada acara-acara resmi
maupun pada acara-acara tidak resmi. Lagu yang
dinyanyikan dalam acara-acara resmi, misalnya:
lagu kemenangan dalam perang (ap wataresik),
lagu pada saat inisiasi (ap wayama), lagu saat pesta
perkawinan (heugumo/heyokalma), lagu pada saat
mawe (wam eweakowa), dan lagu pada saat haid

34

pertama bagi anak gadis Baliem (he hotarlimo).
Lagu yang tidak resmi biasanya dinyanyikan secara
spontan pada saat membuat honai dan membuka


kebun baru.
Etai wene pugut, merupakan salah satu bentuk lagu
tradisional

Baliem

yang

dinyanyikan

dengan

berbalasan pantun/syair. Isinya adalah ungkapan
emosional, kritikan-kritikan dalam kehidupan seharihari, pesan-pesan tertentu dan sebagainya. Etai
wene

pugut

dinyanyikan

pada

saat

pesta

pernikahan (he yokal), pada saat pengusiran roh
orang mati dari tubuh seseorang (hat waganegma),
saat atraksi tukar gelang (sekan/tem kotilogolik) dan


saat bersantai (haselum hagatilogolik).
Etai lee wuni atau dee wuni. Lee berarti ratapan
atau tangisan dan wuni beratti lagu. Jadi lee wuni
adalah lagu ratapan yang isinya mengandung syair-



syair tentang peristiwa-peristiwa tertentu.
Wesa etai, yakni lagu yang berisikan doa-doa baik

kepada leluhur maupun Tuhan.
e. Jenis musik tradisional Jayawijaya dapat dibedakan atas
beberapa jenis musik yaitu:
 Musik pikon, yaitu sejenis musik yang dihasilkan
oleh alat musik tiup sekaligus bertali yang kalau
ditiup


sambil

menarik

tali

tersebut

akan

menghasilkan tiga nada dasar yaitu do, mi dan sol.
Musik witawo, yaitu sejenis musik yang dihasilkan
dari lokop (sejenis bambu muda yang beruas-ruas),
dimainkan dengan cara ditiup. Tinggi rendahnya
bunyi sangat ditentukan oleh ukuran dari lokop;
yang

panjang

menghasilkan

bunyi

rendah

35

sedangkan yang pendek menghasilkan bunyi yang


tinggi.
Musik aneletang,

yaitu

musik

yang

dihasilkan

dengan cara dipukul untuk menarik perhatian orang
dalam tarian. Jenis musik ini dapat dihasilkan dari
sejumlah anak panah yang disatukan lalu dipukul
(sike tok), sejumlah pion yang dipotong-potong dan
diikat lalu dipukul (pion tok) dan batu-batu yang


dipukul (helekit).
Musik ane tutum, yaitu jenis musik yang dihasilkan
dari kulit yang ditabuh seperti gendang, yakni tifa.
Tifa terbuat dari pohon weki dan kepi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Alternatif Pemecahan Masalah
Sebagai warga negara Indonesia yang mengedepankan
semboyan

Bhinneka

menghormati

Tunggal

keanekaragaman

Ika,

sudah

budaya

sewajarnya

yang

ada

kita

didalam

seluruh wilayah negara Indonesia. Tidak hanya menghormati
tetapi juga melestarikan. Kita sebagai warga negara Indonesia
patut bangga terhadap segala Adat dan Budaya Suku Dani di
Tanah Papua.

36

Kebanggaan terhadap Adat dan Budaya Suku Dani sebagai
warisan kebudayaan negara Indonesia patut kita pelajari dan kita
lestarikan. Penelitian-penelitian mengenai Suku Dani sangat
diperlukan agar kita dapat mempelajari kebudayaan mereka.
Sebaiknya para antropolog Indonesia lebih banyak melakukan
penelitian-penelitian yang lebih mendalam terhadap Suku Dani.
Karena kajian mengenai Adat dan Budaya Suku Dani malah lebih
dulu diteliti oleh negara lain, bukan negara Indonesia sendiri. Jika
penelitian dilakukan oleh antropolog Indonesia, kita akan lebih
banyak mengetahui kebudayaan dan potensi apa saja yang
dapat kita jadikan sebuah pengetahuan. Selain itu, kita dapat
menjaga kebudayaan tersebut agar tidak menghilang dari
negara kita.
Menjaga dan melestarikan Adat dan Budaya Suku Dani di
Tanah Wamena adalah salah satu cara agar kita dapat selalu
mempelajari kebudayaan mereka.
Penjelasan diatas adalah beberapa alternatif pemecahan
masalah

yang

dapat

penulis

simpulkan

agar

kita

dapat

mengenal, mengetahui dan mempelajari Adat dan Budaya Suku
Dani di Tanah Wamena sebagai salah satu dari keanekaragaman
budaya yang tersebar di seluruh belahan Bumi Pertiwi kita. Sekali
lagi penulis sebutkan, alternatif pemecahan masalah yang harus
dilakukan adalah: memperbanyak penelitian dari antropolog
Indonesia; serta menjaga dan melestarikan Adat dan Budaya
Suku Dani agar tidak punah dari negara Indonesia.
3.2 Saran
Pemecahan masalah mengenai Adat dan Budaya Suku Dani
di Tanah Wamena tidak dapat terwujud apabila kita tidak
mendukung langkah-langkah tersebut. Maka sebaiknya pembaca
37

juga memahami pembahasan-pembahsan serta konsep yang ada
didalam

Bab

II

agar

kita

semakin

tergugah dan

tertarik

mempelajari Adat dan Budaya Suku Dani. Jika pembaca tertarik,
maka akan timbul rasa ingin mendukung langkah-langkah
pemecahan masalah yang telah penulis jelaskan sebelumnya.
Ketertarikan pembaca terhadap kebudayaan Suku Dani
akan membangkitkan keinginan antropolog Indonesia untuk
memenuhi rasa ingin tahu pembaca. Sehingga mereka akan
melakukan lebih banyak penelitian mengenai Adat dan Budaya
Suku Dani. Jika penelitian tersebut telah terpenuhi, maka kita
sebagai warga negara Indonesia akan semakin larut dalam
kebanggan terhadap keunikan dari kebudayaan-kebudayaan
yang

ada

di

Indonesia

sehingga

ingin

menjaga

dan

melestarikannya.

38