PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL JIGSAW BER

1

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL JIGSAW BERBASIS
KONTEKSTUAL MATERI BANGUN DATAR KELAS VI UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK

ARTIKEL

Oleh

MUHYIDIN, S.Pd.,M.Pd.
NIP. 19640405 198803 1 019

PEMERINTAH KABUPATEN MAGALANG
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
SEKOLAH DASAR NEGERI SUKODADI 2
UPT KECAMATAN BANDONGAN
2014

2
LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: MUHYIDIN, S.Pd.,M.Pd.

NIP

: 19640405 198803 1 019

Lokasi Kerja

: SD Negeri Sukodadi 2

Alamat Sekolah

: Kalinongko, Sukodadi, Bandongan, Magelang, KP.
56151

Judul

: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika

Model Jigsaw Berbasis Contekstual Materi Bangun
Gabungan Kelas VI Untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik”

Artikel ini telah disetujui oleh Ka UPT Disdikpora Kecamatan Bandongan untuk
dapat dipublikasikan di Perpustakaan SD Negeri Sukodadi 2 Kec, Bandongan.

Bandongan, 5 Maret 2014
Mengetahui,
Kepala UPT Disdikpora Kec. Bandongan,

Pengawas Pembina,

Drs. SUMEDI
NIP. 19590604 198012 1 005

LARASATI, S.Pd.MM.Pd
NIP. 19601213 198012 2 003

3

ABSTRAK
Muhyidin. 2014. Pembelajaran Matematika Model Jigsaw Berbasis Kontekstual
Materi Bangun Datar Kelas VI Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematik. Artikel. Program Pengembangan Diri. Pengawas Pembina: Larasati,
S.Pd.MM.Pd.
Kata kunci : model jigsaw berbasis kontekstual, kemampuan komunikasi
matematik.
Penelitian ini bertujuan: 1) memperoleh produk perangkat pembelajaran
dengan model jigsaw berbasis kontekstual untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik materi bangun gabungan yang valid, dan 2) menghasilkan
perangkat pembelajaran model jigsaw berbasis kontekstual untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik pada materi Bangun gabungan yang praktis,
dan efektif.
Prosesdur pengembangan yang digunakan adalah modifikasi dari model 4D. Subyek uji coba perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VI SD Negeri Losari tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 8 siswa dengan
kemampuan akademik yang beragam. Sebagai instrument pengumpul data dalam
penelitian ini adalah: (1) lembar penilaian validator terhadap perangkat
pembelajaran dan instrument penelitian dan (2) lembar validasi (a) observasi
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, (b) Observasi aktifitas siswa,
(c) angket respon guru terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran, (d)

angket respon siswa terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran, (e)
Instrumen tes hasil belajar siswa. Analisis data yang digunakan adalah: analisis
deskriptif terhadap: (1) hasil penilaian umum validator terhadap perangkat dan
instrument penelitian, (2) respon guru terhadap perangkat dan pelaksanaan
pembelajaran, (3) rata-rata kemampuan guru mengelola pembelajaran, (4) ratarata respon siswa terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran, dan (5)
analisis tes hasil belajar.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan: 1)
perangkat pembelajaran model jigsaw berbasis kontekstual valid, praktis dan
efektif, 2) tercapai ketuntasan belajar pada siswa kelas eksperimen, 3) terdapat
pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar siswa 4) hasil belajar siswa
kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Rata-rata hasil tes siswa .sebesar
73,79 dan pengaruh aktivitas siswa 67,1%, lebih besar dari minat belajar siswa.

4
ABSTRACT
Muhyidin. 2014. Learning Math Model of Jigsaw Based Contextual Content
Build Flat Class VI To Improve Communication Skills Mathematics. Article.
Personal Development Program. Trustees Trustees: Larasati, S.Pd.MM.Pd.
Keywords : model of jigsaw based contextual, mathematical communication
skills.

This study aims to: (1) obtain the product model of jigsaw based
contextual learning to improve communication skills combined mathematically
valid wake materials, and (2) generating devices the model of jigsaw based
contextual learning to improve the communication skills of mathematics at Wake
material combined practical, and effective.
Prosesdur development used is a modification of the 4-D models. The
subject of the learning trials in this study were six graders State of SDN Sukodadi
2 on 2012/2013 school year with varying academic abilities. As an instrument for
collecting data in this study are: (1) the assessment form validator for learning and
research instrument, and (2) validation sheet (a) observation of the teacher's
ability to manage learning, (b) Observation of student activities, (c) teachers'
questionnaire responses of the device and the implementation of learning, (d)
students' response to the questionnaire and the implementation of learning, (e)
Instrument test student learning outcomes. Analysis of the data used are:
descriptive analysis of: (1) a general assessment of the device and instrument
validator research, (2) the response of teachers to the device and implementation
of learning, (3) the average teacher's ability to manage learning, (4) the mean
average students' response to the device and implementation of learning, and (5)
analysis of achievement test.
Based on the results of research and discussion can be concluded: 1)

device-based contextual learning jigsaw model of a valid, practical and effective,
2) achieved mastery learning in class experiment, 3) there is influence student
learning activities to student learning outcomes 4) experimental class student
learning outcomes better than the control class. The average student test
results .sebesar 73.79 and influence student activity 67.1%, greater than the
interest of student learning.
A. PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika, perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti, dan kompetitif. Tugas guru tidak hanya sekedar mengupayakan para

5
siswa untuk memperoleh berbagai pengetahuan produk dan keterampilan.
Menurut Yusuf (2003:7), Lebih dari itu, guru harus dapat mendorong siswa untuk
dapat bekerja secara kelompok dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara
berpikir logis, sistematis, kreatif, cerdas, terbuka, dan ingin tahu. Oleh sebab itu
dalam kegiatan belajar mengajar perlu dikembangkan pengalaman-pengalaman

belajar melalui pendekatan dan inovasi model-model pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan kenyataan dari hasil tes yang di peroleh, bahwa untuk materi bangun
datar terutama luas darah gabungan siswa mengalami kesulitan karena selama ini
pembelajaran yang di gunakan hanya metode ceramah, siswa hanya menghafal
rumus, sehingga siswa sulit memaghami, dan ber akibat nilai yang diperoleh tidak
maksimal.
Berkaitan dengan pembelajaran matematika, menurut pengamatan
pembelajaran matematika di SDN Sukodadi 2 Kecamatan Bandongan Magelang
masih menggunakan pembelajaran yang diawali dengan definisi atau teorema,
pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan siswa mengerjakan soal latihan.
Pada pembelajaran tersebut siswa kurang aktif dalam mengembangkan ide-ide
kreatif untuk menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah secara efektif
dan efisien, sehingga menghafalkan rumus tanpa memahami maknanya serta
kurang mampu menerapkannya pada pemecahan masalah sehingga hasil
belajarnya kurang maksimal. Berdasarakan hasil pengalaman peneliti dan
wawancara beberapa guru di SDN Sukodadi 2 diperoleh simpulan bahwa selama
ini dalam mengajar cenderung menggunakan metode ceramah saja, sehingga
pengetahuan yang dimiliki siswa hanya bersifat hafalan dan tidak mendorong
siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan siswa
menjadi jenuh dan bosan dalam mengikuti pelajaran dan akhirnya sulit dipahami

oleh siswa. Peneliti berasumsi bahwa kedua hal tersebut menyebabkan keaktifan
belajar matematika rendah yang berakibat kemampuan komunikasi matematika
rendah.
Kenyataan ini perlu dicari solusinya agar terjadi peningkatan hasil belajar,
jika tidak di kawatirkan akan berdampak pada: (1) siswa akan semakin takut dan
malas belajar matematika; (2) siswa semakin sulit memahami konsep-konsep pada

6
matematika; (3) guru mengalami kesulitan untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa dan; (4) kegiatan belajar mengajar matematika terhambat.
Berdasarkan realita serta asumsi tersebut diperlukan upaya perbaikan
dalam pembelajaran matematika di kelas agar lebih baik hasil belajarnya, hal ini
dibutuhkan kreatifitas guru pada penyajian dikelas agar menarik, mudah diterima
dan tidak membosankan siswa. Pengembangan dan pemanfaatan perangkat
pembelajaran yang baik diharapkan bisa memotivasi siswa untuk berkreatifitas,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mau belajar mandiri maupun berkelompok,
menemukan pembelajaran yang bermakna dan akhirnya mampu meningkatan
hasil belajar.
Dari permasalahan di atas maka solusi yang dirasa tepat di laksanakan
untuk mengatasi masalah pembelajaran di atas adalah model jigsaw berbasis

contekstual.
B. MODEL JIGSAW
Menurut Trianto (2010;73) Jigsaw di kembangkan oleh Elliot Aroson.
Langkah-langkah pembelajaran jigsaw:
a.

Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6
orang)

b.

Materi pelajaran diberikan diberikan kepada siswa dalam bentuk buku
yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.

c.

Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan, dan
bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Anggota dari kelompok lain yang
telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk
mendiskusikanya.


d.

Jadi, dalam model jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali,
yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam “kelompok ahli”. Setelah
masing-masing anngota menjelaskan bagianya masing-masig

e.

Setiap anggota kelompok ahli telah setelah kembali kekelompoknya
bertugas mengajar teman-temannya.

7
f.

Pada pertemuan dan diskusi kelomok asal, siswa-siswa dikenai tagihan
berupa kuis individu.
Model Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975). Metode

ini memiliki dua versi tambahan, Jigsaw II (Slavin, 1989) dan Jigsaw III ( Kagan,

1990). Dalam metode Jigsaw, siswa di tempatkan dalam kelompok-kelompokkelompok kecil yang terdiri 5 anggota. Setiap kelompok di beri informasi yang
membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi
yang diberikan pada setiap kelompok ini, masing-masing kelompok harus
mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari informasi tersebut. Misalnya
kelompok A diminta mempelajari informasi tentang gabungan persegi panjang
dan segi tiga, kelompok lain mempelajari gabungan persegi panjang dan setengah
lingkaran, atau gabungan bangun yang lainya.
Setelah mempelajari informasi tersebut dalam kelompoknya

masing-

masing, setiap anggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan
anggota-anggota dari kelompok lain yang juga menerima bagian-bagian materi
yang sama. Jika anggota 1 dalam kelompok A mendapat tugas mempelajari
gabunganpersepi panjang dan segitiga maka ia harus berkumpuldengan siswa
kedua kelompok B dan siswa ke 3 dalam kelompok C (begitu seterusnnya) yang
juga mendapat tugas mempelajari gabungan persegi panjang dan segitiga.
Perkumpulan siswa yang memiliki bagian informasi yang sama ini

dikenal

dengan istilah “kelompok ahli” (expert group). Dalam “kelompok ahli” ini,
masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara terbaik

bagaimana

menjelaskan bagian informasi itu kepada teman-teman satu kelompoknya yang
semula. Setelah diskusi selesai, semua siswa dalam” kelompok ahli “ ini kembali
ke kelompoknya yang semula, dan masing-masing dari mereka mulai menjelaskan
bagian informasi tersebut kepada teman-teman satu kelompoknya.
Dalam model pembelajaran tipe jigsaw ini siswa bekerja dalam suatu
kelompok (ada kelompok asal dan kelompok ahli) yang terdiri dari beberapa
siswa yang heterogen. Setiap murid dalam kelompok (kelompok asal) nantinya
akan diberi tugas untuk menjadi tim ahli

pada suatu topik tertentu. Setelah

mempelajari/berdiskusi dalam kelompok ahli, masing masing siswa akan kembali

8
lagi kedalam kelompok asal untuk melaporkan apa yang mereka pelajari dalam
kelompok ahli.
C. CONTEKSTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
Contekstual Teaching and Learning (CTL) yaitu suatu program yang
menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual untuk
memenuhi kebutuhan dari berbagai kelas yang berbeda (Sharan, 2009:28).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
siswa sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu
menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan
demikian siswa memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal
untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya ini, siswa memerlukan guru sebagai
pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas

9
(siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan
sendiri, bukan dari apa kata guru. Pembelajaran kontektual merupakan salah satu
dari sekian banyak model pembelajaran, pembelajaran kontekstual dikembangkan
dengan tujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke
konteks lainnya.
Model Jigsaw berbasis kontekstual adalah model pembelajaran dengan
menggabungkan Model Jigsaw dengan prinsip-prinsip yang ada dalam
pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran Model Jigsaw ini siswa bekerja
dalam suatu kelompok (ada kelompok asal dan kelompok ahli) yang terdiri dari
beberapa siswa yang heterogen. Model di jabarkan dalam langkah-langkah
(sintak) pembelajaran seperti table berikut.
Sintak Pembelajaran Model Jigsaw Berbasis Kontekstual
Fase
Sintak
1
Menyampaikan

2

3

4

5

Kegiatan Guru
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran

tujuan dan

yang ingin di capai dan memberi motivasi

memotifasi siswa

siswa agar dapat belajar dengan aktif dan

Menyanjikan

kreatif
Guru menyajikan informasi kepada siswa

informasi

dengan menunjukkan benda-benda nyata yeng

Mengorganisasikan

ada di lingkungan siswa
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

siswa dalam

cara

kelompok-

membantu setiap kelompok agar malakukan

kelompok
Membimbing

transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok belajar pada saat

kelompok bekerja

mereka mengerjakan tugas-tugas

dan belajar
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

membentuk

kelompok

belajar

dan

yang dipelajari dan juga terhadap presentasi
6

Memberi

hasil kerja masing-masing kelompok
Guru memberikan penghargaan atas hasil

10
Fase

Sintak
penghargaan

Kegiatan Guru
belajar siswa secara indifidu maupun kelompok

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan perhitungan data pengamatan terhadap kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran pada uji coba1 dan uji coba 2 diperoleh deskripsi
data seperti yang disajikan dalam tabel berikut.
Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Kelas
No

Aspek pengelolaan pembelajaran

uji

Kriteria

coba 1
1

Menghubungkan pelajaran hari ini

uji

Kriteria

coba 2

3.00

Baik

3.50

S. Baik

3.25

S. Baik

3.50

S. Baik

3.25

S. Baik

3.75

S. Baik

3.17

S. Baik

3.58

S. Baik

dengan pelajaran sebelumnya
(terdahulu).
2

Mendorong siswa untuk membandingkan
jawabannya dengan jawaban temannya
dalam kelompok

3

Memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan siswa
Rata-rata

Berdasarkan perhitungan data pengamatan terhadap kemampuan guru
mengelola pembelajaran setelah direvisi diperoleh deskripsi data pengelolaan
pembelajaran di kelas uji coba 2 seperti yang disajikan dalam Tabel di atas bahwa
rata-rata semua aspek adalah 3.58 masuk kategori “sangat baik”.
Berdasarkan hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran kelas uji coba 1 rata-ratanya 3.17 dan kelas uji coba 2 rata-ratanya
3.58, rata-rata pengelolaan di dua kelas mencapai 3.38 termasuk kategori “sangat
baik”, maka dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran dikatakan praktis
karena dapat dilaksanakan guru di kelas.

11
Diskripsi Aktivitas Siswa
N
Aktifitas
Valid N (listwise)

Minimum
28
28

2.70

Maximum
3.80

Mean
3.1389

Std. Deviation
.31117

Aktivitas siswa selama kegiatan uji coba 1 dan uji coba 2 diperoleh
deskripsi rata-rata aktivitas pada kelas uji coba sebesar 3.1389 termasuk pada
kriteria “baik”. Dari hasil tersebut maka apat disimpulkan bahwa perangkat
pembelajaran dikatakan efektif karena dapat dilaksanakan untuk meningkatkan
aktivitas siswa di kelas.
Data hasil belajar dari kelas uji coba 1, kelas uji coba 2 dan kelas kontrol
diambil dengan metode tes diakhir pembelajaran pada pertemuan ke lima.
Selengkapnya rata-rata hasil belajar pada tabel berikut.
Deskripsi Statistik Hasil Belajar Kelas Uji coba dan Kontrol
N
Ujicoba
Kontrol
Valid N (listwise)

15
15
15

Minimum
66.00
54.00

Maximum
90.00
74.00

Mean
75.8214
67.1429

Std. Deviation
6.61678
5.99824

Berdasarkan data hasil tes komunikasi matematik siswa pada tabel diatas,
menunjukkan nilai rata-rata kelas uji coba sebesar 75.82 dan kelas kontrol sebesar
67.14, kedua kelas mencapai ketuntasan belajar dibandingkan standar ketuntasan
yang telah ditetapkan sekolah 60. Pada penelitian ini KKM yang digunakan untuk
pengujian 60, dengan ketuntasan klasikal 65%. Berdasarkan hasil belajar dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran Model Jigsaw Berbasis Kontekstual pada luas
bangun gabungan secara klasikal rata-rata hasil belajar mencapai ketuntasan.
Nilai tes hasil belajar siswa dikatakan tuntas jika memenuhi syarat
ketuntasan belajar yaitu jika rataan nilai tes hasil belajar siswa mencapai
sekurang-kurangnya 60.

12
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 :

  60

(Nilai tes hasil belajar tidak tuntas)

Ha : µ > 60 (Nilai tes hasil belajar tuntas)
Rumus yang digunakan:

t 

X  0


n

Keterangan:
X

= rata-rata nilai tes kemampuan komunikasi (kelas uji coba)

0

= Kriteria Ketuntasan Minimal (60)



= standar deviasi

n

= jumlah siswa kelas eksperimen
Dengan uji satu pihak kriteria yang digunakan adalah H0 ditolak jika

t hitung  t (1 )( n 1)

Hasil rata-rata nilai postes tes hasil belajar kelas uji coba = 79,89, KKM =
60, standar deviasi = 10,10, jumlah siswa = 15, dari data tersebut didapat nilai t



79,89  60
19,89

 10,42,
10,10
1,91
tabel
15

t(0,95)(31) = 1,697, karena thitung > ttabel maka H0

ditolak, artinya rata-rata nilai tes hasil belajar kelas eksperimen tuntas.
Pada kelas uji coba siswa yang memperoleh nilai tes hasil belajar minimal
60 ada 15 siswa, kriteria ketuntasan individual 75%, jumlah siswa 28 orang.
Hasil perhitungan nilai Z 

28
 0,75
28
0,75(1  0,25)
15

= 1,316

Dengan taraf nyata α = 0,01 dari tabel Z0,49 = 0,312.
Harga Zhitung = 1,316 lebih dari Ztabel = 0,312. Maka H0 ditolak, artinya nilai
ketuntasan individual kelas eksperimen melampaui 75%, sehingga kelas uji coba
mengalami ketuntasan belajar.

13
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil-hasil pengembangan dan diskusi hasil penelitian yang
dikemukakan pada bab IV, maka dapat disimpulan sebagai berikut.
1.

Perangkat pembelajaran yang dihasilkan:
1)

Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Tes Hasi Belajar yang dikembangkan valid
menurut penilaian ahli.

2)

Pengelolaan guru dalam pengembangan perangkat pembelajaran model
jigsaw berbasis kontekstual yang dikembangkan selama uji coba dapat
terlaksana dengan baik, hasil pengamatan 3.38 kategori “sangat baik”.

3)

Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran model jigsaw berbasis
kontekstuasl yang dikembangkan dilakukan dengan baik, hasil
pengamatan mencapai kategori “sangat baik”.

4)

Siswa yang menjadi subyek penelitian memberikan respon positif
terhadap pembelajaran model jigsaw berbasis kontekstual yang
dikembangkan, adalah 90.9% kategori “sangat baik”.

5)

Hasil belajar untuk mengukur kemampuan siswa setelah pembelajaran
model

jigsaw

berbasis

kontekstual

materi

bangun

gabungan

menunjukkan, kelas uji coba 1 = 77,5% , uji coba 2 = 92.5% telah
tuntas belajar (KKM 60).
2.

Sehingga dihasilkan perangkat pembelajaran model jigsaw berbasis
kontekstual yang valid, praktis dan efektif.
1)

Hasil belajar untuk mengukur kemampuan siswa setelah pembelajaran
model

jigsaw

berbasis

kontekstual

materi

bangun

gabungan

menunjukkan, kelas uji coba 1 = 77,5% , uji coba 2 = 92.5%s telah
tuntas belajar (KKM 60).
2)

Selama pengembangan perangkat pembelajaran model jigsaw berbasis
kontekstual yang dikembangkan selama uji coba aktivitas siswa kelas
uji coba 1diperoleh R square sebesar 0.704 = 70.4 %, yang berarti 70.4
% aktivitas siswa berpengaruh terhadap hasil belajar dan kelas uji coba

14
2 diperoleh nilai R square sebesar 0.289 = 28.9 %, yang berarti 28.9
% aktivitas berpengaruh terhadap hasil belajar.
Berdasarkan simpulan yang dikemukakan di atas, maka peneliti mengharapkan:
1.

Kepada guru mitra dapat mengembangkan perangkat pembelajaran pada
materi lain karena perangkat pembelajaran merupakan tugas guru, menuju
guru yang professional.

2.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan perangkat sehingga
menghasilkan perangkat yang valid, praktis dan efektif, oleh karena itu,
penelitian ini dapat diteruskan sampai tahap pengembangan

oleh guru

matematika.
3.

Bagi sekolah pengembangan perangkat ini bisa menjadi acuan untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran pada mata pelajaran lain.

4.

Penelitian ini merupakan penelitian baru tahap pengembangan, dapat
dilanjutkan pada tahap penyebaran keefektifan di bandingkan pengembangan
dengan model lain.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arends, R. 1997. Classroom Intructional Management. New York: The Mc Graw
–Hill Company.
BSNP, 2006. Panduan Pehyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan
Desmita. 2009. Psikilogi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:Remaja Rosda
Karya.
Deen, IS, 2006. Contextual Teaching and Learning Practices in the Family
andConsumen Sciences Curiculum. Journal of Family and Consumer
Sentences Education, Vol 24 no 1: Spring/Summer.
Depdiknas. 2002. Pendekatan Contestual (contextual Teaching and Learning).
Jakarata:Depdiknas.

15
Goldin, G . 2002. Representation in Mathematical Learning and Problem Solving.
Handbook of internasional Research in Mathematics Education. PF Book.
Gardner, H. 2006. Jerome S. Bruner dalam Palmer, Joy (ed). Fifty Modern
Thinker on Education. Terjemahan Farid Assifa. Yogyakarta:Ircisod.
Hudson, C. 2000. Adressing Acontability Via Contextual Teaching and Learning .
Journal of articel Discusie.
Hurst, C. 2004. Improving Mathematical Learning Through Contextualisation.
Journal of technology Curtin Univercity
Huda, M. 2011. Cooperatf Learning MetodeTeknik Struktur dan Model
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Johnson, E, B. 2008, Contekstual Teaching and Learning. Jakarta: Kaifa
Learning.
Kuiper, W. and Knufer, A. 1998. The Nederland. TIMMS Studeies.
Moed, HF. 2010. Measuring Contextual Citation impact of Scietific . Journal of
Informatics . Vol 30 No 30 Hal 13.
Muslich, M. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution. S. 2004. Didaktik Asas Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.
Pupuh dan Sutikno, 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandun: Adit
Rich, B. 2005. Geometri. Jakarta: Erlangga
Sharan, S. 2009. Handbook of Cooperatif learning . Yogyakarta: IMPERIUM.
Sasongko. 2004, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
pada Relasi, Fungsi, dan Grafik. Tesis Pasca UNNESA.
Sumanto, Y. 2008, Gemar Matematika Untuk SD, Jakarta: Sahabat.
Suherman, E 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA-UPI.
Sun Ye, 2010 . Using Pedometer in Elementary Science and Mathematic Methods
Courses. Journal of Mathematics Research. Vol 2 no 4. November 2010.

16
Syaodih, N. 2010. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Rosda
Karya.
Shodiq. 2008. Psikologi Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: P4TK.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Turmudi. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA-UPI.
Winkel, WS. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
Yusuf. 2003. Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pengajaran
dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Madrasah
Aliyah Ponpes Nurul Harmain Lombok Barat NTB. Tesis Pasca Unnesa.