pengambilan keputusan manajemen sektor p

A. KEPUTUSAN
1. Jenis Keputusan.
Terdapat beberapa jenis keputusan dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan
keputusan yang harus diambil oleh level manajemen di organisasi, jenis keputusan terdiri
atas:
a. Keputusan Strategis, adalah keputusan yang dibuat oleh manajemen puncak dalam sebuh
perusahaan.
b. Keputusan Taktis, adalah keputusan yang dibuat oleh manajemen menengah.
c. Keputusan Operasional, adalah keputusan yang dibuat oleh tingkat manajemen yang
paling bawah, misalnya operator mesin di lantai produksi.
Berdasarkan tersedianya pemecahan masalah, jenis keputusan yang biasanya muncul adalah:
a. Keputusan Terprogram
Keputusan ini berkaitan dengan kebiasaan, aturan, dan prosedur. Dalam hal ini kondisi
yang dihadapi semuanya dapat diketahui dengan pasti. Jenis pengambilan keputusan ini
mengandung suatu respons otomatik terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan
dengan pengambilan keputusan jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang analis
adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metodemetode untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja, agar
pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas. Bila hal ini
dapat dilaksanakan, pekerjaan selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma
untuk membuat keputusan rutin dan otomatik.

b. Keputusan Tidak Terprogram
Keputusan tidak terprogram ini adalah keputusan yang tidak mempunyai suatu aturan
yang baku, tergantung pada jenis masalahnya. Biasanya, masalah yang membutuhkan
keputusan tidak terprogram ini terjadinya tidak dapat diprediksi. Pengambilan keputusan
ini menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah – masalah yang tidak jelas.
Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi proses- proses pengambilan
keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat didefinisikan. Masalahmasalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter – parameter yang
diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik.
Untuk menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan
keputusan, ditambah dengan bantuan sistem informasi. Hal ini dimaksud untuk
mendapatkan keputusan tidak terprogram dengan baik. Perluasan fasilitas fasilitas
pabrik, pengembangan produk baru, pengolahan dan pengiklanan kebijaksanaankebijaksanaan, manajemen kepegawaian, dan perpaduan semuanya adalah contoh
masalah-masalah yang memerlukan keputusan-keputusan yang tidak terprogram. Sangat
banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi pemerintahan, pemimpin-

1

pemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer organisasi lainnya dalam
menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan mereka dapat
dihubungkan secara langsung.

c. Keputusan Tidak Terstruktur
Disebut tidak terstruktur karena tidak diketahui pemecahannya karena ketidakjelasan
masalahnya.
2. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan
Untuk pembuatan keputusan digunakan teori keputusan (decision theory). Teori
keputusan merupakan ilmu pengetahuan yang menjelaskan proses pembuatan keputusan.
Sesuai dengan teori keputusan, proses pembuatan keputusan dapat dibagi menjadi beberapa
tahap. Pentahapan ini bermanfaat untuk menganalisis masalah secara masuk akal. Tahaptahap proses pembuatan keputusan adalah:
a. Penentuan masalah
Semua kegiatan proses pembuatan keputusan tergantung pada penetuan masalah. Tahap
ini merupakan tahap yang paling sulit dari keseluruhan proses pembuatan keputusan.
Manajemen harus dapat mengidentifikasi secara jelas masalah yang dihadapi. Jika
mereka tidak dapat mengidentifikasikannya maka mereka mungkin harus menggunakan
banyak waktu dan untuk menemukan lebih dulu masalah yang harus dipecahkan dan
untuk memperoleh informasi yang ternyata tidak diferensial dengan masalah yang
sesungguhnya dihadapi.
b. Identifikasi Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah penentuan masalah, langkah berikutnya adalah identifikasi alternatif pemecahan
masalah. Pada langkah ini, untuk membuat keputusan yang efektif, manajemen harus
mengidentifikasi berbagai macam alternatif yang mungkin dipilih untuk menyelesaikan

masalah. Identifikasi alternatif pemecahan masalah memerlukan gagasan dan inovasi
yang berani dan kreatif. Manajemen harus mengabaikan alternatif-alternatif pemecahan
masalah yang jelas tidak mungkin dilaksanakan sehingga waktu dan biaya untuk
menganalisis dapat dihemat.
c. Mengumpulkan Informasi Diferensial
Pembuat keputusan memerlukan berbagai macam informasi yang dapat membantunya
untuk membuat keputusan. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam organisasi atau
dari luar organisasi. Hanya informasi diferensial yang harus dikumpulkan dalam rangka
pemilihan alternatif. Informasi tersebut dapat meningkatkan pemahaman atau
menurunkan resiko ketidakpastian atas alternatif yang mungkin dipilih.
Informasi diferensial dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
1.) Informasi yang dapat diukur secara kuantitatif
2.) Informasi yang tidak dapat diukur secara kuantitatif
Didalam menganalisis setiap alternatif keputusan, pembuat keputusan harus menganalisis
keunggulan dan kelemahan setiap alternatif atas dasar informasi diferensial yang dapat
diukur secara kuantitatif maupun yang tidak dapat diukur secara kuantitatif.

2

d. Pembuatan Keputusan

Jika masalah telah ditentukan, alternatif pemecahan masalah telah diidentifikasikan, dan
informasi diferensial telah diseleksi, maka langkah berikutnya adalah pembuatan
keputusan. Dalam pembuatan keputusan tersebut tidak hanya diperhitungkan variabel
tunggal tetapi harus dipertimbangkan berbagai macam variabel yang mendominasi
masalah tersebut, jadi harus menggunakan kriteria interaksi banyak variabel.
( Supriyono, 268-269 )
3. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan menurut Terry,
yaitu :
a. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun yang
rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
b. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih
mementingkan kepentingan organisasi.
d. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-alternatif
tandingan.
e. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus diubah
menjadi tindakan fisik.
f. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.
g. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih

baik.
h. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar.
i. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan mata
rantai berikutnya.

B. INFORMASI YANG RELEVAN

3

Biaya relevan adalah biaya yang diharapkan di masa depan dan pendapatan relevan
adalah pendapatan yang diharapkan di masa depan yang berbeda diantara alternatif tindakan.
Untuk menjadi relevan, biaya relevan dan pendapatan relevan meraka harus:
a. Di masa depan - setiap kesepakatan keputusan dengan seleksi didasarkan tindakan pada
hasil yang diharapkan di masa depan
b. Terdapat perbedaan diantara altenatif tindakan - pendapatan dan biaya yang tidak
berbeda tidak akan menjadi masalah dan, karena itu, tidak akan ada hubungan dalam
pengambilan keputusan
1. Informasi Relevan Kualitatif dan Kuantitatif
Manajemen umumnya membagi hasil keputusan menjadi dua kategori: kuantitatif dan
kualitatif. Faktor kuantitatif adalah hasil yang diukur dalam bentuk angka. Beberapa faktor

kuantitatif adalah finansial; yakni dapat dinyatakan dalam bentuk moneter. Contohnya
meliputi biaya bahan baku langsung, tenaga kerja manufaktur langsung, dan pemasaran.
Faktor kuantitatif lainnya adalah non keuangan; yakni dapat diukur dengan angka, tetapi
tidak dapat dinyatakan dalam bentuk keuangan. Pengurangan dalam waktu pengembanganproduk untuk perusahaan manufaktur dan persentase kedatangan penerbangan tepat waktu
untuk perusahaan penerbangan adalah contoh faktor kuantitatif yang non keuangan. Faktor
kualitatif adalah hasil yang tidak dapat diukur dalam bentuk angka, sebagai contohnya moral
pegawai. Analisis biaya relevan biasanya menekankan faktor kuantitatif yang dapat
dinyatakan dalam bentuk keuangan. Tetapi karena faktor kualitatif dan faktor kuantitatif non
keuangan tidak dapat dengan mudah dinyatakan dalam bentuk keuangan tidak berarti
membuatnya tidak penting. Pada kenyataannya, manajer seringkali harus memberikan bobot
yang lebih besar untuk faktor-faktor ini.
2. Kunci-Kunci Utama dari Informasi Relevan
a. Biaya-biaya (historis) masa lalu dapat membantu sebagai dasar untuk membuat prediksi.
Bagaimanapun, biaya-biaya masa lalu tersebut selalu tidak relevan ketika membuat
keputusan
b. Alternatif-alternatif berbeda dapat dibandingkan dengan memeriksa perbedaan
perbedaan dalam total pendapatan dan biaya masa depan yang diharapkan.
c. Tidak semua pendapatan dan biaya masa depan yang diharapkan adalah
relevan.Pendapatan dan biaya yang diharapkan tidak berbeda diantara alternativealternatif adalah tidak relevan, karena itu, dapat dihilangkan dari analisa. Pertanyaan
kunci adalah selalu, Apa perbedaan yang dapat dibuat?

d. Titik berat yang tepat harus diberikan untuk factor-faktor kualitatif dan faktor-faktor
kuantitatif non keuangan.

3. Jenis Informasi Akuntansi Manajemen

4

Informasi yang digunakan manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan adalah
informasi akuntansi manajemen dan merupakan informasi yang utama yang dimiliki
perusahaan. Informasi akuntansi manajemen terutama digunakan oleh pimpinan perusahaan
di dalam menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen khususnya fungi perencanaan dan
pengawasan. Menurut Mas'ud Macfoedz (1990, hal.17) jenis-jenis informasi akuntansi
manajemen adalah sebagai berikut :
a. Akuntansi biaya penuh (full cost accounting)
b. Akuntansi biaya diferensial (differential accounting)
c. Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting)
Informasi akuntansi manajemen dapat dihubungkan dengan tiga hal objek informasi,
altematif yang akan dipilih dan wewenang manajer. informasi akuntansi manajemen
dihubungkan dengan objek informasi, seperti produk, departemen, dan aktivitas perusahaan
maka akan dihasilkan konsep informasi akuntansi penuh. Jika informasi akuntansi

manajeinen dihubungkan dengatl alternatif yang akan dipilih, maka akan dihasilkan konsep
infonnasi akuntansi diferensial, yang sangat diperlukan oleh manajemen dalam pengambilan
keputusan pemilihan altematif. Jika informasi akuntansi manajemen dihubungkan dengan
wewenang yang dimiliki oleh manajer, maka akan dihasilkan konsep informasi akuntansi
pertanggungjawaban, yang terutama manfaat untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam
organisasi.
Menurut Mulyadi (1993, hal.I7) jenis/tipe dan manfaat dari organisasi akuntansi
manajemen yaitu sebagai berikut :
Tipe
Informasi
Akuntansi
Manajemen
(Aktiva,
Pendapatan
Dan/atau
biaya)
Informasi
akuntansi
penuh
(full

accounting
information)

Informasi
akuntansi
diferensial
(Diferential

Manfaat

Informasi masa lalu

Pelaporan informasi keuangan
Analisis kemampuan menghasilkan
laba
Jawaban atas pertanyaan “Berapa
biaya yang telah dikeluarkan untuk
sesuatu?”
Penentuan harga jual
dalam cost – type contract

Tidak ada

Informasi masa yang
akan datang

Penyusunan
Program
Penentuan harga jual normal
Penentuan harga transfer

Penentuan harga jual dalam
perusahaan yang diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pengambilan keputusan pemelihan
alternatif, baik jangka pendek
maupun jangka panjang

5

accounting

information)
Informasi
akuntansi
pertanggungja
waban
(responsibility
accounting
information

Penilaian kinerja manajer
Pemotivasian manager

Penyusunan anggaran

a. Akuntansi biaya penuh (full cost accounting)
Akuntansi biaya penuh merupakan keseluruhan biaya yang dibebankan pada setiap
produk, segmen dan devisi baik itu biaya langsung maupun biaya tidak langsung.Pengertian
biaya yang ini adalah keseluruhan biaya yang dapat ditelusuri manfaatnya pada produk yang
bersangkutan, sedangkan biaya tidak langsung merupakan biaya gabungan untuk
memproduksi beberapa macam produk.
Akutansi biaya penuh dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu biaya penuh historis
(historical cost) dan biaya penuh masa yang akan datang (future estimate). Biaya penuh
historis terutama digunakan untuk menyajikan laporan keuangan perusahaan baik itu neraca
maupun perubahan posisi keuangan. Di samping itu biaya penuh juga digunakan untuk
menilai prestasi manajer yang memimpin perusahaan, sedangkan biaya penult masa yang
akan datang terutama digunakan untuk semua tipe perencanaan baik itu perencanaan jangka
panjang maupun perencanaan jangka pendek atau sering juga disebut pembuatan program
yaitu keputusan tentang langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Biaya penuh masa yang akan datang juga digunakan untuk menetapkan berapa
harga penjualan normal yang dikehendaki perusahaan supaya perusahaan tidak mengalami
kerugian. Sebagai contoh, PT. ANDO membeli komponen kipas angin sebesar Rp. 15.000,dan untuk merakit kipas angin tersebut diperlukan biaya-biaya sebagai berikut : Upah tenaga
kerja Rp. 2.000,- biaya material (suku cadang) sebesar Rp. 3.000,- serta biaya operasi sebesar
Rp. 5.000,- (termasuk biaya tetap), maka biaya penuh dari kipas angin tersebut adalah Rp.
25.000,-.
Akuntansi biaya diferensial (differential accounting)
Akuntansi biaya diferensial hanya digunakan untuk memilih salah satu alternatif dari
alternatif yang ada untuk dijadikan menjadi keputusan perusahaan pada masa yang akan
datang. Jadi informasi yang digunakan dalam akuntansi diferensial adalah informasi masa
mendatang (future estimate), dan informasi tersebut merupakan informasi mengenai
perbedaan diantara alternatif yang dihadapi para pembuat keputusan. Jadi tidak ada informasi
akuntansi diferensial yang bersifat historis.
Akuntansi diferensial dapat dibedakan menjadi empat yaitu biaya diferensial
(differential cost), pendapatan diferensial (differential revenue), laba diferensial (differential
profit), dan aktiva diferensial. Dari keempat akuntansi diferensial tersebut merupakan
informasi masa yang akan datang yang berbeda pada suatu kondisi dibandingkan dengan
kondisi yang lain. penentuan besarnya biaya, pendapatan, laba, dan aktiva diferensial hanya
b.

6

didasarkan pada prediksi masa yang akan datang. Sebagai contoh, PT. ANDO membeli
komponen kipas angin dengan harga Rp. 15.000,- untuk merakit kipas angin tersebut
dibutuhkan biaya suku cadang sebesar Rp. 5.000,- dan upah tenaga kerja Rp. 3.000,- .Apabila
dirakit oleh perusahaan lain, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 10.000,-. Dari
informasi tersebut dapat dibuat analisa tentang pemilihan merakit sendiri atau dirakit oleh
perusahaan lain, yaitu sebagai berikut :
Dirakit perusahaan sendiri
Komponen kipas angin
Suku cadang
Upah tenaga kerja
Dirakit perusahaan lain
Total
Penghematan biaya

Dirakit perusahaan lain
Rp. 15.000,Rp. 15.000,Rp. 5.000,Rp. 3.000,Rp. 10.000,Rp. 23.000,Rp. 25.000,Rp. 2.000,-

Akuntansi pertanggungjawaban (responbility accounting)
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan cara yang ditempuh oleh top
manajemen untuk membagi organisasi menjadi segmen-segmen tertentu, dimana masingmasing segmen mempunyai otonomi untuk mengatur pusat pertanggungjawaban, dengan cara
demikian diharapkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan akan cepat tercapai.
Pada umumnya pembentukan pusat pertanggungjawaban erat kaitannya dengan adanya
tujuan/sasaran tertentu yang ingin dicapai organisasi.
Jelas bahwa setiap pusat pertanggungjawaban itu mempunyai masukan dan keluaran.
Berdasarkan masukan dan keluaran inilah diukur prestasi dari manajer pusat
pertanggungjawaban. Berdasarkan hubungan input dan out put ini, pusat pertanggungjawaban
yang ada pada suatu organisasi pada umumnya dikelompokkan menjadi empat yaitu pusat
pendapatan (revenue center), pusat laba (profit center), pusat biaya (expense center), pusat
investasi (investment center).
Pusat pendapatan merupakan suatu pusat pertanggungjawaban, dimana tingkat output
atau tingkat keluaran diukur dengan nilai uang akan tetapi tidak ada usaha formal yang
dilakukan untuk menghubungkannya dengan biaya atau input. Pusat pendapatan pada
umumnya dipercayakan kepada bagian pemasaran. Dalam pusat pendapatan, pertama yang
diIakukan adalah menentukan target penjualan untuk mengukur transaksi penjualan yang
telah dilakukan. Jadi dengan ditentukan target penjualan ada semacam aspek pengawasan
dalam pusat pertanggungjawaban.
c.

Contoh : Laporan Prestasi Dari Departemen Pemasaran
Untuk bulan April 19XX
Budget
Realisasi
Varians
Penjualan
Biaya Penjualan :
• Gaji, Bonus dan
Lembur
• Transportasi
• Biaya iklan
• Biaya lain - lain

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

30.000,1.000,200,500,100,-

Rp. 1.800,-

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

48.000,1.850,270,550,120,-

Rp. 2.290,-

Rp. 18.000,(Rp. 850,-)
(Rp. 70,- )
(Rp. 50,- )
(Rp. 20,- )
(Rp. 990,-)

7

Dari contoh tersebut terlihat bahwa adanya kenaikan penjualan penjualan sebesar Rp.
18.000,- dari anggaran yang telah ditetapkan.Kenaikan penjualan ini dipengaruhi oleh tingkat
kinerja dan motivasi yang diterapkan pada departemen pemasaran yaitu upah lembur dan
bonus dinaikkan,sehingga terjadi varians yang cukup besar antara anggaran dengan realisasi
yang terjadi untuk biaya gaji,bonus dan lembur tersebut.
Pusat laba merupakan suatu pusat pertanggungjawaban dimana tingkat output atau
tingkat keluaran diukur dengan nilai uang dan ada usaha fonnal yang dilakukan untuk
menghubungkannya dengan biaya atau input. Pada sebuah pusat laba, manajer bertanggung
jawab dan berwewenang untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi baik biaya
maupun pendapatan untuk departemen atau divisi yang bersangkutan. Sebagai contoh, sebuah
toko serba ada dapat mendesentralisasikan operasinya menurut lini produk. Manajer setiap
lini produk akan bertanggung jawab atas harga pokok barang dan keputusan mengenai
pendapatan, seperti penentuan harga jual. Manajer pusat laba tidak mengambil keputusan
sehubungan dengan aktiva tetap yang tersedia untuk pusat laba itu.
Pusat biaya merupakan bagian dari pusat pertanggung-jawaban dimana masukan
(input) diukur dengan satuan uang tetapi tidak ada usaha fonnal yang dilakukan
menghubungkannya dengan pendapatan (output). Sebagai contoh, seorang manajer dari
pabrik manufakturing yang diorganisasikan sebagai pusat biaya dapat memperlakukan tiaptiap departemen di dalam pabrik sebagai pusat biaya yang terpisah, dengan manajer-manajer
departemen melaporkan langsung ke manajer pabrik. Pada umumnya pusat biaya
dikelompokkannya menjadi dua yaitu pusat biaya yang terukur dan pusat biaya yang tidak
terukur
Pusat investasi merupakan suatu bentuk pusat pertanggungjawaban, dimana yang
menjadi pusat perhatian adalah laba dan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. Pada sebuah pusat investasi, manajer bertanggung jawab dan berwenang untuk
membuat keputusan yang tidak hanya mempengaruhi biaya dan pendapatan, tetapi juga
aktiva tetap yang tersedia untuk pusat itu. Suatu ukuran yang paling luas digunakan untuk
penilaian prestasi divisional pusat investasi adalah tingkat pengembalian atas investasi (Rate
of Return On Investment- ROI).

C. MENAMBAH ATAU MENGURANGI FUNGSI INSTANSI

8

Suatu instansi pemerintah bisa mengalami penambahan atau pengurangan fungsi.
Contohnya adalah saat dimana fungsi pengelolaan administrasi Bea atas Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang sebelumnya dikelola pemerintah pusat saat ini dikelola oleh
pemerintahan daerah. Pajak sebagai satu hal yang pasti memerlukan kepastian hukum dalam
pemungutannya, baik bagi wajib pajak maupun fiskus sendiri. Pun dengan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah berubah menjadi pajak daerah sejak 1
Januari 2010 sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah
daerah (siap atau tidak siap) sesuai amanat UU harus segera menyusun peraturan daerah dan
segala perangkatnya untuk menerima pengalihan wewenang pemungutan BPHTB tersebut.
Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pengelolaan BPHTB akhirnya diserahkan
kepada Pemda sesuai dengan UU PDRD. Pertama, teori pajak properti internasional
menjelaskan bahwa property tax (dalam hal ini BPHTB) cenderung bersifat lokal mengingat
fisibilitas dan immobilitasnya. Sehingga mayoritas praktik di negara maju, urusan pajak
properti diserahkan pada Pemda karena dianggap berkaitan langsung dengan pelayanan
masyarakat. Kedua, reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan menuntut konsentrasi
penuh Ditjen Pajak untuk membiayai APBN mengingat migas tidak bisa lagi diandalkan
sebagai sumber pendapatan negara. Ketiga, prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal
adalah money follows function dimana dukungan pembiayaan pusat diserahkan melalui
penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Pengalihan BPHTB ke pundi-pundi
kas daerah diharapkan dapat menjadi solusi bagi Pemda untuk membiayai pembangunan
daerahnya.
Konsep money follows function ini kemudian menjadi alasan dilaksanakannya
penambahan fungsi pemerintahan daerah sebagai tax collector dan melepas fungsi serupa
pemerintah pusat cq Direktorat Jenderal Pajak
Ada dua hal yang setidaknya bisa menjadi alasan adanya penambahan atau
pengurangan fungsi instansi pemerintah. Pertama, tuntutan situasi dan kondisi. Seringkali
dinamika zaman menuntut adanya penambahan atau pengurangan fungsi instansi pemerintah.
Hal ini harus direspon segera dengan mengakomodasi fungsi terkait untuk ditambahkan
dalam struktur organisasi atau malah dieliminasi. Alasan kedua adalah tuntutan peraturan.
Dalam hal ini, penambahan fungsi pemerintah daerah sebagai tax collector dapat secara jelas
menjadi bukti bahwa peraturan yang diejawantahkan dalam undang-undang atau peraturan
lain seringkali menyebabkan adanya penambahan atau pengurangan fungsi instansi
pemerintah.

D. OUTSOURCING DAN KAPASITAS MENGANGGUR PEGAWAI NEGERI

9

Dalam perhitungan kapasitas idle PNS, salah satu metode yang dapat digunakan
adalah metode analisis beban kerja. Mungkin terdapat sedikit perbedaan cara perhitungan
analisis Beban Kerja pada masing-masing Kementerian/Lembaga, karena masing-masing K/L
mengeluarkan aturan tersendiri. Sebagai contoh Kementerian Keuangan menggunakan dasar
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-140/PMK.01/2008 tentang Pedoman Analisis
Beban Kerja di lingkungan Kementerian Keuangan sedangkan Kepolisian RI menggunakan
dasar Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep 547/VIII/2010,
tanggal 30 Agustus 2010, tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di lingkungan Polri.
Secara umum Beban Kerja yang dapat ditanggung Satuan Kerja menggunakan rumus
Kapasitas Kerja Unit = Jumlah Pegawai pada Unit x Jumlah Jam Kerja
Sehingga idle capacity bisa dihitung dengan
Idle capacity = Beban Bobot Kerja Aktual / Kapasitas Kerja Unit
Bila hasil perhitungan rumus tersebut < 1 maka berarti masih terdapat PNS yang idle/tidak
terutilisasi secara maksimal.
E. OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah adalah wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Di negara kesatuan, otonomi daerah lebih terbatas dari pada
di negara federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di negara
kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan, kecuali beberapa urusan yang
dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1.
2.
3.
4.

Hubungan luar negeri
Pengadilan
Moneter dan keuangan
Pertahanan dan keamanan

1. Tujuan Pemberian Otonomi Daerah
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakinbaik.
b. Pengembangan kehidupan demokrasi.
c. Keadilan.
d. Pemerataan.
e. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
f. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
g. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

10

2. Syarat Pembentukan Daerah
Syarat-syarat pembentukan daerah, sesuai dengan pasal 5 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, antara lain:
a. Syarat Administrasi
 Untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur.
 Untuk kabupaten/kota meliputi persetujuan DPD kabupaten/kota
Bupati/Walikota.

dan

b. Syarat Teknis, meliputi faktor sebagai berikut:
 Kemampuan ekonomi.
 Potensi daerah.
 Sosial budaya.
 Sosial politik.
 Kependudukan.
 Luas daerah.
 Pertahanhan.
 Keamanan.
 Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
c. Syarat Fisik, meliputi:
 Paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi.
 Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kabupaten.
 Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kota.
3. Bentuk dan Susunan Pemerintah Daerah
Dasar hukum diselenggarakannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
a. UUD 1945 pasal 18
b. UU No. 32 tahun 2004
c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 2003
Bentuk dan susunan Pemerintah daerah:
a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD merupakan lembaga yang berperan sebagai badan legislatif di daerah, baik di
provinsi, kabupaten maupun kota. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di dearah
merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi Pancasila dan dipilih melalui pemilu.
Pemerintahan Daerah
b. Pemerintah daerah merupakan lembaga di daerah yang berperan sebagai badan eksekutif
daerah. Berdasarkan UUD 1945 pasal 18 ayat 4 pemerintah daerah yang dibentuk di
wilayah provinsi, kabupaten dan kota ini dipilih secara demokratis. Dlam menjalankan

11

kewenangannya, pemerintah daerah berhak menetpkan peraturan daerah dan peraturan
lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas bantuan.
4. Syarat-Syarat Pembentukan Daerah Otonom
a. Kemampuan ekonomi
Untuk menjadi daerah otonom, suatu daerah harus mempunyai kemampuan ekonomi
yang memadai agar jalannya pemerintahn tidak tersendat-sendat dan pembangunan
dapat terlaksana dengan baik.
b. Luas daerah
Untuk menjadikan daerah otonom diperlukan luas wilayah tertentu, sehingga
keamanan dan stabilitas serta pengawasan dari pemerintah daerah dapat dijalani
dengan baik.
c. Pertahanan dan Keamanan Nasional
Hankam suatu daerah merupakan modal penting utama bagi jalannya sebuah
pemerintahan.
d. Syarat-syarat lain
Segala sesuatu yang memungkinkan daerah untuk dapat melaksanakan
pembangunan dan pembinaan kestabilan politik serta persatuan dan kesatuan bangsa
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
5. Asas-Asas Otonomi Daerah
a. Asas Sentralisasi, yaitu pemusatan seluruh penyelenggaraan pemerintah Negara dengan
pemerintah pusat.
b. Asas Desentralisasi, yaitu segala pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
c. Asas Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah gubernur sebagai
wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah.
d. Asas Pembantuan, yaitu asas yang menyatakan turut serta dalam pelaksanaan urusan
pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah dengan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas.
Kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom:
a. Kewenangan Politik
Adanya otonomi daerah, rakyat melalui DPRD memiliki kewenangan memilih kepala
daerah sendiri.
b. Kewenangan Administrasi
Menyangkut keuangan pemerintah pusat dengan memberikan uang kepada daerah untuk
mengelola karyawan dan organisasi.
F. MEMBUAT SENDIRI ATAU MEMBELI BARANG DAN JASA PEMERINTAH

12

Untuk memproduksi suatu barang, perusahaan dapat membeli atau membuat sendiri
komponen produknya. Pada umumnya barang hasil produksinya terdiri dari berbagai bagian
suku cadang. Misalnya perusahaan pompa air yang bahannya terdiri dari besi cor, ring karet,
ring besi, pegangan plastik dan lain-lain.
Keputusan untuk membeli atau membuat sendiri merupakan keputusan yang
didasarkan atas pertimbangan teknis dan lebih utama adalah pertimbangan ekonomis.
Pertimbangan teknis seperti tidak dimilikinya mesin-mesin untuk pembuatan suku cadang
atau tidak dimilikinya tenaga ahli dalam proses pembuatan suku cadang. Sedangkan
pertimbangan ekonomis yaitu masalah untung ruginya pembuatan sendiri dibandingkan
dengan membeli dari luar.
Jika perusahaan membuat sendiri bahan yang dibutuhkan, maka perusahaan akan
menanggung biaya-biaya tetap seperti penyusutan, pemeliharaan dan reparasi. Disamping itu
harus menanggung biaya-biaya variabel untuk memproduksi barang tersebut yaitu bahan
langsung dan tenaga kerja langsung.
Faktor-faktor selain biaya, yang perlu diperhatikan jika perusahaan akan membuat
sendiri barang yang dibutuhkan:
1. Terdapat ketidakstabilan penawaran (supply) bahan
2. Kualitas yang dibeli sering tidak baik, sehingga sering mengganggu kelancaran proses
produksi
3. Terdapat keharusan untuk merahasiakan proses produksi
4. Terdapat pengangguran kapasitas mesin yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut
5. Kebutuhan untuk mempertahankan dan memperoleh hubungan baik terhadap tenaga kerja
Faktor-faktor selain biaya, yang perlu diperhatikan jika perusahaan akan membeli
bahan yang dibutuhkan:
1. Tidak tersedianya dana yang dibutuhkan
2. Tidak memiliki pengalaman dalam membuat barang tersebut
3. Terdapat alternatif penggunaan bahan lain yang cukup baik. Dalam hal ini berarti terdapat
substitusi bahan yang diperlukan. Dengan banyak terdapatnya bahan substitusi maka
kesulitan untuk memperoleh bahan yang cukup baik mutu serta harganya akan tidak
mengalami hambatan. Hal ini berarti membeli bahan dari perusahaan lain akan
memperoleh banyak keuntungan dan dalam hal seperti itu membuat sendiri bahan akan
memperbesar risiko usaha.

Berbagai kemungkinan alternatif dalam keputusan membeli atau membuat sendiri

13

Perusahaan sekarang
membuat dan
mempertimbangkan
akan membeli dari
pemasok luar
(outsourcing)

Fasilitas yang digunakan untuk membuat dihentikan
pemakaiannya
Biaya diferensial berupa biaya terhindarkan
Biaya diferensial berupa harga beli dari pemasok luar

A
B

Keputusan
Jika A > B, alternatif membeli dapat dipilih
Jika A < B, alternatif membeli tidak dapat dipilih

Fasilitas yang digunakan untuk membuat dapat disewakan
atau dioperasikan untuk kegiatan bisnis yang lain
Biaya diferensial berupa biaya terhindarkan
A
Pendapatan diferensial
B
Biaya diferensial berupa harga beli dari pemasok luar
C
Membuat
atau
Membeli?

Keputusan
Jika (A+B) > C, alternatif membeli dapat dipilih
Jika (A+B) < C, alternatif membeli tidak dapat dipilih

Tidak diperlukan tambahan fasilitas produksi
Biaya diferensial : harga beli yang dapat dihindari
Biaya diferensial : biaya untuk membuat
Perusahaan sekarang
membeli dari pemasok
luar dan
mempertimbangkan
akan membuat sendiri
(in-house sourcing)

A
B

Keputusan
Jika A > B, alternatif membuat dapat dipilih
Jika A < B, alternatif membuat tidak dapat dipilih

Diperlukan tambahan fasilitas produksi
Biaya diferensial : harga beli yang dapat dihindari
Biaya diferensial : biaya untuk membuat
Aktiva diferensial berupa investasi dalam fasilitas

A
B
C

Keputusan
Jika selama umur ekonomis fasilitas produksi jumlah nilai
tunai (A-B) > C, alternatif membuat sendiri dapat dipilih

14

G. DIFFERENT COST
Biaya Diferensial adalah masa yang akan datang yang diperkirakan akan berbeda
(differ) akibat terpengaruh oleh suatu pengambilan keputusan atau pemilihan di antara
berbagai alternatif. (Mulyadi,1993,hal 117).
Besarnya biaya diferensial dihitung dari perbedaan biaya pada alternatif tertentu
dibandingkan dengan biaya pada alternatif lainnya. Karakter biaya diferensial dan bukan
biaya diferensial adalah sebagai berikut:
Biaya Diferensial
~ Biaya masa yang akan datang.

Bukan Biaya Diferensial
~ Biaya masa lalu.

~ Biaya yang berbeda diantara berbagai ~ Biaya masa yang akan datang yang tidak
alternatif keputusan.
berbeda diantara berbagai alternatif
keputusan.
Pemahaman biaya diferensial seringkali rancu dengan konsep biaya yang
dikembangkan dalam akuntansi biaya seperti: relevant cost, future cost, out of pocket cost,
sunk cost, opportunity cost, incremental cost.
1. Biaya diferensial versus Biaya relevan
Biaya relevan merupakan biaya yang akan terjadi karena sebuah keputusan, sedangkan
biaya diferensial menyangkut informasi yang akan datang dan berbeda diantara alternatif
yang akan dipilih dan bersifat unik.

2. Biaya diferensial versus Biaya masa akan datang
Biaya masa akan datang merupakan biaya yang diharapkan akan terjadi dimasa
mendatang dan jumlahnya harus diestimasikan, pertimbangannya:
 Biaya yang dapat dikendalikan oleh manajemen
 Biaya ini harus direncanakan (budget cost)
 Biaya ini untuk mendukung aktivitas tertentu/diharapkan
3. Biaya diferensial versus Biaya variable
Biaya variabel merupakan biaya yang berubah secara proporsional dengan tingkat
kegiatan, sedangkan biaya diferensial selalu terkait dengan alternatif yang sedang
dipertimbangkan untuk dipilih.
4. Biaya diferensial versus Biaya tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tidak berubah dengan adanya
perubahan volume aktivitas.Dalam pengambilan keputusan jangka pendek biaya tetap
mungkin merupakan biaya diferensial atau mungkin tidak, hal ini tergantung apakah
biaya tersebut dapat ditelusuri ke obyeknya.

15

5. Biaya diferensial versus Biaya depresiasi
Depresiasi merupakan alokasi biaya secara periodik atas kos aktiva tetap yang diperoleh
diwaktu yang lampau. Depresiasi muncul karena keputusan investasi modal jangka
panjang, karena itu dalam pengambilan keputusan jangka pendek biaya depresiasi dapat
diabaikan.
6. Biaya diferensial versus Biaya tambahan
Biaya tambahan suatu alternatif adalah tambahan biaya yang akan terjadi jika suatu
alternatif yang berkaitan dengan perubahan volume aktivitas dipilih.
7. Biaya diferensial versus Biaya kesempatan
Biaya kesempatan adalah pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan sebagai
akibat dipilihnya alternatif tertentu.
8. Biaya diferensial versus Biaya tunai
Out of pocket cost adalah jenis biaya yang memerlukan pengeluaran kas saat sekarang
atau dalam jangka pendek sebagai akibat keputusan manajemen.
Sehingga kesimpulan yang dapat diambil mengenai biaya diferensial adalah sebagai berikut:
 Biaya diferensial merupakan biaya masa yang akan datang
 Dipengaruhi oleh pengambilan suatu keputusan manajemen
 Selalu relevan dengan alternatif pilihan keputusan
 Memberi manfaat lebih baik

16

H. EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI PAJAK
Pemerintah membutuhkan dana untuk menjalankan aktivitasnya, termasuk aktivitas
pembangunan. Salah satu sumber perolehan dana tersebut adalah dari sektor perpajakan.
Pemerintah Indonesia berusaha secara maksimal untuk terus meningkatkan serta mencapai
target pajak untuk kepentingan Negara, karena keberlangsungan hidup Negara ini cukup
bergantung pada keberhasilan penerimaan pajak.Indonesia memiliki potensi perpajakan yang
cukup besar, namun belup dioptimalkan sesuai dengan kontribusi yang diharapkan.Beberapa
usaha dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, diantaranya ekstensifikasi dan intensifikasi
pajak.
Penerimaan sektor perpajakan menyumbang hampir sebesar 70% dari total
penerimaan negara. Target penerimaan pajak setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
Untuk mencapai target penerimaan yang ditetapkan, berbagai upaya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Secara garis besar, upaya peningkatan penerimaan perpajakan
dibagi menjadi dua, yaitu upaya intensifikasi perpajakan dan ekstensifikasi perpajakan.
Kedua upaya ini berjalan beriringan dan dilakukan secara terus menerus.
1. Intensifikasi Perpajakan
Intensifikasi perpajakan merupakan upaya peningkatan penerimaan perpajakan
melalui penggalian potensi dari wajib pajak yang telah terdaftar. Dalam intensifikasi pajak,
terdapat tiga istilah terkait intensifikasi ini yaitu mapping atau pemetaan, profilling atau
pembuatan profil dan benchmarking atau pembandingan. Ketiga kegiatan ini didukung
dengan kegiatan pengumpulan data baik dari internal DJP maupun dari eksternal DJP.
Intensifikasi perpajakan bertujuan untuk menemukan adanya indikasi potensi pajak
yang belum tergali.Proses ini biasanya dilakukan oleh Account Representative, diawali
dengan analisa dan kemudian dilanjutkan dengan pengiriman surat himbauan kepada Wajib
Pajak serta dapat dilakukan konseling. Kegiatan penggalian potensi perpajakan ini dapat
berupa:
a.
b.
c.
d.
e.

Konsultasi Perpajakan
Himbauan Pemenuhan kewajiban perpajakan
Penerbitan Surat Teguran dan Himbauan Konseling
Konseling Perpajakan
Penagihan (Penerbitan Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Lainnya, sampai
dengan upaya penyitaan)
f. Pemeriksaan
g. Sunset Policy (penerimaan pajak tahun2008)
h. dll.
Dengan intensifikasi, fiskus mencermati apakah wajib pajak telah melaporkan seluruh
obyek pajak yang ada padanya dengan jumlah yang sebenarnya.Titik beratnya terletak pada

17

masalah teknis pemungutan pajak.Secara umum dilakukan dengan penyuluhan oleh pihak
pelayanan. Secara khusus untuk wajib pajak tertentu, bisa dalam bentuk himbauan, konseling,
penelitian, pemeriksaan dan bahkan penyidikan apabila terdapat indikasi adanya pelanggaran
hukum.
2. Ekstensifikasi Perpajakan
Ekstensifikasi perpajakan merupakan upaya peningkatan penerimaan perpajakan
melalui penambahan jumlah wajib pajak terdaftar. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa
pendekatan kepada pemberi kerja, seperti perusahaan dan instansi, untuk bekerjasama
mendaftarkan karyawannya secara kolektif ke Kantor Pelayanan Pajak.Kegiatan lainnya
pendekatan properti. Pendekatan ini menggunakan data NJOP PBB dengan nilai tertentu
untuk melakukan pendataan dan sekaligus untuk mengecek orang pribadi yang memiliki atau
memanfaatkan tanah/bangunan tersebut sudah memiliki NPWP atau belum. Pendekatan ini
lebih kepada properti yang menjadi pusat kegiatan ekonomi atau yang dimiliki oleh orang
yang memiliki potensi ekonomi tinggi.
Ekstensifikasi dalam skala mikro, penambahan wajib pajak terdaftar didapat dari hasil
mencermati adanya wajib pajak yang memiliki obyek pajak untuk dikenakan pajak, namun
belum terdaftar dalam administrasinya. Ekstensifikasi dapat terjadi dengan cara wajib pajak
secara suka rela mendaftarkan diri atau dapat juga berdasarkan data yang dimiliki DJP,
kemudian fiskus melakukan pengukuhan secara jabatan.
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 06/PJ.9/2001 tentang
Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, data yang digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak meliputi data intern
dan data ekstern, antara lain:
1. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 Watt atau lebih;
2. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp.300.000,- atau lebih;
3. Pemilik mobil dengan nilai Rp. 200.000.000,- atau lebih, atau pemilik motor dengan nilai
Rp.100.000.000,- atau lebih;
4. Pemegang Paspor Indonesia, kecuali pemegang paspor Haji dan pemegang Paspor
Tenaga Kerja Indonesia (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut);
5. Tenaga Kerja Asing (expatriate) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
6. Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional;
7. Pemilik tanah dan atau bangunan dengan Nilai jual Objek pajak (NJOP)
Rp.1.000.000.000.- atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau
data SPOP;
8. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan dari
laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau informasi dari Notaris dengan nilai
Rp.60.000.000.- atau lebih;
9. Pemilik telepon selular pasca bayar

18

10. Pemegang kartu kredit;
11. Pemegang polis atau premi asuransi;
12. Pemegang kartu keanggotaan Golf;
13. Artis;
14. Pemilik atau Penyewa ruang apartemen atau kondominium;
15. Pemilik kapal pesiar atau “yacht”, “speed boat”, dan pesawat terbang;
16. Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa;
17. Pemilik rumah sewa dan kost;
18. Pemegang saham, komisaris, direktur dan penerima dividen;
19. Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra perdagangan
atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan
industri atau sentra ekonomi lainnya.
20. Subjek pajak yang berdasarkan data pada lampiran Surat Pemberitahuan (SPT), telah
memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, tetapi belum mempunyai NPWP;
21. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan PSL
Upaya yang telah dilakukan untuk proses ekstensifikasi pajak adalah sebagai berikut (SE-06/
PJ.9/2001) :
1. Canvassing, terhadap pengusaha-pengusaha di sentra-sentra ekonomi, seperti mall, plasa.
2. Kerjasama dengan RT/RW/Kelurahan di daerah pemukiman mewah atau masyarakat
mampu supaya kepala keluarga diberi nomor pokok wajib pajak.
3. Kerjasama terhadap pihak instansi keimigrasian supaya mewajibkan pemilik paspor
untuk memilki nomor pokok wajib pajak.
4. Mewajibkan pemegang kartu kredit untuk memiliki NPWP.
5. Mewajibkan pembeli mobil mewah dan rumah mewah memilki NPWP.
6. Mewajibkan orang pribadi yang memiliki penghasilandiatas PTKP untuk memiliki
NPWP.
3. Pelaksanaan Ekstensifikasi dan Intensifikasi
Terdapat beberapa aturan terkait ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, antara lain:
1. SE-324/PJ.2002 tentang Pencarian/Pengumpulan Data dari Pihak Ketiga dan Sosialisasi
Program Ekstensifikasi/Intensifikasi Perpajakan.
Dalam Surat Edaran tersebut, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPP, dan Kepala KPPBB
diinstruksikan untuk melaksanakan langkah-langkah kegiatan yang proaktif dan efektif
dalam rangka peningkatan kesadaran, kepedulian, dan kepatuhan Wajib Pajak dengan
cara:
a. Kepala KPP dan KPPBB
- Segera merencanakan dan melaksanakan kegiatan pencarian/pengumpulan data
dari pihak ketiga yang merupakan sumber-sumber data strategis dan potensial di
wilayah kerja masing-masing, di bawah koordinasi Kepala Kantor Wilayah

19

atasannya. Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kepala Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan wajib membantu melaksanakan
kegiatan pencarian/pengumpulan data dan menyampaikannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak mitra kerja.
- Segera membangun dan mengembangkan bank data di Kantor masing-masing
dengan struktur yang serupa dengan yang terdapat dalam intranet. Dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan ini, agar senantiasa berkonsultasi
dengan Direktorat Informasi Perpajakan;
- Segera mengirimkan input data yang diperoleh dari kegiatan pada butir 1.a dan
1.b. di atas kepada Direktorat Informasi Perpajakan baik berupa cetakan (printout) komputer, disket/CD,
melalui intranet, ataupun melalui media lainnya
yang tersedia.
b. Kepala Kantor Wilayah
- Segera
merencanakan
dan
melaksanakan
sosialisasi
program
ekstensifikasi/intensifikasi perpajakan dalam bentuk Dialog Perpajakan dengan
representasi masyarakat Wajib Pajak di Wilayah kerja masing-masing, dengan
materi yang serupa sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak
(copy diskette terlampir). Materi tersebut agar diseleksi/disesuaikan dengan
kondisi setempat, dan dilengkapi dengan data yang telah ada pada bank data
masing-masing kantor dan yang telah tersedia di intranet;
- Segera menindaklanjuti Nota Kesepahaman (memorandum of Understanding)
yang telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak dan Gubernur/Kepala
Daerah setempat, dengan langkah-langkah kerjasama yang nyata dengan
melibatkan para kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan, Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, serta
Kepala Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan;
- Mengkoordinir kegiatan pencarian/pengumpulan data dari pihak ketiga yang
dilaksanakan oleh para Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan, Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak,
serta Kepala Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
2. SE-12/PJ.43/2002 tentang Intensifikasi Kewajiban Pemotongan/Pemungutan PPh dan
PPN dalam Rangka Peningkatan Potensi Perpajakan
Dalam Surat Edaran tersebut, para Kepala Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia
diinstruksikan untuk menyelenggarakan penyuluhan sebagaimana dimaksud melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah kerja masing-masing dengan materi berupa pemotongan
dan pemungutan PPh serta pemungutan PPn dan PPn BM terlampir.

20

I. MENAMBAH DAN MENGURANGI KANTOR CABANG INSTANSI
Menurut Boston Consultation Group (BCG) pembukaan kantor baru mungkin
memiliki satu atau beberapa alasan antara lain:
1. Meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan yang telah ada
2. Mempenetrasi pasar baru
3. Mencegah kompetitor mencuri pelanggan yang ada
Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mengidentifikasi bahwa daerah di mana ia
percaya akan ada pertumbuhan yang signifikan di masa depan dan di mana perusahaan
mungkin memiliki banyak kontak dengan calon klien mungkin daerah yang baik di mana
untuk membuka kantor cabang. Alasan ini akan membantu mendukung keinginan untuk
mengejar "strategi branding" dalam keinginan untuk dianggap sebagai perusahaan nasional
atau internasional sebagai pembenaran membuka kantor cabang.
Sebuah perusahaan memperluas ke pasar lain harus memiliki komitmen yang serius
untuk kantor barunya. Apapun alasan perusahaan untuk membuka kantor cabang, alasanalasan ini harus menjadi bagian dari strategi yang kohesif. Pada tingkat yang paling
mendasar, ini berarti bahwa perusahaan harus memahami apa layanan yang akan disediakan
di kantor cabang, seperti apa kliennya, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan itu.
Meskipun ada menurut berbagai statistik dan survey, perusahaan yang memiliki
kantor cabang umumnya akan mendapatkan pendapatan/hasil lebih banyak dibandingkan
perusahaan tanpa kantor cabang. Untuk perusahaan induk, kantor baru dapat memberikan
kesempatan untuk meningkatkan pendapatan, menambah asosiate, dan menciptakan peluang
baru untuk kemitraan. Meskipun ini tentu strategi pertumbuhan yang cerdas, seperti dibahas
di bawah ini, penting untuk dicatat bahwa pembukaan kantor cabang dapat menguras waktu
dan uang jika dilakukan tidak benar atau untuk alasan yang salah.
Masalah dalam membuka kantor cabang
1. Kegagalan Kantor Cabang
Banyak perusahaan telah memiliki pengalaman buruk dengan kantor cabang. Penurunan
kontrol, moral dan etos kerja, overhead yang tinggi, dan ketidakmampuan untuk
memenuhi proyeksi untuk mendapatkan pekerjaan dapat menyebabkan kantor cabang
gagal. Masalah yang lebih serius adalah bahwa kantor cabang mengalami kesulitan akan
sering membeikan beban berat pada manajemen. Perusahaan yang tidak
memperhitungkan pembukaan kantor cabang secara rasional lebih sering menemukan
diri mereka sendiri dengan sakit kepala daripada mengalir pada keuntungan yang mereka
antisipasi.
Perusahaan yang membuka kantor cabang harus realistis dalam hal basis klien yang
mereka percaya akan dapat dihasilkan oleh kantor cabang. Sebagai contoh, banyak
perusahaan telah membuka kantor cabang hanya untuk menemukan bahwa pekerjaan
yang mereka percaya akan muncul belum terwujud. Selain itu, kantor cabang seringkali
dapat menguras resource luar biasa pada kantor utama, karena mereka dapat

21

menmbutuhkan banyak waktu untuk tumbuh. Banyak penawaran yang dicari melalui
kantor cabang mungkin memakan waktu lebih lama untuk terwujud daripada yang
diantisipasi. Tanpa basis klien yang besar, dampak ekonomi menunggu pekerjaan
seringkali dapat menghancurkan bottom line.
2. Hambatan Entry untuk Kantor Cabang
Ketika perusahaan membuka cabang di daerah lain, akan ada banyak hambatan untuk
sukses yang tidak segera nampak. Akan selalu ada beberapa hambatan masuk untuk
setiap perusahaan yang ingin membuka kantor cabang. Dalam pasar yang sangat maju,
mungkin ada persaingan yang berlebihan dari perusahaan-perusahaan lokal atau basis
klien potensial yang sangat kecil. Setiap kali sebuah perusahaan membuka kantor
cabang, itu harus mampu dan mau menanggapi fakta bahwa masuknya ke pasar baru
belum tentu bisa diprediksi. Sebagai contoh, banyak perusahaan yang secara historis
menjadi pemimpin di daerah asal mereka telah memasuki pasar dengan asumsi bahwa
mereka juga akan menjadi pemimpin di daerah-daerah baru. Hal ini tidak selalu terjadi
3. Kebijakan Kantor Pusat Seringkali Menjadi Kepedulian/Kekhawatiran Serius untuk
Kantor Cabang
Ketika perusahaan membuka kantor cabang, ada juga akan menjadi isu-isu substantif
tentang keterampilan manajemen dari para pemimpin perusahaan. Sedangkan kantor
cabang perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dari paparan pemasaran dan reputasi
perusahaan didirikan, perusahaan mungkin memiliki masalah yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk menangani dengan kepekaan budaya tertentu dari pasar baru atau
integrasi pegawai ke dalam budaya kelembagaannya. Kantor cabang Kebanyakan staf
baik dengan pegawai dari kantor utama perusahaan dan pegawai yang disewa oleh
perusahaan lokal ("pribumi/putra daerah"). Perusahaan Oleh karena itu perlu waspada
terhadap sensitivitas mengintegrasikan pegawai baru ke kantor cabang mereka dan
memastikan bahwa mereka yang direlokasi merasa seperti mereka masih bagian dari
perusahaan mereka.
Dari semua alasan yang diberikan atas kegagalan kantor cabang, salah satu alasan kita
mendengar paling sering adalah bahwa ada kurangnya komitmen serius atas kantor. Ini
adalah sesuatu yang sangat mungkin menyebabkan pembelotan/penurunan moral
pegawai setelah kantor cabang didirikan. Hal ini sangat penting bagi perusahaan untuk
menunjukkan komitmen yang serius untuk pengembangan dan keberhasilan operasi
kantor cabang.
Jadi pemerintah dapat menambah kantor layanan karena ingin meningkatkan pelayanan
pada klien atau bertambahnya jumlah basis klien. Begitu pula sebaliknya pemerintah
dapat mengurangi kantor layanan karena sudah semakin sedikitnya basis klien yang
dilayani/tidak efisien.

2

Dokumen yang terkait

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

Analisis pengaruh perilaku konsumen, kinerja karyawan dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan serta dampaknya terhadap keputusan pembelian : studi kasus pt. fif cabang pamulang

3 33 213

Rancang bangun sistem repostitory surat keputusan (SK) dengan memanfaatkan zkoss Framework (studi kasus: sub bagian organisasi tata laksana dan perundang-undangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)

16 124 249

Preferensi dan keputusan masyarakat kecamatan Karawaci dalam menyalurkan zakat

4 41 107

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Pengaruh pemahaman fiqh muamalat mahasiswa terhadap keputusan membeli produk fashion palsu (study pada mahasiswa angkatan 2011 & 2012 prodi muamalat fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

0 22 0

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Rancang bangun sistem informasi manajemen domain tingkat dua

7 52 217

Pengaruh diferensiasi produk dan desain produk terhadap keputusan pembelian pada Galeri Elik Keramik Bandung

10 106 128

Model manajemen pengetahuan

1 23 30