SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA DAN UPAYA

SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA DAN UPAYA PENCEGAHANNYA
Oleh: Dara Eli Laia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Seks pada hakekatnya merupakan dorongan naluri alamiah tentang kepuasan syahwat. Tetapi banyak
kalangan yang secara ringkas mengatakan bahwa seks itu adalah istilah lain dari Jenis kelamin yang
membedakan antara pria dan wanita. Jika kedua jenis seks ini bersatu, maka disebut perilaku seks.
Sedangkan perilaku seks dapatdiartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan
menyatukan kehidupan secara intim. Ada pula yang men
gatakan bahwa seks merupakan hadiah untuk memenuhi atau memuaskan hasrat birahi pihak lain.
Akan tetapi sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab dan bermoral, seks merupakan
dorongan emosi cinta suci yang dibutuhkan dalam angka mencapai kepuasan nurani dan
memantapkan kelangsungan keturunannya. Tegasnya, orang yang ingin mendapatkan cinta dan
keturunan, maka ia akan melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Perilaku seks merupakan
salah satu kebutuhan pokok yang senantiasa mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat.
Perilaku seks sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku dalam masyarakat. Setiap
golongan masyarakat memiliki persepsi dan batas kepentingan tersendiri terhadap perilaku seks. Bagi
golongan masyarakat tradisional yang terikat kuat dengan nilai dan norma, agama serta moralitas
budaya, cenderung memandang seks sebagai suatu perilaku yang bersifat rahasia dan tabu untuk
dibicarakan secara terbuka, khususnya bagi golongan yang dianggap

belum cukup dewasa. Para orang tua pada umumnya menutup pembicaraan tentang seks kepada
anak-anaknya, termasuk mereka sendiri sebagai suami isteri merasa risih dan malu berbicara tentang
seks. Bagi kalangan ini perilaku seksual diatur sedemikian rupa dengan ketentuan-ketentuan hukum
adat, Agama dan ajaran moralitas, dengan tujuan agar dorongan perilaku seks yang alamiah ini dalam
prakteknya sesuai dengan batas-batas kehormatan dan kemanusiaan.
Biasanya hubungan intim antara dua orang lawan jenis cenderung bersifat emosional primer, dan
apabila terpisah atau mendapat hambatan, maka keduanya akan merasa terganggu atau kehilangan
jati dirinya. Berbeda dengan hubungan intim yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern,
biasanya cenderung bersifat rasional sekunder. Anak-anak yang mulai tumbuh remaja lebih suka
berbicara seks dikalangan teman-temannya. Jika hubungan intim itu terpisah atau mendapat
hambatan, maka mereka tidak akan kehilangan jati diri dan lebih cepat untuk menyesuaikan diri
dengan kehidupan dalam lingkungan pergaulan lainnya. Lembaga keluarga yang bersifat universal
dan multi fungsional, baik pengawasan sosial, pendidikan keagamaan dan moral, memelihara,
perlindungan dan rekreasi terhadap anggota-anggota keluarganya, dalam berhadapan dengan proses
modernitas sosial, cenderung kehilangan fungsinya. Sebagai konsekuensi proses sosialisasi normanorma yang berhubungan batas-batas pola dan etika pergaulan semakin berkurang, maka pengaruh
pola pergaulan bebas cenderung lebih dominan merasuk kedalam kebiasaan baru. Seks sebagai
kebutuhan manusia yang alamiah tersebut dalam upaya pemenuhannya cenderung didominasi oleh
dorongan naluri seks secara subyektif. Akibatnya sering terjadi penyimpangan dan pelanggaran
perilaku seks di luar batas hak-hak kehormatan dan tata susila kemanusiaan.


Menurut Abdul Syani (Unila:2003) salah seorang pemateri Seminar UNILA, mengatakan bahwa
“Pupulernya perilaku seks di luar nikah, karena adanya tekanan dari teman-teman atau lingkungan
atau mungkin dari pasangannya sendiri. Kemudian disusul oleh dorongan kebutuhan nafsu seks
secara emosional, disamping karena rendahnya pemahaman tentang makna cinta dan rasa
keingintahuan yang tinggi tentang seks. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa gadis
melakukan seks di luar nikah karena tekanan teman-temannya sesama wanita. Teman- temannya
mengatakan bahwa:"Semua gadis modern melakukannya, kalau tidak, ya.., termasuk gadis
kampungan";
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai masalah
kenakalan remaja, khususnya mengenai seks bebas di kalangan remaja dalam bentuk makalah yang
berjudul “Seks Bebas Di Kalangan Remaja dan Upaya Pencegahannya”.
1.2.Perumusan Masalah
Melihat kenyataan paparan di atas, bahwa pada zaman modern ini perilaku seks bebas di kalangan
remaja sudah tidak lagi menjadi hal yang asing dan langka ditemukan, tetapi sebaliknya sudah
menjadi perilaku yang menjadi kebiasaan dikalangan para remaja.
Dengan demikian adapun yang menjjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1.Apa itu pengertian kenakalan remaja-seks bebas?
2.Faktor apa saja yang mempengaruhi adanya perilaku seks bebas di kalangan remaja?
3.Bagaimana karakteristik dan pola perkembangan seks bebas dalam masyarakat?
4.Bagaimana upaya mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas?

1.3.Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan :
1.Pengertian kenakalan remaja-seks bebas.
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perilaku seks bebas.
3.Karakteristik dan pola perkembangan seks bebas dalam masyarakat.
4.Upaya mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas.
1.4.Kegunaan Penelitian
Penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat baik secara praktis maupun secara teoritis.
a.Secara teoritis, hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan umum, khususnya pengetahuan tentang seks dan pergaulan
bebas di kalangan remaja.
b.Secara praktis, hasil penulisan makalah ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi semua
kalangan, khususnya kalangan remaja sehingga perilaku-perilaku seks bebas dapat diminimalisir dan
tidak menjadi berkembang di kalangan masyarakat.
1.5.Ruang Lingkup Penulisan
Guna terfokus dan terarahnya penulisan makalah ini, maka perlu ada batas ruang lingkup sebagai

berikut :
a.Pengertian Kenakalan Remaja – Seks Bebas
b.Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perilaku seks bebas, yaitu :

a.Faktor umum.
b.Faktor internal.
c.Factor eksternal.
c.Karakteristik dan pola perkembangan seks bebas dalam masyarakat.
d.Upaya mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas.
BAB II
PEMBAHASAN PENELITIAN
2.1.Pengertian Kenakalan Remaja – Seks Bebas
Berdasarkan sumber berita mencatat beberapa pengertian kenakalan remaja menurut para ahli.
Menurut Kartono, ilmuwan sosiologi mengatakan bahwa “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja
yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk
perilaku yang menyimpang”.
Menurut Santrock mengatakan bahwa, “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai
perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah
umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya.
Fakta ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Dan
saya pun pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri ketika sebuah anak kelas satu SMA di
kompelks saya, ditangkap/diciduk POLISI akibat menjadi seorang bandar gele, atau yang lebih kita

kenal dengan ganja.
Berdasarkan sumber berita mencatat pengertian seks bebas.
Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka
atau dalam dunia prostitusi.Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah
b erumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya
dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Seks bebas sangat tidak layak dilakukan mengingat resiko yang sangat besar. Pada remaja biasanya
akan mengalami kehamilan diluar nikah yang memicu terjadinya aborsi. Ingat aborsi itu sangatlah
berbahaya dan beresiko kemandulan bahkan kematian. Selain itu tentu saja para pelaku seks bebas
sangat beresiko terinfeksi virus HIV yang menyebabkan AIDS, ataupun penyakit menular seksual
lainnya.
Pada orang yang telah menikah, seks bebas dilakukan karena mereka mungkin hanya sekedar having
fun. Biasanya mereka melakukan perselingkuhan denga orang lain yang bukan pasangan resminya,
bahkan ada juga pasangan suami istri yang mencari orang ketiga sebagai variasi seks mereka. Ada
juga yang bertukar pasangan. Semua kelakuan diatas dapat dikategorikan seks bebas dan para
pelakunya sangat berisiko terinfeksi virus HIV.

2.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adanya Perilaku Seks Bebas
2.2.1.Faktor Umum
Menurut Abdul Syani, latar belakang terjadinya perilaku seks bebas pada umumnya dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:
a.Gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama keyakinan agama dan moralitas;
b.Semakin terbukanya peluang pergaulan bebas; setara dengan kuantitas pengetahuan sosial dan
kelompok pertemanan;
c.Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan rasio dalam kehidupansehari-hari;
d.Sensitifitas penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan dan seks bebas relatif tinggi;
e.Rendahnya konsistensi pewarisan contoh perilaku tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga
sosial yang berwenang;
f.Rendahnya keperdulian dan kontrol sosial masyarakat;
g.Adanya kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan;
h.Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya;
i.Sikap perilaku dan busana yang mengundang desakan seks;
j.Kesepian, berpisah dengan pasangan terlalu lama, atau karena keinginan untuk menikmati sensasi
seks di luar rutinitas rumah tangga;
k.Tersedianya lokalisasi atau legalitas pekerja seks. Berdasarkan alasan tersebut, maka semakin
terbukalah pergaulanbebas antara pria dan wanita, baik bagi kalangan remaja maupun kalangan yang
sudah berumah tangga. Hal ini dimungkinkan karenasosialisasi norma dalam keluarga tidak efektif,
sementara cabang hubungan pergaulan dengan berbagai pola perilaku seks di luar rumah meningkat
yang kemudian mendominasi pembentukan kepribadianbaru. Kalangan remaja pada umumnya lebih
sensitif menyerap struktur pergaulan bebas dalam kehidupan masyarakat. Bagi suami isteri yang

bekerja di luar rumah, tidak mustahil semakin banyak meninggalkan norma-norma dan tradisi
keluarga sebelumnya, kemudian dituntut untuk menyesuaikan diri dalam sistem pergaulan baru,
termasuk pergaulan intim dengan lawan jenis dalam perosespenyelesaian pekerjaan. Kondisi
pergaulan semacam ini seseorang tidak hanya mungkin menjauh dari perhitungan nilai harmonisasi
keluarga, akan tetapi selanjutnya semakin terdorong untuk mengejar karier dalam perhitungan
ekonomis material. Kenyataan ini secara implicit melembaga, dimaklumi, lumrah, dan bahkan
merupakan kebutuhanbaru bagi sebagian besar keluarga dalam masyarakat modern.Kebutuhan baru
ini menuntut seseorang untuk membentuk system pergaulan modernitas yang cenderung
meminimalisasi ikatan moral dan kepedulian terhadap hukum-hukum agama. Sementara di pihak
lain, jajaran pemegang status terhormat sebagai sumber pewarisan norma, seperti penegak hukum,
para pemimpin formal, tokoh masyarakat dan agama, ternyata tidak mampu berperan dengan
contoh-contoh perilaku yang sesuai dengan statusnya. Sebagai konsekuensinya adalah membuka
peluang untuk mencari kebebasan di luar rumah. Khususnya dalam pergaulan lawan jenis pada
lingkungan bebas norma dan rendahnya kontrol sosial, cenderung mengundang hasrat dan
kebutuhan seks seraya menerapkannya secara bebas. Bagi kalangan remaja, seks merupakan indikasi
kedewasaan yang normal, akan tetapi karena mereka tidak cukup mengetahui secara utuh tentang
rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau mereka menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat
pelampiasan birahi,
tak perduli resiko. Kendatipun secara sembunyi-sembunyi merekamerespon gosip tentang seks
diantara kelompoknya, mereka menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan

dari kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri,sehinga mereka semakin

terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika immajinasi seks ini
memperoleh tanggapan yang sama dari pasangannya, maka tidak mustahil kalau harapan-harapan
indah yang termuat dalam konsep seks ini benarbenar dilakukan.
Menurut Sumber (http://kabarmu.blogspot.com) mencatat Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi remaja sehingga mereka nekat melakukan seks bebas - seks pra nikah. Dengan
mengetahui faktor-faktor tersebut barangkali bisa membantu para orang tua untuk menemukan
solusi dalam mengantisipasi prilaku - perilaku anak yang mengarak kepada perilaku seks bebas ini.
Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M Masri Muadz, data itu
merupakan hasil survei oleh sebuah lembaga survai yang mengambil sampel di 33 provinsi di
Indonesia pada 2008.
BKKBN merekomendasikan sebagaimana diungkapkan Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak
Reproduksi BKKBN, M Masri Muadz, ada beberapa faktor yang mendorong remaja melakukan
hubungan seks pra-nikah. Di antaranya, kata Masrie, pengaruh liberalisme dan pergaulan bebas,
kemudian lingkungan dan keluarga, serta pengaruh media massa, khususnya TV dan internet.
"Data ini menunjukkan, kalau 10 tahun lalu tren free sex hanya di kota-kota besar, kini bahkan mulai
masuk di kota kecamatan". Data dari Aliansi Selamatkan Anak Indonesia (ASA) yang disampaikan
peneliti Shakina Mirfa Nasution SE Mapp.Fin yang disampaikan dalam sebuah seminar masalah
remaja di BKKBN di Jabar, mengatakan, dampak psiko-sosialnya remaja akibat pornografi mulai dari

adiksi (ketagihan) sampai ekskalasi perilaku seksual menyimpang seperti lesbian, incest, pedophilia,
dan desensifitasi atau penurunan sensivitas seks.
2.2.2. Faktor Internal
Berdasarkan sumber dari beberapa berita mencatat beberapa factor penyebab perilaku nakal dan
seks bebas di kalangan remaja, baik internal maupun eksternal. Perilaku ‘nakal’ remaja bisa
disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor
internal:
a.Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi.
Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas
peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang
tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah
mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri
untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
2.2.3. Faktor eksternal:
Adapun yang menjadi factor ekstrnal munculnya perilaku seks bebas di kalangan remaja adalah
sebagai berikut :


a.Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar
anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun,
seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap
eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.Teman sebaya yang kurang baik
c.Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Hal-hal di atas yang merupakan factor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku remaja melakukan
hubungan seks pra-nikah atau melakukan tindakan-tindakan kenakalan remaja yang sangat
bervariasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa factor penyebab adanya perilaku seks bebas
di kalangan remaja cukup kompleks dan sangat luas, yang meliputi:
kurangnya kasih sayang orang tua.
kurangnya pengawasan dari orang tua.
pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.
peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.
tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.
dasar-dasar agama yang kurang
tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya
kebasan yang berlebihan
masalah yang dipendam

2.3. Karakteristik dan Pola Perkembangan Seks Bebas Dalam Masyarakat
Ada sebagian kalangan yang menganggap bahwa perilaku seks pranikahterpisah dari ukuran moral;
artinya sah-sah saja sepanjang dilakukan atas dasar kebutuhan bersama. Ukuran moral berbicara
tatkala hubungan seks terjadi melalui pemaksaan fisik. Seks pernikahan secara formal dilakukan
sebagai suatu dalih umum lantaran sebelumnya terdapat hambatan atau kesulitan untuk
mempeloleh seks.
Keserasian seks dalam rumah tangga diperhitungkan melalui kuantitas pengalaman coba-coba
bermain seks tersendiri dengan berganti-ganti pasangan. Sedangkan kualitas keserasian seks yang
menyatu dalam kehidupan bersama antara dua pribadi yang utuh, bersatu dalam pembinaan dan
tanggungjawab keluarga berdasarkan rambu-rambu hukum agama, moral dan budaya, dianggap
sebagai tapal batas penghalang kenikmatan hubungan seks. Pola pikir dan perhitungan pria terhadap
hubungan seks, cenderung tidak didasarkan pada penilaian baik buruknya pribadi dan perilaku
pasangannya secara keseluruhan, atau jaminan kesetiaan hidup bersama dalam perspektif masa
depan, melainkan diukur semata-mata karena selera tertarik dari segi fisik yang indah, montok dan
menggiurkan. Sementara dipihak wanita masa kini seolah memberikan reaksi yang positif dengan
sengaja bersikap, berperilaku (termasukmode busana) yang secara nyata menonjolkan dan membuka

bagian-bagian tubuh yang diketahui mengundang birahi.
Kalau diketahui karakteristik pria lebih merupakan gejala badaniah yang didorongoleh gemuruh seks
yang dangkal, sementara wanita cenderung memberikan peluang, maka meskipun pria sebagai
sumber inisiatif penekan dalam melakukan serentetan pendekatan seks melalui pegangan tangan,
ciuman, memeluk dan mencumbu; bukan berartisebagai satu-satunya pihak yang bertanggungjawab,
tetapi pihak wanita juga menentukan tingkat intimitas batas kepantasanhubungan seks mereka. Oleh
karena itu dalam perkembangan hubungan intim itu, lagi-lagi pihak wanita menyerah dan
mengizinkan pria untuk memenuhi tuntutan seksnya, lantaran iapun sesungguhnya mempunyai
deru-gelora nafsu seks tersendiri. Sebab bila puncak birahikeduanya telah seimbang, maka hampir
tak ada orang yang sanggup menolak keinginan hubungan seksnya, baik dengan alasanalasanrasional maupun alasan-alasan moral, dosa ataupun sanksi sosial. Dalam perburuan seks,
kaum pria cenderung bersifat lebih independen dan interaktif dalam posisi meminta dan menekan
(memaksa), sehingga tanpa disadari terjadi eksploitasi perilaku seks yang kemudian mengaburkan
makna cinta dan seks. Pihak wanita sendiri memberikan reaksi seks dalam posisi terikat (dependen)
dan tak mampu menolak tuntutan seks. Keterikatan wanita dalam perilaku seks masa kini cenderung
salah kaprah menanggapi makna mitos cinta sejati yang berarti "rela memberikan segalanya". Hal ini
justeru diartikan sebagai proses kompromi seks yang saling merelakan segala yang berharga demi
sebuah kenikmatan seks.
Oleh karena itu nilai pengorbanan, harga diri dan penyesalan, akibat hubungan seks tersebut
semaksimal mungkin ditiadakan. Artinya kebebasan seks
cenderung dipandang sebagai perilaku pemuasan nafsu yang melahirkan kenikmatan belaka, dan
melupakan realitas negatif akibat dari seks itu sendiri. Perilaku seks bebas, tak terkecuali
perselingkuhan kaum pria danwanita berumah tangga, dipandang sebagai kesenangan hidup tanpa
ikatan, sehingga patut dijadikan kebutuhan permanen. Resiko perilaku seks bebas, seperti kehamilan
dan tercemarnya nama baik keluarga tidak lagi menakutkan, disamping karena peristiwa ini sudah
biasa terjadi, juga karena kehamilan dapat dicegah melalui kebebasan penggunaan kontrasepsi
(paling tidak, kondom sutra). Kebiasaan seks bebas dapat mengakibatkan orang semakin tidak
mampu menahan birahinya yang sewaktu-waktu mendesak, tidak mustahil terjadi perkosaan di
mana-mana sebagaimana diketahuicenderung meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Dari
segi sosial-psikologis, perilaku seks bebas dianggap tidak
mendatangkan beban tanggungjawab yang besar, dan tidak pula dirasakan sebagai pencemaran
terhadap tradisi adat dan moral. Tentang kemungkinan terjadi depresi karena perasaan berdosa,
penyesalan atau rasa takut terjangkitnya penyakit kelamin, semuanya tidak termasuk dalam
perhitungan.
Persepsi masyarakat terhadap perilaku seks cenderung menghalalkan seks atas dasar argumen saling
suka, saling cinta, dan saling membutuhkan. Kondisi semacam ini mengisyaratkan suatu pengakuan
terhadap penyelewengan hubungan (love affair) atau perselingkuhan, baik sebelum atau sesudah
menikah. Kondisi ini kemudian menempatkan posisi hubungan intimitas seks manusia mendekati
persamaannya dengan perilaku seks pada binatang.
Meskipun perilaku seks semacam ini masih tersembunyi, akan tetapi secara realistik diam-diam
diakui, terutama bagi mereka yang tak mampu menahan nafsu seksnya dalam jangka waktu tertentu.
Mungkin karena kesepian, atau karena terperangkap dalam perkawinan yang tak bahagia, bisa juga
karena ingin menikmati sensasi seks di luar rutinitas rumah tangga. Gejala ini kemudian mendorong

timbulnya gerakan sosial (social movement) dari kolektifitas kelompok
untuk menegakkan pola perilaku seks bebas. Meskipun secara terselubung dalam jangka waktu
tertentu, tetapi lama kelamaan akan membawa perubahan perilaku yang diakui oleh seluruh lapisan
masyarakat sebagai suatu kelaziman. Sepanjang hubungan seks itu masih dalam kerangka jaminan
kepentingan bersama dengan sedikit mungkin beban tanggungjawab atas syarat-syarat kontrak
sosialnya, maka selama itu pula rutinitas hubungan seks akan berlangsung sebagai suatu kelaziman
dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang ideal, tentu semua
tindakan itu dapat dikategorikan sebagai jalan pintas yang mengotorkan jiwa, pikiran dan fisik, karena
mau tak mau ada perasaan taklayak, kotor, berdosa dan pengaruh negatifnya, baik terhadap
hubungan perkawinan maupun terhadap masa depan remaja. Semua
tindakan itu dapat menurunkan kesucian dan kemulyaan perkawinan, di samping dapat merusak
sumber daya generasi muda. Perilaku seks bebas dapat membentuk struktur kemasyarakatan dalam
status social yang rendah dalam kehidupan masyarakat.
2.4. Upaya Mengatasi dan Mencegah Perilaku Seks Bebas Remaja
Ada beberapa upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas di
kalangan remaja, yaitu sebagai berikut :
a.Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.
b.Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja membiarkan
dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah
melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat
yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
c.Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih
tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak
sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup
yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.
d.Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio,
handphone, dll.
e.Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak
menghabiskan waktunya selain di rumah.
f.Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi
tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
g.Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita
mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat
Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.
h.Anda sebagai orang tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda, sehingga
anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah.

i.Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan
prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa
yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri
setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
j.Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
k.Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis,
komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
l.Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan
siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
m.Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau
komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik bebarapa kesimpulan, sebagai berikut:
1.Populernya seks pra-nikah di kalangan remaja, karena adanya tekanan dari teman-teman,
lingkungan atau mungkin pasangan sendiri.
2.Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perilaku seks bebas adalah krisis identitas dan
kurangny control diri.
3.Upaya untuk mengatasi dan mencegah perilaku seks bebas yaitu orang tua harus memberi kasih
sayang dan perhatian kepada anak-anak remaja, adanya pengawasan yang tidak mengekang,
bimbingan kepribadian dan pendidikan agama.
B.Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal berikut, kepada:
1.Para orang tua untuk memberi kasih sayang, pengawasan intensif dan perhatian, pendidikan
kepribadian dan pendidikan agama yang cukup bagi bagi anak remajanya sehingga terhindar dari
perilaku seks bebas.
2.Para remaja untuk tidak melakukan dan terjun kedunia pergaulan bebas dan seks bebas, tetapi
memperbanyak aktifitas-aktifitas, baik di sekolah maupun di rumah.