HUBUNGAN ANTARA KARATERISTIK KOMITE AUDI
HUBUNGAN ANTARA KARATERISTIK KOMITE AUDIT DAN KETEPATAN PELAPORAN KEUANGAN
SURYADY THOENG* FRANSISKUS E. DAROMES** SUWANDI NG** Universitas Atma Jaya, Makassar
ABSTRACT
The financial reporting timeliness is an essential element for an adequate record of the financial statements, because the reporting delay can be bad for the company either directly or indirectly. So that, the Audit Committee's role is to ensure the quality of corporate financial reporting process. The purpose of this study was to investigate the relationship characteristics of audit committee (independence, accounting financial expertise, and public accounting expertise of audit committee members) to the accuracy of financial reporting (Audit Report Lag)
Datas were collected from 31 manufacturing companies listed in INDONESIA STOCK EXCHANGE in 2012-2014. The analytical method used is multiple regression analysis with SPSS 22. The results showed Independence has negative relationships and significant, accounting financial expertise have a positive relationships but not significant and public accounting expertise to have a negative relationship and significant to the financial reporting timeliness.
Audit committee independence and public accounting expertise will produce audited financial statements faster, than with accounting financial expertise. This research has implications for companies that audit committees must meet certain criteria, in order to improve the quality of financial reports generated.
Keywords : Financial reporting, Audit Report Lag, Audit Committee
1. Pendahuluan
Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas kegiatan operasi bisnis dan pertumbuhan investasi pada saat ini, para investor memerlukan lebih banyak informasi yang relevan dan tepat waktu. Ketepatan waktu (timeliness) merupakan salah satu faktor penting dalam penyajian suatu informasi yang relevan. Informasi akan mempunyai manfaat jika disampaikan tepat waktu kepada para pemakainya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan sebagai sebuah informasi akan bermanfaat apabila informasi yang
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... dikandungnya disediakan tepat waktu bagi para pembuat keputusan sebelum
informasi tersebut kehilangan kapasitasnya dalam mempengaruhi pengambilan keputusan (Hanafi dan Halim, 2005). Bahkan Asosiasi Profesi Akuntansi pada tahun 1954 telah menetapkan bahwa ketepatan waktu pelaporan merupakan elemen pokok bagi catatan laporan keuangan yang memadai (Dyer dan McHugh, 1975).
Pada tahun 2003, SEC mewajibkan publikasi laporan keuangan dipercepat dan menghasilkan batas waktu pelaporan 60-hari untuk dipercepat dan dimulai pada tahun 2006 (SEC 2005). Behn, Searcy, dan Woodroof (2006) menyatakan bahwa persyaratan ini merupakan sinyal bahwa SEC ingin meningkatkan ketepatan waktu pelaporan keuangan untuk meningkatkan nilai bagi penggunanya. Hal ini konsisten dengan FASB (2010) Kerangka Konseptual yang menyatakan bahwa ketepatan waktu merupakan aspek penting dari informasi keuangan.
Pada tahun 2014, Bursa Efek Indonesaia (BEI) memberi peringatan tertulis pertama kepada 49 emiten yang terlambat menyampaikan laporan keuangan auditan per 31 Desember 2013. Perusahaan yang terlambat dalam penyampaian laporan keuangan secara tepat waktu akan dikenakan sanksi administrasi dan denda yang cukup berat, namun demikian masih ada beberapa perusahaan yang tidak dapat menyampaikan laporan keuangannya dengan tepat waktu.
Masalah ketepatan waktu pelaporan keuangan dapat diatasi dengan mengimplementasikan Good Corporate Governance, dimana salah satu bentuknya dengan pembentukan Komite Audit yang mempunyai peran sebagai komite independen dalam perusahaan dan memiliki fungsi utama untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan, meningkatkan kepercayaan masyarakat, serta mengurangi keterlambatan pelaporan keuangan (Anggiani, 2011).
Tugas dan tanggung jawab Komite Audit secara garis besar mencakup penelaahan (review) atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi, informasi keuangan lainnya, melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen resiko, serta penerapan praktek-praktek tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Oleh karena itu keberadaan Komite Audit terkait dengan Good Corporate Governance dan dapat dijadikan tolak ukur bagi suatu perusahaan apakah sudah melaksanakan Good Corporate Governance dengan baik atau belum.
Hubungan antara Keahlian Keuangan Komite Audit terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan sangat penting karena Komite Audit bertugas mengawasi perikatan audit yang merupakan komponen utama dari ketepatan waktu (Jaggi dan Tsui 1999). Baru-baru ini, Public Company Accounting
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... Oversight Board (PCAOB) menyetujui Auditing Standard 16 (AS 16) dalam
rangka meningkatkan komunikasi antara auditor eksternal dan komite audit. Kehadiran ahli keuangan pada Komite Audit berhubungan positif dengan efektivitas Komite Audit dalam memantau kualitas pelaporan keuangan (Abbott et al; 2004). Namun Dhaliwal, Naiker, dan Navissi (2010) menilai adanya perdebatan dalam literatur mengenai definisi keahlian keuangan. Penelitian sebelumnya telah mengadopsi definisi yang sempit mengenai keahlian keuangan, yang membedakan Accounting Financial Expertise - AFEs (misalnya seseorang yang memiliki pendidikan atau pengalaman di bidang akuntansi atau auditing) dan non-AFEs (mis. Ahli keuangan yang hanya memiliki pengalaman kerja di posisi- keuangan sebagai chief executive officer atau direktur perusahaan). Hashim dan Rahman (2011) meneliti tentang komite audit dengan Audit Report Lag pada perusahaan go public yang terdaftaf di Bursa Malaysia pada tahun 2007-2009, penelitian ini menyatakan Audit report lag hanya dipengaruhi oleh variabel Independensi Komite Audit dan Keahlian Komite Audit.
Namun terdapat inkonsistensi hasil di antara beberapa penelitian Nor et al, (2010) meneliti tentang hubungan dari corportate governance dengan audit report lag (ARL) pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun 2002, menyatakan bahwa independensi dan keahlian (expertise) Komite Audit tidak berpengaruh terhadap ARL. Apadore dan Noor (2013) meneliti 180 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia untuk tahun 2009 dan 2010, menyatakan bahwa independensi dan keahlian Komite Audit tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap ARL.
Temuan mengenai ketepatan pelaporan keuangan terkait dengan penelitian yang dilakukan Abernathy, Beyer, Masli, Stefaniak (2014) dan menyatakan bahwa dengan adanya Komite Audit dengan keahlian akuntansi dalam suatu perusahaan dapat mengurangi ARL, sehingga dapat mempengaruhi ketepatan penyampaian laporan keuangan, dikarenakan Komite Audit langsung terlibat dengan penilaian, estimasi, dan asumsi terkait proses laporan keuangan (Beasley et al; 2009).
Selain itu penelitian ini juga menguji variabel Independensi Komite Audit, karena dapat bertindak sebagai pihak independen dalam mengawasi proses dan kecurungan dalam pelaporan keuangan (Beasley 1996). Vicknair et al. (1993) menyatakan agar dapat berfungsi secara efektif, Komite Audit harus independen dari manajemen karena hal ini dapat membuat auditor internal dan eksternal untuk tetap bebas dari pengaruh yang tidak semestinya dan campur tangan dari eksekutif perusahaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa Komite Audit yang efektif dan independen meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Bedard, Chtourou dan Courteau (2002) menyatakan Komite Audit yang independen dan kompeten aktif menghambat terjadinya praktek manajemen laba yang dapat berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan ....
2. Tinjauan Kepustakaan
Sebuah ekspektasi yang umum adalah bahwa direktur komite audit independen akan memastikan pelaporan keuangan yang lebih baik (SEC, 1999), dan ekspektasi umumnya didukung oleh bukti-bukti empiris yang ada. Klein (2002) menyatakan bahwa independensi adalah posisi yang terbaik untuk mengawasi proses pelaporan keuangan, sehingga memiliki kemampuan lebih besar untuk menahan tekanan dari manajemen untuk memanipulasi laba.
Abbott et al. (2004) menyatakan bahwa komite audit yang independen, memenuhi setidaknya empat kali pertemuan dalam setahun, dan memiliki satu anggota dengan keahlian keuangan berhubungan negatif dengan terjadinya penyajian kembali di periode 1991-1998. Penelitian Beasley (1996) menghasilkan kesimpulan bahwa keberadaan Komite Audit tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap terjadinya kecurangan keuangan (financial fraud), tetapi penelitian Chtourou (2001) membuktikan bahwa Komite Audit yang independen, kompeten dan aktif menghambat terjadinya praktek earnings management.
Bryan et al. (2004) melakukan penelitian mengenai BRC dengan memandang kualitas pelaporan keuangan dari segi earning informativeness dan transparansi. Hasil penelitian menyatakan bahwa Komite Audit yang efektif dan independen meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Nor et al, (2010) meneliti tentang hubungan dari corportate governance dengan audit report lag (ARL) pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun 2002, ukuran Komite Audit dan pertemuan Komite Audit berpengaruh negatif terhadap ARL, sedangkan independensi dan keahlian (expertise) Komite Audit tidak berpengaruh terhadap ARL. Apadore dan Noor (2013) meneliti 180 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia untuk tahun 2009 dan 2010, menyatakan bahwa independensi dan keahlian Komite Audit tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap ARL.
Purwati (2006) peneliti Indonesia menggunakan sampel 140 perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa, independensi anggota komite audit, Ketua komite audit, serta kompetensi atau kehalian keuangan anggota komite audit berpengaruh signifikan terhadap Audit Report Lag. Hashim dan Rahman (2011) meneliti tentang komite audit dengan audit report lag pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun 2007-2009, penelitian ini menyatakan Audit report lag hanya dipengaruhi oleh variabel independensi komite audit dan keahlian komite audit.
Yadirichukwu (2013) menguji pengaruh Komite Audit dan ketepatan pelaporan keuangan dengan sampel 35 perusahaan yang tercatat di Nigerian Stock Exchange (NSE) untuk periode 2007-2011 dan menemukan hasil bahwa independensi dan keahlian keuangan mempunyai pengaruh signifikan dengan ketepatan pelaporan keuangan.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... Berdasarkan definisi yang luas, Abbott et al. (2004), Agrawal dan
Chadha (2005) menemukan bahwa keahlian keuangan Komite Audit berhubungan negatif dengan terjadinya penyajian kembali laporan keuangan. Bedard dan Gendron (2010), menguji secara empiris pengaruh karakter pribadi anggota Komite Audit yang lebih spesifik, khususnya keahlian akuntansi ketika mempertimbangkan bagaimana keahlian akuntansi keuangan memberikan kontribusi untuk efektivitas Komite Audit di era SOX.
Krishnan dan Visvanathan (2008) menemukan Komite Audit ahli akuntansi keuangan dikaitkan dengan pelaporan keuangan yang lebih konservatif, tapi keahlian keuangan non akuntansi tidak. Dhaliwal et al. (2010) menemukan hubungan positif yang signifikan antara Komite Audit ahli akuntansi keuangan dan kualitas akrual. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa pasar membedakan antara ahli akuntannsi keuangan dan bukan ahli akuntasni keuangan pada Komite Audit. Secara spesifik, DeFond et al. (2005) menemukan bahwa pasar memberikan penghargaan bagi perusahaan yang mengangkat ahli akuntansi keuangan ke Komite Audit, tetapi tidak untuk pengangkatan direksi Komite Audit dengan keahlian keuangan bukan akuntansi. Singkatnya, penelitian sebelumnya memberikan bukti efek yang berbeda pada kualitas pelaporan keuangan berdasarkan tipe dari Komite Audit ahli keuangan.
Chtourou et al. (2001) dalam penelitiannya tentang pengaruh praktek corporate governance terhadap kualitis laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan, menemukan bahwa manajemen laba dipengaruhi oleh praktek corporate governance yang dilakukan oleh board of directors serta Komite Audit. Lebih lanjut lagi ditemukan bahwa manajemen laba dipengaruhi negatif oleh komposisi komite audit yang minimal terdapat satu orang yang mempunyai keahlian keuangan.
2.1. Teori Agensi
Perusahaan pada awalnya dimiliki dan diatur oleh individu-individu atau keluarga. Namun, perusahaan membutuhkan seorang manajer profesional sekarang ini. Hal ini menyebabkan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian antara pemilik (pemegang saham dan pemberi pinjaman) disebut prinsipal dan manajer disebut agen.
Hubungan antara prinsipal dan agen disebut dengan hubungan keagenan (agency relationship). Jensen and Meckling (1976) mendefenisikan agency relationship sebagai suatu kontrak yang terdiri dari satu orang atau lebih (prinsipal) yang mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa atas kepentingan mereka sendiri dengan cara memberikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen. Namun, prinsipal dan agen keduanya adalah utility maximisers. Prinsipal ingin mendapatkan return yang sebesar- besarnya, sedangkan agen ingin mendapatkan kompensasi yang sebesar-
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... besarnya. Jika kinerja agen diukur dari besarnya return yang dapat mereka
hasilkan bagi para prinsipal, maka agen akan berusaha semaksimal mungkin dan melakukan apa saja untuk mencapai hal tersebut. Usaha yang dilakukan agen ini bisa saja tidak untuk kepentingan terbaik prinsipal, ini disebut dengan masalah keagenan (agencyproblem).
Eisenhardt (1989) mengatakan bahwa teori agensi menyangkut tentang penyelesaian dua masalah yang dapat terjadi pada agency relationship.Pertama, adalah konflik kepentingan dan tujuan antara prinsipal dan agen. Kedua, adalah kesulitan atau biaya yang mahal bagi prinsipal untuk memeriksa apa yang sebenarnya agen lakukan.
Masalah keagenan yang merupakan akibat dari perilaku manajer yang tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal akan menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh prinsipal, biaya ini disebut biaya keagenan (agency cost). Menurut Jensen and Meckling (1976) agency cost sebagai penjumlahan dari tiga pengeluaran (expenditure) berikut:
1. Monitoring costs adalah biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk menilai, mengamati, dan mengendalikan perilaku agen.
2. Bonding costs adalah biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan kepentingan prinsipal. Biaya ini muncul karena adanya price protection yang dilakukan prinsipal terhadap agen.
3. Residual loss adalah nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kesejahteraan yang dialami prinsipal karena agen masih bertindak yang tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal meskipun monitoring dan bonding costs telah dikeluarkan.
2.2. Good Corporate Governance (GCG)
Saat ini hampir seluruh perusahaan publik melaksanakan prinsip Good Corporate Governance. Faktor yang mendorong perusahaan diseluruh belahan dunia untuk menerapkan prinsip ini adalah adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan yang berimbas pada hancurnya beberapa perusahaan raksasa di dunia seperti Enron. Good Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organisasi perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan. Secara prinsip, Good Corporate Governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam Good Corporate Governance, transparansi dan penjelasan serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit.
Secara umum, prinsip-prinsip Good Corporate Governance terdiri dari :
1. Fairness (Keadilan), menjamin perlindungan hak-hak pemegang saham, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan ....
2. Transparancy (Tranparansi), mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan.
3. Accountability (Akuntabilitas), menjelaskan peran dan tanggungjawab serta mendukung usaha menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
4. Responsibility (Pertanggungjawaban), memastikan dipatuhinya peraturan- peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cermin dipatuhinya nilai- nilai social.
Sehubungan dengan pengimplementasian Good Corporate Governance, keberadaan Komite Audit terutama di BUMN diharapkan dapat menjadi institusi yang efektif dan memberikan nilai tambah bagi penerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governance terutama dalam hal transparancy dan accountability. Hendaknya keberadaan Komite Audit tidak sekedar kepatuhan, namun benar-benar dapat membangun peran Komite Audit yang efektif dalam perusahaan. Dalam usulan dan laporan studi yang lain, masalah independensi dan komposisi anggota komite ditemukan sebagai faktor penting dalam kesuksesan Komite Audit (Baysinger dan Butler, 1985; Vicknair et.al, 1993). Penelitian yang dilakukan oleh Kalbers dan Forgarty (1993) menemukan dua variabel utama yang menentukan keberhasilan Komite Audit, yaitu kewenangan yang secara statuta diberikan kepada komite, keahlian yang dimiliki dan kemauan menggunakan kompetensi oleh para anggota Komite Audit.
2.3. Komite Audit
Komite audit adalah salah satu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dan bertanggungjawab kepada dewan komisaris dengan tugas dan tanggungjawab utama untuk memastikan prinsip-prinsip good corpotare governance terutama transparansi dan disclousure diterapkan secara konsisten dan memadai oleh para eksekutif (Tjager dkk, 2003). Bursa Efek Jakarta (BEJ) menyatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris, yang bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan (Keputusan Direksi BEJ No. Kep-315/BEJ/062000).
Keberadaan Komite Audit pada perusahaan publik di Indonesia secara resmi dimulai sejak bulan Juni 2000 yang ditandai dengan keluarnya Keutusan Direksi Bursa Efek Jakarta No: Ke-315/BEJ/06/2000 perihal: Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa. Pada bagian ini dinyatakan bahwa dalam rangka
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance), perusahaan yang terdaftar di BEI wajib memiliki Komisaris Independen, Komite Audit, dan Sekretaris Perusahaan. Jumlah Komisaris Independen proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota komisaris. Di bagian lain peraturan ini juga disebutkan bahwa Komisaris Independen sekaligus menjabat sebagai ketua Komite Audit.
Manfaat Komite Audit yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh Dewan Komisaris. Peranan Komite Audit diatur melalui surat edaran Bapepam nomor SE- 03/PM/2002. Dalam surat itu dinyatakan bahwa Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan proporsi 30% untuk terselenggaranya pengelolaan korporasi yang baik. Tanggung jawab Komite Audit meliputi : memilih auditor independen, mengawasi proses audit dan memastikan kualitas laporan keuangan. Bapepam (2000) juga menyatakan bahwa Komite Audit bertanggung jawab untuk:
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi, serta informasi keuangan lainnya.
2. Melakukan penelahaan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan lain yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan.
3. Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh Akuntan Publik untuk memastikan semua resiko yang penting telah dipertimbangkan.
Komite Audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan efektifitas, tanggungjawab, keterbukaan dan objektifitas Dewan Komisaris dan memiliki fungsi untuk :
1. Memperbaiki mutu laporan keuangan dengan mengawasi laporan keuangan atas nama Dewan Komisaris.
2. Menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan penyelewengan-penyelewengan.
3. Memungkinkan anggota non-eksekutif menyumbangkan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan yang positif
4. Membantu Direktur Keuangan, dengan memberikan suatu Kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang sulit dilaksanakan dapat dikemukakan.
5. Memperkuat posisi auditor eksternal dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap pokok-pokok persoalan yang memprihatinkan dengan efektif.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan ....
6. Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen.
7. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal yang lebih baik.
Forum for Corporate Governance in Indonesia - FCGI (2001) menyebutkan ruang lingkup pelaksanaan tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance adalah:
1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika,benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.
2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta menyangkut masalah corporate governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait didalamnya,
3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan.
4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan-temuan penting lainnya.
2.4. Independensi Komite Audit
Independensi merupakan landasan dari efektivitas komite audit. Kinerja komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki kemandirian dalam menyatakan sikap dan pendapat. Untuk menjamin independensi, Bapepam (2004) menetapkan persyaratan bagi pihak-pihak yang menjadi anggota komite audit yaitu:
1. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
2. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan ....
4. Tidak mempunyai:
a. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.
b. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatn emiten atau perusahaan publik.
2.5. Keahlian Akuntansi Komite Audit
Keahlian keuangan Komite Audit telah lama menjadi topik yang menarik untuk regulator dan akademisi, dengan hadirnya para ahli keuangan di Komite Audit akan meningkatkan efektivitas Komite Audit dalam memonitor kualitas Pelaporan Keuangan. SOX, bagian 407, meminta Securities and Exchange Commission (SEC) mengadopsi aturan yang mewajibkan bahwa Komite Audit perusahaan publik harus terdiri dari setidaknya satu anggota yang merupakan ahli keuangan. SEC mulanya mengusulkan definisi yang ketat dari ahli keuangan yaitu, seseorang yang memiliki pendidikan dan pengalaman di bidang akuntansi atau audit (misalnya. auditor, Chief Financial Officer, pengawas atau petugas akuntansi)
Menanggapi kritik bahwa definisi ini terlalu ketat, SEC (2002b) mengadopsi definisi baru dari Komite Audit ahli keuangan, yang luas secara alami dan menyatakan bahwa anggota Komite Audit dapat ditunjuk seorang ahli keuangan dari anggota yang memiliki keahlian akuntansi (misalnya auditor, Chief Financial Officer, pengawas atau petugas akuntansi), atau beberapa jenis non-akuntansi (keuangan dan pengawas), keahlian (misalnya bankir investasi, analis keuangan, CEO atau presiden perusahaan). Oleh karena itu, ahli keuangan yang ditunjuk bisa menjadi ahli akuntansi keuangan atau ahli keuangan non-akuntansi.
NYSE ( Bursa Efek New York) dalam standarnya mensyaratkan semua anggota Komite Audit dapat membaca laporan keuangan dan sekurang- kurangnya ada satu orang yang memiliki keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. NYSE yakin keberadaan ahli akuntansi atau keuangan ini akan lebih memberdayakan Komite Audit untuk melakukan penilaian secara independen atas informasi yang diterimanya, mengenali permasalahan dan mencari solusi yang tepat.
The Sarbanes Oxley Act menyinggung tentang keberadaan ahli akuntansi atau keuangan dalam Komite Audit tetapi tidak meberikan kriteria yang pasti mengenai orang yang daat disebut sebagai ”financial expert”. UU ini hanya meminta SEC merumuskan kriteria ”financial expert” dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan ....
1. Pengalaman sebelumnya sebagai akuntan publik atau auditor, CFO, controller. Chief accounting officer, atau posisi yang sejenis.
2. Pemahaman terhadap Standar Akuntansi Keuangan dan laporan keuangan.
3. Pengalaman dalam audit atas laporan keuangan perusahaan.
4. Pengalaman dalam pengendalian internal.
5. Pemahaman atas akuntansi untuk penaksiran (estimates), accruals, dan cadangan (reserves).
2.6. Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan
Informasi yang dikatakan relevan adalah jika tepat waktu. Ketepatan waktu tidak menjamin relevansi, tatapi relevansi informasi tidak dimungkinkan tanpa ketepatan waktu informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan. Scott (2003) mendefinisikan informasi sebagai bukti yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi keputusan individual. Namum demikian, informasi baru akan bermanfaat bagi pemakainya apabila informasi tersebut tepat waktu. Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.
Ketepatan waktu pelaporan merupakan elemen pokok bagi catatan laporan keuangan yang memadai, karena itu keterlambatan pelaporan dapat berakibat buruk bagi perusahaan baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sebagai contoh di pasar modal Australia pada tahun 1974 pernah terjadi 38 perusahaan yang sahamnya dilarang diperdagangkan karena gagal menyampaikan laporan keuangan sesuai persyaratan ketepatan waktu bagi bursa (Dyer dan McHugh, 1975).
Terkait dengan keterlambatan penyampaian laporan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM, dikenakan sanksi administratif sebagai berikut:
1. Emiten yang Pernyataan Pendaftaran telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan Publik yang terlambat menyampaikan Pernyataan Pendaftaran nya, dikenakan sanksi denda Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, atau setiap pihak yang memilikisekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik, dikenakan sanksi denda Rp.100.000,00 (seratus ribu
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud
dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Untuk melihat ketepatan waktu, biasanya suatu penelitian melihat keterlambatan pelaporan (lag). Dyer dan McHugh (1975) dalam penelitiannya menggunakan tiga kriteria keterlambatan:
1. Preliminary lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.
2. Auditor’s report lag, yaitu jumlah hari antara laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.
3. Total lag, adalah interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.
3. Kerangka Pemikiran
Teori agensi muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Menurut Eisenhardt (1989), pada umumnya manusia mementingkan diri sendiri (self interest) dan dapat terjadi konflik tujuan antar anggota-anggota di dalam organisasi.
Fama dan Jensen (1983) menyatakan mekanisme Monitoring dapat dilakukan dengan menempatkan dewan ahli (decision expert) yang tidak dibiayai oleh perusahaan dan tidak berada di bawah pengawasan dari manajemen, sehingga dapat memonitor para manajer secara lebih efektif. Salah satu wujud untuk mengatasi teori agensi adalah pelaksanaan praktik Good Corporate Governance, dimana salah satu bentuknya dengan pembentukan Komite Audit yang bertugas membantu dewan komisaris dalam melaksanakan monotoring pada internal perusahaan.
Salah satu prinsip GCG adalah Transparancy (Tranparansi), yang mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Ketepatan waktu (timeliness) merupakan salah satu faktor penting dalam penyajian suatu informasi yang relevan. Informasi akan mempunyai manfaat jika disampaikan tepat waktu kepada para pemakainya untuk pengambilan keputusan. Komite Audit bertugas mengawasi perikatan audit (Sarbens-Oxley Act of 2002), yang merupakan komponen utama dari ketapatan waktu pelaporan keuangan. (Jaggi dan Tsui, 1999).
Dengan Independensi Komite Audit diharapkan dapat mengawasi dan meningkatkan pengendalian terhadap manajemen, serta melakukan pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan, tanpa ada keterikatan. Penelitian Klein (2002) menyatakan bahwa Independensi adalah posisi yang terbaik untuk mengawasi proses pelaporan keuangan, sehingga memiliki
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... kemampuan lebih besar untuk menahan tekanan dari manajemen untuk
memanipulasi laba sehingga dapat mempenaruhi kualitas lapoaran keuangan. Selain itu kehadiran ahli keuangan akuntansi (AFEs) yang berkompeten dalam bidangnya pada Komite Audit diharapkan dapat memperbaiki kualitas laporan keuangan dan mengurangi Audit Report Lag (ARL), yang tentu saja dapat mempengaruhi ketapatan pelaporan keuangan. Hal ini dipengaruhi karena Komite Audit yang mempunyai keahlian akuntansi keuangan, lebih terlibat melakukan penilaiaan, estimasi dan asumsi yang terkait dengan proses laporan keuangan (Beasley et al; 2009).
Adanya keahlian Akuntansi Publik (PAFEs) dalam Komite Audit lebih mendukung Auditor mengusulkan penyesuaian dan diskusi perlakuan akuntansi dibandingkan non PAFEs, dengan demikian meningkatkan efisiensi proses pelaporan keuangan. Singkatnya, anggota Komite Audit dengan pengalaman akuntansi publik akan lebih cenderung untuk memfasilitasi sistem pelaporan keuangan yang efektif dan merampingkan diskusi dengan auditor dan manajemen sehingga berpegaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.
Kerangka Teoritis
H1
Independensi Komite Audit
Variabel Dependen
Ketepatan Waktu Keahlian Akuntansi Keuangan
Pelaporan Keuangan Komite Audit
H2 (Audit Report Lag - ARL)
H3
Keahlian Akuntansi Publik Komite
Audit
Variabel Independen
3.1. Independensi Komite Audit dan Ketepatan Waktu
Independensi adalah suatu sikap mental yang sulit dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Integritas seseorang ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakini dan dilaksanakan dalam kenyataan (in fact) bukan hanya apa yang terlihat (in appereance) (FGCI,2000).
Sarbanes-Oxley Act (SOX) mengharuskan perusahaan untuk memiliki komite audit yang hanya terdiri dari dewan independen yang benar-benar
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... bukan merupakan afiliasi dari perusahaan dan tidak menerima kompensasi
apapun dari perusahaan. Struktur dan keanggotaan komite audit dalam lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK peraturan nomor IX.I.5 mengatur bahwa sebagian besar anggota komite audit adalah komisaris independen dan anggota lainnya merupakan pihak luar emiten dan perusahaan publik. Selain itu, Bapepam juga menetapkan syarat-syarat keanggotaan bagi anggota komite audit, salah satunya yaitu, tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.
Dalam teori agensi dijelaskan bahwa pendelegasian wewenang dari principal pada agen dapat menyebabkan perbedaan kepentingan (Jensen dan Meckling, 1976). Untuk menghindari perbedaan kepentingan ini, perusahaan dapat menerapkan mekanisme corporate governance yang salah satu komponennya adalah komite audit sebagai pihak yang membantu principal dalam mengawasi aktivitas agent.
Kualitas dan kredibilitas pelaporan keuangan dapat sangat terpengaruh ketika Komite Audit memiliki independensi rendah atau tidak ada (Habbash, 2010). Anggota Komite Audit harus independen dari manajemen agar mampu melakukan pemantauan yang efektif sehingga mengurangi perilaku oportunistik manajemen, dengan independensi komite dapat menjadi faktor kunci dalam meningkatkan perannya dalam mencegah salah saji dalam laporan keuangan. Jadi jika perusahaan mempunyai Komite Audit yang independen, maka laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan cenderung lebih berintegritas dan tepat waktu dalam penyampaiannya karena di dalam perusahaan tersebut terdapat badan yang mengawasi aktivatis manajemen.
Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H 1 : Independensi Komite Audit berhubungan positif terhadap ketepatan pelaporan keuangan.
3.2. Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit dan Ketepatan Waktu
Menurut FASB (2010) Kerangka Konseptual, ketepatan waktu informasi adalah apa yang tersedia untuk mengambil keputusan sebelum kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Sebagai contoh, Feltham’s (1972) dengan model analisisnya menunjukkan bahwa pilihan untuk membuat keputusan dan hasil yang diharapkan, signifikan dipengaruhi oleh ketepatan waktu informasi. Selanjutnya, Ashton, Willingham dan Elliott (1987) menyatakan bahwa ketepatan waktu informasi dapat mempengaruhi tingkat ketidakpastian yang terkait dengan keputusan berdasarkan informasi yang dilaporkan.
Beberapa penelitiannya sebelumnya menyatakan Keahlian keuangan Komite Audit memiliki dampak langsung pada Ketepatan Waktu Pelaporan yaitu keterlambatan pelaporan audit (Audit Report Lag – ARL) yang
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... merupakan ukuran penting karena memberikan ukuran yang obyektif dari
kecepatan organisasi dapat mempublikasikan Laporan Keuangan Auditan. Ketepatan waktu pelaporan dipengaruhi oleh sejauh mana Komite Audit bisa dengan cerdas dan efisien dapat berkomunikasi baik dengan manajemen atau auditor mengenai keputusan yang penting, estimasi, asumsi, transaksi yang tidak biasa, dan mendiskusikan masalah-masalah yang ada.
DeZoort (1998) menyatakan bahwa pengalaman akuntansi tertentu meningkatkan kapasitas anggota Komite Audit untuk memahami masalah teknis yang dihadapi perusahaan mereka. Peningkatan kompetensi teknis mengurangi jumlah waktu yang diperlukan Komite Audit untuk membahas, memahami, dan mengevaluasi kebijakan akuntansi dan transaksi yang tidak biasa dengan manajemen dan auditor (c.f., Audit Standard No. 16).
Peningkatan keahlian keuangan Komite Audit dapat mengurangi jumlah waktu yang diperlukan Komite Audit untuk membahas, memahami dan mengevaluasi kebijakan akuntansi dan transaksi yang tidak biasa dengan auditor, sehingga mengurangi Audit Report Lag – ARL dan perusahaan dapat mengumumkan laoporan keuangannya lebih tepat waktu karena telah diaudit. Peneliti berpendapat bahwa keahlian akuntansi keuangan Komite Audit akan meningkatkan efisiensi pelaporan keuangan secara keseluruhan sehingga dapat dikaitkan dengan informasi akuntansi yang tepat waktu.
Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H 2 : Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit berhubungan positif terhadap ketepatan pelaporan keuangan.
3.3. Keahlian Akuntansi Publik Komite Audit dan Ketepatan Waktu
SEC awalnya mengusulkan definisi yang sempit “Keahlian Keuangan” yaitu, seseorang yang memiliki pendidikan dan pengalaman di bidang akuntansi atau audit (misalnya, auditor, CFO, pengawas keuangan atau petugas akuntansi).
Chief Financial Officer adalah jabatan di suatu perusahaan terutama bertanggung jawab untuk mengelola resiko keuangan korporasi. Pejabat ini juga bertanggung jawab untuk perencanaan keuangan dan pencatatan, serta pelaporan keuangan untuk manajemen yang lebih tinggi. Kebanyakan CFO dari perusahaan besar memiliki kualifikasi keuangan seperti MBA atau berasal dari sebuah latar belakang akuntansi . Sebuah departemen keuangan biasanya akan memerlukan beberapa akuntan dengan Bersertifikat Akuntan Publik status atau setara.
Aier et al. (2005) mencatat bahwa ada variasi yang signifikan dalam latar belakang CFO, dalam arti bahwa mereka mengamati hanya 20% dari Fortune 500 CFOs adalah CPA, 35% adalah MBA, dan 5% diperoleh kedua kualifikasi. Temuan ini konsisten dengan bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan mulai mengadopsi suatu yang baru, merevisi peran untuk CFO dan
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... mengurangi penekanan pengetahuan akuntansi dasar. Sealin ini menunjukkan
bahwa CFO telah menjadi pemain kunci dalam perencanaan strategis, perkembangan informasi teknologi, dan mengelola asosiasi dengan pemodal ventura dan investasi publik.
Selain itu CFO lebih fokus pada penawaran bisnis yang kompleks yang meningkatkan kinerja keuangan daripada pelaporan eksternal dan peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan akuntansi CFO mungkin mengalami pergeseran dari peran historis yaitu sebagai pihak yang bertanggung jawab atas persyaratan pelaporan keuangan perusahaan. Dengan perubahan tanggung jawab CFO dan pengetahuan akuntansi dapat mempengaruhi proses pelaporan keuangan organisasi.
Peningkatan kompetensi akuntansi harus memfasilitasi komunikasi yang lebih efisien antara auditor dan Komite Audit mengenai kebijakan akuntansi yang penting dan transaksi yang tidak biasa. Bahkan, bukti empiris (DeZoort, Hermanson, dan Houston, 2008) menunjukkan bahwa PAFEs lebih mungkin untuk mendukung auditor untuk mengusulkan penyesuaian dibandingkan non-PAAFEs
Dengan demikian peneliti berpendapat bahwa anggota Komite Audit dengan Keahlian Akuntan Publik (PAFEs) lebih baik diposisikan untuk memfasilitasi pelaporan keuangan lebih tepat waktu dibandingkan anggota Komite Audit dengan keahlian CFO. Mirip dengan argumen di H2, peneliti berpendapat bahwa Komite Audit dapat memfasilitasi pelaporan keuangan lebih tepat waktu dengan kompetensi yang lebih unggul dan kemudahan dalam menyelesaikan masalah akuntansi. Manfaat anggota Komite Audit dengan pengalaman Akuntan Publik didukung oleh penelitian sebelumnya (Dezoort. 1997, 1998) yang menyatakan anggota Komite Audit sendiri berpendapat bahwa Keahlian Akuntan Publik sangat penting untuk efektivitas layanan Komite Audit.
Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H 3 : Keahlian Akuntansi Publik Komite Audit berhubungan positif terhadap ketepatan pelaporan keuangan.
4. METODE PENELITIAN
4.1. Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan Publik yang terdaftar di BEI selama periode 2012-2014. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Sampel penelitian ini merupakan perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur dan memenuhi kriteria yang ditentukan peneliti, sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012-2014.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan ....
2. Selama periode 2012-2014 perusahaan menerbitkan laporan keuangan lengkap.
3. Informasi yang dibutuhkan mengenai data yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti tersedia dengan lengkap.
4.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melalui studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Studi kepustakaan adalah pengumpulan data dari beberapa literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Studi pustaka meliputi pengumpulan jurnal dan artikel ilmiah.
Studi dokumentasi merupakan pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian. Dokumentasi pada penelitian ini meliputi pengumpulan laporan keuangan seperti indenpendensi, kehalian akuntansi keunangan dan publik yang dapat dilihat pada profil masing-masing anggota Komite Audit.
4.3. Analisis Data
4.3.1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang menjadikan sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami, yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum, dan standar deviasi. Statistic deskriptif menyajikan ukuran-ukuran numeric yang sangat penting bagi data sampel. Pengujian statistic deskriptif ini menggunakan software Statistical Package fo Sosial Science (SPSS) versi 22.
4.3.2. Analisis Regresi Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) dengan alasan bahwa variabel independennya lebih dari satu. Analisis ini digunakan untuk menentukan hubungan antara ketepatan waktu pelaporan (ARL) dengan variabel independen. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut :
Dimana : ARL = Days between a firm’s year-end and signature date of the audit report for firm i in year t. INDP = The number of audit committee (AC) directors who qualify as Independence divided by the total number of directors on the AC for firm i in year t. AFEs = The number of audit committee (AC) directors who qualify as AFEs divided by the total number of directors on the AC for firm i in year t.
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... PAPER
= The number of AC directors who are classified as public
accounting experts divided by the total number of directors on the AC for firm
i in year t
5. Hasil dan pembahasan
5.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek penelitian dalam skripsi ini adalah karakteristik Komite Audit yang terdiri dari Independensi, Keahlian Akuntansi Keuangan, Keahlian Akuntansi Publik dan Ketepatan Pelaporan Keuangan (ARL). Penelitian ini mengambil perusahaan manufaktur di go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai populasi untuk dijadikan objek dalam penelitian yang dituangkan dalam bentuk laporan keuangan tahun 2012 sampai 2014. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria sampel untuk masing-masing tahun adalah
31 perusahaan dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Karena periode penelitian dalam penelitian ini adalah selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2012 sampai 2014, maka jumlah data secara keseluruhan adalah sebanyak 93 perusahaan.
Tabel 1 Ringkasan Pemilihan Sampel
Proses Pemilihan Sampel Sampel (N) Jumlah perusahaan Manufaktur terdaftar di BEI selama tahun
130 2012-2014 Jumlah perusahaan dengan data laporan tahunan tidak lengkap
(31) Jumlah perusahaan dengan data Komite Audit tidak lengkap
(68) Total perusahaan yang dijadikan sampel penelitian
31 Sumber: Data Olahan (2015)
5.2. Statistik Deskriptif
Gambaran umum sampel penelitian ini ditampilkan dalam tabel 6 berikut:
Tabel 6 : Statistik Deskriptif
Variabel
Std. Deviation Independensi (INDP)
Min
Max Mean
0,375 0,101 Keahlian Akuntansi Keuangan (AFE)
1 0,695 0,220 Keahlian Akuntansi Publik
0,357 0,241 (PAFE) Audit Report Lag (ARL)
79,07 8,543 Sumber: Hasil Olahan (2015) dari Output SPSS
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... Berdasarkan data yang ditunjukkan dalam tabel 4.2 dapat dilihat tingkat
Independensi Komite Audit yang diukur dengan proporsi, menghasilkan nilai terendah (minimum) adalah 0,25 dan tertinggi (maksimum) adalah 0,67 dengan rata-rata 0,375 dan standar deviasi sebesar 0,101. Tampak bahwa semua perusahaan sampel memiliki anggota Komite Audit yang memiliki Independensi (nilai 0,25). Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata- rata menunjukkan bahwa tidak banyak data Independensi Komite Audit yang menyimpang dari rata-rata.
Keahlian Akuntansi Keuangan dalam perusahaan sampel memiliki rata- rata sebesar 0,695 dan standar deviasi sebesar 0,220. Hal ini menunjukkan bahwa 69,5% dari perusahaan sampel memiliki Komite Audit yang berlatar belakang pendidikan ekonomi.. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa tidak banyak data Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit yang menyimpang dari rata-rata.
Keahlian Akuntansi Publik dalam perusahaan sampel memiliki rata-rata sebesar 0,357 dan standar deviasi sebesar 0,241. Hal ini menunjukkan bahwa 35,7% dari perusahaan sampel memiliki Komite Audit yang mempunyai pengalaman di Kantor Akuntan Publik (KAP).
Berdasarkan data yang ditunjukkan dalam tabel 4.2 dapat dilihat Audit Report Lag (ARL) yang diukur secara kuantitatif jumlah hari antara akhir tahun fiskal dan tanggal laporan audit perusahaan, menghasilkan nilai terendah (minimum) adalah 62 hari dan tertinggi (maksimum) adalah 120 hari dengan rata-rata 79,09 dan standar deviasi sebesar 8,543. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa tidak banyak data ARL yang menyimpang dari rata-rata.
5.3. Uji F
Uji F (F-test) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau tidak. Uji F ditambilkan dalam tabel 7 berikut :
Tabel 7 : Hasil Uji F
Variabel Eksogenus
Variabel Endogenus
F Sig.
Independensi (INDP) Keahlian Akuntansi
Keuangan (AFE) b Audit Report Lag - ARL 4,037 0,010 Keahlian Akuntansi Publik
(PAFE) Sumber: Hasil Olahan (2015) dari Output SPSS
Thoeng, Daromes, Ng/Hubungan .... Berdasarkan uji ANOVA atau F-test dari output SPSS yang terlihat