FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (7)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA KELOMPOK LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016

Muhammad Hafiz Bin Mohd Arifin 1 , I Wayan Weta 2 , Ni Luh Ketut Ayu Ratnawati 2

1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

2 Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Komunitas Dan Ilmu Kedokteran Pencegahan (IKK-IKP)Fak. Kedokteran Universitas Udayana

[email protected]

ABSTRAK

Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem kardiovaskular yang mana patofisiologinya tidak bisa diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal. Semua definisi hipertensi adalah angka kesepakatan berdasarkan bukti klinis (evidence based) atau berdasarkan konsensus atau berdasar epidemiologi studi meta analisis. Bila tekanan darah diatas batas normal, maka dikatakan sebagai hipertensi. Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, yakni hipertensi primer/essensial dan hipertensi sekunder, dan berdasarkan derajat penyakitnya. Angka insiden hipertensi sangat tinggi terutama pada populasi lanjut usia, usia di atas 60 tahun, dengan prevalensi mencapai 60% sampai 80% dari populasi lansia. Di Indonesia, pada usia 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 tahun sebesar 51% dan pada usia >65 tahun sebesar 65%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di wilayah kerja UPT Puskesmas Petang I, Kabupaten Badung tahun 2016. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross-sectional study dan menggunakan pendekatan retrospektif. Sampel yang digunakan berjumlah 112 orang yang diambil secara konsekutif pada posyandu lansia yang di tujuh banjar di desa Petang, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung Hasil Penelitian dengan uji chi-square dan Fisher Exact Test menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara genetik (p = 0,019; RP = 1,417; IK 95% 1,069 sampai 1,877), olah raga (p = 0,017; RP = 1,424; IK 95% 1,069 sampai 1,895), dan tingkat stress (p < 0,0001; RP = 2,043; IK 95% 1,184 sampai 2,141) dengan kejadian hipertensi. Sedangkan jenis kelamin, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi.Prevalensi hipertensi pada kelompok lansia cukup tinggi yakni 69% dan terdapat hubungan yang bermakna antara genetik, olah raga, dan tingkat stress dengan kejadian ISPA pada lansia. Rekomendasi dalam upaya penurunan angka kejadian hipertensi berupa peningkatan sikap dan pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya suatu penyakit khususnya hipertensi dengan cara penyuluhan kesehatan.

Kata kunci : lansia, hipertensi, genetik, olah raga, tingkat stress

ABSTRACT

Hypertension is a manifestation of hemodynamic balance disorder of the cardiovascular system which the pathophysiology can not be explained by just one single mechanism. All the definition of hypertension is the number of agreements based on clinical evidence (evidence based) or by consensus or meta-analysis based on epidemiological studies. The problem is how mmHg in blood pressure that can be called normal, so that when blood pressure above the normal price of the deal, then he will be regarded as hypertension. Hypertension can be classified based on the cause, namely primary hypertension / essential and secondary hypertension, and based on the degree of illness. Hypertension incidence rate is very high, especially in the elderly population, aged over 60 years, with a prevalence of 60% to 80% of the elderly population. In Indonesia, at the age of 25-44 years the prevalence of hypertension by 29%, at the age of 45-64 years by 51% and in those aged> 65 years was 65%. The purpose of this study is to Know the factors associated with hypertension in the elderly groups in UPT Puskesmas Petang I working area, Badung district year 2016. This research is an analytic study with cross-sectional design and the use of a retrospective approach. The sample was 112 people taken consecutively at Posyandu lansia in seven banjar in Petang village Research results by chi-square test and Fisher Exact Test states that there is a significant relationship between genetic (p = 0.019; RP = 1.417; CI 95% 1.069 to 1.877), sport (p = 0.017; RP = 1.424; CI 95% 1.069 to

1.895), and stress levels (p <0.0001; RP = 2.043; 95% CI 1.184 to 2.141) with the incidence of hypertension. While gender, obesity, smoking, and alcohol consumption there is no significant relationship with hypertension. The prevalence of hypertension in elderly groups is quite high (69%) and there is a significant relationship genetic, sport activity, and level of stress with hypertension in elderly groups. Recommendations in an effort to decrease the incidence of hypertension by an increase in attitudes and knowledge about the triggering factors of disease especially hypertension, by health education.

Keywords: elderly, hypertension, genetic, sport activity, level of stress

PENDAHULUAN

prevalensi tertinggi terdapat di Bangka Belitung Hipertensi merupakan penyakit tidak

(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), menular sampai saat ini masih menjadi masalah

Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat kesehatan secara global. Hipertensi adalah suatu

keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 Hipertensi sebagai sebuah penyakit kronis mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor resiko kali pengukuran dengan selang waktu lima menit

terjadinya hipertensi terbagi dalam faktor risiko

yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko tidak memberikan keluhan dan gejala yang khas

dalam keadaan istirahat. 1 Pada umumnya hipertensi

yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak sehingga

dapat dimodifikasi seperti keturunan, jenis kelamin, menyadarinya. Oleh karenan itu hipertensi

banyak penderita

yang

tidak

ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikatakan sebagai the silent killer. 2 dimodifikasi yaitu obesitas, kurang berolahraga

Hipertensi juga merupakan faktor resiko atau aktivitas, merokok, alkoholisme, stress, dan utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular.

pola makan. 6

Apabila tidak ditangani dengan baik, hipertensi Angka insiden hipertensi sangat tinggi dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal

terutama pada populasi lanjut usia (lansia), usia di jantung, demensia, gagal ginjal, dan gangguan

atas 60 tahun, dengan prevalensi mencapai 60% pengelihatan. World Health Organization (WHO)

sampai 80% dari populasi lansia. Diperkirakan 2 memperkirakan hipertensi menyebabkan 9,4 juta

dari 3 lansia mengalami hipertensi. 7 Keadaan ini kematian dan mencakup 7% dari beban penyakit di

didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa dunia. 3 Kondisi ini dapat menjadi beban baik dari

prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan segi finansial, karena berkurangnya produktivitas

pertambahan usia. Pada sebuah penelitian di sumber daya manusia akibat komplikasi penyakit

SaoPaulo didapatkan prevalensi hipertensi pada ini, maupun dari segi sistem kesehatan.

lansia sebesar 70% dari jumlah populasinya. 8 Bedasarkan data WHO pada tahun 2014

Keadaan serupa juga ditemukan pada penelitian terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di

yang dilakukan di China, dimana pada penelitian seluruh dunia. 4 Prevalensi tertinggi terjadi di

tersebut hipertensi ditemukan pada 53% populasi wilayah Afrika yaitu sebesar 30%. Prevalensi

lansia. 9

terendah terdapat di wilayah Amerika sebesar 18%. Di Indonesia, pada usia 25-44 tahun Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi

prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita. 3 tahun sebesar 51% dan pada usia >65 tahun sebesar

RISKESDAS pada tahun 2013 mencatat prevalensi 65%. Dibandingkan usia 55-59 tahun, pada usia 60- hipertensi di Indonesia sebesar 25,8 %, dengan

64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi 64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi

yakni Banjar Petang Dalem, Banjar Petang Tengah, Puskesmas Petang I sendiri, penyakit hipertensi

usia >70 tahun 2,97 kali. 4 Di wilayah kerja

Banjar Petang Suci, Banjar Kerta, Banjar masih menjadi masalah utama pada kalangan

Angantiga, Banjar Lipah, Banjar Munduk lansia, disusul dengan arthritis. Kejadian hipertensi

Damping. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan pada lansia dapat menyebabkan kualitas hidup yang

April sampai Mei tahun 2016. Populasi target buruk, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik serta

dalam penelitian ini adalah seluruh kelompok lanjut meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas

usia (usia ≥ 60 tahun) yang ada di wilayah kerja akibat

Puskesmas Petang I, Kabupaten Badung. Populasi ditimbulkannya.

komplikasi-komplikasi

yang

target dalam penelitian ini adalah seluruh kelompok Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

lanjut usia (usia ≥ 60 tahun) yang ada di wilayah perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui

kerja Puskesmas Petang I, Kabupaten Badung. gambaran faktor- faktor yang berhubungan dengan

Populasi terjangkau pada penelitian ini kejadian hipertensi pada lansia yang berada dalam

adalah bagian dari populasi target yang dibatasi wilayah kerja Puskesmas Petang I. Dengan

oleh tempat dan waktu, yaitu kelompok lanjut usia mengetahui faktor-faktor tersebut diharapkan dapat

yang datang ke posyandu lansia yang dilaksanakan memodifikasi gaya hidup lansia untuk menunjang

di tujuh banjar yang ada di desa Petang, Kecamatan pengontrolan tekanan darah demi mencegah

Petang, Kabupaten Badung pada bulan April progresivitas penyakit dalam menyerang organ-

sampai Mei tahun 2016.

organ lain sehingga kualitas hidup akan menjadi Sampel dalam penelitian ini adalah bagian lebih baik.

dari populasi terjangkau yaitu kelompok lanjut usia yang datang ke posyandu lansia yang dilaksanakan

METODE

di tujuh banjar yang ada di desa Petang, Kecamatan Penelitian ini menggunakan jenis penelitian

Petang, Kabupaten Badung dan telah memenuhi kuantitatif dengan desain studi cross sectional,

kriteria inklusi dan eksklusi, serta telah terpilih yaitu mempelajari hubungan antara variabel

sebagai sampel dengan teknik pemilihan sampel, dependen (hipertensi) dan variabel independen

yaitu consecutive sampling. (jenis kelamin, genetik, obesitas, olah raga,

Subjek merupakan seluruh lansia berusia ≥ merokok, minum alkohol,dan tingkat stress)

66 tahun yang ada di desa Petang, Kecamatan melalui pengukuran sesaat atau hanya satu kali saja

Petang, Kabupaten Badung dan bersedia menjadi serta dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

responden untuk diwawancarai dan mengisi dengan Desain cross sectional digunakan berdasarkan

lengkap jawaban dari kuesioner penelitian. tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui faktor-

Kooperatif dan dapat berkomunikasi dengan baik faktor yang berhubungan dengan kejadian

dengan pewawancara.

hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah Tidak memenuhi salah satu dari kriteria kerja Puskesmas Petang I, Kabupaten Badung

inklusi seperti yang telah dijelaskan diatas. Lansia tahun 2016.

yang memiliki penyakit demensia (pikun atau Penelitian ini dilaksanakan di tujuh banjar

pelupa), perubahan tingkah laku, atau penyakit lain yang ada di desa Petang, Kecamatan Petang,

(seperti stroke atau lumpuh) Subyek menolak untuk Kabupaten Badung yang termasuk dalam wilayah

berpartisipasi

dan

menandatangani surat menandatangani surat

dihitung reratanya sebagai hasil ukur tensi. Untuk penetapan besar sampel suatu studi

Aspek pengukuran menggunakan skala cross-sectional yang mencari rasio prevalens sama

ordinal. Data dikategorikan menjadi dua, yaitu dengan penetapan besar sampel untuk studi kohort

hipertensi jika sudah pernah didiagnosis hipertensi yang mencari risiko relatif. 10 sebelumnya, atau rata-rata hasil pengukuran TDS

Teknik penentuan sampel yang digunakan ≥140 mmHG dan atau rata-rata hasil pengukuran dalam penelitian ini adalah nonprobability

TDD ≥90 mmHg. Dan tidak hipertensi, jika rata- sampling, yaitu consecutive sampling diaman

rata hasil pengukuran TDS <140 mmHg dan atau semua subjek yang datang ke posyandu lansia yang

rata-rata hasil pengukuran TDD <90 mmHg. diadakan di tujuh banjar yang ada di desa Petang,

Yang dimaksud dengan jenis kelamin pada Kecamatan Petang, Kabupaten Badung secara

penelitian ini adalah tanda-tanda seks sekunder berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dan

yang diperlihatkan seseorang. Cara pengukuran eksklusi dimasukan kedalam penelitian sampai

dengan melakukan pengamatan langsung pada jumlah subyek dalam penelitian terpenuhi. responden, dan ditulis pada kuesioner wawancara.

Variabel Tergantung (dependent) adalah Aspek pengukuran menggunakan skala nominal. hipertensi. Variabel Bebas (independent) adalah

Data dikategorikan menjadi dua, yaitu jenis jenis kelamin, genetik, obesitas, Tidak teratur

kelamin laki-laki dan perempuan. berolah raga , merokok, konsumsi alkohol , dan

Yang dimaksud dengan faktor genetik pada tingkat stress.

penelitian ini adalah apakah pada keluarga Definisi hipertensi dalam penelitian ini

responden terdapat riwayat anggota keluarga yang adalah kondisi seseorang yang memiliki tekanan

menderita hipertensi. Cara pengukuran dengan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥

melakukan wawancara terstruktur, dan ditulis pada 90mmHg atau keduanya. Dikatakan hipertensi

kuesioner wawancara.

apabila sebelumnya sudah terdiagnosis hipertensi, Aspek pengukuran menggunakan skala atau sedang dalam pengobatan hipertensi. Untuk

nominal. Data dikategorikan menjadi dua, yaitu responden yang belum pernah didiagnosis

memiliki riwayat keluarga menderita hipertensi jika hipertensi, penegakan diagnosis dilakukan dengan

dari hasil wawancara terstruktur didapatkan riwayat mengambil rata-rata hasil pengukuran tekanan

hipertensi pada keluarga positif. Dan tidak darah pada dua kali atau lebih kunjungan klinis. 1,11 memiliki riwayat keluarga yang menderita

Alat ukur yang digunakan adalah hipertensi jika dari hasil wawancara terstruktur spyghmomanometer air rakasa dan stetoskop.

didapatkan riwayat hipertensi pada keluarga Tekanan darah diukur dalam posisi beridiri/duduk

negatif.

sesuai dengan tata cara pengukuran tekanan darah Yang dimaksud dengan obesitas pada yang benar. Pengukuran tekanan darah dilakukan

penelitian ini adalah kelebihan berat badan sebagai setelah responden istirahat selama 5 menit. Setiap

akibat dari penimbunan lemak tubuh yang responden diukur tensinya minimal 2 kali dengan

berlebihan yang dikategorikan dengan indeks jarak 5-10 menit. Jika hasil pengukuran ke dua

massa tubuh.

berbeda lebih dari 10 mmHg dibandingkan Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran

adalah dengan menggunakan timbangan digital dan adalah dengan menggunakan timbangan digital dan

Desa Carang Sari 7 km 2 (16,25%), dan Desa mengingat kondisi fisiologis pada lansia yang

Getasan 4,47 km 2 (10,37%). mengalami keadaan bungkuk tidak mungkin

Total jumlah penduduk di Wilayah Kerja dilakukan pengukuran tinggi badan karena hasilnya

Puskesmas Petang I pada tahun 2015 adalah tidak mungkin dapat menggambarkan ukuran tinggi

sebanyak 18.064 jiwa dengan jumlah total kepala badan yang sebenarnya sehingga perlu dilakukan

keluarga sebanyak 4.794 kepala keluarga. Adapun pengukuran lain yang juga bisa menggambarkan

Rincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 9001 tinggi badan lansia tersebut. Salah satu alat ukur

jiwa, dan jumlah penduduk perempuan sebanyak yang dapat digunakan adalah tinggi lutut, dengan

9.063 jiwa. Kepadatan penduduk di wilayah kerja rumus TB pria = (2.02 x tinggi lutut) - (0,04 x usia)

Puskesmas Petang I sekitar 420 jiwa per km 2 . + 64,19, TB wanita = (1,83 x tinggi lutut) – (0,24 x

Wilayah Kerja Puskesmas Petang I memiliki 20 usia) +84,88 (Depkes RI, 2003). Cara pengukuran

Posyandu lansia pada tahun 2015, dengan jumlah indeks massa tubuh dengan rumus IMT =

lansia keseluruhan pada tahun 2015 sebanyak 2057 BB/TB 2 . 11

lansia (15,75%).

Analisis univariat digunakan untuk melihat

HASIL

gambaran umum dari data yang telah dikumpulkan, Puskesmas Petang I terletak di Desa Petang,

untuk melihat distribusi frekuensi variabel-variabel Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Wilayah

penelitian. Responden yang dikumpulkan dalam kerja Puskesmas Petang I terletak ± 30 km dari ibu

penelitian ini berjumlah 112 orang, dan sudah kota Kabupaten Badung, berada pada ketinggian

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang ±600-700 meter diatas permukaan laut dengan

dikumpulkan menggunakan kuesioner dan topografi dataran dan perbukitan. Wilayah kerja

dianalisis univariat. Data yang dianalisis yaitu: Puskesmas Petang I memiliki iklim dingin dengan

karakteristik responden, status gizi, riwayat suhu rata-rata sekitar 25 0 C - 30 0 C. keluarga yang mengalami hipertensi (genetik),

Wilayah kerja Puskesmas Petang I aktivitas fisik seperti olahraga, kebiasaan merokok, berbatasan langsung di sebelah utara berbatsan

kebiasaan mengkonsumsi alkohol, dan tingkat dengan wilayah kerja Puskesmas Petang II Desa

stress. Berdasarkan data penelitian dari 112 Plaga, di sebelah selatan berbatasan dengan

responden, karakteristik responden yang dianalisis wilayah Puskesmas Abiansemal I DesaSangeh, di

univariat yaitu: umur, jenis kelamin, dan kejadian sebalah barat berbatasan dengan wilayah

hipertensi. Distribusi frekuensi karakteristik Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan, dan di

responden dapat dilihat pada tabel 1. sebalah timur berbatasan dengan wilayah Desa

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat distribusi Payanga Kabupaten Gianyar.

kelompok umur lansia di wilayah kerja Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Petang I terbagi

Petang I yang menjadi responden terbanyak adalah menjadi 5 desa (Desa Sulangai, Desa Petang, Desa

kelompok umur 60 sampai 64 tahun (n=48, 42,9%), Pangsan, Desa Getasan, Desa Carang sari) dan 31

dilanjutkan dengan kelompo kumur 65 sampai 69 dusun. Luas wilayah Puskesmas Petang I secara

tahun (n=44, 39,3%), dan yang paling sedikit

keseluruhan adalah 43,07 km 2 , dengan rincian:

adalah kelompok umur 70 tahun keatas (n=20,

Desa Sulangai 11,6 km 2 (26,93%), Desa Petang 11

17,9%). Untuk distribusi jenis kelamin, perempuan

(n=80, 71,4%), lebih banyak dari padalaki-laki responden (61,6%) dan jumlah responden yang (n=32, 28,6%).

tidak menderita hipertensi sebanyak 43 responden (38,4%).

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Yang

Karakteristik Kategori

n Persentase

Berhubungan dengan Hipertensi

Umur (tahun) 60-64

7 6,3 % 65-69

Status gizi Underweight

49 43,8 % Jenis Kelamin Laki-laki

70 ke atas

Terdapat riwayat

Kejadian Hipertensi

Tidak rutin

Tidak merokok

12 10,7 % Pada penelitian ini, responden yang

42 37,5 % menderita hipertensi berdasarkan pengukuran

Tingkat

Stress

70 62,5 % menggunakan sphygmomanometer sebanyak 69

stress

Tidak stress

Tabel 3 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Petang I

Kejadian Hipertensi

X 2 / RP/ Jenis Kelamin

(p Value) (CI 95%)

(0,712- Total

*) bermakna pada α = 0,05 uji dua sisi

Tabel 4 Hubungan Antara Genetik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Petang I

Kejadian Hipertensi

X 2 / RP/ Genetik

Total

(p Value) (CI 95%) N

(1,069- Total

*) bermakna pada α = 0,05 uji dua sisi

pengukuran menggunakan menggunakan data primer, yaitu dengan

Pengumpulan data dilakukan dengan

berdasarkan

sphygmomanometer, timbangan badan, dan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan

meteran untuk data seperti tekanan darah, berat meteran untuk data seperti tekanan darah, berat

70 orang dengan persentase 62,5 %, yang yang berhubungan denganhipertensi dapat dilihat

memilikitingkat stress yang rendah. pada tabel 2.

digunakan untuk Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat distribusi

Analisis

bivariat

mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel frekuensi faktor yang berhubungan dengan

bebas (independent) yaitu jenis kelamin, genetik, hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas

obesitas, olah raga, merokok, konsumsi alkohol, Petang I. Jumlah lansia di wilayah tersebut yang

dan tingkat stress dengan variabel tergantung memiliki status gizi yang normal adalah 41 orang

(dependent) yaitu penyakit hipertensi. Analisis (36,6%). Status gizi lansia di wilayah kerja

bivariat dalam penelitian ini menggunakan Puskesmas Petang I cenderung lebih banyak yang

menggunakan uji chi-square dengan nilai α = 0,05. mengalami gizi berlebih dengan distribusi obesitas

Dalam penelitian ini juga dihitung rasio prevalens (n=49, 43,8%) dan overweight (n=15, 13,4%),

dengan 95 % confidence interval. dibandingkan status gizi kurang dengan distribusi

Dalam analisis bivariat, data jenis kelamin underweight (n=7, 6,3%). dikategorikan menjadi dua, yaitu perempuan dan Untuk riwayat keluarga yang mengalami

laki-laki. Hasil uji chi-square untuk menentukan hipertensi (genetik), jumlah lansia yang memiliki

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian riwayat hipertensi dalam keluarganya sebanyak 44

hipertensi dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. lansia (39,3%). Sedangkan jumlah lansia yang tidak

Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah lansia memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya

yang mengalami hipertensi lebih banyak pada berjumlah 68 lansia (60,7%). lansia yang berjenis kelamin perempuan, yaitu

Untuk aktivitas fisik seperti berolah raga, sebanyak 49 orang dibandingkan dengan lansia sebagian besar lansia di wilayah kerja Puskesmas

yang berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak 80 orang sudah rutin melakukannya (n=65,58%). Sejumlah

lansia yang berjenis kelamin perempuan,

47 lansia (42%) mengaku jarang melakukan diantaranya terdapat 49 orang (61,3 %) yang aktivitas fisik seperti berolah raga tersebut. mengalami hipertensi dan 31 orang (38,8 %) yang

Berdasarkan hasil penelitian diatas, rata- tidak mengalami hipertensi. Sedangkan dari 32 rata lansia yang memiliki kebiasaan/perilaku

orang lansia yang berjenis kelamin laki-laki merokok atau yang dulunya pernah mempunyai

sebanyak 20 orang (62,5 %) mengalami hipertensi kebiasaan/perilaku merokok tergolong rendah

dan 12 orang (37,5 %) tidak mengalami hipertensi. (n=24, 21,4%), dibandingka dengan jumlah lansia

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan yang tidak memiliki kebiasaan/perilaku merokok

chi-square didapatkan nilai p = 0,902 (p > 0,05), (n=88, 78,6%).

artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna Distribusi frekuensi jumlah lansia yang tidak

antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. memiliki kebiasaan mengkonsumsi alcohol

Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa nilai RP = sebanyak 100 lansia (89,3%). Hanya sejumlah 12

0,980 (RP < 1), yang artinya jenis kelamin orang responden (10,7%) yang memiliki kebiasaan

perempuan bukan merupakan faktor risiko untuk atau perilaku mengkonsumsi alkohol. terjadinya hipertensi, melainkan merupakan faktor

Dari 112 responden penelitian, sebanyak 42 protektif. Namun dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa orang responden yang memiliki tingkat stress yang

rentang interval kepercayaan mencakup angka 1 tinggi dengan persentase 37,5 %. Sisanya sebanyak

(IK 95% 0,712 sampai 1,350), yang artinya pada (IK 95% 0,712 sampai 1,350), yang artinya pada

Dari Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa rentang data yang ada belum dapat disimpulkan bahwa

interval kepercayaan tidak mencakup angka 1 (IK faktor jenis kelamin perempuan yang dikaji benar-

95% 1,069 sampai 1,877), yang artinya pada benar merupakan faktor protektif. Sehingga dapat

populasi yang diwakili oleh sampel 95% RP disimpulkan bahwa jenis kelamin perempuan

terletak diantara 1,069 sampai 1,877. Sehingga belum dapat dikatakan secara definitif sebagai

dapat disimpulkan bahwa benar lansia yang faktor yang berhubungan dengan terjadinya

memiliki riwayat hipertensi pada keluarga hipertensi pada kelompok lansia di wilayah kerja

merupakan faktor yang berhubungan dengan Puskesmas Petang I Kabupaten badung.

terjadinya hipertensi pada pada kelompok lansia di Dalam analisis bivariat, data faktor genetik

wilayah kerja Puskesmas Petang I Kabupaten dikategorikan menjadi dua, yaitu riwayat hipertensi

badung.

pada keluarga positif dan riwayat hipertensi pada Dalam analisis bivariat, data Status gizi keluarga negatif. Hasil uji chi-square untuk

lansia dikategorikan menjadi dua, yaitu obesitas menentukan hubungan antara faktor genetik dengan

dan tidak obesitas. Hasil uji chi-square untuk kejadian hipertensi dapat dilihat pada Tabel 4

menentukan hubungan antara obesitas dengan berikut ini. Tabel 4 menunjukan bahwa jumlah

kejadian hipertensi dapat dilihat pada Tabel 5 lansia yang mengalami hipertensi lebih banyak

berikut ini.

pada lansia yang tidak memiliki riwayat hipertensi Tabel 5 menunjukan bahwa jumlah lansia pada keluarga, yaitu sebanyak 36 orang

yang mengalami hipertensi lebih banyak pada dibandingkan dengan lansia yang memiliki riwayat

lansia yang tidak obesitas, yaitu sebanyak 36 orang hipertensi pada keluarga. Sebanyak 44 orang lansia

dibandingkan dengan lansia yang obesitas. yang memiliki riwayat hipertensi pada keluarga,

Sebanyak 49 orang lansia yang obesitas, diantaranya terdapat 33 orang (75,0 %) yang

diantaranya terdapat 33 orang (67,3 %) yang mengalami hipertensi dan 11 orang (25,0 %) yang

mengalami hipertensi dan 16 orang (32,7 %) yang tidak mengalami hipertensi. Sedangkan dari 68

tidak mengalami hipertensi. Sedangkan dari 63 orang lansia yang berjenis kelamin laki-laki

orang lansia yang tidak obesitas sebanyak 36 orang sebanyak 36 orang (52,9 %) mengalami hipertensi

(51,7 %) mengalami hipertensi dan 27 orang (42,9 dan 32 orang (47,1 %) tidak mengalami hipertensi.

%) tidak mengalami hipertensi. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square didapatkan nilai p = 0,019 (p < 0,05),

chi-square didapatkan nilai p = 0,271 (p > 0,05), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara

artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna Genetik dengan kejadian hipertensi. Dari Tabel 4

antara obesitas dengan kejadian hipertensi. Dari juga dapat dilihat bahwa nilai RP = 1,417 (RP > 1),

Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa nilai RP = 1,179 yang artinya lansia yang memiliki riwayat

(RP > 1), yang artinya obesitas merupakan faktor hipertensi pada keluarga merupakan faktor risiko

risiko untuk terjadinya hipertensi. Namun dari untuk terjadinya hipertensi, yakni lansia yang

Tabel 7 dapat dilihat bahwa rentang interval memiliki riwayat hipertensi pada keluarga

kepercayaan mencakup angka 1 (IK 95% 0,882 mempunyai risiko untuk menderita hipertensi 1,417

sampai 1,574), yang artinya pada populasi yang kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang

diwakili oleh sampel masih mungkin nilai rasio diwakili oleh sampel masih mungkin nilai rasio

berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada yang dikaji benar-benar merupakan faktor risiko.

kelompok lansia di wilayah kerja Puskesmas Sehingga dapat disimpulkan bahwa obesitas belum

Petang I Kabupaten badung.

Tabel 5 Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja

Kejadian Hipertensi

X 2 / RP/ Status Gizi

Total

(p Value) (CI 95%) n

Tidak Obesitas

1,213 (0,882- (0,271) Total

*) bermakna pada α = 0,05 uji dua sisi Tabel 6 Hubungan Antara Olah Raga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Petang I

Kejadian Hipertensi

RP/ Olah Raga

(p Value) (CI 95%) n

Tidak rutin

(1,069-1,895) Total

*) bermakna pada α = 0,05 uji dua sisi

Dalam analisis bivariat, data olah raga olah raga dengan kejadian hipertensi. Dari Tabel 6 dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak rutin

juga dapat dilihat bahwa nilai RP = 1,424 (RP > 1), berolah raga dan rutin berolah raga. Hasil uji chi-

yang artinya lansia yang tidak rutin berolah raga square untuk menentukan hubungan antara olah

merupakan faktor risiko untuk terjadinya raga dengan kejadian hipertensi dapat dilihat pada

hipertensi, yakni lansia yang tidak rutin berolah tabel 6 berikut ini.

raga mempunyai risiko untuk menderita hipertensi Tabel 6 menunjukan bahwa jumlah lansia

1,424 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang mengalami hipertensi lebih banyak pada

yang rutin berolah raga. Dari Tabel 8 juga dapat lansia yang tidak rutin berolah raga, yaitu sebanyak

dilihat bahwa rentang interval kepercayaan tidak

35 orang dibandingkan dengan lansia yang rutin mencakup angka 1 (IK 95% 1,069 sampai 1,895), berolah raga. Sebanyak 47 orang lansia yang tidak

yang artinya pada populasi yang diwakili oleh rutin berolah raga, diantaranya terdapat 35 orang

sampel 95% RP terletak diantara 1,069 sampai (74,5 %) yang mengalami hipertensi dan 12 orang

1,895. Sehingga dapat disimpulkan bahwa benar (25,5 %) yang tidak mengalami hipertensi.

lansia yang tidak rutin berolah raga merupakan Sedangkan dari 65 orang lansia yang rutin berolah

faktor yang berhubungan dengan terjadinya raga sebanyak 34 orang (52,3 %) mengalami

hipertensi pada pada kelompok lansia di wilayah hipertensi dan 31 orang (47,7 %) tidak mengalami

kerja Puskesmas Petang I Kabupaten badung. hipertensi.

Dalam analisis bivariat, data kebiasaan Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan

merokok responden dikategorikan menjadi dua, chi-square didapatkan nilai p = 0,017 (p < 0,05),

yaitu merokok dan tidak merokok. Hasil uji chi- artinya terdapat hubungan yang bermakna antara

square untuk menentukan hubungan antara square untuk menentukan hubungan antara

pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja

Kejadian Hipertensi

Merokok (p Value) (CI 95%)

Tidak Merokok

*) bermakna pada α = 0,05 uji dua sisi

Tabel 7 menunjukan bahwa jumlah lansia sampai 1,732), yang artinya pada populasi yang yang mengalami hipertensi lebih banyak pada

diwakili oleh sampel masih mungkin nilai rasio lansia yang tidak merok, yaitu sebanyak 51 orang

prevalensnya = 1. Ini berarti bahwa dari data yang dibandingkan dengan lansia yang merokok.

ada belum dapat disimpulkan bahwa faktor Sebanyak 24 orang lansia yang merokok,

merokok yang dikaji benar-benar merupakan faktor diantaranya terdapat 18 orang (75,0 %) yang

risiko. Sehingga dapat disimpulkan bahwa merokok mengalami hipertensi dan 6 orang (25,0 %) yang

belum dapat dikatakan secara definitif sebagai tidak mengalami hipertensi. Sedangkan dari 88

faktor yang berhubungan dengan terjadinya orang lansia yang tidak merokok sebanyak 51

hipertensi pada kelompok lansia di wilayah kerja orang (58,0 %) mengalami hipertensi dan 37 orang

Puskesmas Petang I Kabupaten badung. (42,0 %) tidak mengalami hipertensi.

Dalam analisis bivariat, data kebiasaan Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan

konsumsi alkohol responden dikategorikan menjadi chi-square didapatkan nilai p = 0,128 (p > 0,05),

dua, yaitu mengkonsumsi alkohol dan tidak artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna

mengkonsumsi alkohol. Hasil uji Fisher’s Exact antara merokok dengan kejadian hipertensi. Dari

Test untuk menentukan hubungan antara konsumsi Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa nilai RP = 1,294

alkohol dengan kejadian Hipertensi dapat dilihat (RP > 1), yang artinya merokok merupakan faktor

pada tabel 8 berikut ini.

risiko untuk terjadinya hipertensi. Namun dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rentang interval kepercayaan mencakup angka 1 (IK 95% 0,967

Tabel 8 Hubungan Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Petang I

Kejadian Hipertensi

Konsumsi

X Ya 2 Tidak / RP/ Alkohol

Total

(p Value) (CI 95%) n

2,682 (1,045- (0,125) Total

*) bermakna pada α = 0,05 uji dua sisi

Tabel 9 Hubungan Antara Tingkat Stress Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Petang I

Kejadian Hipertensi

Tingkat

X 2 / RP/ Stress

Total

(p Value) (CI 95%) n

Tidak Stress

(1,543- Total

Tabel 8 menunjukan bahwa jumlah lansia kebiasaan mengkonsumsi alkohol dengan kejadian yang mengalami hipertensi lebih banyak pada

hipertensi.

lansia yang tidak mengkonsumsi alkohol, yaitu Dalam analisis bivariat, data tingkat stress sebanyak 59 orang dibandingkan dengan lansia

dikategorikan menjadi dua, yaitu stress dan tidak yang mengkonsumsi alkohol. Sebanyak 12 orang

stress. Hasil uji chi-square untuk menentukan lansia yang mengkonsumsi alkohol, diantaranya

hubungan antara tingkat stress dengan kejadian terdapat 10 orang (83,3 %) yang mengalami

hipertensi dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini. hipertensi dan 2 orang (16,7 %) yang tidak

Tabel 9 menunjukan bahwa jumlah lansia mengalami hipertensi. Sedangkan dari 100 orang

yang mengalami hipertensi lebih banyak pada lansia yang tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak

lansia yang mengalami stress, yaitu sebanyak 38

59 orang (59,0 %) mengalami hipertensi dan 41 orang dibandingkan dengan lansia yang tidak orang (41,0 %) tidak mengalami hipertensi.

mengalami stress. Sebanyak 42 orang lansia yang Dari Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa nilai

mengalami stress, diantaranya terdapat 38 orang RP = 1,421 (RP > 1), yang artinya kebiasaan

(90,5 %) yang mengalami hipertensi dan 4 (9,5 %) mengkonsumsi alkohol merupakan faktor risiko

orang yang tidak mengalami hipertensi. Sedangkan untuk terjadinya hipertensi, yakni lansia yang

dari 70 orang lansia yang tidak mengalami stress mengkonsumsi alkohol mempunyai risiko untuk

sebanyak 31 orang (44,3 %) mengalami hipertensi menderita hipertensi 1,421 kali lebih besar

dan 39 orang (55,7 %) tidak mengalami hipertensi. dibandingkan dengan lansia yang tidak

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan mengkonsumsi alkohol. Dari Tabel 8 juga dapat

chi-square didapatkan nilai p <0,0001 (p < 0,05), dilihat bahwa rentang interval kepercayaan tidak

artinya terdapat hubungan yang bermakna antara mencakup angka 1 (IK 95% 1,045 sampai 1,909),

tingkat stress dengan kejadian hipertensi. Dari yang artinya pada populasi yang diwakili oleh

Tabel 9 juga dapat dilihat bahwa nilai RP = 2,043 sampel 95% RP terletak diantara 1,045 sampai

(RP > 1), yang artinya lansia yang mengalami 1,909. Sehingga dapat disimpulkan bahwa benar

stress merupakan faktor risiko untuk terjadinya lansia yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi

hipertensi, yakni lansia yang mengalami stress alkohol merupakan faktor yang berhubungan

mempunyai risiko untuk menderita hipertensi 2,043 dengan terjadinya hipertensi pada pada kelompok

kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang lansia di wilayah kerja Puskesmas Petang I

tidak mengalami stress. Dari Tabel 9 juga dapat Kabupaten badung. Namun berdasarkan hasil uji

dilihat bahwa rentang interval kepercayaan tidak statistik menggunakan Fisher’s Exact Test

mencakup angka 1 (IK 95% 1,543 sampai 2,704), didapatkan nilai p = 0,125 (p > 0,05), yang artinya

yang artinya pada populasi yang diwakili oleh tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

sampel 95% RP terletak diantara 1,543 sampai

2,704. Sehingga dapat disimpulkan bahwa benar terjadinya recall bias. Recall Bias dapat terjadi lansia yang mengalami stress merupakan faktor

dalam menggali status keterpaparan responden yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi

terhadap faktor risiko hipertensi yang sudah pada pada kelompok lansia di wilayah kerja

berlangsung sejak lama. Untuk meminimalisasi Puskesmas Petang I Kabupaten badung.

bias ini, peneliti membantu responden mengingat kejadian penting yang terjadi bersamaan dengan

DISKUSI

terjadinya paparan. Selain memiliki keterbatasan Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian

daya ingat, beberapa orang juga cepat merasa jenuh ini sangat jauh dari sempurna, yang diakibatkan

dengan pertanyaan yang terlalu banyak sehingga masih banyak kelemahan baik dari metodelogi

pada saat menjawab responden terburu-buru atau maupun dari aspek lain yang dapat mempengaruhi

semaunya. Maka dari itu, pewawancara harus hasil penelitian, maka sebelum membahas hasil

memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur penelitian, peneliti terlebih dahulu mengemukakan

jalannya wawancara sehingga responden tidak beberapa keterbatasan pada penelitian ini.

terlalu jenuh.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang Bias Pewawancara dapat terjadi dalam dapat mempengaruhi hasil penelitian, antara lain,

menginterpretasikan jawaban responden mengenai Penelitian ini menggunakan desain studi cross-

paparan faktor risiko yang kurang tersampaikan sectional, sehingga penelitian ini hanya sebatas

dengan baik. Bias pewawancara juga dapat terjadi melihat ada tidaknya hubungan, tidak sampai pada

pada komunikasi yang tidak berjalan baik saat tahap untuk mencari hubungan sebab akibat antara

wawancara dilakukan, hal itu mungkin disebabkan variabel bebas dan variabel tergantung karena

karena responden kurang memahami pertanyaan- kedua variabel diteliti pada waktu yang bersamaan,

pertanyaan yang disampaikan pewawancara. Ketepatan diagnosis penyakit dapat menyebabkan

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah bias. Bias dapat terjadi akibat terbatasnya validitas

sistolik dan diastolik yang menetap. Tekanan darah alat ukur, karena dalam penelitian ini untuk

yang normal adalah 120/80 mmHg. 12 Saat ini Cut- mendiagnosis seseorang terkena hipertensi hanya

off point yang biasa digunakan untuk menentukan menggunakan pengukuran tekanan darah dan

seseorang menderita hipertensi adalah berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tekanan

The Seventh Report of Joint NationalCommittee darah tanpa adanya pemeriksaan laboratorium atau

(JNC-7) tahun 2003 adalah dikatakan hipertensi pemeriksaan diagnosis lainnya. Tekanan darah

derajat 1, jika TDS 140-159 mmHg dan TDD 90- responden dapat sewaktu-waktu berubah, hal ini

99, serta dikatakan hipertensi derajat 2, jika TDS memungkinkan terjadinya bias misklasifikasi.

≥160 mmHg dan TDD ≥100 mmHg. 6 Untuk menghindari terjadinya bias ini, maka

ini, hipertensi pengukuran tekanan darah dilakukan sebanyak 2

Pada

penelitian

dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu kali dalam waktu yang berbeda. dan menanyakan

dikatakan hipertensi, jika TDS ≥140 mmHg dan kepada responden ”apakah pernah terdiagnosis

atau TDD ≥90 mmHg dan tidak hipertensi, jika hipertensi oleh dokter”.

TDS <140 mmHg dan atau TDD <90 mmHg. Pada penelitian ini dapat terjadi recall bias

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas karena responden pada penelitian ini adalah usia

Petang I didapatkan bahwa proporsi lansia yang lanjut, diaman pada usia tersebut akan lebih tinggi

menderita hipertensi (61,6%) jumlahnya lebih menderita hipertensi (61,6%) jumlahnya lebih

diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang trend kejadian hipertensi dimana hipertensi terjadi

mempengaruhi kejadian hipertensi pada seseorang,

terutama lansia. Diantaranya yaitu jenis kelamin, kondisi yang ditemukan juga tidak jauh berbeda.

pada 60-80% dari populasi lansia. 7 Di Indonesia,

konsumsi natrium, konsumsi lemak, konsumsi buah Pada kelompok usia 25-44 tahun prevalensi

dan sayur, konsumsi air, olah raga, merokok, stres hipertensi (29%) lebih rendah dibandingkan

serta obesitas. Hasil analisis data pada penelitian kelompok usia 45-64 tahun (51%) dan prevalensi

ini, yang meneliti hubungan antara beberapa faktor hipertensi tertinggi pada kelompok usia >65 tahun

tersebut dengan kejadian hipertensi, menunjukkan (65%). 4 Berdasarkan data tersebut, hipertensi pada

terdapat beberapa faktor diatas yang berhubungan lansia perlu mendapat perhatian khususnya bagi

dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah pihak Puskesmas Petang I dalam mengendalikan

kerja Puskesmas Petang I. Hubungan antara faktor kejadian hipertensi tersebut.

independen dengan faktor dependen tersebut akan Pengendalian yang dapat dilakukan untuk

dijelaskan pada sub bab berikutnya. menurunkan angka kejadian hipertensi adalah

Jenis kelamin merupakan tanda-tanda seks dengan melakukan program gaya hidup sehat

sekunder yang diperlihatkan oleh seseorang. Cara seperti: tidak merokok, olah raga teratur,

menentukan jenis kelamin pada penelitian ini mengurangi asupan garam natrium, lemak, banyak

adalah dengan melakukan pengamatan langsung konsumsi buah dan sayur, mengontrol berat badan,

pada responden. Faktor jenis kelamin berpengaruh menciptakan suasana rileks dan lain-lain. Selain itu,

pada terjadinya hipertensi, dimana pada usia muda untuk mengendalikan agar seseorang yang

dibawah 60 tahun, pria lebih banyak yang terdiagnosis hipertensi diperlukan pengobatan

menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria hipertensi dalam mengurangi morbiditas dan

diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat mortalitas kardiovaskular akibat dampak kelanjutan

meningkatkan tekanan darah dibanding wanita. dari tekanan darah tinggi. Perubahan gaya hidup

Namun setelah memasuki menepouse, prevalensi juga diperlukan terutama diet rendah garam.

hipertensi pada wanita meningkat. 11 Akibat yang ditimbulkan dari seseorang

Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya yang menderita hipertensi baik pada lansia maupun

hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan orang dewasa muda adalah sama. Namun, pada

dengan pria yang diduga diakibatkan oleh faktor lansia risiko terjadinya komplikasi lebih besar. 6 hormonal. Hal tersebut dikarenakan adanya

Dalam Gray (2005) dan Suhardjono (2006) pengaruh hormon estrogen yang dapat melindungi diketahui bahwa hipertensi yang tidak diobati akan

wanita dari penyakit kardiovaskuler. Kadar hormon mempengaruhi semua sistem organ dan

ini akan menurun setelah menepouse. 13 memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.

Efek perlindungan estrogen dianggap Selain itu, efek dari penurunan tekanan darah dapat

sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada mencegah demensia dan penurunan kognitif serta

usia premenopause. Pada premenopause wanita terjadinya kerusakan organ yang berkaitan dengan

mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon derajat keparahan dari penyakit hipertensi tersebut,

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh seperti penyakit jantung, gagal ginjal, stroke,

darah dari kerusakan.

penyakit mata dan pembuluh darah.

Dari hasil penelitian ini walaupun jumlah Namun jenis kelamin perempuan belum dapat absolut lansia yang mengalami hipertensi

dikatakan secara definitif sebagai faktor yang didapatkan lebih banyak pada lansia yang berjenis

berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada kelamin perempuan, yaitu sebanyak 49 orang

kelompok lansia di wilayah kerja Puskesmas dibandingkan dengan lansia yang berjenis kelamin

Petang I Kabupaten badung. Hal itu karena dari laki-laki sebanyak 20 orang. Hal ini mungkin

hasil analisis didapatkan rentang interval dipengaruhi oleh sampel pada penelitian ini yang

kepercayaan mencakup angka 1 (IK 95% 0,712 71,4 % adalah perempuan, karena berdasarkan

sampai 1,350), yang artinya pada populasi yang proporsinya sebanyak 80 orang lansia yang berjenis

diwakili oleh sampel masih mungkin nilai rasio kelamin perempuan, diantaranya terdapat 49 orang

prevalensnya = 1. Ini berarti bahwa dari data yang (61,3 %) yang mengalami hipertensi. Proporsi ini

ada belum dapat disimpulkan bahwa faktor jenis sedikit lebih rendah dibandingkan proporsi lansia

kelamin perempuan yang dikaji benar-benar yang berjenis kelamin laki-laki yang mengalami

merupakan faktor protektif. Dari hasil uji statistik hipertensi, yaitu 62,5 %. Banyak faktor yang

menggunakan chi-square didapatkan nilai p = diduga dapat menyebabkan mengapa pada

0,902 (p > 0,05), artinya tidak terdapat hubungan penelitian ini didapatkan lansia berjenis kelamin

yang bermakna antara jenis kelamin dengan laki-laki yang mengalami hipertensi proporsinya

kejadian hipertensi. Dengan demikian penelitian ini hampir sama dibandingkan dengan lansia berjenis

tidak dapat membuktikan bahwa pada usia lanjut kelamin perempuan yang mengalami hipertensi.

perempuan mempunyai risiko hipertensi yang lebih Salah satu diantaranya adalah adanya faktor lain

besar dari pada laki-laki. Dengan kata lain, hasil yang mendukung seperti faktor psikologis. Salah

penelitian ini menunjukkan hubungan yang satu contohnya adalah baik perempuan maupun

berlawanan dengan teori-teori yang disebutkan laki-laki ketika memasuki usia lansia akan

diatas. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi

telah menebalnya dinding arteri akibat dari atau stres. Hal itu dapat disebabkan oleh status

akumulasi menumpuknya zat kolagen pada lapisan pekerjaan ataupun sudah tidak bekerja lagi

otot selama bertahun-tahun, yang berdampak pada (pengangguran). Selain itu, seseorang yang

penyempitan dan pengerasan pembuluh darah. pendapatannya rendah kurang memanfaatkan

Selain itu, dapat pula disebabkan oleh penurunan pelayanan kesehatan yang ada sehingga kurang

refleks baroreseptor dan fungsi ginjal. Sehingga mendapatkan pengobatan yang baik ketika

hal-hal tersebut dapat memicu timbulnya hipertensi seseorang menderita hipertensi. 14 tanpa memandang jenis kelamin laki-laki ataupun

Berdasarkan hasil uji statistik dari penelitian perempuan (Kumar, et all, 2005). Price dan Wilson ini dapat dilihat bahwa nilai RP = 0,980 (RP < 1),

(2002) menambahkan bahwa penyebab hipertensi yang artinya jenis kelamin perempuan bukan

dapat disebabkan pula oleh penurunan elastisitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya

pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi hipertensi, melainkan sebaliknya merupakan faktor

kaku. Pembuluh darah tidak dapat menjalankan protektif untuk terjadinya hipertensi. Lansia yang

fungsinya dengan baik untuk mengembang pada berjenis kelamin perempuan memiliki risiko 0,980

saat jantung memompa darah melalui pembuluh kali untuk menderita hipertensi dibandingkan

darah, sehingga jantung harus meningkatkan dengan lansia yang berjenis kelamin laki-laki.

denyutnya pada pembuluh darah yang menyempit denyutnya pada pembuluh darah yang menyempit

Hasil penelitian Sulistiani (2005) diketahui bahwa faktor jenis kelamin tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Namun penelitian Yuliarti (2007), diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada perempuan dipengaruhi oleh kadara hormon estrogen. Hormon estrogen tersebut akan menurun kadarnya ketika perempuan memasuki usia tua (menepouse) sehingga perempuan menjadi lebih rentan terhadap hipertensi.