ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010

Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas Dan Memenuhi Syarat – Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

TAUFIQ EFFENDI NIM . F0108120 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

F0108120

This research aims to identify the superior economic sectors in Boyolali Regency area as the material of information and consideration in economic development planning. This research used secondary data in the form of time series, Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Boyolali Regency and Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Central Java in 2006-2010. The instruments of analysis used were Klassen’s typology, LQ (combined SLQ and DLQ), SWOT and Gravitation analyses.

The result of Klassen’s typology analysis showed that the rapidly advancing and growing sectors included electricity, gas, and clean water as well as services sector. The result of LQ analysis (combined SLQ and DLQ) showed that agricultural, trading, electricity, gas, clean water, financial, leasing and company service, and services sectors were the superior ones in Boyolali Regency. From the result of SWOT analysis for agricultural sector, the recommended policy strategies were: 1) improving food tenacity, 2) improving quality and quantity of agricultural product, 3) developing new innovation in agriculture, 4) improving the agricultural infrastructural facility, 5) coping with pest and disease, 6) maintaining the stability of agricultural product price. The result of gravitation analysis showed that Klaten Regency was the area having strongly interaction with Boyolali Regency and could be developed to establish cooperation in regional development.

Keywords: Klassen Typology, LQ, DLQ, SLQ, SWOT, Gravitation Analysis.

Taufiq Effendi F0108120

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan perekonomian di wilayah Kabupaten Boyolali sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series), yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah 2006-2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Tipologi Klassen, analisis LQ (gabungan SLQ dan DLQ), analisis SWOT, dan analisis Gravitasi.

Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat adalah sektor Listrik, gas, dan air bersih serta sektor jasa-jasa. Hasil analisis LQ (gabungan SLQ dan DLQ) menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor unggulan di Kabupaten Boyolali.. Hasil dari analisis SWOT untuk sektor unggulan pertanian strategi kebijakan yang disarankan yaitu; 1) Peningkatan ketahanan pangan, 2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian, 3) Mengembangkan inovasi baru dalam pertanian, 4) Perbaikan fasilitas sarana dan prasarana pertanian, 5) Menanggulangi hama dan penyakit 6) Menjaga kestabilan harga produk pertanian. Hasil analisis gravitasi menunjukkan bahwa Kabupaten Klaten adalah daerah yang memiliki hubungan interaksi terkuat dengan Kabupaten Boyolali dan dapat dikembangkan untuk menjalin kerjasama dalam pembangunan wilayah

Kata Kunci : Tipologi Klassen, LQ, DLQ, SLQ, SWOT, Analisis Gravitasi.

Skripsi dengan judul:

ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010

Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan.

berarti jika kita mau terus berusaha dan berdoa” (Penulis)

“ Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali

mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S: Ar-Ra’d 11)

Rabb Penguasa Alam Semesta, Allah SWT atas limpahan kekuatan, nikmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

Orangtuaku tercinta, ayah dan ibu yang selalu memberi doa dan pengorbanan untuk penulis Dosen Pembimbing-ku yang dengan sabar telah membantu menyelesaikan karya ini. Semoga Allah tetap memberi beliau hidayah dan keistiqomahan.

segala rahmat, Hidayah dan InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ” ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010 ” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.si selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Supriyono, M.si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS.

3. Bapak Drs. Harimurti, M.Si dan Bapak Dr. Suryanto sebagai penguji, terimakasih atas saran-saran serta masukannya.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Pak Man dan Pak Pur yang udah menjaga keamanan parkir motor di FE UNS.

6. Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali.

7. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.

8. Kedua Orang tuaku yang aku sayangi.

9. Beibep Jelek thanks banget yah dah ngasih aku support dan motivasi.

10. Teman –teman angkatan 2008 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret semua jurusan terutama jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih atas segala yang diberikan sehingga aku dapat berkembang sampai saat ini. Mohon maaf tidak disebutkan satu per satu, semoga dapat terwakili.

pribadi dan bagi para pembaca yang budiman.

Surakarta, Agustus 2012

Penulis

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 69

B. Saran ................................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ADHK Tahun 2000 .............................................................................. 4 Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen ................. 30 Tabel 3.2. Identifikasi SLQ dan DLQ .......................................................... 35 Tabel 3.3.Matriks analisa SWOT ................................................................. 36 Tabel 4.2.Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010. 44 Tabel 4.3.Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten

Boyolali Tahun 2006-2010 ................................................................. 45 Tabel 4.4.Sebaran Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekrjaan di Kabupaten Boyolali Tahun 2006- 2010 .................................................................................................... 46

Tabel 4.5.Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ...... 47 Tabel 4.7. Penduduk Jawa Tengah Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio

Tahun 2006-2010 ................................................................................ 51 Tabel 4.8.Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengan Tahun 2006-2010 ... 52 Tabel 4.9. PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000 ........................................................................... 54 Tabel 4.10. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ...................... 56 Tabel 4.11. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 Berdasarkan Tipologi Klassen ............................................................ 57 Tabel 4.12. Nilai SLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi

Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 .......... 63

4.16. Analisis SWOT Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ........................................... 65

4.17. Hasil Analisis Gravitasi Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ........ 67

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1.Kerangka Pemikiran ................................................................. 26 Gambar 4.1.Peta Kabupaten Boyolali .......................................................... 41 Gambar 4.6.Peta Provinsi Jawa Tengah....................................................... 49

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108)

Pembangunan di negara-negara berkembang lebih menekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan atau mendorong perubahan-perubahan atau pembaharuan bidang kehidupan lainnya (Fachrurrazy, 2009)

Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Siagian (1984) dalam Fachrurrazy (2009), bahwa keterbelakangan utama yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang adalah di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan, bahkan dapat dikatakan merupakan tuntutan sejarah apabila pembangunan ekonomi mendapat perhatian utama.

Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari berbagai pihak untuk Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari berbagai pihak untuk

Indikasi bahwa pembangunan ekonomi daerah mengalami perkembangan yaitu dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan distribusinya serta dampaknya kepada sektor-sektor pendukung yaitu jaring produksi dan pemasaran dalam kelembagaan ekonomi serta lingkungan kondusif untuk keseimbangan dan keberlanjutannya pada masa mendatang. Kebijakan perubahan struktur perekonomian harus dikembangkan selaras dengan perekembangan global yang menantang dari segi keunggulan produk dan kemampuan bersaing ( Sidin, 2001 dalam Sabana, 2007). Perkembangan ekonomi juga tercermin dari adanya transformasi struktural ekonomi yang tinggi, misalnya adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, maupun transformasi sosial dan ideologi yang tinggi yaitu adanya perubahan sikap, kelembagaan dan ideologi

( Todaro, 1987 dalam Sabana, 2007). Pembangunan daerah ini harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing- masing daerah, maka pemanfaatan sumber daya yang ada akan menjadi kurang

Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, khususnya daerah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan dalam hal pembiayaan dan keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah tidak hanya kesiapan aparat pemerintah saja, tetapi juga masyarakat untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dengan pemanfaatan sumber-sumber daya secara optimal.

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan otonomi daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan masyarakat Boyolali bisa merasa lebih baik karena dapat mengatur sendiri urusan di daerahnya. Dalam hal ini masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali sendirilah yang tahu apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan Kabupaten Boyolali.

Pada Tabel 1.1 adalah gambaran perekonomian Kabupaten Boyolali. Terlihat bahwa pada tahun 2006 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali Rp 3.601.225,20 juta, tahun 2007 tumbuh sebesar 4,08 persen menjadi Rp 3.748.102,11 juta, tahun 2008 tumbuh sebesar 4,04 persen menjadi Rp Pada Tabel 1.1 adalah gambaran perekonomian Kabupaten Boyolali. Terlihat bahwa pada tahun 2006 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali Rp 3.601.225,20 juta, tahun 2007 tumbuh sebesar 4,08 persen menjadi Rp 3.748.102,11 juta, tahun 2008 tumbuh sebesar 4,04 persen menjadi Rp

Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)

Tahun

Nilai (juta Rp)

Pertumbuhan (%)

Sumber: BPS Kab. Boyolali, diolah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul

“ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali berdasarkan Tipologi Klassen?

2. Sektor-sektor manakah yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Boyolali berdasarkan Analisis LQ? 2. Sektor-sektor manakah yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Boyolali berdasarkan Analisis LQ?

4. Bagaimanakah hubungan interaksi antara Kabupaten Boyolali dengan daerah-daerah di sekitarnya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pola pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali berdasarkan Tipologi Klassen.

2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Boyolali berdasarkan Analisis LQ.

3. Untuk mengetahui strategi kebijakan sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan sektor potensial yang ada.

4. Mengidentifikasi daerah-daerah di sekitar Kabupaten Boyolali yang memiliki interaksi yang kuat dengan Kabupaten Boyolali.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pengembangan ilmu, dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang Ekonomi Regional terutama mengenai 1. Bagi pengembangan ilmu, dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang Ekonomi Regional terutama mengenai

2. Bagi calon peneliti selanjutnya, menambah referensi tentang pertumbuhan ekonomi dan perencanaan pembangunan daerah sebagai dasar pertimbangan penelitian selanjutnya.

3. Bagi pemerintah daerah serta instansi-instansi yang terkait, memberikan gambaran, masukan, dan bahan pertimbangan untuk menyusun perencanaan, pembangunan wilayah kabupaten dan pengambilan keputusan dalam kebijakan pembangunan daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) pada satu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh perubahan dan modernisasi dalam struktur ekonomi yang umumnya tradisional, sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan itu lebih besar dalam GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau apakah terjadi perubahan struktur atau tidak (Sukirno,1981 dalam Prishardoyo 2008).

Menururt Todaro dalam Prishardoyo (2008), bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu:

1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs).

2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia.

3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai

empat sifat penting pembangunan ekonomi merupakan: Suatu proses yang berarti empat sifat penting pembangunan ekonomi merupakan: Suatu proses yang berarti

B. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi.

Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008 dalam Fachrurrazy, 2009).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat

Menurut Glasson (1977) dalam Fachrurrazy (2009), pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen ataupun eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktor- faktor di luar daerah, atau kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Karena itu, pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, , 2008:86).

Perubahan sistem pemerintahan menimbulkan perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di Perubahan sistem pemerintahan menimbulkan perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di

Menurut Richardson (2001) dalam Fachrurrazy (2009) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi regional. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008 dalam Fachrurrazy, 2009).

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau

perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun - tahun berikutnya.

C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu:

· Pertanian. · Pertambangan dan Penggalian. · Industri Pengolahan. · Listrik, Gas dan Air Bersih. · Bangunan/Konstruksi. · Perdagangan. · Pengangkutan dan Komunikasi. · Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. · Jasa-jasa. Untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah ada empat

pendekatan yang digunakan (BPS, 2002 dalam Wawan 2010), yaitu :

1. Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun. Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada 1. Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun. Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada

2. Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:

a. Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)

b. Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)

c. Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)

d. Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)

3. Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah, yaitu:

a. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.

b. Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto (investasi).

c. Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.

Sedangkan cara penyajian PDRB dilakukan sebagai berikut:

1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya maupun pada penilaian komponen nilai PDRB.

2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi.

Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan untuk penelitian pertumbuhan ekonomi Kabupaten adalah PDRB Atas Dasar Harga Konstan.

D. Pengertian Sektor Unggulan

Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan nilai tambah

yang dihasilkan oleh unit-unit ekonomi yang dikelompokkan menurut sektor lapangan usaha. Besarnya peranan setiap sektor menggambarkan struktur ekonomi daerah (BPS, 1999 dalam Usya, 2006).

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas

E. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor - faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad 1999:114).

Teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999:115) adalah sebagai berikut :

1. Teori Ekonomi Neo Klasik Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalsis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah

Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah.

2. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory) Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Perumbuhan industri - industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation ). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tingi terhadap kekuatan- 2. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory) Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Perumbuhan industri - industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation ). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tingi terhadap kekuatan-

3. Teori Lokasi Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu : lokasi, lokasi dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya dan sanitasi. Perusahaan-perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, seringkali masyarakat berusaha untuk memanipulasi 3. Teori Lokasi Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu : lokasi, lokasi dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya dan sanitasi. Perusahaan-perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, seringkali masyarakat berusaha untuk memanipulasi

4. Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daearh yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjaadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daearh pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem daerah.

5. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation ) ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daearah tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya.

Pengembangan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad 1999:114). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian diantaranya:

· Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

· Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan

untuk memenuhi

kebutuhan analisis

· Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran - aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.

· Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

F. Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan ditetapkannya Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai perundang-undangan. Sejalan dengan adanya Undang-undang Otonomi Daerah tersebut maka sudah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan ditetapkannya Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai perundang-undangan. Sejalan dengan adanya Undang-undang Otonomi Daerah tersebut maka sudah

Ada beberapa pertimbangan sebagai dasar penetapan daerah kabupaten/kota sebagai titik berat pelaksanaan otonomi daerah (Kuncoro 1995:4).

1. Dari dimensi polotik, daerah kabupaten/kota kurang punya fanatisme kedaerahan sehingga resiko separatism dan peluang berkembangnya aspirasi masyarakat federasi secara relatif bisa merugikan.

2. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.

3. Daerah kabupaten/kota merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pembangunan sehingga daerah kabupaten/kota yang lebih mengetahui potensi rakyat daerahnya.

Otonomi daerah mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1. Untuk memungkinkan daerah mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sehingga daerah secara kreatif dapat membina dan mengembangkan kemampuan organisasi, aparatur dan sumber-sumber keuangan secara optimal.

2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan melalui perluasan jenis pelayanan dalam berbagai bidang

3. Untuk menumbuhkan kemandirian daerah. Pemerintah dan masyarakat perlu membangun usaha bersama yang mampu memberikan daya saing bagi daerah dalam pertumbuhannya yang secara nyata berjalan bersama-sama dengan daerah-daerah lain.

4. Untuk dapat mengembangkan mekanisme demokrasi di tingkat daerah, dengan menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat.

5. Untuk mendukung pengembangan perekonomian daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki dan perluasan kewenangan birokrasi lokal.

G. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Sabana (2007) dengan judul “Analisis Pengembangan Kota Pekalongan Sebagai Salah Satu Kawasan Andalan di Jawa Tengah.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Pekalongan dalam klasifikasi pendapatan perkapita tinggi dan pertumbuhan rendah atau daerah maju tapi tertekan. Dengan analisis LQ, di hampir semua sektor di Kota pekalongan merupakan sektor unggulan kecuali sektor pertanian dan sektor industri. Namun demikian dengan analisis overlay menunjukkan bahwa sektor yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi hanya ada dua sektor, yaitu sektor perdagangan dan sektor keuangan. Dengan model gravitasi digambarkan bahwa Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan adalah dua daerah yang memiliki Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Sabana (2007) dengan judul “Analisis Pengembangan Kota Pekalongan Sebagai Salah Satu Kawasan Andalan di Jawa Tengah.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Pekalongan dalam klasifikasi pendapatan perkapita tinggi dan pertumbuhan rendah atau daerah maju tapi tertekan. Dengan analisis LQ, di hampir semua sektor di Kota pekalongan merupakan sektor unggulan kecuali sektor pertanian dan sektor industri. Namun demikian dengan analisis overlay menunjukkan bahwa sektor yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi hanya ada dua sektor, yaitu sektor perdagangan dan sektor keuangan. Dengan model gravitasi digambarkan bahwa Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan adalah dua daerah yang memiliki

Dari penelitian Usya (2006) dengan judul “Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang.” Hasil penelitian berdasarkan analisis S-S menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang, ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang, walaupun pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Subang terus mendorong perkembangan sektor primer misalnya sektor pertanian dengan cara intensifikasi lahan pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian melalui penerapan teknologi tepat guna serta peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa di Kabupaten Subang terdapat 4 sektor basis (sektor pertanian, sektor bangunan/ kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa), dan 5 sektor non basis (sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan). Kabupaten Subang sebaiknya memperhatikan sektor-sektor non basis yang memiliki potensi pertumbuhan dan daya saing yang Dari penelitian Usya (2006) dengan judul “Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang.” Hasil penelitian berdasarkan analisis S-S menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang, ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang, walaupun pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Subang terus mendorong perkembangan sektor primer misalnya sektor pertanian dengan cara intensifikasi lahan pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian melalui penerapan teknologi tepat guna serta peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa di Kabupaten Subang terdapat 4 sektor basis (sektor pertanian, sektor bangunan/ kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa), dan 5 sektor non basis (sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan). Kabupaten Subang sebaiknya memperhatikan sektor-sektor non basis yang memiliki potensi pertumbuhan dan daya saing yang

Dari penelitian Prishardoyo (2008) dengan judul “Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pati Tahun 200-2005.” Berdasarkan hasil analisis location quotient sektor-sektor potensial yang dapat diandalkan selama tahun analisis 2000- 2005 adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan wilayah (Gravitasi) selama tahun analisis 2000-2005 menunjukkan bahwa Kabupaten yang paling kuat interaksinya dengan Kabupaten Pati adalah Kabupaten Kudus dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 1.491.863,31. Sedangkan yang paling sedikit interaksinya adalah Kabupaten Jepara dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 138.810.362,30.

Dari penelitian Fachrurrazy (2009) yang berjudul “Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB”. Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor Dari penelitian Fachrurrazy (2009) yang berjudul “Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB”. Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor

H. Kerangka Pemikiran

Otonomi daerah secara langsung akan dapat mempengaruhi pembangunan daerah Kabupaten Boyolali. Pembangunan daerah sendiri dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor perekonomian dan sektor nonperekonomian. Sektor perekonomian meliputi sembilan sektor yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air minum, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa.

Untuk mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan mengacu pada perekonomian daerah yang lebih tinggi digunakan Analisis Tipologi Klassen. Hasil analisis akan menunjukkan posisi sektor dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju dan tumbuh pesat, sektor potensial atau masih dapat berkembang, sektor relatif tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan.

pembangunan atas posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian daerah yang menjadi referensi.

Kegiatan ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Teori ekonomi basis dilakukan dengan pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran tidak langsung meliputi pendekatan asumsi, metode LQ dan metode kombinasi. Kriteria LQ terdiri atas LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor basis, dan LQ ≤ 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor non basis. Metode kombinasi gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif.

Analisis SWOT digunakan untuk menentukan dan menganalisis strategi sektor potensial yaitu sektor unggulan yang terpilih di Kabupaten Boyolali berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan. Sehingga dapat disimpulkan dan direkomendasikan kebijakan sektoralnya.

Sedangkan untuk mencari wilayah mana di sekitar Kabupaten Boyolali yang berpotensi kuat dalam pertumbuhannya digunakan Analisis Gravitasi. Adanya interaksi antara desa-kota menunjukkan eratnya hubungan antara wilayah

1 dengan wilayah 2 sebagai konsekuensi interaksi kota-desa dalam teori pusat pertumbuhan. Sehingga dapat dijadikan sebagai dasar penentuan daerah kerjasama.

Selanjutnya dapat dirumuskan strategi kebijakan pembangunan daerah. Hasil yang diperoleh dari keempat analisis tersebut dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaanpembangunan di masa mendatang.

Bagan alur penelitian pengembangan potensi sektoral untuk perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Boyolali dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Analisis SWOT

(Sektor yang memiliki kontribusi

terbesar dalam

PDRB)

Perekonomian Kabupaten Boyolali

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Analisis LQ (SLQ & DLQ)

Kesimpulan dan Saran

Analisis Tipologi

Klassen

Analisis Gravitasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digumakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan periode pengamatan tahun 2006-2010. Data sekunder ini di peroleh dari berbagai penerbitan yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Boyolali dari kantor atau dinas yang terkait dengan penelitian ini. Data- data ini meliputi :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali.

3. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah.

4. Jumlah penduduk Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, dan Kota Surakarta.

5. Jarak Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, dan Kota Surakarta.

B. Metode Analisis Data

Agar tercapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, maka digunakan empat analisis yaitu analisis Tipologi Klassen, analisis LQ (Location Quotient), analisis SWOT, dan Model Gravitasi.

1. Analisis Tipologi Klassen Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kabupaten Boyolali dengan memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Jawa Tengah sebagai daerah referensi.

Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008 dalam Fachrurrazy, 2009) :

a. Kuadran I, yaitu sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) . Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (sk i ) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi a. Kuadran I, yaitu sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) . Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (sk i ) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi

b. Kuadran II , yaitu sektor maju tapi tertekan (stagnant sector). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (sk i ) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s i < s dan sk i > sk.

c. Kuadran III, yaitu sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (sk i ) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s i > s dan sk i < sk.

d. Kuadran IV, yaitu sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector ). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan d. Kuadran IV, yaitu sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector ). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan

Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen

Kuadran I

Kuadran II

Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat

(developed sector)