GENDER PENDIDIKAN ADE KURNIA PUTRI SEKOL

GENDER PENDIDIKAN
ADE KURNIA PUTRI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) JURAI SIWO METRO
ABSTRAK
It is undeniable that gender inequality still occurs especially in the developing world. This
inequity occurs in various fields of human life, among others in the fields of education, social, and
economic. Gender inequality that occursmainly in the field of education is influenced by various
factors: cultural factors, patriarchy, sociology and psychology. The imbalance also affects the life
of the nation and the state. To that end, this study discusses the factors that cause the occurrence of
gender inequality and the impact that would occur if gender inequalities allowed to drag and
solutions that are expected to be applied so that gender inequality can be reduced or even
eliminated.
Keyword: gender inequality, education, causes, impact
Abstrak:
Tidak bisa dipungkiri bahwa ketidaksetaraan gender masih saja terjadi terutama di negaranegara yang sedang berkembang. Ketidak setaraan ini terjadi di berbagai bidang kehidupan
manusia, antara lain di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Ketidaksetaraan gender yang terjadi
terutama dibidang pendidikan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu faktor budaya,
patriaki, sosiologi dan psikologi. Ketidak seimbangan tersebut juga berdampak terhadap kehidupan
bangsa dan negara. Untuk itu, penelitian ini mendiskusikan tentang faktorfaktor penyebab
terjadinya ketidaksetaraan gender dan dampak yang akan terjadi jika ketidak setaraan gender
dibiarkan berlarut-larut serta solusi yang diharapkan dapat diaplikasikan sehingga ketidaksetaraan

gender dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan.
Kata Kunci: Ketidaksetaraan gender, pendidikan, penyebab, dampak

1

A. Pendahuluan
Kurikulum adalah Istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli
pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun demikian, dalam
penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaanya. Kesamaan tersebut adalah, bahwa kurikulum
berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicapai.
Dalam Pendidikan Islam “kurikulum” (manhaj) dimaksudkan sebagai “jalan atau dilatihnya
untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mereka”, (Omar Muhammad,
1979:478). Hilda Taba (Munir, 2008: 28), mendefinisikan kurikulum sebagai rencana belajar
dengan mengungkapkan bahwa curriculum is a plan for learning, Kurikulum dipersiapkan dan
demi dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, Pada dasarnya kurikulum memiliki tiga
dimensi pengertian, yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman
belajar, dan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran. Sekolah didirikan untuk membimbing
peserta didik agar berkembang sesuai tujuan yang diharapkan. Ini berarti titik sentral kurikulum
adalah anak didik itu sendiri. Namun kurikulum juga berfungsi untuk setiap orang atau lembaga
yang bersangkutan.

Perkembngan anak didik hanya akan tercapai apabila dia memperoleh pengalaman belajar,
baik melalui mata pelajaran ataupun kegiatan lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Zais, (Wina
Sanjaya, 2009: 8) bahwa “kurikulum sebagai suatu rencana harus bermuara pada perolehan
pengalaman peserta didik yang sengaja dirancang untuk mereka miliki dasar yang berbeda Dalam
kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tua bertemu,
berdialog, bergaul, dan bekerjasama dengan anak-anaknya. Pada saat demikian banyak perilaku
spontan yang diberikan kepada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik
besar sekali. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Karena sifatsifatnya yang tidak fomal tidak memiliki rancangan yang konkret dan juga tidak disadari, maka
pendidikan keluarga disebut pendidikan informal, yang tidak memiliki kurikulum formal dan
tertulis. Namun pendidikan dari orang tua (lingkungan keluarga) tidak semuanya negatif, karena
pendidikan pertama dan utama adalah orang tua sendiri yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak kandungnya (peserta didik).

A. Persamaan Gender
Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan selayaknya mulai dibibitkan untuk anak
yang di awali dari lingkungan keluarga. Bukan langkah yang mudah untuk orang tua dalam
melakukan penanaman yang seimbang terhadap anak perempuan dan laki-lakinya.Alasannya, pada
satu pihak mereka menanamkan dalam pertumbuhannya dengan membesarkan sesuai aturan
2


bagaimana seharusnya anak laki laki dan perempuan, dan di pihak lain, berawal dari kesadaran
mereka jika ketentuan ketentuan itu menciptakan ketidak adilan untuk buah hati mereka baik laki
laki maupun perempuan. Tetapi, keseharian orang tua yang saling mengasihi dan menghormati bisa
menjadi contok terbaik untuk buah hati nya. Seorang Ayah maupun ibu yang memiliki pemikiran
luas berwawasan gender sangat di butuhkan demi penanaman dalam pembentukan penanaman
mentalitas pada anak, baik pria maupun wanita. Gender yakniperan yang seperangkatyang
menyalurkan kepada orang lain jika kita itu feminin atau maskulin1 wadah pemikiran yang tertata
kemanusiaan nak didik yang seperti ini sepertinya yang nantinya akan menjadikan nilai kehidupan
di masyarakat yang berkualitas, bersama frame work domain kemanusiaan yang seperti itu juga
akan menjadi bentuk streotip anak didik untuk melihat pribadi nya pada keterkaitannya dengan
orang lain, apakah berdiri pada tempat yang sejajar atau berdiri pada tempat yang berbeda, saling
memusuhi, melecehkan atau bertindak secara diskriminasi.2
Tujuan didirikan nya pendidikan yakni efisiensi sosial menggunakan langkah menggunakan
usaha usaha untuk hadir menghadiriaktivitas aktivitas untuk mencapai kesejahteraan dengan bebas
dan secara maksimal. Urutan penyusunannya masyarakat yang bisa menjadi wadah pribadi yang
memiliki efisiensi berikut yakni cara demokrasi sesuai dengan kesejahteraan, rasa saling
menghargai demi memaksimalkan kepentingan bersama, dan cara ini yaitu cara untuk mengontrol.
Tentang lingkupan dalam demokrasi pendidikan. Dalam pendidikan, untuk metode pembelajaran
bagi siswa maupun siswi harus I tanamkan sejak diniuntuk memiliki hak berpendapat secara bebas.
Siswa harus proaktif tidak hanya pasrah untuk mendapat pendidikan dari guru. Dan pula, guru harus

pujla bisa menciptakan hal hal baru berupa suasana dan sebagainya di tujukan agar siswa atau siswi
selalu merasa fokus dan memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi tentang pengetahuan. Perlu kita
ketahui bahwa pendidikan yakni usaha yang kita jalani untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Hasilnya suatu kriteria pada masukan untuk pembangunan pendidikan yang berisikan cita-cita atau
angan angan dan istimewa. Sosial yang seperti ini diharuskan mempunyai berbagai pengetahuan
yang mampu memberikan interes setiap individu kepada individu untuk hubungan sosial. dan
mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial. Dasar demokrasi adalah
kepercayaan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Yakni, kepercayaan dalam kecerdasan manusia
dan dalam kekuatan kelompok serta pengalaman bekerja sama. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa
semua dapat menumbuhkan dan membangkitkan kemajuan pengetahuan dan kebijaksanaan yang
dibutuhkan dalam kegiatan bersama. Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi
individu untuk berbuat sekehendak hatinya.
1
2

Alwen teher, Julia Cleves. 2007. Gender and Development. Yogyakarta : Pustaka Pelajar., Jurnal vondasia
2008 dalam jurnal Pendidikan dan Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender*
aisyah. 2004. Pendidikan Dan Stereotipe Gender. JURNAL TABULARASA PPS UNIMEDVol.9 No.2,
Desember 2012 dalam jurnal KAJIAN KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKANDI SEKOLAH
DASAR MITRA PPL PGSD


3

Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta pengalaman) yang sangat
penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentukbentuk kebebasan adalah kebebasan
dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat, dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin,
sebab tanpa kebebasan setiap individu tidak dapat berkembang. Bagi Dewey, kehidupan masyarakat
yang berdemokrtatis adalah dapat terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih
menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia menyatakan bahwa ide pokok demokrasi adalah pandangan
hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam
membentuk nilainilai yang mengatur kehidupan bersama. Ia menekankan bahwa demokrasi
merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara
sistematis dalam bentuk aturan sosial politik3
Perbedaan status antara pria Dan wanita atau perbedaan gender telah menyebabkan
pernyataan yang berbeda pula bagi banyak masyarakat, juga terutama pada bidang pendidikan.
kesiapan wanita untuk ikut hadir pendidikan berbanding terbalik dengan pria. Kesenjangan gender
yang biasa atau sering terjadi dalam pendidikan formal di sekolah tidak senjang terjadi tanpa
disadari oleh para pendidik sepertiguru guru, kedua orang tua juga serta murid murid yang pada
umumnya guruguru merasa sudah memperlakukan para murid wanita dan priadengan seadil
adilnya. Banyak diantara mereka yang tidak mengetahui dan tidak memahami apakah para buku

pelajaran yang telah mereka pakai dan mewajibkan dipakai dengan benar-benar adil gender.
Banyak pertanyaan tentang kurikulum apayang telah sesuai diterapkan termasuk
ekstraccuriculer yang telah di perlakukan dengan adil. Membedaan perlakuan di antarasiswa
perempuan dengan siswa laki-laki juga terjadi pada upacara yang sering digelar di sekolah sekolah.
Anak pria karena suaranya keras rawan dipilih untuk di nobatkan menjadi untuk memimpin
upacara upacara, tanpa mereka sadari bahwa siswa wanita juga diantaranya ada yang memiliki suara
tinggi, suara yang lantang dan juga tidak memalukan untuk dinobatkan menjadi pemimpin dalam
upacara.
Terjadinya membeda membedakan perlakuan yang di antaranya juga dianggap wajar,
dengan itu juruan menjadi pemimpin upacara yang juga tidak diberikan pun tidak dipedulikan
karena telah dianggap satu satunya yang pantas menjadi pimpinan upacara hanya kaum pria. Isu
dalam kesenjangan Gender untuk pendidikan yang terlihat paling menonjol menurut jika sanya yang
pertama semakin meningkat dalam pendidikan makin meningkat pula kesenjangan gendernya, yang
kedua kurangnya keperwakilan wanita untuk pengambilan kebijakan dan keterbatasan nya dalam
pemahaman pengelola pengelola dan pelaksanaan pendidikan sesuai penting nya kesetaraan gender
yang ketiga masih sering terjadi ciri ciri segregasi gender atau gender segregation untuk pemilihan
jurusan ataujuga program study di Sekolah Sekolah Menengah Umum / SMA, Sekolah Menengah
3Zamroni M.A., Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civikl Society, (Yogyakarta: BIGRAF
Publishing, 2001), h. 30-31. Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014, TADBIR dalam jurnal KONSEP PENDIDIKAN
JOHN DEWEY


4

Kejuruan/ SMK, yang ke empat di daerah daerah pedesaan anak wanita di anjurkan untuk menikah
serta meninggalkan pendidikan dalam sekolah sekolah. Keseteraan gender sesuai bidang dalam
pendidikan bisa menjadi begitu penting ter ingat sector sektor pendidikan yang merupakan sektor
yang begitu strategis untuk di perjuangkan kesetaraan gender nya.4
B. Faktor-faktor Penyebab terjadinya
Kesenjangan Pendidikan pada Perempuan Sebuah media online memberitakan bahwa
Umiyatun Hayati Triastuti, seorang Staf Ahli Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas, dalam sebuah acara Talk Show di Bandung menyatakan bahwa
penyebab terjadinya kesenjangan gender adalah adanya nilai sosial serta budaya patriakal.12
Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa sebagian masyarakat di Indonesia masih menganut
pemahaman agama yang bersifat parsial sehingga menyebabkan ketidakadilan dalam
memperlakukan manusia menurut gendernya. Hal ini didukung oleh Meutia Hatta5 bahwa kuatnya
budaya patriarki menyebabkan pemikiran bahwa adalah kesiasiaan menyekolahkan anak perempuan
ke jenjang yang lebih tinggi. Beliau menuturkan bahwa “setinggi-tinggi perempuan bersekolah,
akhirnya masuk dapur juga. Pemikiran seperti ini tentu merupakan pemikiran yang sangat picik di
era yang sudah semakin berkembang di masa ini. Paham inilah yang akan menjadikan bangsa kita
jalan ditempat atau yang lebih buruk adalah semakin terpuruk ke dalam ketertinggalan.6

C. Ketidaksetaraan Gender dan Bentuk Ketidaksetaraan
Ketidaksetaraan gender disebabkan oleh akses, partisipasi dan kontrol yang tidak seimbang
bagi perempuan dalam mencapai sumber daya.7 Ketidak samaan antara pria dan wanita memang
final. Tetapi jika yang seperti itu di gunakan pada tingkat sosiokultural menghasilkan distorsi, bias
atau malah ke tidak adilan.8
Dalam pembagian peran, tidak terdapat ke akanan yang menjadi masalah selagi pria dan
Wanita mendapatkan perlakuan secara seadil adil nya, yakni sesuai dengan kebutuhannya dan juga
tidak merugikan salah satu dari mereka yakni antara wanita dan pria. Serta juga maskulin yang
digunakan untuk menjadi dasar dalam memperlakukan pria dan wanita dengan berbeda dan
merugikan salah satu diantara keduanya, jika di cerna secara baik akan terasa jika terjadi
ketidaksetaraan gender. Manifestasi ketidaksetaraan gender juga telahterjadi di berbagai tingkatan,
4Marzuki, 2008, “Studi Tentang Kesetaraan Gender dalam Berbagai Aspek”, dalam Makalah Sosialisasi
Kesetaraan Gender Kegiatan KK N Mahasiswa UNY Di PKBM “Sekar Melati” Sinduadi Mlati Sleman tanggal 24
Desember 2008. PALASTREN, Vol. 8, No. 2, Desember 2015. Dalam jurnal Evalval uas i Pembela jaran Perspe erspe
ktif Kesetaraan Kesetaraan Gender Dalam Sistem Pendidikan Nasional
5Nursyam,Prof.Dr.M.Si.PendidikanBagiKaumPerempuan. Di unduh dari: P.Todaro, Michael.
Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. 2003. Gelora aksara paratama. Dalam jurnal
KETIDAKSETARAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN: FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK, DAN SOLUSI
6
7Moser, CON. (1993). Gender Planning andDevelopment: Theory, Practice, andTraining, London : Routledge.

Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012. Dalam jurnal KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN;
8Heraty, Toeti Noerhadi, 2002.“Perihal Rekayasa dan Bias Gender”.DalamPolitik dan
Gender. Yogyakarta: Yayasan Cemeti, dalam jurnal PERTUNJUKAN TARI:SEBUAH KAJIAN
PERSPEKTIF GENDER

5

bidang and mengakar yang berawal dari keyakinan pada tiap masing-masing individu, keluarga,
serta tingkat Negara yang juga bersifat globalisme. Salah satu yang tidak setaraan gender yang
berkembang dalam masyarakat yakni pada bidang pendidikan. Pendidikan yang saling mengikat
pada pendidikan formal, pengajaran langkahbelajar, motivasi, serta keterampilan agar dapat
menyeimbangkan diri dalam lingkungan social.9
D. Kurikulum Pendidikan Karakter Inklusi Gender
Kata inklusi pada bumi pendidikan tidak jarang lebih menonjolkan usaha mempersatukan
pendidikan para siswa yang yang memiliki kebutuhan atau berkebutuhan khusus (BK) ke dalam
program sekolah reguler dengan menggunakan cara-cara yang realistis and komprehensif untuk
kehidupan pendidikan secara keseluruhan.10 Walaupun kataInklusi mempunyai arti yang ber aneka
ragam, tetapi gairah yang ditonjolkan yaitu menghasilkan cara baru untuk berkatalebih
mainstraiming sebagai banner untuk menyampaikanFull Inclusion ataupun menghapuskan
pendidikan berkebutuhan khusus atau juga sering disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).Dalam

penulisan gender hal hal yang seperti ini bisa di sambungkan sesuai pendidikan memiliki Carakter
Inklusigendere, untuk menunjukkan usaha usaha pendidikan carakter yang membangunrasa sadar
sesuai karakter yang terkembang dalam relasi sosial yang memiliki keadilan gender. Bisa di senut
juga keadilan gender bukan hanya suatu yang menjadi tulisan tapi juga mampu di Internalisasi pada
kesadaran seseorang sampai tertumbuh Caraktersesuai sosialitanya. Pada waktu tersebar suatu
pergerakan pendidikan berkarakter tanpa kaitkan bersama perspektif gender, artinya bukan masih
ada kemungkinan karakter bangsa bangsa terbangun menjadi bias gender. Oleh karena itu harus
adanya usaha khusus orientasi kurikulum pendidikan berkarakter yang rata atau gender. Adanya
pikiran pikiran baru tentang isu-isu gender bukan berarti sesuatu yang baru, tapi juga masih pada
proses menemukan bentuknya. Karena itu dalam gagasan Pendidikan Berkarakter Responsif Gender
penyatuan pendidikan bisa berupa pengembangan kurikulum yang telah disusun berbasis gender.
Adanya bukti-bukti masuknya pikiran baru ini pada kurikulum bisa di pandang dengan adanya
Kurikulum Kesetaraan Gender (KKG) sesuai ni1ai yang terkandung padaIntegritasi Kurikulum
yang harus dilaksanakan para pendidikketikaada pada waktu kegiatan belajar mengajar yakni:
Keseimbangan hak pria dan wanita, perbedaan fisik pria dan wanita, partisipasi pria dan wanita,
keadilan untuk pria dan wanita, kerja sama pria dan wanita, kesetaraan pria dan wanita, menghargai
kemajemukan, demokrasi.Ada pun fase yang rentang dalam hal ini yakni Fase remajayaitupada fase

9 Joesoef, Soelaiman. (1979). Pendidikan Luar Sekolah, Surabaya : CV Usaha Nasional.
Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012 dalam jurnal KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM

PENDIDIKAN
10 Smith, J.D., 1998, Inclusion, School for All Student, Wadsworth Publishing Company.. PALASTREN, Vol.
8, No. 2, Desember 2015. Dalam jurnal Menggagas Pendidikan Karakter Responsif Gender hal.260

6

yang mudah, mengulastidak sedikitperubahan perubahan sepertipada aspek fisik, psikologis ataupun
sosial. Seperti yang dikatakan oleh Erik Erikson11
E. Simpulan
Sekolah yang memiliki peran penting yakni sebagai miniatur untuk masyarakat, serta pada
akhirnya juga sangat merespon dengan jalanmeng adopsi nilai banyak nilai yang berkembang di
lingkunganmasyarakat sekitar. Langkah untuk pengadopsian seperti ini pula yang mewujudkan
melalui proses dalam pembelajaran yang juga berbasis baik.
F. Saran
Demikian atau sesuai dengan pembahasan penulisan saya di atas sangat perlu di lakukan
sosialisasi secara intensif sejak dini kepada pelajar atau mahasiswa tentang kiat kiat kesetaraan
gender baik itu bersumber melalui kurikulum yang formal maupun juga melalui kegiatan-kegiatan
yang berada diluar kurikulum formal.

Reference
Alwen teher Riant. 2008. Gender dan strategi pengarus-utamaannya di Indonesia. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar., Jurnal Sosialitas : Vol. 2 No. 1 Tahun 2012, dalam jurnal Integrasi
Perspektif Adil Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus Pada
Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Surakarta)

11Alfeld‐Liro, C. dan Sigelman C.K., 2002. Sex Differences in Self‐Concept of Depression During
the Transition to College. Journal of Youth and Adolescence. Vol.27, 219 – 238. *).JURNAL
PSIKOLOGIVOLUME 35, NO. 2, 164 – 180. Dalam jurnal Meta‐Analisis : Gender Dan Depresi Pada
Remaja

7

Aisyah. 2002. Ensiklopedia Feminisme (terjemahan Mundi Rahayu). Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru. Instruksi Presiden Republik. Jurnal Sosialitas : Vol. 2 No. 1 Tahun 2012 dalam jurnal
Integrasi Perspektif Adil Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Menengah Atas (Studi
Kasus Pada Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Surakarta)
Mohammad Muslih. Bangunan Wacana Gender. (Ponorogo: CIOS. 2007). Hal. 5-17. Jurnal
KALIMAH.. Dalam jurnal Problem Aplikasi Paham Gender dalam Keluarga
Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender and Development. Yogyakarta : Pustaka Pelajar., Jurnal vondasia
2008 dalam jurnal Pendidikan dan Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender*
Fatimah. 2004. Pendidikan Dan Stereotipe Gender. JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.9
No.2, Desember 2012 dalam jurnal KAJIAN KESETARAAN GENDER DALAM
PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR MITRA PPL PGSD
Zamroni M.A., Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civikl Society, (Yogyakarta:
BIGRAF Publishing, 2001), h. 30-31. Volume 02 Nomor 2 Agustus 2014, TADBIR dalam
jurnal KONSEP PENDIDIKAN JOHN DEWEY
Marzuki, 2008, “Studi Tentang Kesetaraan Gender dalam Berbagai Aspek”, dalam Makalah
Sosialisasi Kesetaraan Gender Kegiatan KK N Mahasiswa UNY Di PKBM “Sekar Melati”
Sinduadi Mlati Sleman tanggal 24 Desember 2008. PALASTREN, Vol. 8, No. 2, Desember
2015. Dalam jurnal Evalval uas i Pembela jaran Perspe erspe ktif Kesetaraan Kesetaraan
Gender Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Nasrudin,Prof.Dr.M.Si.PendidikanBagiKaum Perempuan. Di unduh dari: P.Todaro, Michael.
Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. 2003. Gelora aksara paratama. Dalam jurnal
KETIDAKSETARAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN: FAKTOR PENYEBAB,
DAMPAK, DAN SOLUSI
Moser, CON. (1993). Gender Planning and Development: Theory, Practice, and Training, London :
Routledge. Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012. Dalam jurnal KETIDAKSETARAAN
GENDER DALAM PENDIDIKAN;
Heraty, Toeti Noerhadi, 2002.“Perihal Rekayasa dan Bias Gender”.Dalam Politik dan Gender.
Yogyakarta: Yayasan Cemeti, dalam jurnal PERTUNJUKAN TARI: SEBUAH KAJIAN
PERSPEKTIF GENDER
Joesoef, Soelaiman. (1979). Pendidikan Luar
Sekolah, Surabaya : CV Usaha Nasional. Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 2012 dalam jurnal
KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN
Smith, J.D., 1998, Inclusion, School for All Student, Wadsworth Publishing Company..
PALASTREN, Vol. 8, No. 2, Desember 2015. Dalam jurnal Menggagas Pendidikan
Karakter Responsif Gender hal.260
8

Alfeld‐Liro, C. dan Sigelman C.K., 2002. Sex Differences in Self‐Concept of Depression During
the Transition to College. Journal of Youth and Adolescence. Vol.27, 219 – 238.
*).JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 35, NO. 2, 164 – 180. Dalam jurnal Meta‐Analisis :
Gender Dan Depresi Pada Remaja

9

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

HUBUNGAN ANTARA RASA PERCAYA DIRI DENGAN PERILAKU DIET PADA REMAJA PUTRI

19 113 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59