KONSEP DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN ppt

KONSEP DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Februari 4, 2016
Notes: Apabila mengambil tulisan mohon dimasukkan sumber penulisnya sesuai
dengan kaidah atau melalui mekanisme penulisan seperti di contoh sumber berikut
ini: https://trimongalah.wordpress.com/2013/10/25/apabila-ingin-meng-copy-pastetulisan-saya-mohon-di-baca-petunjuk-di-sini
Didit Susiyanto, S.Sos, M. Kesos
Pembangunan manusia, dalam terminologi pembangunan di Indonesia bukanlah
suatu hal yang baru. Dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan maupun
retorika politik pembangunan, hal tersebut sering dijumpai dalam berbagai
kesempatan. Namun demikian, selama enam Repelita, pembangunan manusia
kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Kini, setelah derasnya arus
reformasi dan tuntutan krisis tak lagi dapat terbendung, banyak orang kembali
mengangkat issue tentang hakekat pembangunan yang selama ini dilaksanakan,
yang konon tidak terpusat pada manusia sebagaimana dikehendaki oleh paradigma
baru pembangunan manusia. Adanya reorienstsi kebijakan dan strategi
pembangunan, di pusat dan daerah, yang lebih terpusat pada “manusia” menjadi
tuntutan dan sekaligus suatu kebutuhan nyata pembangunan saat ini. Dalam
konteks issue pembangunan manusia tersebut, tulisan pada bab ini akan lebih
difokuskan pada uraian mengenai konsep global pembangunan manusia,
kecenderungan arah kebijakan strategis dalam konteks pembangunan daerah.
Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia, menurut UNDP, didefinisikan sebagai suatu proses yang
ditujukan untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (people). Dalam konsep
ini, penduduk (manusia ) sebagai tujuan akhir (the ultimate end) dan upaya
pembangunan itu sendiri sebagai sarana utama (principal means) dalam rangka
mencapai tujuan itu.
Paradigma pembangunan manusia melihat bahwa usaha peningkatan kualitas
manusia memiliki nilai intrinsik, dalam arti, sebagai tujuan pada dirinya sendiri.
Prespektif ini berbeda dengan pembangunan sumberdaya manusia, yang
menempatkan manusia sebagai sumber atau input pembangunan dan melihat
kualitas manusia sebagai sarana (means) untuk menghasilkan pendapatan. Sebagai
paradigma pembangunan yang holistik, pembangunan manusia memandang
program pembangunan yang dirancang, seharusnya bercirikan “of, for and by
people”. Maksud dari ciri-ciri ini adalah sebagai berikut: Pertama, tentang penduduk
(of people), yakni pemberdayaan penduduk yang diupayakan melalui investasi
bidang-bidang pendidikan kesehatan, dan pelayanan sosial dasar lainnya; kedua,
untuk penduduk (for people), yakni pemberdayaan penduduk yang diupayakan
melalui penciptaan peluang kerja dan perluasan peluang berusaha (dengan cara

memperluas kegiatan ekonomi suatu wilayah); ketiga, oleh penduduk (by people),
yakni pemberdayaan penduduk yang dapat meningkatkan harkat dan martabat

melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan di segala bidang. Dalam hal ini
berarti menyangkut pengambilan keputusan dalam proses pembangunan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut, empat hal pokok yang perlu
diperhatikan, yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan
pemberdayaan. Keempat hal ini, saling tertkait, dan menjadi penentu dalam
perumusan kebijakan pembangunan manusia (dalam arti yang luas).
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas
dibandingkan dengan teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional
termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumberdaya manusia
(SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar
manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan
dan produksi nasional (GNP). Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama
sebagai input dari proses produksi (sebagi suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan
kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai
agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan
pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Namun demikian, pembangunan ekonomi atau lebih tepat pertumbuhan ekonomi
merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan
pembangunan ekonomi akan meningkatkan produktivitas dan peningkatan
pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Menurut UNDP (1996) hubungan

antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi bersifat timbal balik
seperti disajikan pada Gambar 1. Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi
pembangunan manusia. Arah panah bawah-atas menegaskan arti penting
pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. Oleh karena itu, sukar
dibayangkan ada suatu negara yang dapat menjalankan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai. Arah panah atasbawah yang merupakan asumsi dasar pendekatan SDM merupakan penegasan
adanya alasan ekonomis (economic reasons) dari pembangunan manusia yang
keabsahannya terus ditunjang oleh bukti-bukti empiris.
Namun demikian, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Artinya, banyak negara
(atau wilayah) yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti
oleh pembangunan manusia yang seimbang. Sebaliknya, banyak pula negara yang
mengalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sedang, tetapi terbukti dapat
meningkatkan kinerja pembangunan manusia secara mengesankan. Bukti empiris
ini tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan
manusia. Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi
pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara
sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak

otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksana pemerintahan

untuk merancang kebijakan yang mantap, sehingga hubungan keduanya saling
memperkuat terlebih di era otonomi daerah sekarang ini.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia berlangsung
melalui dua macam jalur (Gambar 1). Jalur pertama melalui kebijaksanaan dan
pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor yang menentukan prioritas adalah
pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi
besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Dalam hal ini,
faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga
untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya
pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa.
Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara
kedua vaiabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat
penting karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan “jembatan
utama “ yang mengkaitkan keduanya (UNDP,1996:87).
Hubungan atas bawah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia
pada Gambar 1 adalah jelas. Melalui upaya pembangunan manusia kemampuan
dasar dan ketrampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha, dan manajer akan
meningkat. Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi
domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan

timbal balik antara pertumbuhan dan pembangunan manusia juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor kelembagaan pemerintah, distribusi sumberdaya swasta dan
masyarakat, modal sosial, LSM, dan organisasi kemasyarakatan
Faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaannya sangat
menentukan implementasi suatu kebijakan publik. Faktor distribusi sumber daya
juga jelas karena tanpa distribusi sumber daya yang merata (misalnya dalam
penguasaan lahan atau sumberdaya ekonomi lainya) hanya akan menimbulkan
frustasi masyarakat. Faktor modal sosial menegaskan arti penting peranan
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Inti dari modal
sosial secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau
norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota masyarakat
yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka (Fukuyama, 2002: vii).
Jika para anggota kelompok itu mengharapkan anggota-anggota yang lain akan
berperilaku jujur dan dapat dipercaya, maka mereka akan saling mempercayai.
Kepercayaan ibarat pelumas yang membuat jalannya kelompok atau organisasi
menjadi lebih efisien.
Gambar 3.
Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya

Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian

diterjemahkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep
yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental
maupun spiritual. Bahkan, secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan yang
dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik
dan mental yang mengandung makna adanya peningkatan kapasitas dasar
penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat
berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Azas pemerataan sebagai salah satu dari Trilogi pembangunan yang akan
diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah satu
prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan,
kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk
yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik
dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang
pendidikan dan kesehatan yang program pembangunannya dirancang untuk
memperluas jangkauan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor
ekonomi, azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah skema kredit
untuk petani berupa Kredit Usaha Tani (KUT), yang diperkirakan memberikan
pengaruh yang besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja
terbanyak. Selain itu juga upaya pemberdayaan dilakukan dengan memberikan
kredit untuk melakukan uasaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa

Tertinggal (IDT) dan pendukungnya (P3DT) program Kukesra dan Takesra, Program
Pengembangan Kecamatan (PPK).
Penciptaan kesempatan kerja dan kesehatan ditempuh secara makro ekonomi
melalui jalur pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Ini karena
dengan tumbuhnya kesempatan kerja dan berusaha akan memungkinkan
peningkatan pendapatan penduduk yang secara nyata. Pada akhirnya akan
mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini
merupakan jembatan utama dalam meningkatkan prinsip pemberdayaan.
Pembangunan bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian
jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata
telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian
berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk. Dari sudut pandang
pembangunan, keberhasilan mengurangi laju pertambahan penduduk, dalam
konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang akan mempercepat
terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk
Indonesia ditinjau dari pelbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang
masih rendah.
Indeks Pembangunan Manusia: Pengukuran Pencapaian Pembangunan.

Pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas. Upaya membuat

pengukuran pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu
wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan
manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang
persentase pencapaian terhadap sasaran ideal. Indeks pembangunan manusia (IPM)
merupakan indikator komposit tunggal yang walaupun tidak dapat mengukur semua
dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok
pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic
capabilities) penduduk. Ketiga keamampuan dasar tersebut, yaitu: umur panjang
dan sehat yang ditujukan untuk mengukur peluang hidup, berpengetahuan dan
berketrampilan, serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk
mencapai standar hidup layak.
Mengingat IPM dimaksudkan untuk mengukur dampak dari upaya peningkatan
kemampuan dasar tersebut, dengan demikian menggunakan indikator dampak
sebagai komponen dasar penghitungannya, yaitu angka harapan hidup waktu lahir,
pencapaian pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah, serta pengeluaran konsumsi. Nilai IPM suatu negara atau wilayah
menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang
ditentukan, yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua
lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang
mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap

angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Karena hanya mencakup tiga komponen itu, maka IPM harus dilihat sebagai
penyederhanaan dari realita kompleks, yang tercermin dari luasnya dimensi
pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan
kajian dan analisa yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan
manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti
kebebasan politik, kesinambungan dan pemerataan antar generasi.
Selain itu, IPM merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran
perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli, yang dalam kasus
Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak
pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada
menurunnya tingkat pendapatan yang diakibatkan banyaknya PHK dan menurunnya
kesempatan kerja yang kemudian diperparah oleh tingkat inflasi yang tinggi selama
tahun 1997-1998. Menurunnya kesempatan kerja dalam konteks pembangunan
manusia, merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara
pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.
Dampak dari krisis pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya
beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik
dan kapasitas intelektual penduduk.


Kegunaan IPM
Sebagai ukuran komposit tunggal, IPM (antara 0-100) merupakan tingkatan status
pembangunan manusia di suatu wilayah yang kemudian akan berfungsi sebagai
patokan dasar perencanaan jika dibandingkan dengan antara waktu untuk
memberikan gambaran kemajuan setelah suatu periode, atau antara wilayah untuk
memberikan gambaran tentang tingkat kemajuan suatu wilayah relatif terhadap
wilayah lain. Untuk lebih memberikan petunjuk tentang status pembangunan
manusia di suatu wilayah, sebagai alat ukur kompleks, IPM harus dikaitkan dengan
setiap indikator komponennya dan berbagai indikator lain yang relevan.
Dalam perencanaan, pemanfaatan IPM terbatas hanya sebagai patokan dasar. Oleh
karena itu, titik perumusan keijakan yang lebih terarah, suatu kajian tentang
pembangunan manusia perlu dilakukan di suatu wilayah untuk memberikan
petunjuk yang lebih jelas tentang arah kebijakan pembangunan di masa datang.
Analisis situasi pembangunan manusia ini dapat dibuat dengan memanfaatkan
indikator-indikator pembangunan manusia (untuk file modul data basis), yang juga
dihitung bersamaan dengan IPM di setiap kabupaten/kotamadya.
Kebijakan Pembangunan Manusia
Melalui pemahaman yang mendalam atas konsep pembangunan manusia, penting
kiranya bagi para perencana pembangunan untuk melihat keseluruhan
permasalahan dan kebutuhan pembangunan secara komprehensif, sehingga dapat

merumuskan kebijakan yang tepat untuk menyelenggarakan pembangunan
manusia di daerah. Kebijakan yang tepat dalam pembangunan manusia, dapat
disusun dari mulai proses analisis pembangunan manusia, hingga impliksinya
terhadap strategi intervensi dan kebutuhan program-program yang berwawasan
pembangunan manusia.
Sesuai dengan konsep global pembangunan manusia sebagaimana diuraikan di
depan, maka kebijakan pembangunan manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, kebijakan pembangunan manusia haruslah diupayakan pada upaya:
1. Meningkatkan produktivitas. Setiap penduduk harus ditingkatkan
kemampuannya untuk dapat secara kreatif dan mandiri menciptakan
pekerjaan, dan atau sumber-sumber pendapatan yang memungkinkannya
untuk dapat hidup layak. Pemerintah, dalam hal ini, dapat menciptakan iklim
yang kondusif guna mendukung upaya tersebut. Berkaitan dengan ini,
pendidikan (formal maupun non formal) dan kesehatan menjadi aspek
penting perlu mendapatkan prioritas.
2. Meningkatkan pemerataan Dalam upaya meningkatkan kemampuan
produktivitas tersebut, setiap penduduk harus memiliki kesempatan yang
sama dan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial yang ada.
Berbagai kebijakan pembangunan yang berwawasan pembangunan manusia,

senantiasa berorientasi pada pemerataan dan hendaknya tidak diskriminatif.
Setiap penduduk, laki-laki ataupun perempuan, dari kota maupun desa, dan
pokoknya siapapun agar diupayakan memperoleh kesempatan dan akses
yang sama secara proporsional. Bebagai kemudahan (akses) harus
diciptakan, baik ekonomi maupun sosial, kepada setiap penduduk. Dalam hal
ini, semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh
akses tersebut harus dihapus, sehingga dapat mengambil manfaat dari
kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan yang meningkatkan
kualitas hidup.
3. Meningkatkan kesinambungan. Pemberian akses terhadap sumberdaya
ekonomi dan sosial, harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi
sekarang, tetapi harus dipikirkan juga untuk generasi-generasi mendatang.
Semua sumberdaya (fisik, manusia, dan lingkungan) jangan sampai habis
atau rusak, namun harus selalu diperbaharui. Kebijakan pembangunan ke
depan, memberikan prioritas pada upaya untuk menerapkan konsep
pembangunan berwawasan lingkungan secara tepat dan meluas.
4. Meningkatkan pemberdayaan. Penduduk harus dilibatkan dalam
pengambilan keputusan dan proses yang akan menentukan (membentuk)
kehidupan mereka. Penduduk harus diberikan kesempatan dalam mengambil
manfaat dari proses pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan harus
“oleh” penduduk dan bukannya hanya “untuk“ penduduk/mereka. Dalam hal
ini, kebijakan pembangunan manusia harus senantiasa diarahkan kepada
upaya untuk mendorong dan menemukan dan mengenali permasalahannya
sendiri, mengatasi sendiri dan untuk mereka sendiri dalam batas
kemampuannya. Kebijakan mendatang, dalam pembangunan manusia, harus
diarahkan pada proses pemberdayaan masyarakat. Berbagai program
pemberdayaan masyarakat yang akhir-akhir ini digulirkan, dengan demikian
menjadi sangat relevan.
Kedua, untuk dapat mempromosikan dan mengoperasionalkan pembangunan
manusia dalam langkah nyata di seluruh daerah, Ditjen Bina Pembangunan Daerah
bekerjasama dengan BPS, menetapkan kebijakn sebagai berikut:
1. Melakukan advokasi pembangunan manusia, guna menyebarluaskan
pemahaman mengenai hakekat pembangunan yang terpusat pada manusia.
2. Melakukan simplifikasi dari pembangunan manusia yang berdimensi luas
dengan memunculkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran
pembangunan, baik untuk keperluan advokasi, evaluasi, maupun
perencanaan dan perumusn kebijakan pembangunan di daerah.
3. Menyiapkan metodologi penyusunan laporan pembangunan manusia (LPM)
dan analisa situasi pembangunan manusia (ASPM) untuk digunakan daerah,
sebagai basis penyusunan kebijakan pembangunan manusia sesuai dengan

permasalahan masing-masing daerah melalui pendekatan regional. (Untuk ini
dapat dibaca buku petunjuk penyusunan LPM , Ditjen Bangda,1998)
4. Menyiapkan penyusunan IPM level kabupaten/kota, sebagai alat evaluasi
kinerja pembangunan kabupaten/kota dalam skala nasional.
Kesimpulan
Pembangunan manusia memiliki dimensi yang sangat luas dan cenderung
kompleks. Simplifikasi dari kompleksitas ini, diwujudkan dengan menampilkan IPM
sebagai ukuran pembangunan yang komprehensif, yang akan dioptimumkan
pemanfaatannya dalam evaluasi pembangunan, alat advokasi, maupun perumusan
kebijakan perencanaan pembangunan daerah.