KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINER (9)

PROSIDING

L
KO

OK

01
1

ISBN: 978-979-8641-79-4

IUM

N
PERTAMBANGA

2

KOLOKIUM
PERTAMBANGAN 2011

Bandung, 30 November 2011
“Antisipasi Implementasi
Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah
Mineral dan Batubara”

AN

M

GI

D

IN
ER A

ENER

L


KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

A
SUM R DAY
BE

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

ISBN: 978-979-8641-79-4

PROSIDING
KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
“Antisipasi Implementasi Kebijakan
Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara”

Bandung, 30 November 2011


Editor :
Binarko Santoso
Tatang Wahyudi
Nining Sudini Ningrum
R.M. Nendaryono Madiutomo
Jafril

IN

I
RG
ENE

ER
AL

Nia Rosnia Hadijah

D
M

AN
A
SUMBERDAY

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
2011

Hak Cipta / Penerbit

MIRA
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
Jl. Jend. Sudirman No. 623, Bandung 40211
Telepon : 022 - 6030483, Fax : 022 - 6003373

Penasihat
Kepala Badan Litbang ESDM
Penanggung Jawab
Kepala Puslitbang tekMIRA

Panitia Pengarah
Siti Rochani, Bukin Daulay, Pramusanto, I.Gusti Ngurah Ardha, Husaini
Darsa Permana, Zulfahmi, Nandang Jumarudin, Slamet Suprapto, Fauzan
Perumus
Ngurah Ardha, Datin Fatia Umar, Slamet Suprapto, Nurhadi
Dewan Redaksi
Binarko Santoso
Staf Redaksi
Adang Setiawan, Doeto Poespojoedo, Bachtiar Efendi,
Andy Wicaksono, Arie Aryansyah
Moderator
Hadi Nursarya, Pramusanto, Bukin Daulay, Siti Rochani
Notulis
Retno Damayanti, Suganal, Tendi Rustendi

ISBN: 978-979-8641-79-4
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit


KATA PENGANTAR
Peningkatan nilai tambah mineral merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan tambang mineral dan
batubara, hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) telah menyelenggarakan
Kolokium Pertambangan 2011 pada tanggal 30 November 2011, kolokium yang bertemakan “Antisipasi
Implementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara”, dihadiri oleh para pejabat
pemerintah di tingkat pusat dan daerah, pelaku usaha, para peneliti dan pejabat fungsional lainnya,
mahasiswa serta masyarakat luas yang terkait dengan pengembangan pertambangan mineral dan
batubara.
Puslitbang tekMIRA diharapkan dapat berperan secara aktif dalam meningkatkan nilai tambah mineral
dan batubara sebagaimana amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tersebut. Di samping itu, melalui kegiatan ini diharapkan pula diperoleh masukan dari pelaku industri
dan masyarakat pertambangan tentang posisi, peran, dan kontribusi litbang mineral dan batubara dalam
menunjang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Prosiding ini merupakan rangkuman dari seluruh makalah yang dipresentasikan dalam Kolokium, serta
diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan mengenai perkembangan pertambangan, penelitian, dan

kajian yang berhubungan dengan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Melalui prosiding ini,
siapapun dapat melihat sampai sejauh mana para peneliti Indonesia telah berkiprah dalam memajukan
sektor pertambangan mineral dan batubara nasional.
Buku prosiding ini dicetak setelah kolokium ini dilaksanakan. Semua makalah yang dipresentasikan dan
diposterkan sudah disunting oleh para pakar sesuai dengan kompetensi dan keahliannya. Dengan
demikian diharapkan bahwa seluruh makalah tersebut tersaji dengan baik, sesuai dengan substansi
dan format penulisannya.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak, baik perorangan,
perusahaan, instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun seluruh pembicara dan peserta atas pemikiran
atau karya-karya terbaiknya, sehingga Prosiding ini memiliki nilai keilmiahan yang baik.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan dan penerbitan Prosiding ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan dan penerbitan Prosiding di masa
yang akan datang.

Bandung, Oktober 2012

Tim Editor

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011


i

KATA SAMBUTAN
KEPALA BADAN LITBANG
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PADA ACARA KOLOKIUM PUSLITBANG TEKNOLOGI
MINERAL DAN BATUBARA
BANDUNG, 30 NOVEMBER 2011
Yang saya hormati,
Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian ESDM atau yang mewakilinya,
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian, atau yang mewakilinya,
Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kementerian ESDM atau yang mewakilinya,
Para Profesor Riset dan Pejabat Fungsional di Lingkungan Badan Litbang ESDM,
Undangan dan Hadirin yang Berbahagia,
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,
Salam Sejahtera bagi Kita Semua,
Selamat Pagi,
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’alla, Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena berkat perkenan-Nya kita dapat menghadiri acara Kolokium yang diselenggarakan oleh
Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara – tekMIRA. Penyelenggaraan kolokium di Puslitbang tekMIRA

– dan juga Puslitbang lain di lingkungan Badan Litbang ESDM, memang sudah menjadi agenda tahunan
yang diharapkan dapat menampilkan karya yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan, yaitu
pemerintah, industri, dan masyarakat luas. Perlu dicatat pula, kolokium di lembaga litbang akan menjadi
tolok ukur sampai sejauh mana para peneliti dan pejabat fungsional kita lainnya mampu mengembangkan
diri dalam upaya berkontribusi bagi kemajuan sektor ESDM di tanah air.
Saudara-saudara Sekalian,
Kolokium Puslitbang tekMIRA yang kali ini bertema “Antisipasi Impelementasi Kebijakan Peningkatan
Nilai Tambah Mineral dan Batubara”, saya nilai sangat tepat di tengah hingar-bingar seluruh pemangku
kepentingan di subsektor pertambangan mineral dan batubara mendiskusikan mengenai dampak yang
mungkin timbul sehubungan dengan akan diterapkannya kebijakan peningkatan nilai tambah – PNT –
pada awal tahun 2014. Berbagai seminar, lokakarya, atau Focus Group Disscusion – FGD – pun
diselenggarakan oleh banyak pihak, yang memunculkan pihak pro dan kontra terhadap draf Peraturan
Menteri ESDM yang akan mengatur PNT di bidang mineral dan batubara. Dalam kaitan ini saya selaku
pimpinan Badan Litbang ESDM memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Puslitbang tekMIRA yang
telah berperan aktif dalam penyusunan draf Permen ESDM tersebut. Saya sering dilapori dan juga
menerima laporan tentang bagaimana tim dari Puslitbang tekMIRA begitu gigih memperjuangkan apa
yang diyakininya benar ditinjau dari aspek keteknisan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya.
Saya pikir konsistensi itu memang harus terus kita pegang teguh, meskipun tetap membuka peluang
untuk berdiskusi dalam upaya mencari jalan terbaik bagi bangsa dan negara. Ada semacam pemeo


PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

ii

yang mengatakan, siapapun yang mengaku dirinya sebagai seorang fungsional boleh saja berbuat salah
tetapi tidak boleh bohong. Artinya, mungkin saja seorang fungsional melakukan penelitian yang diyakininya
benar, tetapi dianggap salah oleh orang lain. Nah, dalam konteks inilah perlu keterbukaan masingmasing pihak – yang disalahkan dan yang menyalahkan, sehingga tidak ada kesalahan dan tidak ada
dusta di antara kita.
Undangan dan Hadirin Peserta Kolokium,
Sekilas tema kolokium tampak seperti memperlihatkan sikap latah Puslitbang tekMIRA terhadap isu
yang berkembang sekarang, sebagaimana tercermin dari banyaknya forum-forum yang bertemakan
PNT dalam beberapa bulan terakhir ini. Tetapi saya yakin bahwa apa yang disajikan oleh para peneliti
Puslitbang tekMIRA akan berbeda dan bahkan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan forum-forum
tersebut. Sebagai satu-satunya lembaga litbang pemerintah yang fokus pada litbang mineral dan batubara,
serta didukung oleh sumber daya manusia – SDM – mumpuni dan prasarana dan sarana yang modern,
maka sudah sepantasnya produk-produk Puslitbang tekMIRA dijadikan acuan dasar dalam
pengembangan usaha di subsektor pertambangan mineral dan batubara, termasuk litbang yang terkait
dengan PNT mineral dan batubara.
Terkait dengan rencana implementasi kebijakan penerapan kebijakan PNT mineral dan batubara yang
akan diberlakukan pada awal tahun 2014, saya minta kepada seluruh jajaran di Puslitbang tekMIRA

untuk melaksanakan empat hal berikut ini:
Pertama, tingkatkan kualitas sumber daya manusia.
Sebagai lembaga litbang, saya yakin Puslitbang tekMIRA memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang
mampu melaksanakan penelitian secara profesional, dan dapat bersaing dengan para pakar dari luar
negeri sekalipun. Namun demikian sudah barang tentu kita harus terus belajar, bekerja, dan berkarya
sehingga tidak perlu merasa rendah diri jika berhadapan dengan orang luar negeri, atau bahkan dikerjai
oleh pihak-pihak tertentu dengan berkedok kerja sama. Saya menyadari betapa sulitnya membina
karyawan di tengah krisis kekurangan SDM akibat kebijakan “zero growth” di masa lalu, tetapi saya
minta agar kita jangan terpaku oleh kendala ini. Banyak cara yang dapat kita lakukan, dan saya akan
selalu memberikan kemudahan dan fasilitas seandainya Puslitbang tekMIRA berkeinginan meningkatkan
SDM-nya, terutama SDM yang berstatus yunior. Bagaimanapun keberadaan karyawan yunior merupakan
modal dasar bagi eksistensi Puslitbang tekMIRA ke depan.
Kedua, fokus kepada litbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah sekaligus
memperhitungkan keekonomiannya.
Dalam beberapa hal, nilai tambah dan keekonomian selalu berjalan beriringan, artinya peningkatan nilai
tambah akan mengakibatkan suatu material bernilai lebih tinggi dan menguntungkan jika dijual dalam
keadaan apa adanya – bijih atau wantah. Tetapi tidak selamanya peningkatan nilai tambah akan memberi
keuntungan jika dijual ke pasaran. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya kompetitor yang berharga
lebih murah, atau daya serap pasar masih kecil dan tidak sebanding dengan biaya produksi. Oleh karena
itu, ke depan, Puslitbang tekMIRA harus berani memulai kegiatan litbang yang berorientasi pada
peningkatan nilai tambah, tetapi sekaligus menguntungkan jika dilempar ke pasaran.
Ketiga, fokus kepada pemecahan permasalahan yang sedang dan kemungkinan akan dihadapi oleh
industri pertambangan mineral dan batubara.
Selain PNT mineral dan batubara, saat ini dan beberapa puluh tahun ke depan, pemerintah telah
mencanangkan program pembangunan yang tercakup dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia – MP3EI. Ada enam koridor kawasan pembangunan, berupa koridor
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi-Maluku Utara, Papua-Maluku, Bali-Nusa Tenggara, dan koridor Jawa,
dengan masing-masing koridor memiliki kekhasan sesuai keberadaan sumber daya yang dimilikinya.
Meskipun MP3EI berskala besar dan komersil, saya minta kepada Puslitbang tekMIRA untuk tetap

iii

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

berkontribusi dalam menyukseskan program MP3EI ini, khususnya yang berhubungan dengan
pengembangan subsektor pertambangan mineral dan batubara.
Keempat, tingkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders).
Kerja sama merupakan salah satu kata kunci yang dapat memberi arti penting bagi pengembangan
institusi, terlebih-lebih institusi litbang seperti Puslitbang tekMIRA. Saya merasa bangga bahwa Puslitbang
tekMIRA telah banyak melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dengan instansi pemerintah
maupun swasta, baik dengan insitusi di dalam negeri maupun luar negeri. Namun perlu saya garis
bawahi, kerja sama tersebut harus dapat menghasilkan sesuatu yang “menguntungkan” Puslitbang
tekMIRA; bukan hanya bersifat materi, tetapi yang paling penting adalah diperolehnya ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mampu dimanfaatkan untuk kemajuan bidang pertambangan mineral dan batubara,
serta kemakmuran bagi masyarakat.
Khusus mengenai kerja sama, saya ingin mengingatkan Puslitbang tekMIRA tentang hasil Rapat
Koordinasi Nasional Riset dan Teknologi – Rakornas Ristek – yang diselenggarakan oleh Kantor
Kementerian Riset dan Teknologi pada bulan Oktober yang lalu. Komisi Energi dan Mineral telah
merekomendasikan bahwa Puslitbang tekMIRA menjadi pusat penelitian untuk mineral bauksit, nikel,
dan batubara. Informasi terakhir yang saya dapatkan, Kantor Kementerian Riset dan Teknologi akan
menyediakan anggaran penelitian ketiga komoditas tersebut pada tahun 2012, dengan catatan penelitian
harus melibatkan sektor industri penggunanya. Sebuah tantangan bagi Puslitbang tekMIRA sampai
sejauh mana mampu bekerja sama dengan pemangku kepentingan, sekaligus mewujudkan visi dan
misinya sebagai center of excellent di bidang litbang mineral dan batubara.
Undangan dan Hadirin Sekalian,
Demikian sambutan dan arahan yang dapat saya sampaikan. Saya melihat pekerjaan yang dilakukan
Puslitbang tekMIRA sangat banyak, tantangan masa depan yang dihadapi oleh Puslitbang tekMIRA
juga cukup berat, tetapi saya yakin Puslitbang tekMIRA mampu menghadapinya. Harapan saya kepada
seluruh jajaran Puslitbang tekMIRA, bahkan seluruh keluarga besar Badan Litbang ESDM, semoga apa
yang saya sampaikan dapat dimaknai dan diimplementasikan demi tercapainya tujuan kita memajukan
sektor ESDM pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Saya ucapkan selamat
kolokium, dan semoga diskusi yang berkembang mampu menghasilkan karya terbaik bagi bangsa dan
negara.
Akhirnya dengan tetap memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Kolokium yang bertema “Antisipasi
Impelementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara” secara resmi saya buka.
Terima kasih.
Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Kepala Badan Litbang ESDM,

Bambang Dwiyanto, M.Sc.

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

iv

SUSUNAN PANITIA
Penasihat

: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM

Penanggung Jawab

: Kepala Puslitbang tekMIRA

Ketua

: Dr. Binarko Santoso

Wakil Ketua

: Nurhadi, S.T., M.T.

Panitia Pengarah

: Prof. Dr. Bukin Daulay, M.Sc.
Prof. Dr. Siti Rochani, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Pramusanto
Prof. I.Gusti Ngurah Ardha, M.Met.
Prof. Ir. Husaini, M.Sc.
Ir. Darsa Permana
Ir. Zulfahmi, M.T.
Nandang Jumarudin, S.T., M.T.
Slamet Suprapto, M.Sc.
Umar Dani, S.T.
Ir. Fauzan

Sekretaris 1

: Ir. Adang Setiawan, M.Sc.

Sekretaris 1

: Doeto Poespojoedo, S.T.

Bendahara

: Katarina Sri Henny M.

Seksi Makalah

: Ir. Tatang Wahyudi, M.Sc.
Nining Sudini Ningrum, M.Sc.
Ir. R.M. Nendaryono Madiutomo, M.T.
Drs. Jafril
Nia Rosnia Hadijah, S.Si.

Moderator

: Ir. Hadi Nursarya, M.Sc.
Prof. Dr. Bukin Daulay, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Pramusanto
Prof. Dr. Siti Rochani, M.Sc.

Notulis

: Ir. Suganal
Dra. Retno Damayanti, Dipl.EST.
Tendi Rustendi, S.Si., M.Si.
Drs. Ridwan Saleh

Seksi Persidangan

: Dr. Ir. Datin Fatia Umar, M.T.
Ir. Edwin Akhdiat Daranin, M.Sc.
Dessy Amalia, S.T.

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

v

SUSUNAN PANITIA
Sekretariat

: Umar Antana, S.T.
Deni Nurul Kamal, A.Md
Dwi Erlyna Ratnawati
Katarina Sri Henny M.
Rusmanto
Dadang Sutisna
Yudo Supriyantono, ST.
Bachtiar Efendi, A.Md.
Nining Trisnamurni
Otang Rohendi
Dina Inawaty, A.Md.

Sie Humas dan Protokoler

: Umar Antana, ST.
Dedi Setiadi
Supardino
Slamet Rahardjo
Drs. Hasan Azhari

Seksi Dokumentasi dan Publikasi

: Ajay Jazuli
Deni Nurul Kamal, A.Md.
Arie Aryansyah

Seksi Peragaan dan Poster

: Tjetje Djumhana, S.T.

Pemandu Acara

: Hanny Fariany Fauziah, SS.

Seksi Peralatan dan Gedung

: Andrie Mulyana, A.Md.
Sumaryadi, A.Md.
Drs. Dhany Ahmad Saepudin
Rudi Sudrajat
Sarito

Seksi Transportasi dan Akomodasi

: Rikky Andriansyah, A.Md.
JuarsaRahmat

Seksi Konsumsi

: Iceu Rita Sutari

Seksi Keamanan

: Daldiri
Sudarman

Tim Medis

: Lenni Rosdiana, dr.
Wiwik Wigati
Sri Hastuti

vi

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i
KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL .......... ii
SUSUNAN PANITIA .......................................................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... vii

MAKALAH DIPRESENTASIKAN
1. PENGOLAHAN NIKEL UNTUK MEMPEROLEH NILAI TAMBAH OPTIMUM
Edy Sanwani ................................................................................................................................

1

2. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA
Slamet Suprapto .......................................................................................................................... 20
3. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI UPGRADING
Datin Fatia Umar .......................................................................................................................... 30
4. PASOKAN KEBUTUHAN ENERGI DALAM MENUNJANG KEBIJAKAN
PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Gandhi Kurnia Hudaya ................................................................................................................. 46
5. KAJIAN PEMBUATAN SPONGE FERRONIKEL
Nuryadi Saleh ............................................................................................................................... 51
6. ANTISIPASI PENERAPAN KEBIJAKAN PENGUSAHAAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Darsa Permana ............................................................................................................................ 59
7. APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MEMANTAU KEMAJUAN
TAMBANG TERBUKA
Budiraharja ................................................................................................................................... 70

MAKALAH DIPOSTERKAN
8. ANALISA KEEKONOMIAN USAHA PENCAIRAN BATUBARA DENGAN TEKNOLOGI
CLEAN COAL TECHNOLOGY (CCT)
Gandhi Kurnia Hudaya ................................................................................................................. 83
9. PENGEMBANGAN KOKAS PENGECORAN BERBASIS BATUBARA NON COKING
KALIMANTAN SELATAN
Suganal ........................................................................................................................................ 90
10. PEMANFAATAN BATUBARA BARAMARTA KALIMANTAN SELATAN
UNTUK BAHAN PENGIKAT
Tuti Hernawati dan Nining Sudini Ningrum ................................................................................. 100
11. KAJIAN PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA
SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK
Sujarwo ...................................................................................................................................... 110

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

vii

12. PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BAUKSIT INDONESIA
Dessy Amalia, Azhari, Yuhelda, dan Muchtar J. Aziz ................................................................. 121
13. PENGARUH JENIS DAN TIPE SCREW FEEDER TERHADAP KUALITAS DAN
KUANTITAS PRODUKSI BRIKET PADA PEMBRIKETAN PRODUK UBC
Iwan Rijwan dan Fahmi Sulistyohadi .......................................................................................... 137
14. DISTRIBUSI PARTIKEL SEBAGAI ALAT EVALUASI TERHADAP UNJUK KERJA
ALAT PENCUCIAN JIG DI TAMBANG BESAR MAPUR-1 PT TIMAH TBK.
Pramusanto, Dudi Nasrudin Usman dan Gandhy Argadinata .................................................... 148
15. EKSTRAKSI EMAS DARI LUMPUR ANODA PT. SMELTING GRESIK DENGAN
PROSES KLORINASI BASAH
Isyatun Rodliyah, Nuryadi Saleh, dan Azhari ............................................................................. 160
16. ANALISIS KEEKONOMIAN GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PLTD
Ijang Suherman .......................................................................................................................... 167
17. KAJIAN BAHAN GALIAN INDUSTRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
SEBAGAI BAHAN BAKU KERAMIK UNTUK SUATU UNIT PRODUKSI
KERAMIK KONVENSIONAL SKALA IKM
Subari ......................................................................................................................................... 177
LAMPIRAN
RANGKUMAN HASIL DISKUSI KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011 PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA ...................... 191
RUMUSAN HASIL KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011 PUSLITBANG TEKNOLOGI
MINERAL DAN BATUBARA ........................................................................................................... 194
SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
MINERAL DAN BATUBARA PADA PENUTUPAN KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011 ............ 195

viii

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

PRESENTASI
MAKALAH

DISTRIBUSI PARTIKEL SEBAGAI ALAT EVALUASI
TERHADAP UNJUK KERJA ALAT PENCUCIAN JIG
DI TAMBANG BESAR MAPUR-1 PT TIMAH TBK.
Pramusanto *), Dudi Nasrudin Usman **), Gandhy Argadinata ***)
*) Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211 - Telp. 022 6030483, Fax. 022 6003373
e-mail: pramusanto@tekmira.esdm.go.id
**) Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Unisba
***) Staf Litbangtek PT Timah (Persero) Tbk

SARI
Penelitian difokuskan pada kinerja jig yang dipengaruhi distribusi ukuran mineral berharga kasiterit
dibandingkan dengan distribusi ukuran mineral pengotornya yaitu mineral kuarsa, serta bagaimana
recovery dan kadar yang didapatkan. Persyaratan pengoperasian jig harus selalu diusahakan agar
mencapai nilai yang diinginkan oleh perusahaan, yaitu perolehan tiap jig minimal 97,5% dengan
perolehan total minimal 95 % dan kadar konsentrat 20-30 % Sn (kadar rendah).
Proses pemisahan mineral kasiterit terhadap mineral kuarsa di dalam jig primer dinilai tidak bekerja
dengan baik, teramati dari cukup banyaknya mineral kuarsa pada konsentrat jig primer yaitu antara
5%-60% pada ukuran 150 µm dan keterdapatan mineral kasiterit di dalam tailing jig primer cukup
tinggi yaitu di atas 10% pada ukuran 150 µm. Akibatnya perolehan Sn menjadi 77,76% yang berada
di bawah standar yang ditetapkan perusahaan. Proses pemisahan pada jig clean-up lebih baik
dibandingkan dengan daripada proses pemisahan pada jig primer, terlihat dari keterdapatan mineral
kuarsa di dalam konsentrat antara 0%-15% pada ukuran 150 µm dan keterdapatan mineral kasiterit
di dalam tailing jig clean-up juga mendekati 0% pada ukuran 150 µm. Dengan demikian perolehan
pada jig clean-up antara 98% sampai dengan 99,5% adalah sesuai dengan standar perusahaan.
Kata Kunci: jig, kasiterit, pemisahan, timah

ABSTRACT
The observation focused on the performance of jigs that influenced the size distribution of minerals
cassiterite compared with the size distribution of the gangue minerals, such as quartz, and to found
out recovery and concentrate grade obtained. The jig output should meet the commercial requirements by the company, those are recovery at least 97.5% with a total of at least 95% recovery and
concentrate grade of 20 -30% Sn (low grade).
The separation process of cassiterite and quartz in the primary jig was not working well, that quartz
found in concentrate was between 5% - 60% with size 150 µm and cassiterite in tailings is higher
than 10% at size 150 µm. As a result the recovery of Sn was 77.76% which was below the standards.
The separation process in clean up jig better than the separation process in primary jig. It is found
that the obtained quartz in the concentrate between 0% - 15% in size 150 µm and cassiterite in the
clean up jig tailings too close to 0% at the size of 150 µm. Thus the recovery of the clean up jig
between 98% to 99.5% is met with company standards.
Keywords: jig, cassiterite, separation, tin
148

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

PENDAHULUAN
Timah merupakan salah satu produk bahan
galian logam terbesar yang terdapat di tanah air
dan tidak terbarukan keberadaannya, khususnya
di Pulau Bangka maupun di pulau-pulau
sekitarnya. Industri pertambangan timah Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu penghasil produk komoditi ekspor terbesar di dunia.
Belakangan ini harga timah di pasaran dunia
melonjak naik, sehingga timah merupakan salah
satu jenis logam yang dicari keberadaannya.
Satu-satunya perusahaan milik negara yang
melakukan penambangan timah tersebut adalah
PT Timah Tbk. dengan menerapkan metode
penambangan terbuka atau tambang semprot
untuk lokasi tambang darat (Ismail, 1998;
Sumpeno, 2000; Antareza, 2001). Proses
pencucian hasil tambang semprot dilakukan
dengan menggunakan alat “jig” (Argadinata,
2008). Proses pengolahan atau pencucian bijih
timah bertujuan untuk meningkatkan kadar timah
(Sn) dengan memisahkan mineral berharga yaitu
mineral kasiterit (SnO2) dari mineral pengotor dan
mineral ikutan, sehingga konsentrat yang
dihasilkan memenuhi syarat untuk proses
selanjutnya yaitu proses peleburan (PT Timah
Tbk, 2008). Kadar konsentrat yang diperoleh dari
tambang semprot, palong dan tambang kapal
keruk darat (Wijaya, 2003), umumnya berkisar
antara 20%-30% Sn berasal dari kadar 0,01% di
lapangan. Dalam konsentrat tersebut juga
terkandung mineral ikutan dalam jumlah
bervariasi (Pramusanto dkk., 1994; Nugraha,
2008), seperti monazit, xenotim, zirkon dan mineral pengotor lainnya seperti kuarsa, ilmenit, pirit/
markasit, hematit, turmalin, dan sebagainya.
Umumnya, untuk menghasilkan konsentrat awal
dilakukan pemisahan dengan alat pemisah
berdasarkan perbedaan gaya berat seperti jig dan
palong. Pemisahan awal ini bertujuan
mendapatkan sebanyak-banyaknya timah dari
tambang. Oleh karena itu, sejak awal nilai
perolehan (recovery) timah dalam alat pemisah
tersebut dipersyaratkan tinggi, yaitu 97,5% untuk
jig, dan keseluruhan perolehan adalah 95% untuk
menghasilkan konsentrat berkadar rendah 2030% Sn.
Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu
dilakukan penelitian dan pengkajian (evaluasi)
terhadap unjuk kerja dari unit pencucian jig
tersebut sehingga menghasilkan data yang dapat

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

digunakan untuk mencapai efisiensi pengolahan
yang optimum sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Pengolahan Bijih Timah dengan Alat Jig
Jigging (Wills and Napier-Munn, 2007) adalah
proses konsentrasi bijih/mineral yang berbeda
berat jenisnya dalam media air berdasarkan
perbedaan kesanggupan butiran-butiran mineral
tertentu untuk menembus lapisan campuran
butiran mineral, sehingga butiran-butiran mineral
tersebut mengatur diri dan mengambil posisi
(berstratifikasi) dalam beberapa lapisan sesuai
dengan berat jenisnya dan dilanjutkan dengan
pengeluarannya.
Pertimbangan utama penggunaan jig di lapangan
dibandingkan dengan alat konsentrasi
berdasarkan berat jenis yang lain seperti palong
(sluice box), meja goyang maupun humprey spiral, antara lain karena kapasitas jig jauh lebih
besar dari ketiga alat tersebut untuk luas
permukaan yang sama. Selain itu, jig lebih sedikit
menggunakan tempat untuk kapasitas yang sama
dan mobilisasinyapun mudah.
Hambatan yang mempengaruhi keberhasilan jig
adalah banyaknya mineral penyerta kasiterit
seperti ilmenit, rutil, xenotim, zirkon, monasit,
topas, turmalin, siderite, anatas dan kuarsa; serta
ukuran butirnya hampir sama yaitu bervariasi
antara 20–200 mesh (0,833–0,074 mm). Mineralmineral ikutan yang mempunyai berat jenis kecil
(< 4.43) mudah dipisahkan terhadap kasiterit
(bj=7), karena mempunyai perbedaan kecepatan
jatuh cukup besar. Mineral-mineral tersebut lebih
cenderung terbuang ke tailing, sedangkan yang
lainnya lebih cenderung ikut bersama konsentrat jig.
Keberhasilan penggunaan jig untuk memisahkan
mineral berharga dengan pengotornya selain
ditentukan oleh perbedaan berat jenis yang cukup
besar, juga tergantung pengaturan variabel jig dan
pemeliharaan peralatannya.

METODOLOGI
Pengamatan
Pengambilan sampel dilakukan pada setiap titik
secara berurutan mulai dari aliran masuk umpan
sampai menjadi produk konsentrat. Kemudian
terhadap setiap sampel dilakukan analisis

149

mineralogi berdasarkan distribusi ukuran pada
fraksi +20 mesh (+850 µm), -20+48 mesh (850+300 µm), -48+100 mesh (-300+150 µm), 100+150 mesh (-150+106 µm), dan -150+200
mesh (-106+75) µm. Pengamatan ini dilakukan
untuk memperoleh data kadar atau % Sn dan
hasil perolehan atau recovery pada setiap tahap
pencucian, sehingga bisa diketahui unjuk kerja
alat proses pencucian jig. Adapun spesifikasi dari
jig yang digunakan adalah sebagai tertera pada
Tabel 1.

Secara skematis susunan alat dan aliran material mulai dari umpan sampai menjadi konsentrat
akhir dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Umpan
dari bak penampung (penenang) didistribusikan
ke 3 unit jig primer yang masing-masing unit terdiri
atas 2 jalur dengan setiap jalurnya mempunyai 3
sel (kompartemen), kemudian konsentrat dari
semua sel jig primer disatukan menuju ke jig
clean-up. Selanjutnya melalui unit jig clean-up
yang terdiri atas 2 jalur dengan setiap jalurnya
mempunyai 2 sel, dihasilkan konsentrat akhir.

Tabel 1. Spesifikasi Jig pada Mapur 1
Spesifikasi
Tipe
Jumlah Unit (jalur x sel)
Panjang x lebar (cm)
Ukuran Bed (mm)
Tebal Bed (mm)

Jig Primer
Yuba
3 unit (2 x 3 sel)
320 x 110
12 - 18
70 - 90

Jig “Clean up”
Yuba
2 unit (2 x 2 sel)
210 x 110
6-9
70 - 90

Gambar 1. Bagan Alir dan Titik Pengambilan Sampel pada Mapur 1

150

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

Gambar 2. Skema tata letak alat jig Mapur 1

Tabel 2 Kondisi operasional Jig Mapur 1
Panjang pukulan
(mm)
jig

Primer
Clean Up

Kompartemen

A
B
C
A
B

Jumlah pukulan per menit

Single
Ended

Double
Ended

Pengamatan 1

Pengamatan 2

Pengamatan 3

11
10
8
-

11
8
7
5
4

135
148
165
220
228

135
147
167
219
227

137
150
170
218
230

Sedangkan tailing yang berasal dari jig primer dan
jig clean-up selanjutnya dibuang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Ukuran dan Mineral pada Feed
Berdasarkan data distribusi mineral pada Gambar
3, terlihat bahwa penyebaran mineral kasiterit dan
kuarsa, secara umum dominan berada pada
ukuran partikel -100+150 µm, berturut-turut 60%
dan 14% atau perbandingan beratnya sekitar 4/
1, sedangkan keberadaan mineral lainnya jauh
lebih kecil. Dengan demikian, secara teknis
keberhasilan proses pemisahan menggunakan
jig terhadap kedua jenis mineral di atas menjadi

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

pokok perhatian dalam penelitian ini. Pada Mapur
1, melalui pengaturan kondisi operasional jig
seperti tercantum pada Tabel 2, perusahaan telah
mempersyaratkan kadar Sn akhir hasil pencucian
adalah 20-30%, yang difokuskan pada proses
pemisahan antara mineral kasiterit dengan mineral kuarsa karena keduanya memiliki perbedaan
berat jenis yang besar.
Perbandingan Distribusi Kasiterit dan
Kuarsa
Berdasarkan nilai Kriteria Konsentrasi-KK (Criteria of Concentration) (Wills and Napier-Munn,
2007), yaitu angka perbandingan berat jenis mineral berat (kasiterit) terhadap mineral ringan
(kuarsa) dalam media air, pada besaran 3,64,

151

Gambar 3. Grafik Distribusi Mineral didalam Feed

berarti pemisahan yang terjadi dapat berlangsung
dengan baik hingga ukuran halus yaitu 100 mesh
(150 µm) sampai 200 mesh (75 µm), dan
terutama bila ukuran kedua mineral tersebut tidak
jauh berbeda. Oleh sebab itu, hasil pengamatan
terhadap distribusi partikel kedua mineral tersebut
yang terdapat dalam produk dari setiap
kompartemen jig dapat dijadikan ukuran untuk
menilai keberhasilan proses pemisahannya.
Secara mudahnya, angka perbandingan antara
berat kasiterit dan kuarsa dalam konsentrat harus
lebih besar dari dalam umpan yaitu 4/1,
sebaliknya dalam tailing harus lebih kecil dari
besaran angka tersebut.
Pada Gambar 4 (sebelah kiri), dapat dilihat data
konsentrat jig primer unit 1 dalam setiap

kompartemen, distribusi mineral kasiterit dibandingkan dengan mineral kuarsa berdasarkan
persen beratnya cukup jauh berbeda. Secara
umum ukuran butiran yang paling banyak
terdapat pada konsentrat, baik untuk mineral
kasiterit maupun mineral kuarsa adalah pada
ukuran -150+106 µm, dengan jumlah berat mineral kasiterit di atas 45% sedangkan mineral
kuarsa di bawah 15%, kecuali pada KPC1
sebanyak 23,34%. Berdasarkan besarnya
perbedaan antara keterdapatan mineral kuarsa
dan mineral kasiterit, juga dibandingkan dengan
dengan perbandingan dalam umpan asal, pada
KPC1 bila dibandingkan dengan yang lainnya,
dapat berarti terjadi sedikit permasalahan pada
jig primer unit 1 kompartemen C.

Gambar 4. Grafik Perbandingan Fraksi Ukuran Kasiterit Dengan Kuarsa Pada Konsentrat Jig
Primer Unit 1 dan Konsentrat Jig Primer Unit 2

152

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

Dari Gambar 4 (sebelah kanan), dapat dilihat
bahwa distribusi mineral kasiterit dibandingkan
dengan mineral kuarsa di dalam konsentrat jig
primer unit 2 berdasarkan persen beratnya pada
ukuran -106+150 µm tidaklah beraturan. Seperti
tampak pada KPB3 (konsentrat jig primer jalur 3
kompartemen B), KPC3 (konsentrat jig primer
jalur 3 kompartemen C) dan KPC4 (konsentrat
jig primer jalur 4 kompartemen C) mineral kuarsa
cukup tinggi bila dibandingkan dengan mineral
kasiterit, bahkan terdapat produk kompartemen
dengan jumlah kasiterit yang lebih kecil dari
kuarsanya. Berarti terdapat permasalahan pada
jig primer unit 2 tersebut, terutama terjadi pada
kompartemen B dan C, yang mengakibatkan
pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis
tidak terjadi dengan baik, sehingga akan
berdampak pada kadar dan recoverynya. Hal ini
juga terjadi pada ukuran -150+200 µm, bahwa
pada produk kompartemen B dan C terdapat
jumlah mineral kasiterit lebih kecil dari mineral
kuarsa.

pemisahan pada jig primer jalur 5 dan 6
kompartemen C. Demikian pula pada fraksi 100+150 µm, pemisahan yang terjadi belum
tercapai karena mineral kuarsa lebih besar
persentasenya dari mineral kasiterit, menunjukkan ketidakmampuan kompartemen jig primer
tersebut untuk memisahkan kedua mineral. Hal
ini difahami, karena semua umpan yang masuk
ke dalam kedua kompartemen B dan C, sebagian
besar mineral kasiteritnya sudah terpisahkan
sebagai konsentrat, sedangkan limpahannya
berupa mineral ringan sebagai tailing, menjadi
umpan kompartemen berikutnya seperti terlihat
pada skema bagan alir dalam Gambar 1 dan 2.
Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mengatur
kembali kondisi penyetelan alat, seperti jarak dan
jumlah pukulan pada kompartemen B dan C, agar
mineral ringan yang kandungannya makin
meningkat di dalam umpan kedua kompartemen
tersebut tidak terbawa ke dalam konsentrat, tanpa
mengurangi tujuan utamanya untuk mengambil
sebanyak mungkin kasiterit yang ada.

Pada Gambar 5 (sebelah kiri), menunjukkan
distribusi mineral kasiterit dan kuarsa di dalam
konsentrat jig primer unit 3 berdasarkan persen
berat, hasilnya terlihat bahwa pada kompartemen
A dan B pemisahan antara mineral kasiterit dan
mineral kuarsa terjadi cukup baik, sedangkan
pada kompartemen C juga tidak sesuai dengan
yang diharapkan karena mineral kuarsa terdapat
lebih banyak daripada mineral kasiteritnya.
Misalnya pada KPC 5 dan KPC 6, terlihat bahwa
mineral kasiterit berada di bawah mineral kuarsa
terutama pada fraksi ukuran -150+106 µm, yang
berarti terjadi permasalahan pada proses

Selanjutnya, pada Gambar 4 (sebelah kanan)
terlihat bahwa pada konsentrat jig clean up
perbandingan persen berat antara fraksi ukuran
mineral kasiterit dengan mineral kuarsa semakin
membesar. Walaupun hal yang sama juga terjadi
pada kompartemen B, yaitu masih tingginya
persentase kuarsa di dalam konsentrat, dapat
dilihat pada fraksi -100+150 µ m bahwa
keterdapatan mineral kasiterit pada unit 1 dan 2,
berturut-turut 57,50 dan 52,78% bila dibandingkan
dengan mineral kuarsa, berturut-turut 15,33 dan
6,55%. Sedangkan pada kompartemen A pada
unit 1 dan 2, keterdapatan mineral kasiterit

Gambar 5. Grafik Perbandingan Fraksi Ukuran Kasiterit dengan Kuarsa pada Konsentrat Jig
Primer Unit 3 dan Konsentrat Jig Clean Up

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

153

berturut-turut 71,10 dan 65,35% dibandingkan
dengan mineral kuarsa berturut-turut, 1,95 dan
1,62%. Seperti halnya pada operasional jig
primer, untuk jig clean-up, umpan pada
kompartemen B adalah berupa limpahan tailing
dari kompartemen A sehingga agar diperoleh
perolehan kasiterit yang tinggi terpaksa harus
membiarkan sebagian kuarsa berada dalam
konsentrat. Sesuai dengan tujuannya, tahap
operasi jig clean-up adalah membersihkan
kembali kasiterit yang telah terkonsentrasi, untuk
itu selain pengaturan kondisi penyetelan alat, juga
diperlukan kontrol yang lebih ketat terhadap
jalannya operasi pencucian. Berdasarkan hasil
pengamatan bahwa fraksi ukuran yang dominan
adalah -100+150 µm dengan nilai rata-rata mineral kuarsanya berada di bawah 5%, berarti
pemisahan pada jig clean-up masih sesuai
dengan Kriteria Konsentrasi dan sesuai dengan
standar perolehan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
Kadar Konsentrat dan Perolehan
Hubungan Perolehan dan Kadar Konsentrat
Pada Jig Primer
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi
kadar konsentrat yang diperoleh tiap
kompartemen jig primer akan menyebabkan
rendahnya perolehan yang didapat oleh
kompartemen tersebut.
Pada jig primer unit 1 secara umum memiliki recovery 77,27% jauh di bawah nilai perolehan yang
diharapkan oleh perusahaan yaitu minimal 97%
untuk jig primer. Walaupun kadar yang
diharapkan cukup memenuhi standar pencucian
dari perusahaan yaitu 1-5% Sn. Untuk jig primer
unit 1 memiliki 2 jalur yaitu, jalur 1 dan 2, untuk

jalur 1 memiliki perolehan 74,02% dengan kadar
2,35% Sn, sedangkan pada jalur 2 memiliki
perolehan 80,83% dengan kadar 2,48% Sn.
Perbedaan yang cukup jauh antara kedua jalur
dalam 1 unit yang memiliki mesin penggerak yang
sama, yang berarti jumlah pukulan dan panjang
pukulan yang sama, yang membuktikan bahwa
terjadi perbedaan beban kerja dan jumlah feed
yang masuk ke dalam 1 unit jig yang sama.
Pada jig primer unit 2 secara umum memiliki
kadar yang cukup jelek yaitu 0,55% Sn yang
berarti jauh dari harapan perusahaan yaitu 1-5%
Sn, dan recovery yang tidak begitu bagus juga
yaitu 81,56%. Bila dilihat perjalur pun yaitu jalur
3 dan 4 kondisinya tidak jauh berbeda. Di jig unit
2 tidak terlihat perbedaan yang jauh antara unit
yang satu dengan lainnya, hal ini dapat
dimungkinkan terjadi karena permasalahan pada
kedua jalur tersebut tidak berbeda. Bila dilihat
dilapangan secara fisik kondisi tangki cukup baik,
penggerak pun bekerja dengan baik, tetapi ada
sedikit kebocoran pada membran pada dinding
tangki. Kebocoran mungkin terjadi karena
kerusakan membran dan/atau terjadi masalah
pada bed jig yang membuat proses tekanan (pulsion) dan isapan (suction) tidak bekerja dengan
optimal, permasalahan ini dapat berupa dasar
material (bed) yang terlalu tebal, keausan pada
bed atau ukuran butiran dari bed yang tidak
seragam. Sehingga sebaiknya jig unit 2 tersebut
harus segera dilakukan perbaikan ataupun
perawatan.
Pada jig primer unit 3 untuk kadar yang didapat
tidak jauh berbeda dengan jig primer unit 1 yaitu
masuk dalam standar perusahaan 1-5% Sn,
tetapi secara umum memiliki perolehan terendah
dari ketiga unit jig primer yaitu 74,22%. Bila dilihat
per jalurnya yaitu jalur 5 memiliki kadar 1,99%

Gambar 6. Grafik Hubungan Perolehan (Recovery) dengan Kadar Konsentrat

154

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

Sn dan perolehan 74,89% sedangkan pada jalur
6 memiliki kadar 2,47% Sn dan perolehan
72,57%.
Jadi secara umum perolehan pada jig primer
sangat rendah yaitu 77,76%, mengakibatkan
banyak terbuangnya mineral kasiterit dari proses
pencucian yang terjadi karena beberapa hal, yaitu :
1. Pembagian jumlah umpan (feed) tidak merata
pada tiap unit, karena bentuk alat pembagi
feed berupa berupa pipa saluran yang
langsung dialirkan ke jig tanpa ada
menggunakan sistem mekanisasi pembagi
dan perata yang baik dari bak penenang ke
jig primer maupun dari jig primer ke jig cleanup. Akibat sistem pengumpanan atau
penyebaran feed yang tidak merata pada jig
menyebabkan terjadinya perbedaan beban
kerja antara jig yang satu dengan yang
lainnya, sehingga akan berpengaruh terhadap
perolehan pada masing-masing jig primer
maupun jig sekunder.
2. Kondisi jig bed, antara lain seperti: mengalami
kebuntuan, bed terlalu tebal, ukuran butiran
material bed yang tidak seragam, ketebalan
bed yang tidak sama, dan keausan pada bed,
dapat menyebabkan feed mengalir langsung
tanpa melalui proses tekanan dan isapan,
sehingga dapat mengakibatkan perolehan
menjadi rendah. Contohnya yang terjadi pada
jig unit 2.
3. Gerakan pendorong, yaitu jumlah pukulan
dan panjang pukulan yang tidak sesuai.
Panjang pukulan akan lebih besar untuk berat
jenis dan ukuran butir kasar daripada berat
jenis dan ukuran lebih kecil. Demikian pula
makin banyak mineral berat, maka panjang
pukulan harus diperbesar karena lapisan di
atas bed akan makin berat. Panjang pukulan
pada masing-masing tingkat jig tidak sama,
hal ini bertujuan untuk membuang mineralmineral ikutan yang tak berharga sebanyak
mungkin (meningkatkan kadar dan
perolehan) pada masing-masing tingkat jig
tersebut (PT Timah Tbk, 2008). Mineral ikutan
tak berharga seperti kuarsa, turmalin, pirit,
markasit, siderit, anatas akan lebih banyak
berada pada jig tingkat primer dibandingkan
dengan tingkat sekunder dan tertier; sehingga
pengaturan panjang pukulan akan lebih besar
pula pada tingkat primer (terutama di A)
daripada tingkat sekunder dan clean-up.

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

4. Kondisi dari saringan jig perlu juga diperhatikan agar tidak tersumbat, sobek ataupun
mengalami keausan, yang menyebabkan
proses dorongan dan isapan terganggu.
sehingga dapat berakibat pada perolehan.
5. Kecepatan aliran feed pada permukaan jig
tidak pada kecepatan semestinya. Kecepatan
aliran yang dimaksud adalah kecepatan aliran
dipermukaan bed, hal ini harus diperhatikan
dengan baik agar tidak melampaui batas
kecepatan yang telah ditentukan.
6. “Hutch”, Kondisi Hutch (tangki) harus selalu
diperhatikan untuk mencegah kebocoran,
yang akan mengganggu proses pulsion dan
suction di dalam jig.
7. Spigot jangan sampai tersumbat ataupun
rusak.
Hubungan Perolehan dan Kadar Konsentrat
Pada Jig Clean-Up
Berdasarkan hasil perhitungan yang diplot pada
Gambar 5 dapat dilihat bahwa secara umum jig
clean-up memiliki perolehan berturut-turut untuk
jalur 1 dan 2, masing-masing sebesar 99,13%
dan 98,09% dengan kadar 22,81% Sn dan
44,50% pada jalur 1 dan recovery dengan kadar
pada jig clean up jalur 2, sesuai dengan standar
dari perusahaan yaitu nilai perolehan minimal
untuk jig clean-up adalah 98% dengan kadar 2030%. Pengamatan dilapangan menunjukkan
bahwa, selain disebabkan oleh jumlah alat yang
lebih sedikit juga jumlah kompartemennya hanya
dua, karena umpannya berupa konsentrat jig
primer sehingga mudah pengawasan terhadap
jalannya operasi jig clean-up tersebut.
Secara umum jig clean-up menunjukkan kinerja
dan kondisi yang cukup baik, sedangkan kinerja
jig primer masih buruk. Karena hal ini yang akan
mengakibatkan banyak terbuangnya mineral
berharga ke dalam tailing.
Pengaruh Perolehan pada Jig Terhadap
%Sn dalam Tailing
Berdasarkan data pada Gambar 6 (a), (b), dan
(c) dapat dilihat dari distribusi mineral kasiterit di
dalam tailing jig primer cukup tinggi yaitu di atas
10% dari berat pada tailing jig primer,
membuktikan banyaknya kasiterit yang lolos ke
dalam tailing jig primer, pada fraksi ukuran butir

155

tertinggi dalam rentang -106 µm sampai dengan
+200 µm. Lebih rinci lagi bahwa mineral kasiterit
yang terbuang ke tailing jig primer unit 2
menempati posisi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan tailing unit lainnya. Hal ini
membuktikan bahwa proses pemisahan terhadap
mineral kasiterit pada jig primer tidak berjalan
dengan cukup baik, seharusnya mineral kasiterit
yang terbuang dari jig primer sangat sedikit sesuai
dengan standar yang diberikan perusahaan
adalah perolehan minimal 98%.
Kondisi yang baik dan kinerja yang baik pada jig
clean-up yang menghasilkan perolehan yang baik
pula berdampak pada rendahnya kadar Sn yang
terdapat didalam tailing jig clean-up tersebut

(a)

(c)

seperti terlihat pada Gambar 6 (d). Tetapi
sebaliknya dengan rendahnya perolehan pada jig
primer mengakibatkan meningkatnya % Sn dalam
tailing jig primer. Nilai paling tinggi untuk kadar
Sn terdapat pada tailing jig primer unit 2 yaitu jalur
3 dan 4 (TP3 dan TP4).
Dari Gambar 6 (d) juga dapat dilihat distribusi
mineral kasiterit di dalam tailing jig clean up yang
sangat rendah yaitu mendekati 0% dan
sedangkan mineral kuarsa antara 50-70% pada
fraksi ukuran butir tertinggi -100+150 µm. Angka
ini menunjukkan sangat sedikitnya mineral
kasiterit yang terbuang ke tailing, sehingga secara
umum kinerja jig clean-up dinilai cukup baik.

(b)

(d)

Gambar 6. Grafik Distribusi Mineral pada Tailing Jig Primer dan Tailing Jig Clean-Up

156

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Dari hasil pengamatan dan pengolahan data,
dapat disimpulkan sebagai berikut.

Antareza, M.T., 2001. Aktivitas Penambangan
dan Pengolahan Timah di PT Tambang
Timah dan PT. Koba Tin Bangka, Laporan
Kuliah Kerja Lapangan, Program Studi
Pertambangan, Fakultas Teknik, Unisba.

1. Proses pencucian dengan menggunakan jig
pada lokasi penelitian menunjukkan
perbedaan perolehan dan kadar (%Sn) baik
pada jig primer, jig clean-up dan masingmasing jalur jig. Hal ini akibat jumlah feed
yang tidak merata, jig bed yang tidak
memenuhi standar dari perusahaan, kondisi
“hutch” yang bocor, serta kondisi penggerak
yang tidak terkontrol dengan baik.
2. Proses pemisahan mineral kasiterit terhadap
mineral kuarsa di dalam jig primer tidak
bekerja dengan baik, terlihat dari cukup
banyaknya mineral kuarsa pada konsentrat
jig primer yaitu antara 5%-60% pada ukuran
-106+150 µm dan keterdapatan mineral
kasiterit di dalam tailing jig primer cukup tinggi
yaitu di atas 10% pada ukuran 150 µm.
Akibatnya perolehan Sn hanya mencapai
77,76%, nilai ini berada di bawah standar
yang ditetapkan perusahaan.
3. Proses pemisahan pada jig clean-up lebih
baik dibandingkan dengan daripada proses
pemisahan pada jig primer, terlihat dari
keterdapatan mineral kuarsa di dalam
konsentrat antara 0%-15% pada ukuran 106+150 µm dan keterdapatan mineral
kasiterit di dalam tailing jig clean up juga
mendekati 0% pada ukuran yang sama.
Dengan demikian nilai perolehan pada jig
clean up antara 98% sampai dengan 99,5%
adalah sesuai dengan standar perusahaan.

Argadinata, G., 2008. Operasi Penambangan
Tambang Besar (TB) 1.9 Air Jangkang,
Produksi Daerah I Sungailiat, Laporan Kerja
Praktek, PT. Timah Tbk.”, Program Studi
Pertambangan, Unisba.
Ismail, L., 1998. Proses Penambangan di TS. 23
Belinyu, Laporan Teknik, PT Tambang
Timah, Bangka.
Nugraha, S., 2008. Evaluasi Terhadap Unjuk
Kerja Alat Pencucian Meja Goyang (Wet/
Shaking Table) di Pusat Pencucian Bijih
Timah (Tin Shed) PT Koba Tin Kabupaten
Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Skripsi, Program Studi
Pertambangan, Fakultas Teknik, Unisba.
Pramusanto, K. Sumadi, and N. Ardha, 1994. The
Separation Characteristics of Tin Associated
Minerals In Re-Treated Mentok Washing
Plant Tailings, Buletin PPTM Vol 16, No.1
Januari, Bandung
PT Timah Tbk., 2008. Pencucian, Teknik
Pengolahan P2P, SOP.
Sumpeno, H., 2000. Upaya Peningkatan
Kapasitas Pemindahan Tanah dengan
Menggunakan Pompa dan Alat Bantu
Mekanis di TB. 1.9 Air Jangkang Wasprod I
PT Tambang Timah, Bangka, Skripsi, Unsri.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penghargaan disampaikan kepada PT Timah
(Persero) Tbk beserta seluruh staf dan
karyawannya yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis untuk melakukan
kegiatan penelitian di wilayah kerjanya, dan terima
kasih atas segala bantuan yang telah diberikan
selama melaksanakan kegiatan tersebut.

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

Wijaya, 2003. Operasi Penggalian Kapal Keruk
16 Kebiang di Lepas Pantai Laut Cupat
Belinyu OPS. KK Bangka PT. Timah Tbk.,
Laporan Kerja Praktek, Program Studi
Pertambangan, Fakultas Teknik, Unisba,.
Wills, B.A, and T.J. Napier-Munn, 2007. Mineral
Processing Technology, Seventh Edition,
Butterworth-Heinemann, Oxford, U.K.

157

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi Tambang Mapur, Belinyu, Pulau Bangka

158

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

(a)

(b)
Lampiran 2. Foto (a) Jig Primer dan (b) Jig Clean Up

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2011

159