Kasus 8 Trik Penjualan Produk Farmasi

PerundangUndangan
Kesehatan

Kasus 8
“Trik Penjualan
Produk Farmasi”
Titik Nurhayati
Tya Palpera Utami
Utamy Achmad
Shaqiel Rashauna

SKENARIO MASALAH
1

Klarifikasi Istilah

4

2

Identifikasi Masalah


5

3

Analisis Masalah

6

7

Kesimpulan

Keterkaitan Antar
Masalah
Keterbatasan Ilmu
Pengetahuan
Sintesis

Untuk meningkatkan penjualan, seorang Apoteker

yang menjadi Manajer Marketing divisi OTC pada suatu
pabrik farmasi merencanakan untuk melakukan promosi
aktif  kepada outlet apotek. Apotek  yang dapat menjual
produk A dengan target tertentu akan mendapatkan
reward berupa bonus/marketing fee/diskon yang cukup
besar. Adapun ketentuan yang ditetapkan adalah
sebagai berikut:
1. Perhitungan pencapaian target berdasarkan jumlah
pembelian produk A ke PBF yang telah ditentukan,
dibuktikan dengan foto kopi faktur pembelian.
2. Outlet bersedia mendisplay produk A pada tempat
yang strategis.
3. Petugas
outlet
bersedia
menggunakan
atribut  berupa kaos produk A dan selalu aktif
menawarkan produk kepada konsumen.
4. Outlet tidak menyediakan produk competitor.


SKENARIO
KASUS 8

Marketi
ng
Fee

OT
C

Faktu
r

Klarifikasi
Istilah Prom
osi

PBF
Targ
et


OTC
Obat Over The Counter atau OTC
adalah obat selain obat keras yang
dapat diperoleh di apotek-apotek atau
toko obat tanpa resep dokter,
sehingga menurut deinisi ini, yang
dapat digolongkan sebagai obat OTC
adalah golongan Obat Bebas dan
Obat Bebas Terbatas. (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 tentang
Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep)

Faktur
Faktur adalah dokumen yang
diterbitkan oleh penjual kepada
pembeli yang berisi nama, nomor
bets, kedaluwarsa, jumlah, satuan,
dan
harga

Prekursor
Farmasi
dan/atau
obat
mengandung
prekursor. Faktur dibagi menjadi
dua, yaitu faktur pembelian dan
faktur penjualan. (PerKBPOM No. 40 Tahun
2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor)

Promosi
Promosi
adalah
kegiatan
pengenalan atau penyebarluasan
informasi suatu barang dan/atau
jasa untuk menarik minat beli
konsumen
terhadap
barang

dan/atau jasa yang akan dan
sedang diperdagangkan. (Undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

Target
Sasaran (batas ketentuan dan
sebagainya) yang telah ditetapkan
untuk dicapai. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)

Marketing Fee
Marketing fee atau imbalan yang
bersifat transaksional yang terkait
dengan pemasaran suatu produk.
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Hk.02.02/Menkes/306/2014 Tentang Petunjuk
Teknis Pengendalian Gratiikasi Di Lingkungan

Kementerian Kesehatan)

PBF
PBF
adalah
badan
hukum
berbentuk perseroan terbatas atau
koperasi
yang
memiliki
izin
mengadakan
penyimpanan
dan
menyalurkan perbekalan farmasi
dalam jumlah besar sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku. PBF ada yang bersifat

lokal dan nasional (utama). (SK Menteri
Kesehatan No.243/MENKES/SK/V/1990)

IDENTIFIKASI
MASALAH

Petugas
outlet
bersedia
menggunaka
n
atribut  beru
pa kaos
produk A dan
selalu aktif
menawarkan

Outlet
tidak
menyediak

an produk
kompetitor
.

Apakah diperbolehkan
petugas outlet menggunakan
Atribut berupa kaos
produk tertentu?
Apakah diperbolehkan
petugas outlet selalu aktif
menawarkan produk
kepada konsumen?

1. Petugas outlet
bersedia
menggunakan
atribut  berup
a kaos produk
A dan selalu
aktif

menawarkan
produk kepada
konsumen.

Analisis Masalah 1

Menurut kode etik apoteker
pakah tindakan yang dilakukan
oleh petugas outlet tersebut
diperbolehkan?

JAWABAN 1
Manajer
marketing
tidak
selayaknya
membuat ketentuan seperti itu, karena
merupakan tindakan yang tidak adil terhadap
pabrik farmasi lain.
 Ketentuan yang dibuat tersebut untuk

meningkatkan penjualan akan mendorong
terjadinya pelanggaran kode etik. Apotek
akan menjadi alat promosi dari pabrik
tertentu
dan
apotek
hanya
menyediakan/menjual
obat-obatan
dari
industri farmasi tertentu saja.
 Promosi produk A sebaiknya dilakukan
sendiri oleh pabrik tanpa melibatkan apotek

Implementasi – Jabaran
Kode
Etik
JAWABAN 2
1

2

3

Seorang
Menurut Kode
Etikapoteker
Apoteker Indonesia
Seorang
apoteker
dalam menjalankan
Bab
1 Ketentuan
Umum Pasal 5 yang
Besarnya
dalam
tugasnya
dapat
mengatakan bahwa :
jasa
memperoleh imblan
tindakan
“Di
dalam darimenjalankan
tugasnya
pelayanan
pasien
dan
profesionalnya
Seorang Apoteker
harus menjauhkan
diri
masyarakat
atas
ditetapkan
harus
dari usaha mencari
jasa yangkeuntungan diri
menghindari
dalam
diberikannya
semata yang
bertentangan
dengan
diri dari
peraturan
dengan
tetap
martabat dan tradisi luhur jabatan
perbuatan
organisasi.
memegang teguh
kefarmasian.”
yang
akan
kepada prinsip
merusak atau
mendahulukan
seseorang
kepentingan pasien

Apakah tindakan tersebut
diperbolehkan dalam
kode etik apoteker?

Analisis

Pada Kode Etik Apoteker,
poin mana yang dilanggar?

Apa landasan hukum
yang mendasari perbuatan
tersebut dinyatakan salah?

2.Outlet
tidak
Masalah
2
menyediak
an produk
kompetitor
.

Jawaban :
• Pihak medrep tidak boleh membuat
perjanjian
untuk
memonopoli
penjualan obat.
• Pihak apotek tidak boleh menyetujui
perjanjian dengan Medrep untuk
memonopoli penjualan obat.
• Pihak apotek tidak boleh memonopoli
penjualan obat OTC jenis tertentu.

Jawaban :
Berdasarkan hukum yang berlaku Kode
Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical
Manufacturers
Group)
yang
dilanggar
adalah pasal 4 (Interaksi dengan Profesi
Kesehatan).
“Setiap sponsor yang diberikan kepada
individu profesi kesehatan tidak boleh
didasarkan
atas
kewajiban
untuk
mempromosikan, merekomendasikan atau
menuliskan resep suatu produk farmasi.”

Jawaban :
Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat
antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter
Indonesia
“KESEPAKATAN
BERSAMA
ETIKA
PROMOSI OBAT”.
“Dukungan apapun yang diberikan perusahaan
farmasi
kepada
seorang
dokter
untuk    menghadiri
pertemuan
ilmiah tidak
boleh diisyaratkan /dikaitkan dengan kewajiban
untuk mempromosikan atau meresepkan suatu
produk.”

Keterkaitan
Antar Masalah

Keterbatasan Ilmu
Pengetahuan
Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan
data yang akan dibahas dan dikumpulkan, maka penulis
mengkhususkan pembahasan makalah dalam hal-hal
sebagai berikut:
• Perundang-undangan Kesehatan
kode etik kefarmasian

yang

menyangkut

• Kebijakan penjualan obat OTC (Over The Counter) oleh
Apoteker
• Promosi produk farmasi oleh perusahaan farmasi yang
memproduksi obat tersebut
• Keterkaitan kebijakan penjualan produk oleh suatu
pabrik farmasi dengan persaingan antar pabrik farmasi

Learning Issue
1.
2.
3.
4.

Obat OTC
Faktur
PBF (Perusahaan Besar Farmasi)
Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 1
Ketentuan Umum
5. Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat
antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan
Dokter Indonesia
6. Kode
Etik
IPMG
(Internasional
Pharmaceutical Manufacturers Group)

Obat OTC

Kode Etik
Apoteker
Indonesia
BAB I
Ketentuan
Umum
Kode etik IPMG
(Internasional
Pharmaceutical
Manufacturers Group)
pasal 4 (interaksi
dengan profesi

Fraktur

SINTESIS

PBF

Kesepakatan
Bersama Etika
Promosi Obat
antara GP Farmasi
Indonesia dan
Ikatan Dokter

Obat OTC (Over The Counter) atau obat bebas
adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep
dokter yang terdiri atas obat bebas dan obat bebas
terbatas.
 Obat

OTC (Over The Counter) terdiri dari dua
golongan yaitu obat bebas dan obat bebas
terbatas. Obat bebas adalah ini merupakan tanda
obat yang paling "aman" . Obat bebas, yaitu obat
yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di
warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan
lingkaran hijau bergaris tepi hitam.
 Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni
obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih
bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter,
memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam.

Faktur atau invoice merupakan bukti transaksi
pembelian atau penjualan barang seacra kredit.
Faktur dibagi menjadi dua, yaitu:
Faktur pembelian adalah bukti transaksi pembelian
barang secara kredit. Faktur pembelian diterima
dari pihak penjual. Sehingga faktur pembelian
merupakan bukti ekstern.
 Faktur penjualan yaitu bukti transaksi penjualan
barang secara kredit. Faktur penjualan dibuat oleh
pihak penjual lalu diserahkan kepada pihak
pembeli. Faktur penjualan merupakan bukti
transaksi intern.


Semua faktur memuat informasi yang sama yaitu,
nama dan alamat pihak penjual maupun pihak
pembeli,nomor faktur, nomor pesanan, tanggal
pengiriman, syarat pembeyaran dan keterangan
mengenai barang seperti jenis barang, kuantitas,

Menurut
SK
Mentri
Kesehatan
No.243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian
dewasa ini, maka ditetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan No.918/MENKES/PER/X/1993 bahwa
PBF adalah badan hukum berbentuk perseroan
terbatas atau koperasi yang memiliki izin
mengadakan penyimpanan dan menyalurkan
perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. PBF ada yang bersifat lokal dan
nasional (utama).

1

KODE ETIK APOTEKER
INDONESIA
BAB I KEWAJIBAN UMUM

Kode etik IPMG (Internasional
Pharmaceutical Manufacturers
Group) Pasal 4
(Interaksi dengan Profesi
Kesehatan)

 Semua

hubungan antara anggota IPMG dengan
profesi kesehatan yang melibatkan kompensasi harus
disertai dengan bukti berupa kontrak / perjanjian
yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan
secara jelas mencantumkan jenis kegiatan yang akan
dilakukan oleh profesi kesehatan serta kompensasi
yang akan diberikan oleh perusahaan kepada profesi
kesehatan.

 Setiap

sponsor yang diberikan kepada individu profesi
kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban
untuk mempromosikan, merekomendasikan atau
menuliskan resep suatu produk farmasi

Kesepakatan Bersama Etika
Promosi Obat antara GP
Farmasi Indonesia dan
Ikatan Dokter Indonesia
Bahwa untuk mewujudkan upaya promosi obat yang
beretika dengan tujuan mengingatkan kembali
pelaksanaan etika profesi kedokteran dan etika para
pengusaha farmasi dalam rangka ketersediaan dan
keterjangkauan sediaan obat yang merupakan salah
satu komponen penting untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Dukungan apapun yang diberikan perusahaan
farmasi kepada seorang dokter untuk    menghadiri
pertemuan
ilmiah tidak
boleh
diisyaratkan
/dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan
atau meresepkan suatu produk.

Berdasarkan Kode Etik Apoteker Indonesia
Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 5 tindakan
Apoteker Manajer Marketing divisi OTC suatu
pabrik farmasi merupakan pelanggaran dimana
implementasinya seorang apoteker dalam
tindakan profesionalnya harus menghindari diri
dari perbuatan yang akan merusak seseorang
ataupun merugikan orang lain. Dalam kaitan
ini, kebijakan dari apoteker tersebut merugikan
pihak lain yaitu pabrik farmasi. Apotek akan
menjadi alat promosi dari pabrik tertentu,
promosi produk A sebaiknya dilakukan sendiri
oleh pabrik farmasi yang memproduksi produk
tersebut tanpa melibatkan apotek agar dapat
mencegah persaingan yang tidak sehat antara

Kesimpulan

Pelanggaran
lainnya
yaitu
pelanggaran dari Kode Etik IPMG
(Internasional
Pharmaceutical
Manufacturers Group) Pasal 4 perihal
Interaksi dengan Profesi Kesehatan
dimana setiap sponsor yang diberikan
kepada individu profesi kesehatan tidak
boleh didasarkan atas kewajiban untuk
mempromosikan,
merekomendasikan
atau menuliskan resep suatu produk
farmasi. Sehingga baik pihak medical
representatif (medrep) maupun apotek
tidak diperbolehkan membuat perjanjian

TERIMA KASIH