Kasus bank century dilihat dari pengambi

Kasus bank century dilihat dari pengambilan keputusan dalam

Terkait pengambilan keputusan KSSK
Terhadap surat Gubernur BI No. 10/232/GBI/Rahasia tertanggal 20 November 2008 tentang
Penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal dan Penetapan Tindak Lanjutnya, Departemen
Keuangan dan LPS melakukan rapat konsultasi KSSK pada tanggal 14, 17, 18, 19 dan 20
November 2008. KSSK kemudian mengadakan rapat pada tanggal 21 November 2008. Rapat
didahului dengan presentasi dari BI. Pada rapat ini banyak pihak yang tidak setuju dengan
argumentasi BI yang menyatakan Bank Century akan berdampak sistemik.
Dalam pengambilan keputusan bahwa Bank Century adalah Bank Gagal yang berdampak
sistemik dinilai bahwa BI dan KSSK tidak memiliki kriteria terukur dalam menetapkan
dampak sistemik BC, dalam menetapkan status ini dalam MOU disepakati bahwa status ini
harus memenuhi 4 kriteria, yaitu aspek institusi keuangan, aspek pasar keuangan, sistem
pembayaran dan sektor riil, akan tetapi BI hanya mengukur aspek institusi keuangan saja secara
kuantitatif dan hasilnya adalah peran fungsi Bank Century relatif kecil dalam sector-sektor
perekonomian, sehingga BI menambahkan saru faktor lagi, yaitu aspek psikologi pasar.
Dengan memunculkan aspek ini, penentuan terhadap 3 indikator lain berdasarkan MOU
dilakukan secara kualitatif. Dengan berdasarkan aspek ini, BI mengambil kesimpulan; ”bahwa
akan terjadi ketidakpastian yang tinggi terutama terhadap psikologi pasar masyarakat yang
selanjutnya dapat memicu gangguan/ketidakpastian di pasar keuangan dan system
pembayaran”.

Rapat tersebut dihadiri oleh ketua KSSK yaitu menteri keuangan, Gubernur BI selaku
anggota KSSK, dan Sekertaris KSSK, rapat tersebut memutuskan bahwa Bank Century adalah
Bank Gagal yang berdampak sistemik, dan penanganannya diserahkan pada LPS, akan tetapi
kondisi Bank Century makin memburuk selama periode November 2008, sehingga BI
mengeluarkan data baru mengenai kebutuhan dana untuk penyertaan modal sementara (PMS)
LPS untuk penyelamatan Bank Century.
Dana PMS kemudian membengkak dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,76 triliun. Kemudian
dana ini disalurkan dalam 4 tahap, akan tetapi dalam penyaluran dana ini dan munculnya data
kebutuhan PMS tambahan yang sangat besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa BI dan KSSK
1

tidak memberikan informasi sesungguhnya mengenai resiko penurunan CAR (keadaan
BC) yang disebabkan oleh penurunan kualitas asset yang seharusnya diketahui lebih awal
oleh BI.
Legalitas Keputusan KSSK
Terkait dengan penyaluran dana yang diputuskan oleh KSSK yang Peraturan Pemerintah
Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) pada 15
Oktober 2008. Dalam Perpu ini diatur soal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang
terdiri dari Gubernur BI dan Menteri Keuangan.
Terkait dengan hal ini, Rapat Paripurna DPR RI tertanggal 18 Desember 2008 telah

memutuskan agar pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang JPSK.
Artinya KSSK telah berjalan dengan tanpa persetujuan penuh oleh DPR RI. Dengan demikian,
otoritas atau kewenangan KSSK sebenarnya belum memiliki dasar hukum yang cukup kuat
secara konstitusional, sehingga segala keputusan yang dihasilkan juga masih dapat
dipertanyakan.
Terkait dengan pengucuran dana ke Bank Century, jika mengacu pada persetujuan DPR
RI, sejumlah Rp 2,88 triliun masih disalurkan oleh LPS tanpa dukungan pengesahan atau
persetujuan DPR atas dasar KSSK.
4.

Terkait Penyalahgunaan Dana FPJP dan PMS
Adanya penarikan DPK oleh pihak terkait Bank Century sebesar Rp 938,654 M
Adanya unsur penggelapan dana kas Valas sebesar USD 18 Juta dengan masing-masing
sebesar 2 M untuk Dewi Tantular dan Robert Tantular
2.3 Kasus Bank Century dari sudut pandang Buku Geoge Aditjondro
Kasus bank Century memang menarik banyak pihak untuk berargumen, karena kasus ini
berkembang akibat terlibatnya nama-nama pejabat tinggi Negara, sebut saja wapres Boediono,
dan menteri keuangan Sri Mulyani, hal tersebut menuai banyak protes di kalangan masyarakat,
khususnya mahasiswa, mereka menilai bahwa pemerintah sangat lamban dalam menyelesaikan
2


kasus ini, apalagi dengan sikap presiden SBY yang terkesan lamban dan pandang pilih, hal ini
dibuktikan dengan kasus lain yang menimpa bibit-chandra, dan kasus arthalita suryani yang
sekarang dipenjara dengan sel bintang lima.
Sikap lamban dan pandang bulu presiden SBY juga dikritik oleh seorang penulis yang
menulis buku yang berjudul “membongkar gurita cikeas dibalik skandal bank century”, buku
yang ditulis oleh Geoge Aditjondro itu menuai banyak protes dari kalangan pemerintah, hal
tersebut dikarenakan dalam isi buku itu disebutkan bahwa pak Presiiden SBY diindikasikan
memiliki keterlibatan dengan kasus pengggelapan uang Bank Century. Tidak hanya di dalam
buku Membongkar Gurita Cikeas, banyak isu yang menyebar di masyarakat bahwa dana Bank
Century tersebut mengalir ke dana kampanye Partai Demokrat.
dalam buku tersebut diceritakan bahwa dalam skandal Bank Century pak SBY memiliki
hal-hal yang mengindikasikan bahwa dirinya terlibat dalam skandal ini, salah satunya adalah
Hartati Murdaya dan Boedi Sampoerno yang notabene nasabah kelas kakap Bank Century adalah
penyokong dana kampanye Partai Demokrat, mengingat bahwa skenario kisah kebangkrutan
Bank Century sehingga Bank tersebut tidak bisa memenuhi rasio kecukupan modal dikarenakan
sebelum Bank Century diambil alih oleh LPS, Hartati Murdaya, pemimpin kelompok CCM
(Central Cipta Mudaya) dan Boedi Sampoerno, salah satu penerus keluarga Sampoerno telah
menarik uang mereka secara besar-besaran yaitu masing-masing 321 Miliar dan 1.895 Miliar
pada bulan November, dan dua orang tersebut adalah penyumbang logistic SBY dalam pemilu.

Deposan kakap SBY lainnya yang merupakan nasabah dari Bank Century yang menarik uang
mereka secara besar-besaran antara lain PTPN Jambi, PT Sinar Mas, Jamsostek.
Dan apa hubungannya antara Boedi Sampoerno dengan keluarga Presiden?? Dalam buku
tesebut disebutkan bahwa Boedi Sampoerno mempunyai hubungan yang sangat dekat sekali
degan keluarga Cikeas, diantaranya Boedi merupakan deposan atau penyokonng dana SBY
dalam Pilpres, juga Boedi ditenggarai menjadi “salah seorag penyokong SBY, termasuk dengan
menerbitkan sebuah Koran” (Rusly 2009;48). Koran yang disebutkan disini adalah Koran
nasional yang bernama Jurnal Nasional yang merupakan media massa yang menjadi corong
politik Partai SBY.
Disebutkan dalam buku tersebut bahwa pembiayaan Jurnas tersebut mencapai 1,4 Miliar
per-tahun, boleh jadi media massa tersebut telah menyedot dana sekitar 150 miliar, bila dihitung
dari awal SBY memulai kampanyenya saat menjadi Capres pertama, dan jumlah tersebut sama
3

dengan jumlah yang ada dalam Ringkasan Eksekutif Laporan Hasil Investigasi BPK atas Kasus
Bank Century Tbk tertanggal 20 November 2009 menunjukkan bahwa Bank Century telah
mengalami kerugian karena harus mengganti deposito milik Boedi Sampoerna yang dipinjamkan
atau digelapkan oleh Robert Tantular dan Dewi Tantular sebesar US$ 18 juta atau sekitar Rp 150
milyar, dengan dana yang berasal dari Penempatan Modal Sementara LPS.
Dalam sebuah media massa disebutkan pula “ Boedi Sampoerna, nasabah terbesar Bank

Century itu, memiliki seorang anak bernama Soenaryo, yang jarang memakai nama keluarga
Sampoerna. Soenaryo yang sangat dipercaya dalam urusan bisnis, mendampingi ayahnya ketika
ditemui Robert Tantular, yang berusaha menjual saham Bank Century kepada Boedi Sampoerna.
Juga dalam pertemuan dengan Susno Duadji dan Lucas, pengacara ayahnya, Sunaryo ikut pula
hadir” (Tempointeraktif, 12 Juli 2009, Rakyatmerdekaonline, 15 Nov. 2009).
Buku “ Membongkar Gurita Cikeas Dibalik skandal Bank Century” memang menyorot
bagaimana kedekatan keluarga Cikeas dengan pejabat-pejabat tinggi Negara dan para pengusaha
yang menguasai sektor penting BUMN dan lainnya, pejabat-pejabat tersebut terlibat di struktur
kepengurusan yayasan-yayasan keluarga Cikeas, adapula yang masuk dalam struktur
kepengurusan Koran Jurnas dan tim sukses SBY saat pilpres, keadaan ini justru sangat
memudahkan untuk membuat jaringan untuk kemungkinan adanya korupsi.
Buku “Membongkar Gurita Cikeas dibalik Skandal Bank Century” memang belum
terbukti, buku ini memaparkan dugaan dan kemungkinan yang bisa terjadi, sebagai perbandingan
dengan hasil audit BPK atas indikasi tindakan korupsi yang terjadi pada Bank Century.

2.4 Kemungkinan Dampak dari Kasus Bank Century
Pro-Kontra dari kasus Bank Century cukup membuat heboh dimana Rp 6,7 Triliun
mengalir begitu saja ke dalam Bank ini. Nyatanya hingga sekarang nasabah-nasabah masih
mempertanyakan uang yang selama ini ditabung belum mendapatkan penggantian. Kenaikan
jumlah uang penyelamatan untuk Bank Century banyak yang mengakibatkan banyaknya

tudingan pada Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan sebagai penentu kebijakan ini
pada tanggal 20 November 2008 melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

4

Kemungkinan lain adanya penyelewengan dana begitu besar mengalir ke kas orang-orang
tertentu yang dapat merugikan Negara ini, banyak pihak yang meragukan kebenaran aliran dana
untuk Bank Century karena adanya benturan politis belaka. Adanya benturan ini menyebabkan
keputusan untuk menyelamatkan Bank Century dimaksudkan hanya untuk menyelamatkan
deposan-deposan besar dan bukan untuk menyelamatkan sistem perbankan.
Dampak yang lainnya adalah persoalan politik akan memengaruhi persepsi tingkat
keyakinan investor terhadap iklim usaha yang kondusif. Dalam sektor keuangan (finansial)
dampak dari kegaduhan politik dengan mudah terlihat melalui fenomena capital-outflow.Adapun
bagi sektor riil, dampak dalam jangka pendek tidaklah sesensitif sektor keuangan.
Pengamat perbankan dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Tony Prase-tyantono
mengatakan kasus yang sedang diselidiki di DPR itu dapat membuat pertumbuhan ekonomi
tertahan. "Jika kasus Bank Century berakhir happy ending dan politik dalam negeri tetap stabil
maka target pertumbuhan ekonomi 2010 sebesar lima persen bisa terealisasi," ujarnya di Jakarta,
Senin (21/12).
Dampak terhadap sektor riil juga penting diperhatikan, karena sektor ini mampu

menjelaskan secara baik penyerapan angkatan kerja, kemiskinan, pembangunan ekonomi daerah,
dan kesejahteraan riil masyarakat. Di Indonesia, permasalahan pengangguran dan kemiskinan
menjadi target pemerintahan SBY-Boediono. Penyelesaian dua persoalan ini hanya akan
terwujud apabila Indonesia memiliki stabilitas politik dan ekonomi yang ditunjang oleh sistem
hukum yang baik. Ketiga hal ini memberikan rasa aman dan kepastian hasil bagi investor untuk
menggerakkan roda perekonomian.

5