ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FENOL (1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FENOL
Pendahuluan
Pada tahun 1800 ahli bedah bangsa Inggris Josepdh Lister memperkenalkan fenol
sebagai antiseptik rumah sakit. Selain itu pada tahun 1834, F.Runge juga menemukan fenol
sebagai senyawa aromatik yaitu senyawa memiliki bau atau aroma yang khas. Fenol memiliki
rumus kimia C6H5OH dengn struktur molekul sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Molekul Fenol

Berdasarkan penelitian dari Helda Olii, Weny J.A Musa, dan Mardjan Paputungan
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo, bermaksud untuk
mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa yang terkandung di dalam Ekstrak metanol biji
papaya (Carica Papaya L). Sebanyak 600 gr serbuk biji papaya dimaserasi dengan pelarut
metanol menghasilkan ekstrak metanol 4,6 L. Maserat yang di peroleh di evaporasi dan
diperoleh ekstrak kental sebanyak 88,89 gr. Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom
menghasilkan 7 fraksi (H1-H7). Fraksi H7 dimurnikan menggunaan pelarut n-heksan : etil
asetat dan Kloroform : Metanol (9:1 dan 5:1) dengan uji KLT dua dimensi menghasilkan
isolat murni, selanjutnya fraksi H7 dilanjutkan dengan uji fitokimia dan positif terhadap fenol
dan Alkaloid.
Terhadap isolat murni dilakukan analisis spektofotometer UV-Vis dan IR. Hasil
analisis dengan spektrofotometer, menunjukan serapan pada dua panjang gelombang yakni

262,5 nm pita 1 dan 213,5 nm pita 2 dengan λ maks 238,0 nm. Identifikasi dengan IR
menunjukan adanya gugus fungsi O-H terikat, C-H aromatik, C-H alifatik, C=C, dan C=O.
Dari kedua analisis tersebut dan berdasarkan hasil uji fitokimia, diduga isolat murni
merupakan senyawa fenol.
A. Pengertian Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan

pada tumbuhan.

Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH ) dan gugus – gugus
lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol.

1

Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut
polifenol.
Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus OH.
Senyawa fenolik di alam terdapat sangat luas, mempunyai variasi struktur yang luas,
mudah ditemukan di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenolik

alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol monosiklik sederhana,
fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik.
Banyak senyawa fenolik alami mengandung sekurang-kurangnya satu gugus hidroksil
dan lebih banyak yang membentuk senyawa eter, ester atau glioksida daripada senyawa
bebasnya. Senyawa ester atau eter fenol tersebut memiliki kelarutan yang lebih besar dalam
air daripada senyawa fenol dan senyawa glioksidanya.
Terkait dengan senyawa fenolik, seringkali terjadi kerancuan pada pengertia istilah
“polifenol”. Kadang disalah artikan sebagai bentuk polimerisasi senyawa fenolik, padahal
polifenol hanya merupakan satu senyawa yang memiliki lebih dari satu gugus fenol
Tabel 1. Klasifikasi senyawa fenolik berdasarkan jumlah atom karbon*

B. METODE YANG DIGUNAKAN DALAM ISOLASI DAN IDENTIFIKASI
1. Eksraksi
Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain :
 Maserasi: Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam
isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan
diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut
dengan pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur

lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan
2

memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan
alam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling
banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat
melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
 Perkolasi : Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga
pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari
proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut
dalam pelarut yang digunakan.
 Solketasi : Solketasi menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat
di hemat karena terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini
sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
 Destilasi uap : Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang
tahan pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang
digunakan. Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri.
 Pengempaan : Metode ini banyak digunakan dalam proses industri seperti pada isolasi
CPO dari buah kelapa sawit dan isolasi katecin dari daun gambir. Dimana dalam
proses tidak menggunakan pelarut.

2. Uji Fotokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat pada suatu
bahan. Uji fitokimia itu sendiri terdiri dari uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol.
3. Kromatografi
Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit
sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam
menentukan struktur senyawa.
Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain:
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) : Merupakan salah satu metode identifikasi awal untuk
menentukan kemurnian senyawa yang ditemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa
dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat sederhana dan merupakan suatu
pendeteksian awal dari hasil isolasi.

3

 Kromatografi Kolom : Digunakan untuk pemisahan campuran bebrapa senyawa yang
diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan fasa cair maka
fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.
 Kromatografi Gas : Pemisahan campuran senyawa yang cukup stabil pada pemanasan,
karena sampel yang digunakan akan dirubah menjadi fasa gas dan dengan adanya

perbedaan keterikatan senyawa pada fasa padat yang digunakan terhadap senyawa organik
sehingga terjadi pemisahan masing – masing senyawa dari campurannya.
 Kromatografi Cair : Lebih dikenal dengan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography )
dan lebih dari 75 % dari pemakaian HPLC menggunakan fasa padat ODS (Oktadesil
Sifane) atau C-18 sedangkan fasa cair sebagai pelarut pembawa senyawa dapat diganti
kepolarannnya pada saat digunakan dan kondisi seperti itu dikenal sebagai fasa gradien.
Pada kondisi gradien, senyawa nonpolar akan diadsorpsi lebih lemah oleh fasa padat dan
akan dielusi dengan pelarut nonpolar dan sebaiknya senyawa polar akan diadsorpsi lebih
kuat dan membutuhkan pelarut polar. Jika sampel mempunyai polaritas luas, pemisahan
harus dilakukan dengan merubah kepolaran pelarut yang digunakan. Efisiensi penggunaan
HPLC ditentukan dengan pengaturan dan penggunaan pelarut sebagai pembantu dalam
pemakaian HPLC.
3. Metode Spektroskopi
Metode spektroskopi saat ini sudah merupakan metode standar dalam penentuan
struktur senyawa organic pada umumnya dan senyawa metabolit sekunder pada khususnya.
Metode tersebut terdiri dari beberapa peralatan dan mempunyai hasil pengamatan yang
berbeda, yaitu :
 Spektroskopi UV : Merupakan metode yang akan memberikan informasi adanya
kromofor dari senyawa organik dan membedakan senyawa aromatic atau senyawa
ikatan rangkap yang berkonjugasi denga senyawa alifatik rantai jenuh.

 Spektroskopi IR : Metode yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi
yang terdapat dalam senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik
akan dapat ditentukan berdasarkan ikatan tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi
yang spesifik.
 Nuklir Magnetik Resunansi Proton : Metode ini akan mengetahui posisi atom – atom
karbon yang mempunyai proton atau tanpa proton. Disamping itu akan dikenal atom –
atom lainnya yang berkaitan dengan proton.
4

Nuklir Magnetik Kesonansi Isotop Karbon 13
Digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom karbon
pada senyawa terebut.
 Spektroskopi Massa : Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan
adanya fragmentasi ion molekul yang menghasilkan pecahan – pecahan spesifik untuk
suatu senyawa berdasarkan m/z dari masing – masing fragmen yang terbentuk.
Terbentuknya fragmen-fragmen denga terjadinya pemutuan ikatan apabila disusun
kembali akan dapat menentukan kerangka struktur senyawa yang diperiksa.
C. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FENOL DARI EKSTRAK METANOL
BIJI PEPAYA (Carica Papaya Linn)
Berdasarkan penelitian dari Helda Olii, Weny J.A Musa, dan Mardjan Paputungan

Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo, bermaksud untuk
mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa yang terkandung di dalam Ekstrak metanol biji
papaya (Carica Papaya L). Sebanyak 600 gr serbuk biji papaya dimaserasi dengan pelarut
metanol menghasilkan ekstrak metanol 4,6 L. Maserat yang di peroleh di evaporasi dan
diperoleh ekstrak kental sebanyak 88,89 gr. Ekstrak methanol biji papaya di analisis dengan
dilakukan uji kandungan alkoloid, flavonoid, fenolik. Hasil pemisahan dengan kromatografi
kolom menghasilkan 7 fraksi (H1-H7). Fraksi H7 dimurnikan menggunaan pelarut n-heksan :
etil asetat dan Kloroform : Metanol (9:1 dan 5:1) dengan uji KLT dua dimensi menghasilkan
isolat murni, selanjutnya fraksi H7 dilanjutkan dengan dianalisis dengan Spektrofotometer
UV-Vis dan Spektrofotometer Infra merah.
BIJI PEPAYA (Carica Papaya Linn)

Gambar 4. Biji Pepaya (Carica Papaya Linn)

Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia.
Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia
setelah Brazilia. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia, di indonesia dijumpai sebanyak
30.000 jenis. 940 jenis di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah
5


dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di
Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat
yang terdapat di kawasan Asia.
Menurut Ditjen POM (1991) ada 283 spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar
digunakan oleh industri Obat Tradisional di Indonesia, diantaranya 180 spesies tumbuhan
obat yang berasal dari hutan tropika. Kekayaan alam Indonesia telah terbukti mampu
menghidupi masyarakat penghuninya.
Tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan baku obat tradisional,
dikenal dengan Etnobotani. Tumbuhan ini mengandung senyawa-senyawa kimia alami, yang
disebut senyawa metabolit sekunder. Ilmu yang mempelajari kandungan senyawa kimia alami
dikenal sebagai ilmu kimia organik bahan alam.
Senyawa organik bahan alam dapat berupa metabolit primer dan metabolit sekunder.
Ahli kimia organik berpendapat bahwa metabolit sekunder adalah bahan alam yang
terpenting dan berperan pada kelangsungan hidup. Sejak permulaan abad ini, para peneliti
kimia semakin tertarik dengan senyawa organik bahan alam untuk diisolasi dan digunakan
sebagai bahan untuk keperluan mahluk hidup.
Salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder adalah biji
pepaya. Biji pepaya yang tak asing lagi bagi masyarakat, dan termasuk salah satu diantara
tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional. Secara umum biji pepaya digunakan
untuk mencegah dan membasmi cacing yang bersarang di dalam saluran pencernaan,

mencegah penyakit kulit, kontrasepsi pria, bahan baku obat masuk angin dan sebagai sumber
untuk mendapatkan minyak dengan kandungan asam-asam lemak tertentu. Selain
mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain
seperti golongan fenol, alkaloid, dan saponin. Dari penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak kental metanol mengandung senyawa golongan
flavonoid, alkaloid. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intensitas warna
yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia.
BAHAN DAN METODE
Pengumpulan dan Pengolahan Sampel
Penelitian ini di mulai dengan pengumpulan tumbuhan berupa biji pepaya (c. papaya
l) berwarna putih. Terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan dengan cara dianginkan di

6

udara terbuka yang terlindungi dari sinar matahari kemudian dihaluskan hingga terbentuk
serbuk.
Ekstraksi
Ditimbang sebanyak 600 gram sampel serbuk kering biji pepaya kemudian dimaserasi
dengan metanol selama 4 x 24 jam, setiap 24 jam pelarut diganti dengan yang baru hingga
filtrat tidak berwarna. Filtrat kemudian dipisahkan dengan menggunakan rotari evaporator

hingga diperoleh ekstrak kental metanol.

Sampel (Dihaluskan)
 Ditimbang sebanyak 600gr
Ekstrak (maserasi) 4 x 24 jam dengan pelarut
methanol (setiap 24 jam diganti dengan yang baru

Filtrat berwarna kuning sebanyak
4,6 liter


Dipisahkan dengan rotary evaporator

Ekstrak kental methanol
sebanyak 88.89 gram

Uji Fotokimia

UJI FOTOKIMIA
Ekstrak methanol biji papaya di analisis dengan dilakukan uji kandungan alkoloid,

flavonoid, fenolik dengan langkah sebagai berikut:
1 Identifikasi kandungan alkaloid
Sebanyak 1 ml ekstrak metanol biji papaya ditambah dengan 5 tetes amonia pekat.
Setelah itu, disaring kemudian ditambah 2 ml asam sulfat 2N dan digocok hingga memberi
lapisan atas dan bawah. Larutan dibagi menjadi 3 bagian, pada tabung pertama ditambahkan
7

1 tetes mayer, adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Pada tabung
kedua ditambah 1 tetes pereaksi Dragendorf dan terbentuknya endapan kuning menandakan
adanya alkaloid. Tabung ketiga ditambah 1 tetes pereaksi Wagner dan terbentuknya endapan
merah muda menandakan adanya alkaloid
2. Uji kandungan fenolik
Sebanyak 3 tetes ekstrak metanol biji. Seteh itu, ditambah FeCl3. Adanya fenolik
ditandai dengan terbentuknya warna orange.
3. Uji kandungan flavonoid
Pada 3 tabung reaksi dimasukkan ekstrak metanol biji papaya sebanyak 1 mL . Kemudian
tabung 1 ditambahkan NaOH menghasilkan larutan berwarna kuning keputihan, tabung 2
ditambah dengan pita Mg dan 5 tetes HCl menghasilkan warna larutan kuning muda,dan
tabung 3 ditambahkan dengan H2SO4 pekat menghasilkan warna larutan kuning kemerahan.
Pemisahan dan Pemurnian
Ekstrak metanol yang telah diuji fitokimianya dianalisis dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis sampai diperoleh pola pemisahan yang baik untuk melihat pola noda
(kandungan senyawa). Ekstrak metanol sebanyak 10 gr dipisahkan dengan kromatografi
kolom dengan fasa diam silica gel GF 60 dan dielusi berturut-turut. Kemudian hasil
pemisahan dianalisis dengan kromatografi lapis tipis untuk melihat pola noda yang sama
untuk digabungkan. Hasil kromatografi kolom mempunyai harga (Rf) yang sama,
digabungkan sehingga diperoleh fraksi-fraksi kemudian diuapkan pelarutnya.
Uji Kemurnian
Hasil kromatografi kolom diuji secara KLT dengan menggunakan beberapa campuran
eluen. Bila tetap menghasilkan noda satu maka fraksi tersebut dapat dikatakan sebagai isolat
relatif murni secara KLT.
Identifikasi UV-Vis dan IR
Hasil isolat pemisahan dan pemurnian dari ekstrak metanol yang telah diuiji fitokimia
dan telah di KLT, selanjutnya dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis dan
Spektrofotometer Infra merah.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Serbuk biji pepaya yang dimaserasi menggunakan methanol diperoleh Hasil maserat dari
4 kali maserasi sebanyak 4,6 liter berwarna kuning. Maserat yang diperoleh di uapkan dengan
alat penguap vakum pada suhu 400C, sehingga diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak
88,89 gram. Ekstrak kental metanol diuji fitokimia hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak
kental metanol positif mengandung flavonoid dan alkaloid.
Tabel 2. Hasil Uji Fotokimia

No Uji Fitokimia
1. Uji Alkaloid

2.
3.

Uji Fenolik
Uji Flavonoid

Pereaksi
Control

Perubahan Warna
Kuning

Hasil Uji

Mayer

Endapan putih

(+) alkaloid

Dragendorf

Endapan kuning

(+) alkaloid

Wegner
FeCl3
Control

Endapan merahmuda
Orange
Kuning

(+) alkaloid
(+) fenolik

NaOH

Kuning keputihan

(+) flavonoid

Pita Mg-HCl

Kuning muda

(+) flavonoid

H2SO4 pekat

Kuning kemerahan

(+) flavonoid

Ekstrak kental metanol dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom, dengan
menggunakan pelarut n-heksan : etil asetat secara bergradien mulai dari n-heksan 100%
sampai etilasetat 100 %, sehingga di peroleh 140 fraksi. Fraksi yang dihasilkan di KLT,
tujuannya adalah untuk melihat nilai Rf yang sama digabungkan. Sehingga hasilnya diperoleh
7 fraksi (H1-H7).
Fraksi H7 diuji kemurnian dengan KLT satu dimensi menggunakan berbagai eluen
yaitu n-heksan : etilasetat (7:3), etilasetat : metanol (9,75:0,5), n-heksan : MTC : aseton
(8,5:1:0,5), n-heksan : aseton (8,5:1,5), kloroform: metanol (9,5:0,5), MTC : aseton (9:1),
Selanjutnya analisis isolat murni dilakukan dengan kromatografi dua dimensi menggunakan
eluen n-heksan : etilasetat (9:1) dan kloroform : metanol (5:1) menghasilkan noda tunggal.
Isolat fraksi H7 positif terhadap flavonoid karena terjadi perubahan warna pada masingmasing tabung reaksi dengan berbagai macam reaksi. Selanjutnya isolat yang didapatkan
dilakukan analisis spektropotometri yaitu Infra merah (IR) dan spektroskopi ultra violet
(UV).
Identifikasi UV-Vis dan IR

9

Hasil analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, senyawa isolat dalam pelarut
n-heksan (fraksi H7) memberikan 2 pita serapan yang karateristiknya untuk senyawa fenol
yaitu dengan serapan panjang gelombang 213,5 nm (pita II), dan 262,5 nm (pita I) dengan
λmaks 238,0 nm.

Gambar 5. Spektrum UV-Vis dari Isolat (Fraksi H7)

Gambar 6. Spektrum Infra Merah dari Isolat ( Fraksi H7)

Tabel 3. Spektrum Infra Merah dari Isolat ( Fraksi H7)
Jenis Vibrasi
-OH
C=O
C=C
C-H aromatic
C-H alifatik

Frekuensi Serapan (cm-1)
3344,34 cm-1 didukung 1377,80 cm-1
1710,74 cm-1
1506,30 cm-1 dan 1450,01 cm-1
2923,88 cm-1
2854 cm-1 dan 2678,94 cm-1

Serapan
Melebar dan lemah
Tajam dan kuat
Tinggi dan lemah
Tajam
Tinggi dan kuat

Hasil analisis spektrofotometri Infra merah menunjukkan adanya gugus hidroksil
(OH). Hal ini diindikasikan oleh adanya serapan yang melebar pada daerah bilangan
10

gelombang 3344,34 cm-1 yang didukung oleh serapan pada daerah bilangan gelombang
1377,80 cm-1 yang mengindikasikan adanya vibrasi tekuk O-H.
Serapan pada bilangan gelombang 1710,74 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil
pada isolat tersebut. Kemudian serapan pada daerah bilangan gelombang 1460,01cm-1 dan
1506,30 cm-1 merupakan serapan yang disebabkan oleh adanya vibrasi ikatan C=C. Hal ini
juga diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 973,99 cm -1, 835,12 cm-1
721,33 cm-1 yang mengindikasikan adanya tekuk =CH.
Adanya pita tajam dengan insentitas kuat pada daerah bilangan gelombang 2923,88
cm-1 merupakan uluran gugus C-H aromatik. Selain ikatan C-H aromatik, kemungkinan isolat
juga mengandung ikatan C-H alifatik yang ditandai dengan munculnya serapan dengan
insentitas tinggi pada daerah bilangan gelombang 2854 cm-1 dan 2678,94 cm-1.
Dugaan bahwa hasil isolat merupakan senyawa fenol dimana gugus benzen mengikat
satu gugus OH dengan insentitas melebar dan tajam dengan serapan pada daerah bilangan
gelombang 3344,34 cm-1 dan 1377,80 cm-1.Dan diperkuat gugus fungsi OH, C=C, C=O, C-H
aromatik. Hasil tersebut ini didukung dengan data spektrum IR dan data UV-Vis. Data UVVis mengindikasikan adanya pita I dan pita II. maka isolat tersebut mengandung ikatan
rangkap, sehingga terlihat adanya koyugasi yang menyebabkan terjadinya pertambahan
serapan pada pita.

KESIMPULAN

11

Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan

pada tumbuhan.

Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH ) dan gugus – gugus
lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol.
Penelitian Helda Olii, Weny J.A Musa, dan Mardjan Paputungan Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo, bermaksud untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa yang terkandung di dalam Ekstrak metanol biji papaya (Carica
Papaya L).
Dapat disimpulkan bahwa isolat (fraksi H7) dari ekstrak metanol biji pepaya (Carica
Papaya L) berwarna putih. merupakan senyawa fenol, dimana pada spektrum IR menunjukan
gugus karbonil, gugus OH dan ikatan rangkap C=C. Hal ini di dukung oleh data UV-Vis,
yang memberikan 2 pita serapan yang karateristiknya untuk senyawa fenol yaitu dengan
serapan panjang gelombang 213,5 nm (pita II), dan 262,5 nm (pita I) dengan λmaks 238,0 nm.

12

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sjamsul A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karunia Jakarta Universitas
Terbuka.
Anonim, 2008, Biji Pepaya (Carica Papaya Linn), http://id.wikipedia.org/wiki/ (Diakses
tanggal 20 September 2015 pukul 12.30 WIB)
Bialangi, Nurhayati., Musa, Weny. J.A., Subarnas, A., Ischak, Netty., (2008), Studi
Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi Flavinoid dari Daun Tumbuhan Jarak Pagar
(Jatropha Curcas Linn) Asal Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Tahun Anggaran 2007-2008. FMIPA Universitas Negeri Gorontalo.
Creswell, Runquist, Campbell. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Bandung ; ITB
Olii, Helda; Musa, Weny J.A; Paputungan. - . ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
FENOL DARI EKSTRAK METANOL BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA LINN).
Gorontolo: FMIPA Universitas Gorontolo.
Nafisah, Minhatun; Tukiran; Suyatno; Hidayati, Nurul. 2014. UJI SKRINING FITOKIMIA
PADA EKSTRAK HEKSAN, KLOROFORM DAN METANOL DARI TANAMAN
PATIKAN KEBO(Euphorbiae hirtae) ISBN : 978-602-0951-00-3. Surabaya : FMIPA
Universitas Negeri Surabaya.

13