Laporan Kasus STROKE HEMORAGIK (1)

Laporan Kasus

STROKE HEMORAGIK

Oleh:

Tia Okidita, S.Ked.

04084821618156

Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT MOH. HOESIN
PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA 2017

HALAMAN PENGESAHAN


Laporan Kasus

STROKE HEMORAGIK

Oleh:
Tia Okidita, S.Ked.
04084821618156

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Maret – 9 April 2017.

Palembang, Maret 2017
Pembimbing

dr. Alwi Shahab, Sp.S
(K)

ii


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Stroke Hemoragik”. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Alwi Shahab, Sp.S (K), selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, Maret 2017

Penulis

iii

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

iv

v

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit

serebrovaskuler/cerebrovascular


disease

(CVD)

merupakan

penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian
dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat
atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan
tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Berdasarkan American
Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan
dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan
pendarahan subaraknoid (SAH).1
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran
darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran daah sedangkan
stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke

hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat
menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam
tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan
tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian.
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir seluruh RS
di Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI
tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia
dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit
Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka
Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil).2
Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B,
yang berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis,

1

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus
mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat). Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
informasi dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan
dapat tercapai.


2

BAB II
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
IDENTIFIKASI
Nama

: Tn. AR

Umur

: 66 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat


: Jl. Pedang YPP, No 502, Kemuning, Palembang

Agama

: Islam
MRS Tanggal

: 16 Maret 2017

ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan, tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak
ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi tubuh yang mengalami
kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan untuk beraktivitas. Penderita
tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat penderita
berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan bicaranya pelo. Saat serangan penderita
tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak nafas.

Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu, penderita tidak
rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.

3

PEMERIKSAAN (16 Maret 2017)
Status Internus
Kesadaran

: GCS : 13 (E:4, M:5, V:4)

Gizi

: Baik

Suhu Badan

: 36,5 ºC


Nadi

: 83 x/m

Pernapasan

: 20 x/m

Tekanan Darah

: 140/100 mmHg

Berat Badan

: 58 kg

Tinggi Badan

: 168 cm


Jantung

: HR: 84 x/m, murmur (-), gallop (-)

Paru-Paru

: Vesikuler(+), ronkhi(-),wheezing (-)

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Anggota Gerak

: Lihat status neurologikus


Genitalia

: Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap

: kooperattif

Ekspresi Muka

: wajar

Perhatian

: ada

Kontak Psikik

: ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk

: normocephali

Deformitas

: (-)

Ukuran

: normal

Fraktur

: (-)

Simetris

: simetris

Nyeri fraktur

: (-)

Hematom

: (-)

Tumor

: (-)

4

Pulsasi

: (-)

Pembuluh darah

: tidak ada pelebaran

LEHER
Sikap

: lurus

Deformitas

: (-)

Torticolis

: (-)

Tumor

: (-)

Kaku kuduk

: (-)

Pembuluh darah

: tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Penciuman

Kanan

Kiri

tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

Anosmia

(-)

(-)

Hyposmia

(-)

(-)

Parosmia

(-)

(-)

N.Opticus

Kanan

Kiri

Visus

6/6

6/6

Campus visi

V.O.D

V.O.S

Kanan

Kiri

- Anopsia

(-)

(-)

- Hemianopsia

(-)

(-)

5

Fundus Oculi

Tidak Diperiksa

- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina

N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens
Kanan

Kiri

Diplopia

(-)

(-)

Celah mata

(-)

(-)

Ptosis

(-)

(-)

- Strabismus

(-)

(-)

- Exophtalmus

(-)

(-)

- Enophtalmus

(-)

(-)

- Deviation conjugae

(-)

(-)

Sikap bola mata

- Gerakan bola mata

baik ke segala arah

baik ke segala arah

Pupil
- Bentuknya

bulat

bulat

- Besarnya

Ø 3 mm

Ø 3 mm

- Isokori/anisokor
- Midriasis/miosis

isokor
(-)

(-)

Refleks cahaya
-

Langsung

(+)

(+)

-

Konsensuil

(+)

(+)

-

Akomodasi

(-)

(-)

6

N.Trigeminus
Kanan

Kiri

Motorik
-

Menggigit

tidak ada kelainan

-

Trismus

tidak ada kelainan

-

Refleks kornea

tidak ada kelainan

Sensorik
-

Dahi

tidak ada kelainan

-

Pipi

tidak ada kelainan

-

Dagu

tidak ada kelainan

N.Facialis
Kanan

Kiri

Motorik
-

Mengerutkan dahi

tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

-

Menutup mata

tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

-

Menunjukkan gigi

sudut mulut tertinggal

tidak ada kelainan

-

Lipatan nasolabialis

sedikit datar

tidak ada kelainan

-

Bentuk Muka

-

Istirahat

tidak ada kelainan

-

Berbicara/bersiul

bicara pelo

Sensorik
2/3 depan lidah

tidak diperiksa

Otonom
-

Salivasi

tidak ada kelainan

-

Lakrimasi

tidak ada kelainan

-

Chvostek’s sign

(-)

(-)

7

N. Cochlearis

Kanan

Kiri

Suara bisikan

tidak diperiksa

Detik arloji

tidak diperiksa

Tes Weber

tidak diperiksa

Tes Rinne

tidak diperiksa

N. Vestibularis
Nistagmus

(-)

(-)

Vertigo

(-)

(-)

N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan

Kiri

Arcus pharingeus

tidak ada kelainan

Uvula

tidak ada kelainan

Gangguan menelan

tidak ada kelainan

Suara serak/sengau

tidak ada kelainan

Denyut jantung

tidak ada kelainan

Refleks
- Muntah

tidak ada kelainan

- Batuk

tidak ada kelainan

- Okulokardiak

tidak ada kelainan

- Sinus karotikus

tidak ada kelainan

Sensorik
- 1/3 belakang lidah

tidak dinilai

8

N. Accessorius
Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

tidak ada kelainan

Memutar kepala

tidak ada kelainan

N. Hypoglossus
Kanan
Mengulur lidah

Kiri
deviasi lidah ke kanan

Fasikulasi

(-)

Atrofi papil

(-)

Disartria

(+)

MOTORIK
LENGAN

Kanan

Gerakan

Kurang

Kiri

Cukup
Kekuatan

3

5

Tonus

Meningkat

Normal

- Biceps

Meningkat

Normal

- Triceps

Meningkat

Normal

- Radius

Meningkat

Normal

- Ulna

Meningkat

Normal

Refleks fisiologis

Refleks patologis
- Hoffman Ttromner

(-)

(-)

9

- Leri

(-)

(-).

- Meyer

(-)

(-)

Trofik

(-)

(-)

TUNGKAI

Kanan

Kiri

Gerakan

Kurang

Cukup
Kekuatan

3

5

Tonus

Meningkat

Normal

Klonus
-

Paha

(-)

(-)

-

Kaki

(-)

(-)

Refleks fisiologis
-

KPR

Meningkat

Normal

-

APR

Meningkat

Normal

Refleks patologis
-

Babinsky

(-)

(-)

-

Chaddock

(-)

(-)

-

Oppenheim

(-)

(-)

-

Gordon

(-)

(-)

-

Schaeffer

(-)

(-)

-

Rossolimo

(-)

(-)

-

Mendel Bechterew

(-)

(-)

Refleks kulit perut
-

Atas

tidak ada kelainan

-

Tengah

tidak ada kelainan

-

Bawah

tidak ada kelainan

Refleks cremaster

tidak ada kelainan

10

Trofik

tidak ada kelainan

SENSORIK
Tidak ada kelainan
GAMBAR

FUNGSI VEGETATIF
Miksi

: tidak ada kelainan

Defekasi

: bdd

Ereksi

: tidak dinilai

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis

: (-)

Lordosis

: (-)

11

Gibbus

: (-)

Deformitas

: (-)

Tumor

: (-)

Meningocele

: (-)

Hematoma

: (-)

Nyeri ketok

: (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kanan

Kiri

Kaku kuduk

(-)

Kerniq

(-)

Lasseque

(-)

Brudzinsky
-

Neck

(-)

-

Cheek

(-)

-

Symphisis

(-)

-

Leg I

(-)

-

Leg II

(-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait

Keseimbangan dan Koordinasi

Ataxia

: Belum dapat dinilai

Romberg

: Belum dapat dinilai

Hemiplegic

: Belum dapat dinilai

Dysmetri

: Belum dapat dinilai

Scissor

: Belum dapat dinilai

- jari-jari

: Tidak ada kelainan

Propulsion

: Belum dapat dinilai

- jari hidung

: Tidak ada kelainan

Histeric

: Belum dapat dinilai

- tumit-tumit

: Belum dapat dinilai

Limping

: Belum dapat dinilai

Rebound phenomen : Belum dapat dinilai

Steppage

: Belum dapat dinilai

Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai

Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai

Trunk Ataxia

: Belum dapat dinilai

12

Limb Ataxia

: Belum dapat dinilai

13

GERAKAN
ABNORMAL
Tremor
: (-)
Chorea

:

(-)
Athetosis

:

(-)
Ballismus

:

(-)
Dystoni

:

(-)
Myocloni

:

(-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik

:

(-)
Afasia sensorik

:

(-)
Apraksia

:

(-)
Agrafia

:

(-)
Alexia

:

(-)

14

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (16 Maret 2017)
Hb

: 10,1 g/dl

Eritrosit

: 3,45x106/mm3

Leukosit

: 8.200 /mm3

Diff Count

: 0/0/0/85/11/4

Trombosit

: 220.000/mm3

Hematokrit

: 33vol%

BSS

: 127mg/dL

BSN/BSPP

: tidak diperiksa

Ck-MB

: - U/L

Ck-NAC

: - U/L

Ureum

: 28 mg/dl

Kreatinin

: 1,03 mg/dl

Natrium

: 143 mmol/l

Kalsium

: - mmol/l

Kalium

: 3,5 mmol/l

Clorida

: 117 mmol/L

Magnesium

: 1,89 mmol/L

URINE
Warna

: tidak diperiksa

Sedimen :

Reaksi

: tidak diperiksa

- Eritrosit

: tidak diperiksa

Protein

: tidak diperiksa

- Leukosit

: tidak diperiksa

Reduksi

: tidak diperiksa

- Thorak

: tidak diperiksa

Urobilin

: tIdak diperiksa

- Sel Epitel

: tidak diperiksa

Bilirubin

: tidak diperiksa

- Bakteri

: tidak diperiksa

Konsistensi

: tidak diperiksa

Eritrosit

: tidak diperiksa

Lendir

: tidak diperiksa

Leukosit

: tidak diperiksa

Darah

: tidak diperiksa

Telur cacing

: tidak diperiksa

Amuba coli/

: tidak diperiksa

Histolitika

: tidak diperiksa

FESES

LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna

: tidak diperiksa

Protein

: tidak diperiksa

Kejernihan

: tidak diperiksa

Glukosa

: tidak diperiksa

15

Tekanan

: tidak diperiksa

NaCl

: tidak diperiksa

Sel

: tidak diperiksa

Queckensted

: tidak diperiksa

Nonne

: tidak diperiksa

Celloidal

: tidak diperiksa

Pandy

: tidak diperiksa

Culture

: tidak diperiksa

PEMERIKSAAN EKG

Irama sinus, reguler, HR: 95 x/menit, axis normal, Gelombang P
normal, PR interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change
(-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 < 1.
Interpretasi : normal sinus rhythm.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1.

Rontgen Thorax
Tulang-tulang/jaringan lunak tak tampak
kelainan
CTR>50%,apex tertanam,
aorta elongasi
• Pulmo: corakan bronkovaskuler
meningkat
Trachea: posisi, batas-batas, dan diameter
dalam batas normal; tak tampak

16

penebalan garis paratracheal
 Mediastinum di tengah dan tak melebar
 Diafragma normal, sudut costophrenicus
lancip
Kesan: Kardiomegali dengan elongasio
aorta

2.CT Scan
Kepala:
 Tampak area hiperdens di parietal kiri
ukuran 4,62x3,81 cm.
 Differensiasi grey, white matter jelas.
 Tak tampak deviasi midline structure.
 Sistem ventrikel normal, sulci/gyri
normal.
 Pons/cerebellum/CPA normal.
 Sinus paranasal/cavum nasi dan orbita
normal.
Kesimpulan: ICH di parietal kiri
vol ± 90 cc.

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis

: Hemiparese dextra tipe spastic
Parese N. VII dextra tipe sentral
Parese N. XII dextra tipe sentral

Diagnosis topik

: Parietal sinistra

Diagnosis etiologi

: Intracerebral hemorrhage (ICH)

17

PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi:


Follow Up: GCS+TTV



Head up 30°



O2 adekuat



Diet cair 1700 kkal



Konsul Bedah Saraf

Farmakologi


IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit



Inj. Citicoline 2x500 IV



Inj. Omeprazole 1x40 mg IV



Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV



B kompleks 1x500 mcg PO

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: dubia

Quo ad Sanationam

: dubia

18

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi Stroke
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena

gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik atau
menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak
yang mengalami kerusakan.4,5 Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh),
yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4,5
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan fungsi
luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang
diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur. 5,6
3.2. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak
Anatomi

Otak merupakan organ yang palik aktif

secara metabolik. Otak hanya

memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak
output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,
pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan

melalui lintasan vaskuler

vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Tabel 1.Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)
Anterior Koroid

Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah

Anterior Serebri

Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior

Serebri Media

Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal

19

serta substantia alba di sekitarnya
Cabang
Lentikulostriata

Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas
Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)

Arteri serebelar
basiler posterior
inferior

Medulla dan serebelum inferior

Arteri serebelar
anterior inferior

Pons inferior dan media serta serebelum media

Arteri serebelar

Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior

Superior
Arteri serebelar
posterior

Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior

Cabang
thalamoperforata

Thalamus

Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan
gangguan lapang pandang.

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks
(jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan
saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans).
Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan
lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.

20

3.2

Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia,

serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di
Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Ahmad dan
Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh stroke
yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.19
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian
stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di
Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke. 4

3.3

Klasifikasi Stroke
Terdapat beberapa pengelompokkan stroke. Klasifikasi stroke telah banyak

dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank,
World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of Neurological
Disease and Stroke (NINDS,1990). Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokan
atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan area lesinya. Hal
ini berkaitan dengan pendekatan diagnosis neurologis untuk menetapkan diagnosis
klinis, diagnosis topik dan diagnosis etiologi.4,5 Lebih jauh, stroke dapat
diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi, sistem darah dan
stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi landasan untuk
menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke.5,6,7
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri
b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarachnoid

21

2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak
yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan
stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada
kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan
yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.8
3.4. Faktor Risiko

3.5 Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan adanya gejala klinis neurologik
mendadak yang beraneka ragam mulai dari gejala motorik fokal, gejala sensorik,
gangguan fungsi luhur hingga gangguan kesadaran. Gejala tersebut dapat disertai
nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain sebagainya. Diagnosis stroke
seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu Penyakit Saraf mencakup diagnosis klinis,
topis dan etiologis. Pemahaman ilmu dasar mengenai anatomi otak dan bangunan
intrakranial di sekitarnya, sistem perdarahan otak serta fisiologi dan metabolisme otak
22

diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan
fisik neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam
sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam
pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang harus segera
disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat.
1.

Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana

didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia. 1,2
2.

Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah
ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni

23

- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3.

Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan

stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CTscan kepala. 1,2
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan urin),
elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal, elektroensefalogram,
arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk membantu diagnosis etiologis
stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau iskemik (emboli, trombosis) serta
mencari faktor risiko.3,4

24

3.4

Stroke Hemoragik

3.4.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya1,2, yaitu:
1.

Perdarahan Intraserberal

Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral
adalah hipertensi kronik. 4
2.

Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya
aneurisma sakuler.
3.4.2

Patogenesis Stoke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage,

hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi
akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan
patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh
darah tersebut dapat berupa hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan
meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga
dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejalagejala klinis (fase hematoma expansion). 1,2,12 Pada fase hematoma expansion, gejalagejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya
tekanan intracranial akan mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan blood
brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
inflamasi sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema).
Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma expansion,
25

akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau
menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa merusaknya.
Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak
struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel
otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini
diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah
perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
1,2,14

3.4.3

Gejala Stroke Hemoragik
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang

bersifat akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan
fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak. 6
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gejala perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.
Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:
a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran
c. Adanya riwayat hipertensi kronis
d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi
pada thalamus)
e. Hemiparese kontralateral
26

2. Gejala perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis
berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
b. Hilangnya kesdaran
c. Fotofobia
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
3.4.4

Diagnosis Stroke Hemoragik4,5

1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara
pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada
anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus
atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam
keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan
fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon
a. Membuka mata
1) Membuka spontan
2) Membuka dengan perintah
3) Membuka mata karena rangsang nyeri
4) Tidak mampu membuka mata
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik
2) Pembicaraan yang kacau
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar

Skor
4
3
2
1
5
4
3

27

4) Dapat bersuara, merintih
5) Tidak ada suara
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri
4) Tanggapan fleksi abnormal
5) Tanggapan ekstensi abnormal
6) Tidak ada gerakan

2
1
6
5
4
3
2
1

Derajat kesadaran :
Kompos mentis

= GCS 15-14

Somnolen

= GCS 13-8

Sopor

= GCS 7-4

Koma

= GCS 3

Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui
tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing
bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan
dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu
kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang
dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks
patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda
dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial

28

merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki
jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).

Tabel 4. Gangguan nervus kranialis. 20
Nervus kranial

Fungsi

Penemuan klinis dengan

I: Olfaktorius

Penciuman

lesi
Anosmia (hilangnya daya

II: Optikus
III: Okulomotorius

penghidu)
Penglihatan
Amaurosis
Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia
akomodasi

IV: Troklearis
V: Trigeminus

(penglihatan

kembar), ptosis; midriasis;

hilangnya akomodasi
Gerak mata
Diplopia
Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang

VI: Abdusen
VII: Fasialis

mengunyah
Gerak mata
Diplopia
Pengecapan; sensasi umum Hilangnya

kemampuan

pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar;

sekresi

lakrimalis,
dan
VIII: Vestibulokoklearis

IX: Glosofaringeus

kelenjar anterior

lidah;

submandibula kering;

sublingual;

hilangnya

ekspresi lakrimasi;

wajah
Pendengaran;

wajah
Tuli;

keseimbangan

terus

mulut

paralisis

otot

tinitus(berdenging
menerus);

vertigo;nistagmus
Pengecapan; sensasi umum Hilangnya

daya

pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat

palatum; posterior lidah; anestesi

sekresi kelenjar parotis
X: Vagus

pada faring; mulut kering

sebagian
Pengecapan; sensasi umum Disfagia
pada

faring,

laring

dan menelan)

(gangguan
suara

parau;

telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
29

parasimpatis untuk jantung
XI: Asesorius Spinal

dan visera abdomen
Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan

XII: Hipoglosus

leher dan bahu
Gerak lidah

otot kepala, leher dan bahu
Kelemahan dan pelayuan
lidah

3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan


Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan

stroke infark dengan stroke perdarahan.


Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah

didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan
gambaran hiperdens.

Intracranial Hemorrhage

Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut ( 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage

Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi akan memperlihatkan
ruangan yang diisi dengan CSF menjadi isodens.

Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
31

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, foto toraks, EKG, echocardiograf.

3.4.5

Tatalaksana Stroke Hemoragik

1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain
di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus

32

segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
33

atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
34

c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
3.4.6
1.

Prognosis4,5

Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)

adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma
Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas
sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan
volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan
MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS 60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada
PIS dengan volume 30 menit
Terjadi saat aktifitas
Didahului sakit kepala, mual dan

Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktifitas
Dengan sakit kepala, tidak ada mual

muntah
Riwayat hipertensi

dan muntah
Ada riwayat hipertensi

Jadi kemungkinan etiologi hemoragia cerebri belum dapat disingkirkan.
2.

Emboli Cerebri

Emboli cerebri, gejalanya:
Kehilangan kesadaran < 30 menit
Ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas

Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas

Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan.
3.

Trombosis cerebri

Trombosis cerebri, gejalanya:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat istirahat

Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktivitas

Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan.
Kesimpulan:
Diagnosis Etiologi  Hemoragik Cerebri

42

DAFTAR PUSTAKA
1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.
Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative study.
Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik,
Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the
American

Heart

Association.

(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.

Diakses Maret 18, 2017).
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar
cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral Hemmorhage:
Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical Review). MUMJ. Vol 10
No.1 halaman 15-22.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis
cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.

43

10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
11. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofi

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Laporan Praktek Kerja Lapangan di PT. Matahari Departemen Store Tbk Kings Bandung

71 457 62