Laporan Kasus STROKE HEMORAGIK (1)
Laporan Kasus
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Tia Okidita, S.Ked.
04084821618156
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT MOH. HOESIN
PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Tia Okidita, S.Ked.
04084821618156
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Maret – 9 April 2017.
Palembang, Maret 2017
Pembimbing
dr. Alwi Shahab, Sp.S
(K)
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Stroke Hemoragik”. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Alwi Shahab, Sp.S (K), selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Palembang, Maret 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit
serebrovaskuler/cerebrovascular
disease
(CVD)
merupakan
penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian
dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat
atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan
tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Berdasarkan American
Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan
dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan
pendarahan subaraknoid (SAH).1
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran
darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran daah sedangkan
stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke
hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat
menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam
tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan
tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian.
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir seluruh RS
di Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI
tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia
dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit
Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka
Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil).2
Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B,
yang berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis,
1
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus
mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat). Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
informasi dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan
dapat tercapai.
2
BAB II
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. AR
Umur
: 66 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Jl. Pedang YPP, No 502, Kemuning, Palembang
Agama
: Islam
MRS Tanggal
: 16 Maret 2017
ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan, tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak
ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi tubuh yang mengalami
kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan untuk beraktivitas. Penderita
tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat penderita
berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan bicaranya pelo. Saat serangan penderita
tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak nafas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu, penderita tidak
rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.
3
PEMERIKSAAN (16 Maret 2017)
Status Internus
Kesadaran
: GCS : 13 (E:4, M:5, V:4)
Gizi
: Baik
Suhu Badan
: 36,5 ºC
Nadi
: 83 x/m
Pernapasan
: 20 x/m
Tekanan Darah
: 140/100 mmHg
Berat Badan
: 58 kg
Tinggi Badan
: 168 cm
Jantung
: HR: 84 x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru
: Vesikuler(+), ronkhi(-),wheezing (-)
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Anggota Gerak
: Lihat status neurologikus
Genitalia
: Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap
: kooperattif
Ekspresi Muka
: wajar
Perhatian
: ada
Kontak Psikik
: ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk
: normocephali
Deformitas
: (-)
Ukuran
: normal
Fraktur
: (-)
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: (-)
Hematom
: (-)
Tumor
: (-)
4
Pulsasi
: (-)
Pembuluh darah
: tidak ada pelebaran
LEHER
Sikap
: lurus
Deformitas
: (-)
Torticolis
: (-)
Tumor
: (-)
Kaku kuduk
: (-)
Pembuluh darah
: tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Penciuman
Kanan
Kiri
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
Anosmia
(-)
(-)
Hyposmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
N.Opticus
Kanan
Kiri
Visus
6/6
6/6
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Kanan
Kiri
- Anopsia
(-)
(-)
- Hemianopsia
(-)
(-)
5
Fundus Oculi
Tidak Diperiksa
- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina
N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens
Kanan
Kiri
Diplopia
(-)
(-)
Celah mata
(-)
(-)
Ptosis
(-)
(-)
- Strabismus
(-)
(-)
- Exophtalmus
(-)
(-)
- Enophtalmus
(-)
(-)
- Deviation conjugae
(-)
(-)
Sikap bola mata
- Gerakan bola mata
baik ke segala arah
baik ke segala arah
Pupil
- Bentuknya
bulat
bulat
- Besarnya
Ø 3 mm
Ø 3 mm
- Isokori/anisokor
- Midriasis/miosis
isokor
(-)
(-)
Refleks cahaya
-
Langsung
(+)
(+)
-
Konsensuil
(+)
(+)
-
Akomodasi
(-)
(-)
6
N.Trigeminus
Kanan
Kiri
Motorik
-
Menggigit
tidak ada kelainan
-
Trismus
tidak ada kelainan
-
Refleks kornea
tidak ada kelainan
Sensorik
-
Dahi
tidak ada kelainan
-
Pipi
tidak ada kelainan
-
Dagu
tidak ada kelainan
N.Facialis
Kanan
Kiri
Motorik
-
Mengerutkan dahi
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
-
Menutup mata
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
-
Menunjukkan gigi
sudut mulut tertinggal
tidak ada kelainan
-
Lipatan nasolabialis
sedikit datar
tidak ada kelainan
-
Bentuk Muka
-
Istirahat
tidak ada kelainan
-
Berbicara/bersiul
bicara pelo
Sensorik
2/3 depan lidah
tidak diperiksa
Otonom
-
Salivasi
tidak ada kelainan
-
Lakrimasi
tidak ada kelainan
-
Chvostek’s sign
(-)
(-)
7
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Suara bisikan
tidak diperiksa
Detik arloji
tidak diperiksa
Tes Weber
tidak diperiksa
Tes Rinne
tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus
(-)
(-)
Vertigo
(-)
(-)
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan
Kiri
Arcus pharingeus
tidak ada kelainan
Uvula
tidak ada kelainan
Gangguan menelan
tidak ada kelainan
Suara serak/sengau
tidak ada kelainan
Denyut jantung
tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah
tidak ada kelainan
- Batuk
tidak ada kelainan
- Okulokardiak
tidak ada kelainan
- Sinus karotikus
tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah
tidak dinilai
8
N. Accessorius
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
tidak ada kelainan
Memutar kepala
tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Kanan
Mengulur lidah
Kiri
deviasi lidah ke kanan
Fasikulasi
(-)
Atrofi papil
(-)
Disartria
(+)
MOTORIK
LENGAN
Kanan
Gerakan
Kurang
Kiri
Cukup
Kekuatan
3
5
Tonus
Meningkat
Normal
- Biceps
Meningkat
Normal
- Triceps
Meningkat
Normal
- Radius
Meningkat
Normal
- Ulna
Meningkat
Normal
Refleks fisiologis
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner
(-)
(-)
9
- Leri
(-)
(-).
- Meyer
(-)
(-)
Trofik
(-)
(-)
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
Kurang
Cukup
Kekuatan
3
5
Tonus
Meningkat
Normal
Klonus
-
Paha
(-)
(-)
-
Kaki
(-)
(-)
Refleks fisiologis
-
KPR
Meningkat
Normal
-
APR
Meningkat
Normal
Refleks patologis
-
Babinsky
(-)
(-)
-
Chaddock
(-)
(-)
-
Oppenheim
(-)
(-)
-
Gordon
(-)
(-)
-
Schaeffer
(-)
(-)
-
Rossolimo
(-)
(-)
-
Mendel Bechterew
(-)
(-)
Refleks kulit perut
-
Atas
tidak ada kelainan
-
Tengah
tidak ada kelainan
-
Bawah
tidak ada kelainan
Refleks cremaster
tidak ada kelainan
10
Trofik
tidak ada kelainan
SENSORIK
Tidak ada kelainan
GAMBAR
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
: tidak ada kelainan
Defekasi
: bdd
Ereksi
: tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: (-)
Lordosis
: (-)
11
Gibbus
: (-)
Deformitas
: (-)
Tumor
: (-)
Meningocele
: (-)
Hematoma
: (-)
Nyeri ketok
: (-)
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kanan
Kiri
Kaku kuduk
(-)
Kerniq
(-)
Lasseque
(-)
Brudzinsky
-
Neck
(-)
-
Cheek
(-)
-
Symphisis
(-)
-
Leg I
(-)
-
Leg II
(-)
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait
Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia
: Belum dapat dinilai
Romberg
: Belum dapat dinilai
Hemiplegic
: Belum dapat dinilai
Dysmetri
: Belum dapat dinilai
Scissor
: Belum dapat dinilai
- jari-jari
: Tidak ada kelainan
Propulsion
: Belum dapat dinilai
- jari hidung
: Tidak ada kelainan
Histeric
: Belum dapat dinilai
- tumit-tumit
: Belum dapat dinilai
Limping
: Belum dapat dinilai
Rebound phenomen : Belum dapat dinilai
Steppage
: Belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai
Trunk Ataxia
: Belum dapat dinilai
12
Limb Ataxia
: Belum dapat dinilai
13
GERAKAN
ABNORMAL
Tremor
: (-)
Chorea
:
(-)
Athetosis
:
(-)
Ballismus
:
(-)
Dystoni
:
(-)
Myocloni
:
(-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik
:
(-)
Afasia sensorik
:
(-)
Apraksia
:
(-)
Agrafia
:
(-)
Alexia
:
(-)
14
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (16 Maret 2017)
Hb
: 10,1 g/dl
Eritrosit
: 3,45x106/mm3
Leukosit
: 8.200 /mm3
Diff Count
: 0/0/0/85/11/4
Trombosit
: 220.000/mm3
Hematokrit
: 33vol%
BSS
: 127mg/dL
BSN/BSPP
: tidak diperiksa
Ck-MB
: - U/L
Ck-NAC
: - U/L
Ureum
: 28 mg/dl
Kreatinin
: 1,03 mg/dl
Natrium
: 143 mmol/l
Kalsium
: - mmol/l
Kalium
: 3,5 mmol/l
Clorida
: 117 mmol/L
Magnesium
: 1,89 mmol/L
URINE
Warna
: tidak diperiksa
Sedimen :
Reaksi
: tidak diperiksa
- Eritrosit
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
- Leukosit
: tidak diperiksa
Reduksi
: tidak diperiksa
- Thorak
: tidak diperiksa
Urobilin
: tIdak diperiksa
- Sel Epitel
: tidak diperiksa
Bilirubin
: tidak diperiksa
- Bakteri
: tidak diperiksa
Konsistensi
: tidak diperiksa
Eritrosit
: tidak diperiksa
Lendir
: tidak diperiksa
Leukosit
: tidak diperiksa
Darah
: tidak diperiksa
Telur cacing
: tidak diperiksa
Amuba coli/
: tidak diperiksa
Histolitika
: tidak diperiksa
FESES
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
Kejernihan
: tidak diperiksa
Glukosa
: tidak diperiksa
15
Tekanan
: tidak diperiksa
NaCl
: tidak diperiksa
Sel
: tidak diperiksa
Queckensted
: tidak diperiksa
Nonne
: tidak diperiksa
Celloidal
: tidak diperiksa
Pandy
: tidak diperiksa
Culture
: tidak diperiksa
PEMERIKSAAN EKG
Irama sinus, reguler, HR: 95 x/menit, axis normal, Gelombang P
normal, PR interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change
(-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 < 1.
Interpretasi : normal sinus rhythm.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1.
Rontgen Thorax
Tulang-tulang/jaringan lunak tak tampak
kelainan
CTR>50%,apex tertanam,
aorta elongasi
• Pulmo: corakan bronkovaskuler
meningkat
Trachea: posisi, batas-batas, dan diameter
dalam batas normal; tak tampak
16
penebalan garis paratracheal
Mediastinum di tengah dan tak melebar
Diafragma normal, sudut costophrenicus
lancip
Kesan: Kardiomegali dengan elongasio
aorta
2.CT Scan
Kepala:
Tampak area hiperdens di parietal kiri
ukuran 4,62x3,81 cm.
Differensiasi grey, white matter jelas.
Tak tampak deviasi midline structure.
Sistem ventrikel normal, sulci/gyri
normal.
Pons/cerebellum/CPA normal.
Sinus paranasal/cavum nasi dan orbita
normal.
Kesimpulan: ICH di parietal kiri
vol ± 90 cc.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
: Hemiparese dextra tipe spastic
Parese N. VII dextra tipe sentral
Parese N. XII dextra tipe sentral
Diagnosis topik
: Parietal sinistra
Diagnosis etiologi
: Intracerebral hemorrhage (ICH)
17
PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi:
Follow Up: GCS+TTV
Head up 30°
O2 adekuat
Diet cair 1700 kkal
Konsul Bedah Saraf
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
Inj. Citicoline 2x500 IV
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV
B kompleks 1x500 mcg PO
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia
Quo ad Sanationam
: dubia
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi Stroke
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik atau
menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak
yang mengalami kerusakan.4,5 Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh),
yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4,5
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan fungsi
luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang
diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur. 5,6
3.2. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak
Anatomi
Otak merupakan organ yang palik aktif
secara metabolik. Otak hanya
memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak
output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,
pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan
melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Tabel 1.Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)
Anterior Koroid
Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah
Anterior Serebri
Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior
Serebri Media
Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal
19
serta substantia alba di sekitarnya
Cabang
Lentikulostriata
Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas
Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)
Arteri serebelar
basiler posterior
inferior
Medulla dan serebelum inferior
Arteri serebelar
anterior inferior
Pons inferior dan media serta serebelum media
Arteri serebelar
Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Superior
Arteri serebelar
posterior
Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior
Cabang
thalamoperforata
Thalamus
Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan
gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks
(jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan
saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans).
Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan
lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.
20
3.2
Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia,
serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di
Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Ahmad dan
Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh stroke
yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.19
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian
stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di
Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke. 4
3.3
Klasifikasi Stroke
Terdapat beberapa pengelompokkan stroke. Klasifikasi stroke telah banyak
dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank,
World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of Neurological
Disease and Stroke (NINDS,1990). Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokan
atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan area lesinya. Hal
ini berkaitan dengan pendekatan diagnosis neurologis untuk menetapkan diagnosis
klinis, diagnosis topik dan diagnosis etiologi.4,5 Lebih jauh, stroke dapat
diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi, sistem darah dan
stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi landasan untuk
menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke.5,6,7
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri
b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarachnoid
21
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak
yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan
stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada
kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan
yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.8
3.4. Faktor Risiko
3.5 Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan adanya gejala klinis neurologik
mendadak yang beraneka ragam mulai dari gejala motorik fokal, gejala sensorik,
gangguan fungsi luhur hingga gangguan kesadaran. Gejala tersebut dapat disertai
nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain sebagainya. Diagnosis stroke
seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu Penyakit Saraf mencakup diagnosis klinis,
topis dan etiologis. Pemahaman ilmu dasar mengenai anatomi otak dan bangunan
intrakranial di sekitarnya, sistem perdarahan otak serta fisiologi dan metabolisme otak
22
diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan
fisik neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam
sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam
pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang harus segera
disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat.
1.
Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia. 1,2
2.
Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah
ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni
23
- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3.
Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CTscan kepala. 1,2
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan urin),
elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal, elektroensefalogram,
arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk membantu diagnosis etiologis
stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau iskemik (emboli, trombosis) serta
mencari faktor risiko.3,4
24
3.4
Stroke Hemoragik
3.4.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya1,2, yaitu:
1.
Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral
adalah hipertensi kronik. 4
2.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya
aneurisma sakuler.
3.4.2
Patogenesis Stoke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage,
hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi
akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan
patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh
darah tersebut dapat berupa hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan
meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga
dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejalagejala klinis (fase hematoma expansion). 1,2,12 Pada fase hematoma expansion, gejalagejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya
tekanan intracranial akan mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan blood
brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
inflamasi sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema).
Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma expansion,
25
akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau
menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa merusaknya.
Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak
struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel
otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini
diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah
perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
1,2,14
3.4.3
Gejala Stroke Hemoragik
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang
bersifat akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan
fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak. 6
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gejala perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.
Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:
a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran
c. Adanya riwayat hipertensi kronis
d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi
pada thalamus)
e. Hemiparese kontralateral
26
2. Gejala perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis
berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
b. Hilangnya kesdaran
c. Fotofobia
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
3.4.4
Diagnosis Stroke Hemoragik4,5
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara
pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada
anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus
atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam
keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan
fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon
a. Membuka mata
1) Membuka spontan
2) Membuka dengan perintah
3) Membuka mata karena rangsang nyeri
4) Tidak mampu membuka mata
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik
2) Pembicaraan yang kacau
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar
Skor
4
3
2
1
5
4
3
27
4) Dapat bersuara, merintih
5) Tidak ada suara
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri
4) Tanggapan fleksi abnormal
5) Tanggapan ekstensi abnormal
6) Tidak ada gerakan
2
1
6
5
4
3
2
1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis
= GCS 15-14
Somnolen
= GCS 13-8
Sopor
= GCS 7-4
Koma
= GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui
tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing
bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan
dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu
kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang
dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks
patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda
dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial
28
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki
jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
Tabel 4. Gangguan nervus kranialis. 20
Nervus kranial
Fungsi
Penemuan klinis dengan
I: Olfaktorius
Penciuman
lesi
Anosmia (hilangnya daya
II: Optikus
III: Okulomotorius
penghidu)
Penglihatan
Amaurosis
Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia
akomodasi
IV: Troklearis
V: Trigeminus
(penglihatan
kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
Gerak mata
Diplopia
Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
VI: Abdusen
VII: Fasialis
mengunyah
Gerak mata
Diplopia
Pengecapan; sensasi umum Hilangnya
kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar;
sekresi
lakrimalis,
dan
VIII: Vestibulokoklearis
IX: Glosofaringeus
kelenjar anterior
lidah;
submandibula kering;
sublingual;
hilangnya
ekspresi lakrimasi;
wajah
Pendengaran;
wajah
Tuli;
keseimbangan
terus
mulut
paralisis
otot
tinitus(berdenging
menerus);
vertigo;nistagmus
Pengecapan; sensasi umum Hilangnya
daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat
palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis
X: Vagus
pada faring; mulut kering
sebagian
Pengecapan; sensasi umum Disfagia
pada
faring,
laring
dan menelan)
(gangguan
suara
parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
29
parasimpatis untuk jantung
XI: Asesorius Spinal
dan visera abdomen
Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
XII: Hipoglosus
leher dan bahu
Gerak lidah
otot kepala, leher dan bahu
Kelemahan dan pelayuan
lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan
stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan
gambaran hiperdens.
Intracranial Hemorrhage
Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut ( 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage
Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi akan memperlihatkan
ruangan yang diisi dengan CSF menjadi isodens.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
31
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, foto toraks, EKG, echocardiograf.
3.4.5
Tatalaksana Stroke Hemoragik
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain
di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
32
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
33
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
34
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
3.4.6
1.
Prognosis4,5
Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)
adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma
Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas
sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan
volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan
MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS 60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada
PIS dengan volume 30 menit
Terjadi saat aktifitas
Didahului sakit kepala, mual dan
Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktifitas
Dengan sakit kepala, tidak ada mual
muntah
Riwayat hipertensi
dan muntah
Ada riwayat hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi hemoragia cerebri belum dapat disingkirkan.
2.
Emboli Cerebri
Emboli cerebri, gejalanya:
Kehilangan kesadaran < 30 menit
Ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas
Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas
Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan.
3.
Trombosis cerebri
Trombosis cerebri, gejalanya:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat istirahat
Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktivitas
Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan.
Kesimpulan:
Diagnosis Etiologi Hemoragik Cerebri
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.
Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative study.
Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik,
Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the
American
Heart
Association.
(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.
Diakses Maret 18, 2017).
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar
cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral Hemmorhage:
Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical Review). MUMJ. Vol 10
No.1 halaman 15-22.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis
cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
43
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
11. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofi
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Tia Okidita, S.Ked.
04084821618156
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT MOH. HOESIN
PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Tia Okidita, S.Ked.
04084821618156
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 6 Maret – 9 April 2017.
Palembang, Maret 2017
Pembimbing
dr. Alwi Shahab, Sp.S
(K)
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Stroke Hemoragik”. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Alwi Shahab, Sp.S (K), selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Palembang, Maret 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit
serebrovaskuler/cerebrovascular
disease
(CVD)
merupakan
penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian
dari CVD. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi
klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat
atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan
tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Berdasarkan American
Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan
dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan
pendarahan subaraknoid (SAH).1
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran
darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran daah sedangkan
stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke
hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat
menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam
tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan
tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian.
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di hampir seluruh RS
di Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI
tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia
dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit
Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka
Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil).2
Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B,
yang berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis,
1
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus
mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat). Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
informasi dan wawasan mengenai stroke, sehingga kompetensi yang diharapkan
dapat tercapai.
2
BAB II
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. AR
Umur
: 66 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Jl. Pedang YPP, No 502, Kemuning, Palembang
Agama
: Islam
MRS Tanggal
: 16 Maret 2017
ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada sesisi tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kurang lebih 3 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh sebelah kanan, tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan, penderita mengalami sakit kepala, mual muntah tidak
ada, tidak disertai kejang. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi tubuh yang mengalami
kelemahan. Penderita sehari-hari menggunakan lengan kanan untuk beraktivitas. Penderita
tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat penderita
berbicara, mulutnya mengot ke arah kanan dan bicaranya pelo. Saat serangan penderita
tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak nafas.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu, penderita tidak
rutin minum obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada, riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada.
Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.
3
PEMERIKSAAN (16 Maret 2017)
Status Internus
Kesadaran
: GCS : 13 (E:4, M:5, V:4)
Gizi
: Baik
Suhu Badan
: 36,5 ºC
Nadi
: 83 x/m
Pernapasan
: 20 x/m
Tekanan Darah
: 140/100 mmHg
Berat Badan
: 58 kg
Tinggi Badan
: 168 cm
Jantung
: HR: 84 x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru
: Vesikuler(+), ronkhi(-),wheezing (-)
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Anggota Gerak
: Lihat status neurologikus
Genitalia
: Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap
: kooperattif
Ekspresi Muka
: wajar
Perhatian
: ada
Kontak Psikik
: ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk
: normocephali
Deformitas
: (-)
Ukuran
: normal
Fraktur
: (-)
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: (-)
Hematom
: (-)
Tumor
: (-)
4
Pulsasi
: (-)
Pembuluh darah
: tidak ada pelebaran
LEHER
Sikap
: lurus
Deformitas
: (-)
Torticolis
: (-)
Tumor
: (-)
Kaku kuduk
: (-)
Pembuluh darah
: tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Penciuman
Kanan
Kiri
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
Anosmia
(-)
(-)
Hyposmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
N.Opticus
Kanan
Kiri
Visus
6/6
6/6
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Kanan
Kiri
- Anopsia
(-)
(-)
- Hemianopsia
(-)
(-)
5
Fundus Oculi
Tidak Diperiksa
- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina
N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens
Kanan
Kiri
Diplopia
(-)
(-)
Celah mata
(-)
(-)
Ptosis
(-)
(-)
- Strabismus
(-)
(-)
- Exophtalmus
(-)
(-)
- Enophtalmus
(-)
(-)
- Deviation conjugae
(-)
(-)
Sikap bola mata
- Gerakan bola mata
baik ke segala arah
baik ke segala arah
Pupil
- Bentuknya
bulat
bulat
- Besarnya
Ø 3 mm
Ø 3 mm
- Isokori/anisokor
- Midriasis/miosis
isokor
(-)
(-)
Refleks cahaya
-
Langsung
(+)
(+)
-
Konsensuil
(+)
(+)
-
Akomodasi
(-)
(-)
6
N.Trigeminus
Kanan
Kiri
Motorik
-
Menggigit
tidak ada kelainan
-
Trismus
tidak ada kelainan
-
Refleks kornea
tidak ada kelainan
Sensorik
-
Dahi
tidak ada kelainan
-
Pipi
tidak ada kelainan
-
Dagu
tidak ada kelainan
N.Facialis
Kanan
Kiri
Motorik
-
Mengerutkan dahi
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
-
Menutup mata
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
-
Menunjukkan gigi
sudut mulut tertinggal
tidak ada kelainan
-
Lipatan nasolabialis
sedikit datar
tidak ada kelainan
-
Bentuk Muka
-
Istirahat
tidak ada kelainan
-
Berbicara/bersiul
bicara pelo
Sensorik
2/3 depan lidah
tidak diperiksa
Otonom
-
Salivasi
tidak ada kelainan
-
Lakrimasi
tidak ada kelainan
-
Chvostek’s sign
(-)
(-)
7
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Suara bisikan
tidak diperiksa
Detik arloji
tidak diperiksa
Tes Weber
tidak diperiksa
Tes Rinne
tidak diperiksa
N. Vestibularis
Nistagmus
(-)
(-)
Vertigo
(-)
(-)
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan
Kiri
Arcus pharingeus
tidak ada kelainan
Uvula
tidak ada kelainan
Gangguan menelan
tidak ada kelainan
Suara serak/sengau
tidak ada kelainan
Denyut jantung
tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah
tidak ada kelainan
- Batuk
tidak ada kelainan
- Okulokardiak
tidak ada kelainan
- Sinus karotikus
tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah
tidak dinilai
8
N. Accessorius
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
tidak ada kelainan
Memutar kepala
tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Kanan
Mengulur lidah
Kiri
deviasi lidah ke kanan
Fasikulasi
(-)
Atrofi papil
(-)
Disartria
(+)
MOTORIK
LENGAN
Kanan
Gerakan
Kurang
Kiri
Cukup
Kekuatan
3
5
Tonus
Meningkat
Normal
- Biceps
Meningkat
Normal
- Triceps
Meningkat
Normal
- Radius
Meningkat
Normal
- Ulna
Meningkat
Normal
Refleks fisiologis
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner
(-)
(-)
9
- Leri
(-)
(-).
- Meyer
(-)
(-)
Trofik
(-)
(-)
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
Kurang
Cukup
Kekuatan
3
5
Tonus
Meningkat
Normal
Klonus
-
Paha
(-)
(-)
-
Kaki
(-)
(-)
Refleks fisiologis
-
KPR
Meningkat
Normal
-
APR
Meningkat
Normal
Refleks patologis
-
Babinsky
(-)
(-)
-
Chaddock
(-)
(-)
-
Oppenheim
(-)
(-)
-
Gordon
(-)
(-)
-
Schaeffer
(-)
(-)
-
Rossolimo
(-)
(-)
-
Mendel Bechterew
(-)
(-)
Refleks kulit perut
-
Atas
tidak ada kelainan
-
Tengah
tidak ada kelainan
-
Bawah
tidak ada kelainan
Refleks cremaster
tidak ada kelainan
10
Trofik
tidak ada kelainan
SENSORIK
Tidak ada kelainan
GAMBAR
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
: tidak ada kelainan
Defekasi
: bdd
Ereksi
: tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: (-)
Lordosis
: (-)
11
Gibbus
: (-)
Deformitas
: (-)
Tumor
: (-)
Meningocele
: (-)
Hematoma
: (-)
Nyeri ketok
: (-)
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kanan
Kiri
Kaku kuduk
(-)
Kerniq
(-)
Lasseque
(-)
Brudzinsky
-
Neck
(-)
-
Cheek
(-)
-
Symphisis
(-)
-
Leg I
(-)
-
Leg II
(-)
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait
Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia
: Belum dapat dinilai
Romberg
: Belum dapat dinilai
Hemiplegic
: Belum dapat dinilai
Dysmetri
: Belum dapat dinilai
Scissor
: Belum dapat dinilai
- jari-jari
: Tidak ada kelainan
Propulsion
: Belum dapat dinilai
- jari hidung
: Tidak ada kelainan
Histeric
: Belum dapat dinilai
- tumit-tumit
: Belum dapat dinilai
Limping
: Belum dapat dinilai
Rebound phenomen : Belum dapat dinilai
Steppage
: Belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai
Trunk Ataxia
: Belum dapat dinilai
12
Limb Ataxia
: Belum dapat dinilai
13
GERAKAN
ABNORMAL
Tremor
: (-)
Chorea
:
(-)
Athetosis
:
(-)
Ballismus
:
(-)
Dystoni
:
(-)
Myocloni
:
(-)
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik
:
(-)
Afasia sensorik
:
(-)
Apraksia
:
(-)
Agrafia
:
(-)
Alexia
:
(-)
14
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (16 Maret 2017)
Hb
: 10,1 g/dl
Eritrosit
: 3,45x106/mm3
Leukosit
: 8.200 /mm3
Diff Count
: 0/0/0/85/11/4
Trombosit
: 220.000/mm3
Hematokrit
: 33vol%
BSS
: 127mg/dL
BSN/BSPP
: tidak diperiksa
Ck-MB
: - U/L
Ck-NAC
: - U/L
Ureum
: 28 mg/dl
Kreatinin
: 1,03 mg/dl
Natrium
: 143 mmol/l
Kalsium
: - mmol/l
Kalium
: 3,5 mmol/l
Clorida
: 117 mmol/L
Magnesium
: 1,89 mmol/L
URINE
Warna
: tidak diperiksa
Sedimen :
Reaksi
: tidak diperiksa
- Eritrosit
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
- Leukosit
: tidak diperiksa
Reduksi
: tidak diperiksa
- Thorak
: tidak diperiksa
Urobilin
: tIdak diperiksa
- Sel Epitel
: tidak diperiksa
Bilirubin
: tidak diperiksa
- Bakteri
: tidak diperiksa
Konsistensi
: tidak diperiksa
Eritrosit
: tidak diperiksa
Lendir
: tidak diperiksa
Leukosit
: tidak diperiksa
Darah
: tidak diperiksa
Telur cacing
: tidak diperiksa
Amuba coli/
: tidak diperiksa
Histolitika
: tidak diperiksa
FESES
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
Kejernihan
: tidak diperiksa
Glukosa
: tidak diperiksa
15
Tekanan
: tidak diperiksa
NaCl
: tidak diperiksa
Sel
: tidak diperiksa
Queckensted
: tidak diperiksa
Nonne
: tidak diperiksa
Celloidal
: tidak diperiksa
Pandy
: tidak diperiksa
Culture
: tidak diperiksa
PEMERIKSAAN EKG
Irama sinus, reguler, HR: 95 x/menit, axis normal, Gelombang P
normal, PR interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change
(-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1 < 1.
Interpretasi : normal sinus rhythm.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1.
Rontgen Thorax
Tulang-tulang/jaringan lunak tak tampak
kelainan
CTR>50%,apex tertanam,
aorta elongasi
• Pulmo: corakan bronkovaskuler
meningkat
Trachea: posisi, batas-batas, dan diameter
dalam batas normal; tak tampak
16
penebalan garis paratracheal
Mediastinum di tengah dan tak melebar
Diafragma normal, sudut costophrenicus
lancip
Kesan: Kardiomegali dengan elongasio
aorta
2.CT Scan
Kepala:
Tampak area hiperdens di parietal kiri
ukuran 4,62x3,81 cm.
Differensiasi grey, white matter jelas.
Tak tampak deviasi midline structure.
Sistem ventrikel normal, sulci/gyri
normal.
Pons/cerebellum/CPA normal.
Sinus paranasal/cavum nasi dan orbita
normal.
Kesimpulan: ICH di parietal kiri
vol ± 90 cc.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
: Hemiparese dextra tipe spastic
Parese N. VII dextra tipe sentral
Parese N. XII dextra tipe sentral
Diagnosis topik
: Parietal sinistra
Diagnosis etiologi
: Intracerebral hemorrhage (ICH)
17
PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi:
Follow Up: GCS+TTV
Head up 30°
O2 adekuat
Diet cair 1700 kkal
Konsul Bedah Saraf
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
Inj. Citicoline 2x500 IV
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV
B kompleks 1x500 mcg PO
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia
Quo ad Sanationam
: dubia
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi Stroke
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik atau
menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak
yang mengalami kerusakan.4,5 Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh),
yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4,5
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan fungsi
luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang
diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur. 5,6
3.2. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak
Anatomi
Otak merupakan organ yang palik aktif
secara metabolik. Otak hanya
memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% kardiak
output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,
pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan
melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Tabel 1.Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)
Anterior Koroid
Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah
Anterior Serebri
Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior
Serebri Media
Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal
19
serta substantia alba di sekitarnya
Cabang
Lentikulostriata
Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas
Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)
Arteri serebelar
basiler posterior
inferior
Medulla dan serebelum inferior
Arteri serebelar
anterior inferior
Pons inferior dan media serta serebelum media
Arteri serebelar
Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Superior
Arteri serebelar
posterior
Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior
Cabang
thalamoperforata
Thalamus
Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan
gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks
(jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan
saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans).
Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan
lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.
20
3.2
Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia,
serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di
Amerika setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Ahmad dan
Amir, 2003). Stroke diklasifikasikan menjadi stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik memiliki angka kejadian 85% dari seluruh stroke
yang terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli.19
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian
stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tujuh orang yang meninggal di
Indonesia, satu diantaranya disebabkan stroke. 4
3.3
Klasifikasi Stroke
Terdapat beberapa pengelompokkan stroke. Klasifikasi stroke telah banyak
dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank,
World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of Neurological
Disease and Stroke (NINDS,1990). Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokan
atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan area lesinya. Hal
ini berkaitan dengan pendekatan diagnosis neurologis untuk menetapkan diagnosis
klinis, diagnosis topik dan diagnosis etiologi.4,5 Lebih jauh, stroke dapat
diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi, sistem darah dan
stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi landasan untuk
menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke.5,6,7
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri
b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarachnoid
21
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak
yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan
stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada
kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan
yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.8
3.4. Faktor Risiko
3.5 Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan adanya gejala klinis neurologik
mendadak yang beraneka ragam mulai dari gejala motorik fokal, gejala sensorik,
gangguan fungsi luhur hingga gangguan kesadaran. Gejala tersebut dapat disertai
nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain sebagainya. Diagnosis stroke
seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu Penyakit Saraf mencakup diagnosis klinis,
topis dan etiologis. Pemahaman ilmu dasar mengenai anatomi otak dan bangunan
intrakranial di sekitarnya, sistem perdarahan otak serta fisiologi dan metabolisme otak
22
diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan
fisik neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam
sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam
pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang harus segera
disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat.
1.
Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia. 1,2
2.
Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah
ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni
23
- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3.
Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CTscan kepala. 1,2
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan urin),
elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal, elektroensefalogram,
arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk membantu diagnosis etiologis
stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau iskemik (emboli, trombosis) serta
mencari faktor risiko.3,4
24
3.4
Stroke Hemoragik
3.4.1 Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya1,2, yaitu:
1.
Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral
adalah hipertensi kronik. 4
2.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya
aneurisma sakuler.
3.4.2
Patogenesis Stoke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage,
hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi
akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan
patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh
darah tersebut dapat berupa hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan
meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga
dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejalagejala klinis (fase hematoma expansion). 1,2,12 Pada fase hematoma expansion, gejalagejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya
tekanan intracranial akan mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan blood
brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
inflamasi sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema).
Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma expansion,
25
akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau
menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa merusaknya.
Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak
struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel
otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini
diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah
perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
1,2,14
3.4.3
Gejala Stroke Hemoragik
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang
bersifat akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan
fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak. 6
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gejala perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.
Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:
a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran
c. Adanya riwayat hipertensi kronis
d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi
pada thalamus)
e. Hemiparese kontralateral
26
2. Gejala perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis
berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
b. Hilangnya kesdaran
c. Fotofobia
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
3.4.4
Diagnosis Stroke Hemoragik4,5
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara
pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada
anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus
atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam
keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan
fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon
a. Membuka mata
1) Membuka spontan
2) Membuka dengan perintah
3) Membuka mata karena rangsang nyeri
4) Tidak mampu membuka mata
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik
2) Pembicaraan yang kacau
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar
Skor
4
3
2
1
5
4
3
27
4) Dapat bersuara, merintih
5) Tidak ada suara
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri
4) Tanggapan fleksi abnormal
5) Tanggapan ekstensi abnormal
6) Tidak ada gerakan
2
1
6
5
4
3
2
1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis
= GCS 15-14
Somnolen
= GCS 13-8
Sopor
= GCS 7-4
Koma
= GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui
tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing
bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan
dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu
kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang
dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks
patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda
dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial
28
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki
jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
Tabel 4. Gangguan nervus kranialis. 20
Nervus kranial
Fungsi
Penemuan klinis dengan
I: Olfaktorius
Penciuman
lesi
Anosmia (hilangnya daya
II: Optikus
III: Okulomotorius
penghidu)
Penglihatan
Amaurosis
Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia
akomodasi
IV: Troklearis
V: Trigeminus
(penglihatan
kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
Gerak mata
Diplopia
Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
VI: Abdusen
VII: Fasialis
mengunyah
Gerak mata
Diplopia
Pengecapan; sensasi umum Hilangnya
kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar;
sekresi
lakrimalis,
dan
VIII: Vestibulokoklearis
IX: Glosofaringeus
kelenjar anterior
lidah;
submandibula kering;
sublingual;
hilangnya
ekspresi lakrimasi;
wajah
Pendengaran;
wajah
Tuli;
keseimbangan
terus
mulut
paralisis
otot
tinitus(berdenging
menerus);
vertigo;nistagmus
Pengecapan; sensasi umum Hilangnya
daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat
palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis
X: Vagus
pada faring; mulut kering
sebagian
Pengecapan; sensasi umum Disfagia
pada
faring,
laring
dan menelan)
(gangguan
suara
parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
29
parasimpatis untuk jantung
XI: Asesorius Spinal
dan visera abdomen
Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
XII: Hipoglosus
leher dan bahu
Gerak lidah
otot kepala, leher dan bahu
Kelemahan dan pelayuan
lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan
stroke infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan
gambaran hiperdens.
Intracranial Hemorrhage
Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut ( 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage
Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi akan memperlihatkan
ruangan yang diisi dengan CSF menjadi isodens.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
31
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, foto toraks, EKG, echocardiograf.
3.4.5
Tatalaksana Stroke Hemoragik
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain
di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
32
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
33
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
34
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
3.4.6
1.
Prognosis4,5
Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)
adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma
Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas
sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan
volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan
MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS 60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada
PIS dengan volume 30 menit
Terjadi saat aktifitas
Didahului sakit kepala, mual dan
Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktifitas
Dengan sakit kepala, tidak ada mual
muntah
Riwayat hipertensi
dan muntah
Ada riwayat hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi hemoragia cerebri belum dapat disingkirkan.
2.
Emboli Cerebri
Emboli cerebri, gejalanya:
Kehilangan kesadaran < 30 menit
Ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas
Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada arterial fibrilasi
Terjadi saat aktivitas
Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan.
3.
Trombosis cerebri
Trombosis cerebri, gejalanya:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat istirahat
Pada penderita ditemukan gejala:
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktivitas
Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan.
Kesimpulan:
Diagnosis Etiologi Hemoragik Cerebri
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.
Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative study.
Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
3. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik,
Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
4. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the
American
Heart
Association.
(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.
Diakses Maret 18, 2017).
6. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar
cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
8. Magistris, Fabio. Stephanie Bazak, Jason Martin. 2013. Intracerebral Hemmorhage:
Pathophysiology, Diagnosis and Management (Clinical Review). MUMJ. Vol 10
No.1 halaman 15-22.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis
cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
43
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
11. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofi