Korelasi kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun.

(1)

KORELASI KEGIATAN MUHASABAH TERHADAP PEMBENTUKAN MORAL SISWA DI MAN 2 MADIUN

SKRIPSI Oleh :

ATIKA ARUM SULISTIYANI NIM. D71213084

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Atika Arum Sulistiyani , D71213084, 2017, Pengaruh Kegiatan Muhasabah terhadap Pembentukan Moral Siswa di MAN 2 Madiun. Skripsi, Pendidikan Agama Islam, Fakultas tarbiyah dan keguruan, universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Pembimbing : Drs. H. Achmad Zaini, MA.

Kata kunci : Kegiatan Muhasabah dan Pembentukan Moral

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kegiatan muhasabah dan pembentukan moral serta pengaruhnya kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang berusaha untuk mengetahui bagaimana pengaruh kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa dengan pengambilan sampel sebanyak 24 responden. Teknik pengumpulan data yaitu metode angket , wawancara, dan dokumentasi digunakan sebagai data pelengkap. Untuk pengujian instrumen menggunakan uji validitas dan realibilitas. Sedangkan untuk teknik analisis data menggunakan sampel Proposional Random Sampling.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif atau signifikan antara kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswayang ditujukan tersebut didasarkan kepada hasil observasi, wawancara, dan angket yang mencapai prosentase 92% dan 120,69% yang tergolong kategori sangat baik. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan dibuktikan dengan teknik analisis korelasi product moment, diperoleh hasil r-hitung > r-tabel (0,613 > 0,576) dan signifikansi 0,034 < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada pengaruh kegiatan muhasabah dan pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xvii

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Penelitian Terdahulu ... 8


(8)

G. Definisi Istilah atau Definisi Operasional ... 9

H. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.Pembahasan tentang Kegiatan Muhasabah ... 13

1. Definisi Muhasabah... 13

2. Macam-macam Muhasabah... 23

3. Keutamaan Muhasabah ... 33

B.Pembahasan tentang Pembentukan Moral... 34

1. Kewibawaan Gezaq dalam pendidikan ... 34

2. Perbedaan Kewibawaan orang tua dan pendidik... 35

3. Pendidikan dalam Lingkungan sekolah……… 37

C.Pengaruh Kegiatan Muhasabah terhadap pembentukan Moral Siswa di MAN 2 Madiun ... 47

D.Hipotesis ... 49

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 52

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 53

B.Variabel, Indikator, dan Instrumen Penelitian ... 58

C.Populasi dan Sampel ... 61

D.Teknik Pengumpulan Data ... 63

E. Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 70

A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 70


(9)

1. Data tentang Kegiatan Muhasabah ... 88

2. Data tentang Kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa ... 96

C.Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 104

1. Analisis Data tentang Kegiatan Muhasabah ... 104

2. Analisis Data tentang Kegiatan Muhasabah Terhadap pembentukan Moral Siswa ... 109

3. Pengujian Hipotesis ... 114

BAB V PENUTUP ... 117

1. Kesimpulan ... 117

2. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 122 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.2 Acuan indeks “r” Product Momentyang Dikonsultasikan pada “r” Tabel .. 82

4.1 Data Guru MAN 2 Madiun ... 88

4.2 Data Siswa Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 91

4.3 Keadaan Bangunan Berdasarkan Jenis Ruang ... 92

4.4 Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor Kepala Sekolah ... 93

4.5 Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor Wakil Kepala Sekolah ... 93

4.6 Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor Tata Usaha ... 94

4.7 Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor Guru ... 94

4.8 Keadaan Sarana dan Prasarana BTQ ... 95

4.9 Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor BP ... 96

4.10 Keadaan Sarana dan Prasarana Perpustakaan ... 96

4.11 Keadaan Sarana dan Prasarana Olahraga ... 97

4.12 Keadaan Sarana dan Prasarana Kebersihan ... 98

4.13 Keadaan Sarana dan Prasarana Ruang Tamu ... 98

4.14 Hasil Observasi tentang Kegiatan Muhasabah ... 101

4.15 Jawaban Responden tentang Kegiatan Muhasabah ... 102

4.16 Hasil Observasi tentang pembentukan moral siswa ... 105

4.17 Jawaban Responden tentang pembentukan moral siswa ... 106

4.18 Prosentase Kegiatan Muhasabah ... 107


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah sebagai mana sabda nabi yang artinya: “Tidaklah anak di lahirkan kecuali atas dasar fitrah

,maka kedua orang tua mendidiknya menjadi Yahudi atau Nasrani”. Namun

fitrah tersebut dapat berkembang bila adanya pengaruh lingkungan itu, salah satu lingkungan yang dapat memengaruhi adalah materi pendidikan agama Islam. Dalam hal ini melalui pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Mengingat potensi tersebut sangat dominan dalam mewarnai dan menentukan jati diri anak. Pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama, sehingga pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk akhlak generasi muda, agar memiliki keperibadian yang utama.

Hari berganti hari, demikian juga dengan bulan dan tahun. Kalau kita memperhatian pergantian waktu ini, sesungguhnya kehidupan dunia makin lama makin menjauh sedang pada kesempatan yang sama kehidupan akhirat makin mendekat. Kita perhatikan keadaan di lingkungan tempat kita kerja dan di tengah keluarga, apakah masih tetap? Secara jujur kita harus jawab tidak, kemana mereka? Sebagian karena sudah meninggal, apakah yang meninggal hanya mereka? Jawabnya tentu tidak. Kitapun pasti akan meninggal.


(13)

Firman Allah dalam Al Qur’an :

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” (Q. S. Ali Imran. 3:185).1

kemudian sesudah mati kita akan dihidupkan kembali, sebagaimana firman-Nya :

Artinya: ”Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati“ (Q. S. Huud, 11 :

7).2

Indikator penting lain dari proses kegiatan muhasabah adalah perilaku harian peserta didik, yakni berprilaku positif maupun negatif yang pada saat tertentu muncul. Beberapa contoh perilaku postif, misalnya bersikap toleran, disiplin, tanggungjawab, memiliki rasa kesetiakawanan, saling hormat-menghormati, sopan santun, jujur, suka bergotong royong, dan sebagainya. Adapun contoh-contoh perilaku negatif, misalnya, menyontek waktu ujian, bolos sekolah atau bolos kuliah, mengotori ruang kelas, berprilaku tidak sopan, atau berkelahi, mencuri, merokok bagi para siswa, dan sebagainya

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro), h. 125 2


(14)

Mengapa perlu dicatat? Tujuannya tiada lain untuk memperoleh bukti secara tertulis, bukti tertulis tersebut pada suatu ketika dapat dipergunakan untuk melakukan refleksi, yaitu, proses bercermin dari kejadian yang telah lewat. Kegiatan refleksi itu dapat dipergunakan sebagai cara belajar untuk menghindari kesalahan di masa depan dan untuk meningkatkan kinerja

Catatan perilaku harian itu pertama dibuat oleh guru pada buku catatan

(Anekdot (Anecdotal record). Dalam catatan tersebut hendaknya tertulis

dengan jelas nama siswa, perilaku yang muncul (positif atau negatif), dan

keterangan mengenai tempat kejadian dan waktunya (hari, tanggal, dan jam).3

Maka dalam melakukan muhasabah, seorang muslim menilai dirinya,

apakah dirinya lebih banyak berbuat baik ataukah lebih banyak berbuat kesalahan dalam kehidupan sehari-harinya. Dia mesti objektif melakukan penilaiannya dengan menggunakan Al Qur’an dan Sunnah sebagai dasar penilaiannya bukan berdasarkan keinginan diri sendiri. Oleh karena itu melakukan muhasabah atau introspeksi diri merupakan hal yang sangat penting untuk menilai apakah amal perbuatannya sudah sesuai dengan ketentuan Allah. Tanpa introspeksi, jiwa manusia tidak akan menjadi baik. Imam Turmudzi meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga Maimun bin Mihran mengenai urgensi muhasabah.

3

Drs. Asep Jihad dan Dr. Abdul haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2012), h.70


(15)

Umar r.a. mengemukakan: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab,

dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk akhirat (yaumul hisab)”. Al

Hasan mengatakan : ”Orang-orang mukmin selalu mengevaluasi dirinya karena Allah. Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia”.

Maimun bin Mihran r.a. menyampaikan: “Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya

dari mana makanan dan pakaiannya”.4

Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada

hari akhir akan datang menghadap Allah SWT, untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Firman Allah:

Artinya: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat

dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam (19): 95).5

Berdasarkan karakteristik ini sangat jelas bahwa kegiatan muhasabah

secara konsisten menaruh perhatian pada perilaku yang tampak. Karena dengan adanya berbagai pelangaran-pelangaran perilaku yang negatif dapat dilakukan

4

Muhammad Ibn “Abdillah al-Zarkasyiy, Al-Qur”an , Juz IV (cet, I, Cairo: dar Ihya’ al-kutub al-Arabiyah, 1958 M/1377H), h.34-35

5


(16)

anak-anak di sekolah. Sedangkan kondisi moral siswa di MAN 2 Madiun sangat baik . bagi peserta didik yang memiliki moral yang baik maka dalam melaksanakan pembelajaran disekolah akan baik karena peserta didik tersebut dalam kehidupan sehari-harinya bermoral baik. Oleh kareana itu peran orang tua dan guru sebagai pendidik harus mencerminkan moral atau tingkah laku yang baik kepada anak atau peserta didik. Maka dalam perhatian penulis akan meneliti kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

yang berjudul “PENGARUH KEGIATAN MUHASABAH TERHADAP

PEMBENTUKAN MORAL SISWA DI MAN 2 MADIUN”. Yang dalam hal ini penulis lebih fokus terhadap kegiatan muhasabah yang dilaksanakan guna mengetahui pembentukan moral siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bagaimana kegiataan muhasabah yang ada di MAN 2 Madiun ? 2. Bagaimana moral siswa di MAN 2 Madiun ?

3. Apakah ada pengaruh kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun?


(17)

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka peneliti mempunyai beberapa tujuan dari penelitian, antara lain adalah sebagai berikut:

1.Untuk mengetahui bagaimana kegiatan muhasabah yang ada di MAN 2 Madiun.

2. Untuk mengetahui bagaimana moral siswa setelah diadakan kegiatan muhasabah di MAN 2 Madiun.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara kegiatan muhasabah dan pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini berguna untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan tentang pengaruh kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun.


(18)

c. Untuk menjadi masukan dan bahan rujukan dalam meningkatkan kegiatan muhasabah di MAN 2 Madiun.

2. Secara Praktis

Secara praktis, kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan yang lebih matang dalam bidang pembelajaran dan menambah wawasan dalam bidang penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai latihan dan kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa serta sebagai konstribusi nyata bagi dunia pendidikan. Adapun lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

a. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, maka penulis dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa.

b. Bagi Siswa

Dengan adanya penelitian ini, maka siswa dapat termotivasi untuk berintrospeksi diri dan berhati-hati dalam bergaul.

c. Bagi Guru

Agar para guru dapat meningkatkan kualitas dalam mendidik siswa untuk membentuk moral yang lebih baik.

d. Bagi Lembaga

Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kegiatan muhasabah di MAN 2 Madiun.


(19)

e. Bagi Khalayak Umum

Sebagai motivasi khususnya pada remaja serta sebagai bahan informasi yang bermanfaat guna menuju jalan yang diridhai Allah SWT.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu disini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi keilmuan dalam penulisan skripsi ini, dan seberapa banyak penelitian yang membahas permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi dengan tema yang sama dengan skripsi ini. Di bawah ini terdapat beberaapa judul penelitian yang pernah ditulis sebelumnya:

1. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Bisri Kalimi (jurusan Pendidikan Agama islam STAI Wali Sembilan) dengan judul “Pengaruh Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Terhadap Moralitas Pergaulan Siswa MTs Yasi Permas Brati Grobogan”. Dalam skripsi ini disimpulkan “Ada pengaruh positif antara materi aqidah akhlak dengan perilaku ihsan siswa kelas 1X Mts Miftahul Huda Sembungharjo Pulokulon Grobogan tahun pelajaran 2008/2009. Ada perbedaan yang ditulis dengan penulis susun, yaitu perilaku ihsan, sedangkan yang penulis susun adalah moralitas pergaulan. Tapi adapula kesamaannya yaitu tentang pelajaran/materi aqidah akhlak.

2. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengawasan Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial Anak disekolah Pada Siswi Suniyyah Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Yang ditulis oleh Rini Zahrotul


(20)

Kheiriyah Mahasiswa STIE Walisembilan tahun 2008/2009. Dalam skripsi ini disimpulkan “Ada pengaruh positif antara pengawasan orang tua terhadap perilaku sosial anak di sekolah di MTs puteri suniyyah Selo kec. Tawangharjo Kab. Grobogan tahun pelajaran 2008/2009. Ada perbedaan antara yang ditulis dengan penulis susun, yaitu pengawasan orang tua terhadap perilaku sosial, sedangkan yang penulis susun adalah aqidah akhlak terhadap moralitas pergaulan. Tapi ada kesamaan yaitu tentang perilaku/pergaulan

F. Definisi Istilah atau Definisi Operasional

Definisi operasioanal ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian ”Pengaruh Kegiatan Muhasabah terhadap Pembentukan Moral Siswa di MAN 2 Madiun”.

1. Pengaruh

Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.6

2. Kegiatan muhasabah adalah perilaku harian peserta didik, yakni berprilaku positif maupun negatif yang pada saat tertentu muncul. Beberapa contoh perilaku positif, misalnya bersikap toleran, disiplin, tanggung jawab,

6


(21)

memiliki rasa kesetiakawanan, saling hormat-menghormati, sopan santun, jujur, suka bergotong royong, dan sebagainya.

3. Siswa

Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah keatas. Siswa adalah komponen dalam sistem pendidikan yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.7 Jadi, siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan.

4. Pembentukan Moral

Perkembangan moral melibatkan perubahan seiring usia pada pikiran, perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana seseorang seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai dasar dalam diri seseorang dan makna diri) dan dimensi intrapersonal (apa yang seharusnya dilakukan orang dalam interaksinya dengan orang yang lain) (king.2006)

5. MAN 2 Madiun

Madrasah Aliyah Negeri adalah jenjang pendidikan madrasah pada pendidikan formal diindonesia setara dengan sekolah menengah atas, yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementrian Agama. Pendidikan Madrasah

7


(22)

Aliyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini, peneliti membuat laporan dalam bentuk skripsi menjadi lima bab. Masing-masing bab, terdiri dari beberapa sub bab. Dan sebelum memasuki bab pertama terlebih dahulu peneliti sajikan beberapa bagian permulaan secara lengkap yang sistematikanya meliputi halaman sampul, halaman judul, lembar persetujuan, halaman pengesahan, motto, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran, dan abstrak.

Bab pertama berisikan pendahuluan, bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang menguraikan tentang kegiatan muhasabah dan pembentukan moral. Selain itu, dalam bab pertama juga dipaparkan mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, definisi istilah atau definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisikan landasan teori, bab ini merupakan uraian tentang kajian dari berbagai literatur dan beberapa teori dari para ahli yang relevan dengan judul penelitian. Landasan teori berfungsi sebagai gambaran umum latar belakang penelitian dan sebagai landasan pembahasan hasil penelitian. Selain itu, bab ini juga menjelaskan tinjauan tentang kegiatan muhasabah yang meliputi: pengertian muhasabah, macam-macam muhasabah, kekuatan


(23)

muhasabah serta pembentukan moral, kewibawaan gezag dalam pendidikan, pendidikan dalam lingkungan sekolah dan pembentukan moral serta hipotesis penelitiannya.

Bab ketiga berisikan metode penelitian, bab ini berisi tentang jenis dan rancangan penelitian, variabel, indikator, dan instrumen penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat berisikan hasil penelitian, bab ini membahas tentang jawaban sistematis rumusan masalah dari hasil temuan penelitian yang mencakup gambaran umum objek penelitian yang meliputi sejarah berdirinya, profil sekolah, letak geografis, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa, serta sarana dan prasana di MAN 2 Madiun. Selain itu, juga berisi tentang penyajian data, meliputi data tentang kegiatan muhasabah serta analisis data dan pengujian hipotesis.

Bab kelima berisikan penutup, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan masalah-masalah aktual dari temuan penelitian yang dikemukakan pada bab terdahulu. Masalah-masalah tersebut dapat dijadikan bahan wacana, renungan atau bahan kajian penelitian selanjutnya. kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran


(24)

LANDASAN TEORI

Penelitian ini membahas masalah kegiatan muhasabah dan pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun serta pengaruhnya. Untuk itu, agar kita mendapatkan landasan yang kuat perlu digali teori dari para pakar terkait masalah tersebut. Berikut akan dijelaskan landasan teori dari pakar terkait masalah kegiatan muhasabah dan pembentukan moral.

A. Tinjauan Tentang Kegiatan Muhasabah 1. Definisi Muhasabah

Secara etimologis Muhasabah adalah bentuk mashdar (bentuk dasar) dari kata hasaba-yuhasibu yang kata dasarnya hasaba-yasibu atau yahsubu yang berarti menghitung.1 Sedangkan dalam kamus bahasa Arab-Indonesia muhasabah ialah perhitungan, atau intropeksi.2

Kata-kata Muhasabah berasal dari satu akar yang menyangkup konsep-konsep seperti menata perhitungan, mengundang (seseorang) untuk melakukan perhitungan, menggenapkan (dengan seseorang) dan menetapkan (seseorang untuk) bertanggungjawab.3

1 Asad M. Al kali, kamus Indonesia arab, (Jakarta: Bulan bintang,1989), h.183

2 Ahmad Warson Munawir, Al Munawir Kamus Besar Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al Munawir, 1984), h.283


(25)

Muhasabah ialah intropeksi, mawas, atau meneliti diri, yakni menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkan setiap saat. Oleh karena itu muhasabah tidak harus dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat.4

Kosep Muhasabah, dalam al- -Hasyr: 18-19)

Artinya: Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap hari memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok (hari akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah, pengguni

jannah itulah orang-orang yang beruntung (Qs. Al-hasyr: 18-20 .

4

Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam ( Menjawab Problematika kehidupan), (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka), 2006. H.83


(26)

Ini adalah isyarat dari al-muhasabah kepada segala amal perbuatan yang telah berlalu. Karena itulah Umar r.a. berkata : dakah al-muhasabah kepada dirimu sendiri, sebelum kamu diadakan orang akan al-muhasabah 5

Muhasabah juga disebutkan dalam banyak hadist, salah satunya sabda Rasulullah yaitu :

Artinya : Diriwayatkan dari Umar bin Khattab. Nabi bersabda : Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan hiasilah dirimu sekalian (dengan amal shaleh), karena adanya sesuatu yang lebih luas dan besar, dan sesuatu yang meringankan hisab dihari kiamat yaitu otang-orang

6

Menurut Imam Al-Ghozali yang dikutip dalam buku yang berjudul , Muhasabah merupakan raan diri dengan berpegang teguh pada aturan-aturan syariat. Sedangkan istiqomah adalah keteguhan diri dalam menangkal berbagai kecenderungan negatif. 7

Menurut KII. Toto Tasmoro, muhasabah adalah melakukan perhitungan hubungan antara orang-orang di dunia dan akhirat atau di

5 Departemen Agama RI, Al- , (Bandung: Diponegoro), h. 548

6

Imam Al-Ghazali, Ringkasan I , (Jakarta Timur: Akbar cet 1, 2008), h.426 7 Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail,2005) h.31


(27)

lingkungannya dan tindakan mereka sebagai manusia. Karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan dikehidupannya.8

Isa Waley mengartikan istilah muhasabah itu sebagai pemeriksaan atau ujian terhadap dri sendiri dan mengemukakan kaitannya yang sangat penting dengan haris bin Asad al-Muhasibi (781-857 M) dari Baghdad. Dia juga mengingatkan seseorang tentang ucapan sufi yang sering dikutip, yang sudah di terapkan kepada khalifah ke empat yaitu Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan bahwa orang harus memanggil dirinya untuk memperhitungkan sebelum Allah mengundang orang untuk memperhitungkan.9 Al-Muhasibi percaya bahwa motivasi-motivasi manusia untuk melakukan pemeriksaan semacam itu merupakan landasan perilaku yang baik dan ketakwaan (taqwa).10

pengarang Netton, Ian Richard, pengertian Muhasabah pada awalnya adalah suatu pertimbangan terhadap perhitungan antara tindakan-tindakan negatif dan positif. Pada akhirnya, ia merupakan aktualisasi kesatuan (ittihad), yang murni.11

8

Lina Latifah, Muhasabah and Sedona Method, Skripsi. Jurusan tasawuf dan Psikoterapi Fakultas ushuluddin UIN walisongo semarang. 2013, h.16

9 Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, (Jakarta: pustaka Hidayah cet. I, 2004), h.27

10 Ian Richard, Dunia Spiritual Kaum Sufi, (Harmonisasi antara dunia Mikro dan Makro), (Jakarta: Pt. Raja Grafindo persada Cet I, 2001), h.76


(28)

Berdasarkan ijm tor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah akan menghitung amal semua hamba-nya. Jika amalannya baik, maka allah akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula.12 Kritik diri itu adalah seperti lampu didalam hati orang yang beriman dan pemberi peringatan dan nasehat dalam kesadarannya. Melaluinya, setiap orang yang beriman membedakan antara yang baik dengan yang buruk, mana yang indah dan mana yang jelek, dan mana yang diridhoi Allah dan mana yang dimurkai-Nya, dan dengan bimbingan muhasabah ini bisa mengatasi semua rintangan.13

Allah berfirman dalam Al- -Baqarah:235):

Artinya : Dan ketahuilah bahwasannya Allah mengetahui apa yang ada

dalam hatimu, Maka takutlah kepada- -Baqoroh: 235).14

12 Sudirman Tebba, op, cit, h.28 13

Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h.30 14 Ibid., h.38


(29)

Metode Muhasabah ini dapat pula disebut sebagai metode mawas diri. Yang dimaksud metode mawas diri adalah meninjau kedalam, kehati nurani guna mengetahui benar tidaknya, bertanggung jawab tidaknya suatu tindakan yang telah diambil. Sementara dalam pengertian lain dijelaskan, metode mawas diri ini adalah integrasi diri dimana egoisme dan egosentrisme diganti dengan sepi ing pamrih. Tahap integrasi diri ini perlu diikuti dengan transformasi diri dengan latihan-latihan agar manusia menemukan identitas baru, ego baru, dan akhiri dengan partipasi manusia dalam kegiatan ilahi. Mawas diri ini salah satu cara untuk melakukan perhitungan dengan dirinya sendiri mengenai apa yang telah terjadi dimasa lampau, memperbaiki keadaannya dimasa kini tetap bertangguh dijalan yang benar.

Secara tehnik psikologis, usaha tersebut dapat dinamakan instropeksi yang pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah diri agar lebih bertambah baik dalam berprilaku dan bertindak, atau merupakan cara berpikir terhadap segala perbuatan, tingkah laku, kehidupan kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran, penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.15

Hanya saja upaya instropeksi ini sering dijumpai hambatan-hambatan psikologis yang muncul dari diri sendiri.

15


(30)

Hambatan-hambatan ini antara lain berupa :

a. Penghayatan terhadap segala sesuatu sering tidak dapat diingat kembali secara keseluruhan

b. Sering adanya kecenderungan untuk menghilangkan dan menambhakan beberapa hal yang tidak relevan dengan hasil penghayatan sebagai pembelaan diri.

c. Kerap kali muncul ketidakjujuran terhadap diri sendiri, sehingga tidak adanya keberanian dalam menuliskan segala sesuatu apalagi menyangkut pikiran-pikiran yang buruk, dan

d. Seringkali adanya anggapan lebih terhadap kesempurnaan diri dari pada keadaan yang sebenarnya.16

jika hambatan-hambatan psikologis tersebut dapat dikendalikan, maka upaya intropeksi ini, dapat didudukkan sebagai sumber pengenalan dan pemahaman yang primer terhadap diri sendiri. Karena mengenal diri

17

dan istiqomah.18 Hal ini akan berpengaruh pada kejiwaan, sehingga mampu mengendalikan diri berbuat baik, jujur, adil, dan semakin merasa dekat dengan Allah.19

16 Ibid., h.31

17

-18

Istiqamah adalah keteguhan diri dalam menangkal kecenderungan negatif 19 Ibid., h.31


(31)

Dengan demikian, metode muhasabah tersebut, dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang : 1). Ketenangan dan kedamaian yang hadir dalam jiwa. 2). Sugesti yang mendorong kearah hidup yang bermakna 3). Rasa cinta dan dekat kepada Allah.

Dengan muhasabah (mawas diri), selain dapat mendorong orang yang menyadari kekhilafannya, dapat pula memotivasi orang mendekatkan diri kepada Allah, mendorong kearah hidup bermakna dalam dataran kesehatan mental, dan hidup bermanfaat sebagaimana perilaku manusia sejati yang ciri-cirinya menurut marcel (tokoh psikologi Eksistensial) sebagai berikut : (1). Memiliki semangt partisipasi, (2). Semangat kesiapsigaan dan (3). Memiliki harapan kepada yang mutlak.20

Allah berfirman dalam Al-

-Artinya :

sebagai penghisap - : ayat 14).21

Dzun Nun

Al-memilih apa yang dipilih oleh Allah SWT, menganggap besar apa yang

20

Ibid., h.32 21


(32)

dipandang besar oleh-Nya dan menganggap besar apa yang dipandang-Nya reme -Nasrabadhi menegaskan, : Harapan mendorongmu untuk patuh, takut menghindarkanmu dari maksiat, dan mawas diri membawamu kepada

-baghda etika aku

s diri, dia berkata kepadaku, Mawas diri adalah kewaspadaan terhadap batin sendiri dikarenakan adanya kesadaran akan pengawasan Allah SWT terhadap setiap pemikiran .

Sudah begitu jelas bahwa menghisab diri merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu bila, bila meninggalkannya, akan timbul bahaya yang sangat besar. Paling tidak, ada empat akibat negatif bila seseorang tidak melakukan muhasabah antara lain yaitu :

a). Menutup Mata dari Berbagai Akibat

kesalahan dan dosa yang dilakukan manusia tentu ada akibatnya, baik didunia maupun di akhirat. Manakala seseorang melakukan muhasabah, dia menjadi tahu akan akibat-akibat tersebut dan tidak mau melakukan dosa atau kesalahan, dengan sebab mengetahui dan menyadari akibat itu.

Namun, orang yang tidak melakukan muhasabah akan menutup mata dari berbagai akibat perbuatan yang buruk, baik akibat yang menimpa diri dan keluarganya maupun akibat yang menimpa orang lain.


(33)

b). Larut dalam Keadaan

Efek berikutnya dari tidak melakukan muhasabah adalah seseorang akan larut dalam keadaan, sehingga dia kendalikan oleh keadaan, bukan pengendalian keadaan. Orang yang larut dalam keadaan juga akan menjadi orang yang lupa diri di kala senang dan putus asa di kala susah.

c). Mengandalkan Ampunan Allah

Setiap orang yang berdosa memang mengharapkan ampunan dari Allah SWT. Tapi, bagi orang yang tidak melakuakan muhasabah, dia akan mengandalkan ampunan dari Allah SWT. Itu tanpa bertobat terlebih dahulu. Sebab, tidak mungkin Allah akan mengampuni seseorang tanpa tobat dan tidak mungkin seseorang bertobat yang sesungguhnya tanpa muhasabah, karena tobat itu harus disertai dengan menyadari kesalahan, menyesalinya, dan tidak akan mengulanginya lagi.

d). Mudah Melakukan Dosa

Tidak melakukan muhasabah juga akan membuat seseorang mudah melakukan dosa dan menyepelekannya. Ini merupakan rangkaian persoalan diatas, karena dianggap tidak berbahaya, tidak ada resiko dan akibat dari dosa yang dilakukan. Sebab itu, orang yang tidak melakukan muhasabah akan dengan mudah melakukan dosa. Bahkan, meskipun dia tahu perbuatan tersebut dosa, dia akan menganggap enteng. Sementara bagi orang yang


(34)

bermuhasabah, sekecil apapun dosa yang dilakukan, dia akan menyelesaikannya dengan penyesalan yang sangat mendalam.

2. Macam-macam Muhasabah

-Hadi dalam bukunya Mamarat al-Haq bahwa Muhasabah dapat dilakukan sebelum dan sesudah beramal. Sebelum melakukan sesuatu seseorang harus menghitung dan mempertimbangkan terlebih dahulu buruk baik dan manfaat perbuatannya itu, dan juga menilai -Hadi mengutip ucapannya Hasan- Allah mengasihi seseorang hamba yang berhenti sebelum melakukan sesuatu, jika memang karena Allah, dia akan terus melangkah, tapi bila bukan karena-Nya dia akan mundur .22

Menurut Ibnul Qayyim Rahimahullah : Muhasabah ada dua macam yaitu, sebelum beramal dan sesudahnya.

a. Jenis yang pertama : sebelum beramal, yaitu dengan berfikir sejenak ketika hendak berbuat sesuatu, dan jangan langsung mengerjakan sampai menurut baginya ada kemaslahatan untuk melakukan atau tidaknya. Al-Hasan berkata: Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berdiam sejenak ketika terdetik dalam fikirannya suatu

22

Shahih Al- Muhasabah (Instropeksi diri), Terj. Abu Ziyad (maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat rabwah, 2007), pdf., h.5


(35)

hal, jika itu adalah amalan ketaatan pada Allah, maka ia

b. Jenis yang kedua : Instropeksi diri setelah melakukan perbuatan. Ini ada tiga jenis :

1) Mengintrospeksi ketaatan berkaitan dengan hak Allah yang belum sepenuhnya ia lakukan, lalu ia juga bermuhasabah, apakah ia sudah melakukan ketaatan pada Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya atau belum.

2) Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang mana meninggalkannya adalah lebih baik dari melakukannya.

3) Instrospeksi diri tentang perkara yang mubah atau sudah menjadi kebiasaan, mengapa mesti ia lakukan? Apakah ia mengharapkan negeri akhirat? Sehingga (dengan demikian) ia akan beruntung, atau ia ingin dunia yang fana? Sehinnga iapun merugi dan tidak mendapatkan keberuntungan.23

Menurut Ibnul Qayyim Rahimahullah : Muhasabah memiliki pengaruh dan manfaat yang luar biasa, antara lain :

a) Mengetahui aib sendiri. Barangsiapa yang tidak memeriksa aib dirinya, maka ia tidak akan mungkin menghilangkannya.

23 Ibid., h.5


(36)

b) Dengan bermuhasabah, seseorang akan kritis pada dirinya dalam menunaikan hak Allah. Demikianlah keadaan kaum salaf, mereka mencela diri mereka dalam menunaikan hak Allah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Darda bahwa beliau berkata: Seseorang itu tidak dikatakan faqih dengan sebenar-benarnya sampai ia menegur

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : Mencela diri dalam Dzat Allah adalah termasuk sifat Shiddiqin (orang-orang yang benar), seorang hamba

aka -lipat melebihi

Abu Bakar As-Shiddiq r.a berkata:

(terhadap dirinya), maka Allah akan memberinya keamanan dari

murka-c) Dengan muhasabah akan membantu seseorang untuk muraqabah. Kalau ia bersungguh-sungguh melakukannya di masa hidupnya, maka ia akan beristirahat di masa kematiannya. Apabila ia mengekang dirinya dan menghisabnya sekarang, maka ia akan istirahat di saat kedahsyatan hari penghisapan.

d) Dengan muhasabah seseorang mampu memperbaiki hubungan diantara sesama manusia. Instropeksi dan koreksi diri melakukan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Menurut anda, bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan,


(37)

tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehinnga mendorong mereka untuk berdamai.

e) Terbebas dari sifat nifak sering mengevaluasi diri untuk kemudian mengoreksi amalan yang telah dilakukan merupakan salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri dari sifat munafik.

f) Dengan muhasabah akan terbuka bagi seseorang pintu kehinaan dan ketundukan dihadapan Allah.

g) Manfaat paling besar yang akan diperoleh adalah keberuntungan masuk dan menempati Surga Firdaus serta memandang Wajah Rabb yang Mulia lagi Maha Suci. Sebaliknya jika ia menyia-nyiakannya maka ia akan merugi dan masuk keneraka, serta terhalang dari (melihat) Allah dan terbakar dalam adzab yang pedih.24

Said Hawwan mengemukakan, bahwa jalan untuk mengetahui aib diri sendiri antara lain: pertama, hendaklah ia duduk dihadapan seseorang syaikh yang mengetahui berbagai aib jiwa, dan jeli terhadap berbagai cacat yang tersembunyi kemudian guru dan syaikh tersebut memberitahukan berbagai aib dirinya dan jalan terapinya. Tetapi keberadaan orang ini di akhir zaman sekarang sulit ditemukan. Kedua, hendaknya seseorang meminta pengawasan dirinya untuk memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatan yang tidak baik dan aibnya, baik yang batin maupun yang zhahir. Ketiga hendaklah ia

24 Ibid., h.6


(38)

memanfaatkan lisan para musuhnya untuk keburukan. Mungkin seseorang bisa lebih banyak mengambil manfaat dari musuh bebuyutan yang menyebutkan aib-aibnya ketimbang manfaat yang diperoleh dari kawan-kawan yang berbasa-basi dengan berbagai pujian tetapi menyembunyikan aib-aibnya. Keempat, hendaknya ia bergaul dengan masyarakat, lalu setiap hal yang dilihatnya tercela di tengah kehidupan masyarakat maka hendaklah ia menuntut dirinya dengan hal tersebut dan menisbatkannya kepada dirinya. Kemudian melihat aib orang lain sebagai aibnya sendiri, dan mengetahui bahwa tabiat manusia berbeda-beda tingkatan dalam mengikuti hawa nafsu.25

Tidak menginstropeksi diri dan menyia-niakannya akan membawa kerugian yang besar. Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: Yang paling berbahaya adalah sikap tidak mengindahkan tidak mau muhasabah, dan menggampangkan urusan, karena ini akan menyampaikan pada kebinasaan .

Demikianlah keadaan orang-orang yang tertipu, ia menutup matanya dari akibat (perbuatan) dan hanya mengandalkan ampunan, sehingga ia tidak menginstropeksi dirinya dan memikirkan kesudahannya. Jika ia melakukan hal ini, akan mudah baginya untuk terjerumus dalam dosa dan ia akan senang untuk melakukannya, serta berat untuk meninngalkannya. Seandainya ia berakal, tentulah ia sadar bahwa mencegah itu lebih mudah ketimbang berhenti dan meninngalkan kebiasaan. Maka bertakwalah pada Allah wahai

25

Said Hawwa, Mensucikan Jiwa ( konsep Takziyatun-Nafs terpadu: Intisari Ihya Ulumuddin), (Jakarta: Robbani Press, 1998), h.167-168


(39)

hamba Allah, introspeksilah dirimu, karena baik dan selamatnya hati dengan muhasabah, sebaliknya rusaknya adalah dengan sebab tidak mengindahkan dan bergelimang dalam kelezatan nafsu serta syahwat serta mengesampingkan perkara yang bisa menyempurnakan. Maka berhati-hatilah dari hal itu, niscaya diri kalian akan mulia dan berbahagia di saat berjumpa dengan Tuhan Kalian (Allah). Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan pada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.26

Menurut Al-Ghazali untuk melakukan muhasabah atau perhitungan amal perbuatan, mempersiap-siagakan dirinya dengan enam syarat,syarat pertama, musyarathah (penetapan syarat). Dalam perhitungan ini akal dibantu oleh jiwa, bila dipergunakan dan dikerahkan untuk hal yang dapat menyucikan, sebagaimana peedagang dibantu oleh sekutu dan pembantunya yang memperdagangkan hartanya. Sebagaimana sekutu bisa menjadi musuh dan pesaing yang memanipulasi keuntungan sehingga perlu terlebih dahulu diberi syarat (musyarathah), kemudian diawasi (muraqabah), diaudit (muhasabah)

Demikian pula akal memerlukam musyarathah (penetapan syarat) kepada jiwa, lalu memberikan berbagai tugas, menetapkan beberapa syarat, mengarahkan ke jalan kemenangan, dan mewajibkan agar menempuh jalan tersebut. Kemudian tidak pernah lupa mengawasinya, sebab seandainya ia

26 Shalih


(40)

Al-mengabaikan niscaya akan terjadi penghianatan dan penyianyian modal. Setalah itu ia harus menghisabnya dan menuntutnya agar memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, memperketat hisab (perhitungan) terhadap jiwa dalam hal ini jauh lebih penting daripada memperketat perhitungan keuntungan dunia, karena keuntungan dunia sangat hina dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, di samping kenikmatan dunia pasti lenyap.

Kedua muraqabah, apabila manusia telah mewasiati jiwanya dan menetapkan syarat kepadanya dengan apa yang telah disebutkan di atas maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengawasi (muraqabah) ketika melakukan berbagai amal perbuatan dan memperhatikannya dengan mata yang tajam, karena jika dibiarkan pasti akan melampaui batas dan rusak. Sebab manusia dalam segala ihwal keadaanya, tidak terlepas dari gerak dan diam.27

Ketiga muhasabah, seseorang manusia sebagaimana punya waktu dipagi hari untuk metapkan syarat terhadap dirinya berupa wasiat dalam menepati kebenaran, maka demikian pula hendaknya ia punya waktu sejenak di sore hari untuk menuntut dirinya dan menghisabnya atas segala semua gerak dan diamnya, seperti halnya para pedagang di dunia berbuat terhadap para mitra usahanya disetiap akhir tahun atau setiap bulan atau setiap minggu


(41)

atau setiap hari, karena antusias mereka terhadap dunia dan kekhawatiran mereka tidak mendapatkannya. Seandainya hal itu terjadi pada mereka tidak mendapatkannya. Seandainya hal itu terjadi pada mereka niscaya tidak tersisa kecuali beberapa hari saja. Orang yang berakal tidak menghisab dirinya menyangkut hal yang menentukan kesengsaraan atau kebahagiaan selama-lamanya.28

gan). Setelah manusia menghisab dirinya tetapi ia tidak terbebas sama sekali dari kemaksiatan dan melakukan kekurangan berkaitan dengan hak Allah sehingga ia tidak pantas mengabaikannya, jika ia mengabaikannya maka ia akan mudah terjatuh melakukan kemaksiatan, jiwanya menjadi senang kepada kemaksiatan, sehingga harus diberi sanksi. Apabila ia memakan sesuap syubhat dengan hawa nafsu syahwat maka seharusnya perut dihukum dengan rasa lapar. Apabila ia melihat orang yang bukan muhrimnya maka seharusnya mata dihukum dengan melarangnya dari syahwat.29 Sekiranya seorang berfikir mendalam niscaya menyadari bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan akhirat, karena di dalamnya terdapat kenikmatan abadi yang tiada ujungnya. Tetapi nafsu itulah yang mengeruhkan kehidupan akhirat anda

lainnya.

28

Ibid., h.141-142 29 Ibid., h.134


(42)

Kelima mujahadah (bersungguh-sungguh). Apabila manusia telah menghisab dirinya lalu terlihat telah melakukan maksiat, seharusnya menghukumnya dengan berbagai hukuman yang telah disebut diatas, dan jika terlihat malas melakukan berbagai keutamaan atau membaca wirid maka seharusnya diberi pelajaran dengan memperberat wirid dan mewajibkan beberapa tugas untuk menutupi atau menyusuli apa yang tertinggal. Demikianlah para pekerja Allah bisa bekerja. Seperti Umar bin Khattab menghukum dirinya dengan menghidupkan malam tersebut. Semua itu adalah murabahah (siap siaga) dan pemberian sanksi terhadap jiwa yang akan membawa keselamatannya.30

iri) musuh bebuyutan jiwa dalam diri manusia, diciptakan dengan karakter suka memerintah keburukan, cenderung kepada kejahatan, dan lari dari kebaikan. Diperintahkan agar mensucikan, meluruskan dan menuntunnya dengan rantai paksaan untuk beribadah kepada Allah Tuhan dan penciptanya, dan mencegahnya dari berbagai syahwatnya dan menyapihnya dari berbagai kelezatannya. Jika mengabaikan maka pasti akan merajalela dan liar, sehingga tidak dapat mengendalikannya setelah itu. Jika senantiasa mencela dan menegurnya kadang-kadang tunduk dan menjadi nafsu lawwamah (yang amat menyesali dirinya) yang dipergunakan Allah

30 Ibid., h.139


(43)

yang mengajak masuk kedalam rombongan hamba-hamba Allah yang ridha dan diridhai. Sehingga tidak lupa sekalipun sesaat untuk memperingatkan dan mencelannya, dan janganlah sibuk menasehati orang lai jika tidak sibuk terlebih dahulu menasehati dirinya sendiri. Demikian pula cara ahli ibadah dalam bermunajat mereka adalah mencari ridha-Nya dan maksud celaan meraka adalah memperingatkan dan meminta perhatian. Siapa yang inya sendiri) dan munajat berarti tidak menjaga jiwanya, dan bisa jadi tidak mendapatkan ridha Allah.31

Jadi bentuk muhasabah dalam praktek, tidak bisa lepas dari syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Ghazali. Tanpa syarat-syarat itu, muhasabah tidak bisa dilaksanakan sebagai akuntasi amal-amal perbuatan manusia, karena antara yang satu dengan yang lainnya saling terkait. Bentuk muhasabah yang tertinggi, dan jelas harus dianggap sebagai yang paling

ditujukan kepada Syaikh Tarikat. Dalam sejenis cara dari cermin bagi puteri raja.32

31

Ibid., h.180


(44)

3. Keutamaan Muhasabah

1. Kritik diri (muhasabah) bisa menarik kasih dan pertolongan Allah SWT

2. Memampukan seseorang untuk memperdalam iman dan penghambaannya, berhasil dalam menjalankan ajaran islam, dan meraih kedekatan dengan Allah dan kebahagiaan abadi.

3. Muhasabah dapat mencegah seorang hamba jatuh kejurang keputusasaan dan kesombongan atau ujub dalam beribadah, serta menjadikannya selamat dihari kemudian.

4. Muhasabah dapat membuka pintu menuju ketenangan dan kedamaian spriritual, dan juga menyebabkan seseorang takut kepada Allah dan siksaanya. Muhasabah juga dapat membangkitkan kedamaian dan ketakutan didalam hati manusia.33

B. Tinjauan Tentang Pembentukan Moral 1. Kewibawaan Gezag dalam Pendidikan a. Pengertian Gezag

Gezag berasal dari kata eggen Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain.

33


(45)

Gezag atau kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat kita katakana bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas dari tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapat hak untuk mendidik anak-anaknya. Suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat oleh kewajiban. Hak dan kewajiban yang ada pada orang tua itu keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan.

b. Perbedaan antara Kewibawaan Orang Tua dan Kewibawaan Guru atau Pendidik-Pendidik lainnya terhadap Anak-Anak Didiknya.

1. Orang tua (ayah dan ibu) adalah pendidik yang terutama dan yang sudah semestinya. Merekalah pendidik asli, yang menerima tugas kodrat dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, sudah semestinya mereka mempunyai kewibawaan terhadap anaknya.

Adapun kewibawaan orang tua memiliki dua sifat : a. Kewibawaan Pendidikan

Kewibawaan Pendidikan berarti bahwa dengan kewibawaan itu orang tua bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya agar mereka hidup terus dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninnya menjadi manusia dewasa. Pendidikan berakhir jika anak itu sudah menjadi dewasa. Adapun nasihat-nasihat yang diminta atau diterimanya


(46)

dari orang tua meskipun orang yang meminta atau menerima nasihat itu sudah dewasa, itu baik juga, dan banyak juga yang dituruti. Tetapi, hal itu hendaknya timbul dari hati yang tulus ikhlas, tidak karena sesuatu keharusan.

b. Kewibawaan Keluarga

Orang tua merupakan kepala dari suatu keluarga. Tiap-tiap

keluarga Yang sudah tentu dalam

masyarakat itu harus ada peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan dijalankan. Tiap-tiap anggota keluarga harus patuh kepada peraturan-peraturan yang berlaku dalam keluarga itu. Dengan demikian, orang tua sebagai kepala keluarga dan dalam hubungan kekeluargaannya mempunyai kewibawaan terhadap anggota-anggota keluarga. Kewibawaan keluarga itu bertujuan untuk pemeliharaan dan keselamatan keluarga itu. Soal sudah dewasa atau belum, itu bukan soal yang penting lagi.

2. Kewibawaan guru atau pendidik lainnya. Guru atau pendidik-pendidik lain (yang bukan orang tua) menerima jabatannya sebagai pendidik bukan dari kodrat (dari Tuhan). Melainkan dari pemerintah. Ia di tunjuk, ditetapkan, dan diberi kekuasaan sebagai pendidik oleh


(47)

Negara atau masyarakat. Maka dari itu, kewibawaan yang ada padanya pun berlainan dengan kewibawaan orang tua.

Kewibawaan guru atau pendidik lainnya. Yang karena jabatan, juga memiliki dua sifat :

a. Kewibawaan Pendidikan

Sama halnya dengan kewibawaan pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik karena jabatan atau berkenaan dengan jabatannya sebagai pendidik, telah diserahi sebagaian dari tugas orang tua untuk mendidik anak-anak. Selain itu, guru atau pendidik karena jabatan menerima kewibawaannya sebagian lagi dari pemerintah yang mengangkat mereka. Kewibawaan pendidik yang ada pada guru ini terbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya, dan setiap tahun berganti murid.

b. Kewibawaan memerintah

Selain memiliki kewibawaan pendidikan, guru atau pendidik karena jabatan juga mempunyai kewibawaan memerintah. Mereka telah diberi kekuasaan (Gezag) oleh pemerintah atau instansi yang mengangkat mereka. Kekuasaan tersebut meliputi pimpinan kelas, disanalah anak-anak telah diserahkan kepadanya. Bagi kepala sekolah kewibawaan ini lebih luas, meliputi pimpinan sekolahnya.34

34

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset). h.48-50


(48)

2. Pendidikan dalam Lingkungan Sekolah a. Macam-macam Lingkungan Pendidikan

Pada umumnya, kita telah mengetahui bahwa anak-anak semenjak dilahirkan sampai menjadi manusia dewasa, menjadi orang yang dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri dalam masyarakat, harus mengalami perkembangan. Baik atau buruknya hasil perkembangan anak itu terutama bergantung kepada pendidikan (pengaruh-pengaruh) yang diterima anak itu dari berbagai lingkungan pendidikan yang dialaminya.

Adapun macam-macam lingkungan (tempat) pendidikan itu ialah

a. Lingkungan keluarga b. Lingkungan Sekolahan c. Lingkungan Kampung

d. Lingkungan Perkumpulan Pemuda e. Lingkungan Negara dan sebagainya

Kelima macam lingkungan tersebut baiklah kita golongkan saja menjadi tiga macam golongan besar, yaitu

a. Lingkungan keluarga yang disebut juga lingkungan pertama b. Lingkungan sekolah, yang disebut juga lingkungan kedua dan c. Lingkungan masyarakat, yang disebut juga lingkunagn ketiga


(49)

b. Perbedaan Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Sekolah

1. Perbedaan pertama ialah rumah atau lingkungan keluarga, yakni lingkungan pendidikan yang sewajarnya.

Sudah sewajarnya bahwa keluarga, terutama orang tua, memelihara dan mendidik anak-anaknya denga rasa kasih sayang. Perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya, secara alami tidak karena dipaksa atau disuruh oleh orang lain. Demikian pula, perasaan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya adalah kasih sayang sejati, yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-buat. Dirumah anak menerima kasih sayang besar dari orang tuanya. Anak menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang tuanya, tempat ia mencurahkan isi hatinya. Anak merasa satu dengan anggota-anggota dari keluarga, tidak merasa asing seperti dengan anggota-anggota dari keluarga lain.

Sedangkan sekolah adalah buatan manusia. Sekolah didirikan oleh masyarakat atau Negara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi member bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya. Untuk mempersiapkan anak agar hidup dengan cukup bekal kepandaian dan kecakapan dalam bermasyarakat yang modern, yang telah tinggi kebudayaannya seperti sekarang ini,


(50)

anak-anak tidak cukup hanya menerima pendidikan dan pengajaran dari keluarga saja. Maka dari itulah, masyarakat atau Negara mendirikan sekolah-sekolah.

Guru sebagai pendidik adalah lain dari orang tua. Orang tua menerima tugasnya sebagai pendidik dari tuhan atau karena kodratnya. Guru menerima tugas dan kekuasaan sebagai pendidik dari pemerintah. Guru adalah pendidik karena jabatannya. Maka dari itu, sudah sewajarnya pula bahwa kasih sayang guru terhadap murid-muridnya tidak akan sedalam kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya. Tambah pula, hubungan guru dengan anak-anak didiknya bersifat sementara, tidak tetap. Guru sering berganti-ganti dan berpindah-pindah, demikian pula murid-muridnya. Selain setiap tahun berganti, juga jumlahnya sangat banyak.

2. Perbedaan kedua ialah perbedaan suasana

Kehidupan dan pergaulan dalam lingkungan keluarga senantiasa diliputi oleh rasa kasih sayang diantara anggota-anggotanya. Didalamya terdapat saling mengerti, percaya-mempercayai, bantu-membantu, dan kasih mengasihi sesamanya

Biarpun kadang-kadang terjadi pula perselisihan-perselisihan diantara anggota-anggota keluarga itu, namun perselisihan itu tidak


(51)

akan memutuskan tali kekeluargaan mereka. Hubungan kekeluargaan mereka yang bersifat alami itu tidak akan putus, meskipun orangnya berjauhan.

Dalam lingkunagn keluarga anak lebih merasa bebas daripada disekolah. Anak bebas dalam segala gerak gerik, seperti makan, mi um, tidur, tertawa, bermain, bekerja, dan sebagainya, asal tidak melanggar kesopanan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga itu.

Sedangkan kehidupan dan pergaulan disekolahan sifatnya lebih zakelijk dan lebih lugas. Di sekolah harus ada ketertiban dan peraturan-peraturan tertentu yang harus dijalankan oleh tiap-tiap murid dan guru. Pergaulan antara anak-anak sesamanya dan antara anak-anak dengan guru lebih zakelijk dan objektif daripada pergaulan di dalam lingkungan keluarga yang lebih diliputi oleh suasana kasih sayang sejati. Anak-anak tidak boleh ganggu menganggu, masing-masing hendaklah melakukan tugas dan kewajiban menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Suasana di sekolah lebih mendekati suasana kerja dari pada suasan bermain. Maka dari itu, sekolah anak-anak lebih tidak bebas, lebih terkekang oleh peraturan-peraturan daripada didalam lingkungan keluarganya.


(52)

3. Perbedaan ketiga ialah perbedaan tanggung jawab

Telah dikatakan bahwa orang tua atau keluarga menerima tanggung jawab mendidik anak-anak dari tuhan atau karena kodratnya. Keluarga yaitu, orang tua, bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan anak-anaknya sejak mereka dilahirkan, dan bertanggung jawab penuh atas pendidikan watak anak-anaknya. Bagaimana seharusnya anak-anak itu berbuat, bertingkah laku, bekata-kata, dan sebagainya, terutama tergantung kepada teladan dan pendidikan yang dilakukan oleh keluarganya. Anak itu akan berkelakuan baik, jujur, sabar, suka menolong, ataukah akan menjadi curang, pemarah, asosial, dan sebagainya, terutama adalah tanggung jawab orang tua dalam memberi pendidikan anak-anaknya. Tentu saja disamping pendidikan watak, orang tua juga memberikan pelajaran-pelajaran atau kepandaian-kepandaian meskipun secara sederhana.

Sedangkan sekolah (guru-guru) lebih merasa bertanggung jawab terhadap pendidikan intelek (menambah pengetahuan anak) serta pendidikan ketrampilan (skills) yang berhubungan dengan kebutuhan anak itu untuk hidup di dalam masyarakat nanti, dan sesuai dengan tuntutan masyarakat pada waktu itu. Tentu saja dalam hal ini tidak berarti bahwa guru boleh mengabaikan begitu saja pendidikan untuk anak didiknya. Tetapi, seperti dikatakan dimuka, orang tua menyerahkan


(53)

anak-anaknya menerima pelajaran-pelajaran (ilmu pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan) yang dapat digunakan sebagai bekal hidupnya kelak di dalam masyarakat. Sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil pelajaran-pelajaran yang telah diberikan kepada anak-anak, yang umumnya dari keluarga yang tidak mampu lagi memberikannya. Sedangkan pendidikan etika yang diberikan disekolah merupakan bantuan terhadap pendidikan yang telah dilaksanakan oleh keluarga.

Jelaslah seorang bagi kita bahwa sebenarnya tugas orang tua atau keluarga dan sekolahan hampir bersamaan. Keduanya melaksanakan pendidikan keseluruhan dari anak. Perbedaannya hanyalah yang satu lebih mentikberatkan kepada salah satu segi pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing.35

c. Pembentukan Moral

a. Elaborasi Pengetahuan Moral dari Lickona 1. Kesadaran Moral

Definisi :Melek moral atau ketajaman (dalam menangkap/melihat) moral, antonimnya adalah buta moral. Ini adalah kemampuan menangkap isu moral, yang sering implicit, dari suatu objek/ peristiwa. Kompetensi ini menurut hemat penulis

35


(54)

sama dengan kemampuan C2 (memahami, khususnya interprestasi) dari Taksonomi tujuan-tujuan Kognitif Bloom. Dalam bahasa Lickona sendiri, kesadaran moral adalah

kemampuan ion

requires moral judgment-and then to think carefully about what

(Menggunakan kecerdasan mereka untuk melihat kapan sebuah situasi mempersyaratkan pertimbangan moral dan kemudian berpikir secara cermat tentang apa tindakan yang sebaliknya). Orang dapat menangkap secara intuitif sebuah isu moral dari sebuah objek/peristiwa dan sebaliknya, buta moral. Contoh orang yang buta moral yaitu orang yang menganggap martabat diri bergantung pada tampilan fisik atau harta.ketersinggunga kita ketika menyaksikan orang kaya menganiaya orang miskin adalah contoh ketajaman moral. Pengalaman belajar yang penting bagi para pelajar agar melek moral adalah dengan hidup dalam lingkungan orang-orang yang melek moral (conditioning). Pendidik harus menjadi teladan dalam ketajaman moral. Kasus impresif pada remaja kita kita menuntut pendidik mendidik para pelajar untuk memiliki ketajaman dalam menangkap nilai-nilai yang penting dalam sebuah budaya dan nilai-nilai yang dapat menghancurkan jati diri para remaja. Banyak remaja merasa gaul jika bergaya hidup western (kebarat-baratan)


(55)

yang negatif, antara lain mengkonsumsi NAPZA, berdugem , mengikuti tren budaya pop. Hasil belajar dapat mengidentifikasi isu moral dari sebuah objek/peristiwa. Dapat mengeksplisitkan isu moral dari sebuah objek/pristiwa.

2. Pengetahuan nilai moral

Definisi ini adalah ethical literacy, literasi etis,

kemampuan hasil belajar teori-teori tentang nilai etis, seperti : menghargai kehidupan dan kebebasan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, ketidakmihakan, toleransi, sopan santun/ tenggang rasa, disiplin, integritas (teguh pada prinsip moral), kebaikan hati, berbelas kasih, dan keberanian.

Literasi etis termasuk pemahaman tentang bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi. Ini berati kemampuan menerjemahkan/mengalihbahasakan (translasi) nilai-nilai abstrak menjadi perilaku moral konkret. Menurut penulis, beda antara kesadaran moral dan pengetahuan nilai moral adalah bahwa kesadaran moral masyarakat memiliki kemampuan menangkapan langsung (ketajaman) nilai moral adalah kemampuan yang terbentuk setelah orang belajar teori-teori tersebut memahami aplikasi mereka.

Pengalaman belajar: pengalaman belajarnya adalah melalui belajar kognitif, C1-C2-C3 (mengingat, memahami, menerapkan),


(56)

tentang teori-teori nilai, dapat disebut sebagai pengajaran nilai-nilai (teaching of values) juga, diskusi-diskusi peristiwa konkret yang melibatkan isu nilai dapat meningkatkan kognisi nilai-nilai pada tataran aplikasi.

Hasil belajar: menyebutkan nilai moral tertentu. Menginterprestasi nilai moral dari sebuah peristiwa atau komunikasi. Menerjemahkan nilai moral tertentu. Melakukan ekstrapolasi berdasarkan sebuah nilai tertentu. Menerapkan nilai moral tertentu pada suatu situasi (baru)

3. Pengetahuan diri

Kemampuan melihat kembali perilaku sendiri dan mengevaluasinya. Pengembangan pengetahuan diri termasuk kekuatan dan kelemahan karakter diri sendiri dan bagaimana mengkompensasi kelemahan tersebut, diantaranya yang hampir universal merupakan tendesi manusia, yaitu melakukan apa yang kita inginkan dan kemudian membelanya dengan cara yang tidak adil.

Pengalaman belajar ini dapat dilakukan dengan meminta siswa

kejadian-kejadian moral tersebut, dan adakan respon ini dapat dipertanggungjawabkan secara etis.


(57)

Hasil belajar perkembangan kejujuran individu dalam melihat diri sendiri. Perkembangan upaya-upaya mengatasi kelemahan diri social kejujuran dalam kelompok (dampak sosial yang mungkin, misalnya jika masing-masing jurnal tersebut didiskusikan dalam kelompok).36

C. Pengaruh Kegiatan Muhasabah terhadap Pembentukan Moral Siswa di MAN 2 Madiun.

Pembahasan dalam hal ini merupakan rangkuman dari uraian yang telah penulis paparkan pada pembahasan sebelumnya, yaitu memadukan antara dua variabel, yakni kegiatan muhasabah dan pembentukan moral siswa..

Penyajian kembali tentang pengertian kegiatan muhasabah yang akan dibahas merupakan inti dari sub bab ini, sehingga dalam pembahasannya akan lebih mengarah kepada pokok permasalahan dalam pembahasan skripsi ini.

Kita telah mengetahui bahwa kegiatan adalah evaluasi diri atas apa yang telah kita lakukan dan apa yang harus kita perbaiki demi masa depan yang lebih baik. Terutama dalam kehidupan dunia dan juga kehidupan akhirat.

36

Dharma kusuma, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik diSekolah), (Bandung: PT: remaja Rosdakarya Offset), h.71-74


(58)

Proses pembentukan kepribadian terdiri dari taraf pembiasaan, pembentukan pengertian, sikap, dan minat, pemebntukan kerohanian yang luhur.37

1. Pembiasaan

Jiwa anak yang masih suci, bagaikan batu permata yang masih polos dan belum dibentuk, karena dengan mudah ia menerima segala bentuk rekayasa yang ditujukan kepadanya, dan memiliki kecenderungan yang dibiasakan kepadanya, juga baik ia akan tumbuh dewasa dalam keadaan yang baik, dan bahagia dalam kehidupan akhirat.

Pada taraf pembiasaan anak diharapkan mengkondisikan dengan ketentuan-ketentuan agama dan norma-norma sosial sebagai contoh berpuasa, dengan menahan lapar dan haus, mengontrol tingkah jasmani dan menahan hawa nafsu.

2. Pembentukan pengertian sikap dan minat

Kalau pada taraf pertama merupakan pembentukan kebiasaan dengan tujuan agar cara-caranya dilaksanakan dengan tepat maka taraf kedua ini diberikan pengetahuan dan pengertian, dalam taraf ini ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang erat hubungannya dengan kepercayaan.

37


(59)

3. Pembentukan kerohanian yang luhur

Taraf yang tertinggi yakni pembentukan kepribadian yang luhur maka di dalam hal ini di tanamkan kepercayaan atau keimanan yang terdiri dari rukun iman yang keenam.

Ketiga jenis taraf dalam pembentukan kepribadian ini bersama-sama membina pada gilirannya masing-masing. Dengan menanamkan amalan-amalan yang searah dengan kerangka pembinaan islam.

Dengan demikian dapat disimpulkan ketiga tahapan proses pembentukan kepribadian tersebut diatas saling berkaitan dan bersama-sama untuk membina kepribadian muslim pada individu, dengan menerapkan atau menggunakan nilai-nilai islami.

Aktivitas hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang diyakininya. Nilai-nilai agama inilah yang membentuk pola pikir, bersikap dan berprilaku dalam kehidupannya dengan baik. Nilai agama yang berintikan pada aqidah bisa menjadikan seorang muslim lebih baik dan mampu mengalahkan seluruh kekuatan jahat. Agama yang dipahami

kehidupan modern yang penuh perubahan tata nilai akan dimuarakan, karena pada dasarnya agama dapat memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa aman, rasa tidak takut atau rasa cemas dalam menghadapi persoalan hidup.


(60)

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.38 Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.39 Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

Adapun tujuan merumuskan hipotesis adalah agar objek yang dikaji jelas, kegiatan peneliti terarah, dan membantu peneliti menginformasikan penelitian, namun tidak berarti hipotesis dapat dirumuskan secara serampangan, karena jawaban tersebut harus merupakan jawaban bernalar.40

Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan erat hubungannya dengan kegagalan dalam suatu pembelajaran. Hal ini dapat terjadi, karena dalam suatu pembelajaran selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan.

Dalam penelitian ini, hipotesis diajukan dalam bentuk pernyataan yang berisi dua kemungkinan atas jawaban sementara yang telah diberikan. Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis kerja (Ha) dan hipotesis nihil

38

Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h.67

39Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2016), h.64

40

Amri Darwis, Metode Penelitian Pendidikan Islam: Pengembangan Ilmu Berparadigma Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.40


(61)

(H0). Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif. Sedangkan hipotesis

nihil dinyatakan dalam kalimat negatif.41

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis kerja atau hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya korelasi antara variabel X dan Y (independent dan

dependent variable). Jadi, hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian ini Kegiatan muhasabah berpengaruh terhadap pembentukan moral

2. Hipotesis Nihil atau Hipotesis Nol (H0)

Hipotesis nihil atau hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang

menyatakan tidak adanya korelasi antara variabel X dan Y (independent

dan dependent variable). Jadi, hipotesis nol dalam penelitian ini adalah: pengaruh kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun .

Berdasarkkan kerangka pemikiran diatas, sampailah pada dugaan sementara yang akan diuji kebenarannya melalui analisis statistik yaitu ada Kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral n tinggi mengikuti kegiatan muhasabah maka pembentukan moral siswa semakin baik.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap sesuatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.1 Penelitian sangat erat hubungannya dengan metodologi. Metodologi adalah sebuah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawaban.2

Secara umum, metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian juga dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.3

Penelitian dipandang sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk menguji jawaban-jawaban sementara. Agar dapat dikatakan

1

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.2

2

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.145

3


(63)

sistematis, maka diperlukan cara-cara yang dapat dipertanggung jawabkan secara alamiah.

Adapun dalam penelitian ini rencana pemecahan bagi persoalan yang akan diselidiki antara lain sebagai berikut:

A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan, mencatat dan menganalisa sesuatu masalah. Selain itu juga dimaknakan sebagai suatu penyelidikan secara sistematis, atau dengan giat dan berdasarkan ilmu pengetahuan mengenai sifat-sifat dari pada kejadian atau keadaan-keadaan dengan maksud untuk menetapkan faktor-faktor pokok atau akan menemukan paham-paham baru dalam mengembangkan metode-metode baru.4

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya, selain data yang berupa angka dalam penelitian kuantitatif, dalam penelitian kuantitatif juga ada data berupa informasi kualitatif.5

Penelitian kuantitatif ini digolongkan dalam penelitian korelasional, yakni penelitian yang bertujuan untuk melihat keterkaitan

4

Trianto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2011), h.11 5


(64)

dua atau lebih variabel dan berlanjut sampai pada tujuan untuk melihat korelasi suatu variabel terhadap variabel lain.6

Penelitian korelasional juga disebut sebagai penelitian hubungan atau penelitian asosiatif. Variabel yang digunakan untuk memprediksi hubungan disebut sebagai variabel prediktor, sedangkan variabel yang diprediksi disebut sebagai variabel kriterium.7

Penelitian dengan judul “Pengaruh Kegiatan Muhasabah

terhadap Pembentukan Moral Siswa di MAN 2 Madiun” adalah penelitian

yang terdiri dari dua variabel, yaitu kegiatan muhasabah dan pembentukan moral siswa. Adapun yang termasuk variabel prediktornya adalah kegiatan muhasabah dan yang termasuk variabel kriterium adalah pembentukan moral siswa.

Penelitian korelasi dapat diidentifikasikan melalui indikator-indikator penelitian. Adapun ciri penelitian korelasi adalah sebagai berikut:

a. Menghubungkan dua variabel atau lebih.

b. Besarnya hubungan didasarkan pada koefisien korelasi. c. Dalam melihat hubungan tidak dilakukan manipulasi. d. Datanya bersifat kuantitatif.

6

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2015), h.11-13

7

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2012), h.63


(65)

e. Dianalisis menggunakan statistik korelasi.8

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan (field

research), yakni jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data

empiris di lapangan dan penelitian pustaka (literery research), yakni telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Jenis penelitian ini menggunakan analisis statistik dengan teknik korelasi product moment.9

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian.

Dalam penelitian ini rancangan yang dipakai adalah sebagai berikut:

a. Lapangan adalah sumber data yang diperoleh dari penelitian baik secara langsung atau tidak langsung.

b. Kepustakaan adalah sumber data yang berupa buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan.

Untuk mendapatkan data di lapangan, peneliti menggunakan rancangan sebagai berikut:

8

Ibid., h.64 9

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.56


(66)

Peneliti menggunakan bentuk penelitian asosiatif yang berupa hubungan simetris. Dalam klasifikasi ini, penelitian tentang hubungan X terhadap Y dapat dikategorikan penelitian korelasional simetris. Uji korelasi menggunakan rumusan statistik korelasi, maka penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang menghubungkan dua variabel.10

Secara lebih jelas, desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Hubungan/ Korelasi Simetris

X : Kegiatan Muhasabah Y : Pembentukan Moral Siswa

Desain hubungan simetris ini, X tidak mempunyai hubungan dengan Y atau sebaliknya X mempunyai hubungan dengan Y. Dua kemungkinan ini terjadi dalam desain hubungan simetris variabel prediktornya diketahui setelah penelitian dilakukan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

10

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, h.64


(67)

a. Tahap Persiapan

1) Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan, kemudian meminta izin kepada kepala sekolah. 2) Menggali data tentang siswa (khususnya dalam kegiatan

muhasabah).

3) Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa kuesioner/ angket.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Mendata jumlah siswa yang mengikuti kegiatan muhasabah di MAN 2 Madiun.

2) Menentukan jumlah guru sebagai obyek penelitian.

3) Mengamati cara guru (Walmik) melaksanakan dalam kegiatan muhasabah

4) Memberikan instrumen penelitian yang berupa kuesioner/ angket.

B. Variabel, Indikator, dan Instrumen Penelitian 1. Variabel

Variabel adalah besaran yang bisa diubah dan selalu berubah sehingga mempengaruhi kejadian dari hasil penelitian.11 Menurut Sumadi Suryabrata, variabel diartikan sebagai gejala yang menjadi obyek

11


(68)

pengamatan penelitian. Atau juga dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau segala yang akan diteliti.12

Dalam penelitian korelasional, terdapat variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Penelitian ini menggunakan kedua variabel tersebut, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).13 Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah kegiatan muhasabah

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.14 Dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah pembentukan moral siswa.

2. Indikator

Indikator merupakan variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan suatu kecenderungan situasi yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan.

12

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h.72 13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, h.4 14


(69)

Adapun indikator dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Indikator variabel X (kegiatan muhasabah) yaitu :

Adapun indikator untuk mengukur kegiatan muhasabah yaitu sebagai berikut:

1) Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

2) Kegiatan guru yang selalu memotivasi siswa..

3) Kemampuan guru dalam memberikan bimbingan kepada siswa.

b. Indikator variabel Y (pembentukan moral)

Adapun indikator untuk mengukur pembentukan moral yaitu sebagai berikut:

1) Memahami perkembangan kognitif siswa dengan melibatkan interaksi aktif antara siswa dan lingkungannya.

2) Memahami perkembangan emosi siswa agar siswa bersemangat dalam pembelajaran.

3) Melatih siswa dalam berperilaku sosial yang selaras dengan norma- moral agama, tradisi, dan hukum.


(70)

3. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan komponen kunci dalam suatu penelitian. Mutu instrumen akan menentukan mutu data yang digunakan dalam penelitian, sedangkan data merupakan dasar kebenaran empirik dari penemuan atau kesimpulan penelitian.15

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner/ angket. Kuesioner/ angket adalah suatu teknik atau cara memahami individu dengan mengadakan komunikais tertulis, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh responden secara tertulis.16

Sebagai teknik untuk memahami individu, kuesioner/ angket dimaksudkan untuk merekam dan menggali informasi atau keterangan yang sesuai dengan kondisi individu dan bisa dijelaskan atau diterangkan oleh responden.

Dalam penelitian ini, kuesioner/ angket digunakan untuk mengetahui pengaruh antara kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa.

Adapun pemberian skor pada tiap-tiap item pertanyaan dalam kuesioner/ angket adalah sebagai berikut:

15

Ine Amirman dan Zainal Arifin, Penelitian dan Statistik Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h.53

16

Susilo Rahardjo dan Gudnanto, Pemahaman Individu: Teknik Nontes, (Jakarta: Kencana, 2013), cet. Ke-1, h.95


(71)

a. Kuesioner/ angket tentang kegiatan muhasabah 1) Untuk jawaban selalu, skornya adalah 4. 2) Untuk jawaban sering, skornya adalah 3.

3) Untuk jawaban kadang-kadang, skornya adalah 2. 4) Untuk jawaban tidak pernah, skornya adalah 1. b. Angket tentang pemahaman pembentukan moral siswa

1) Untuk jawaban ya, skornya adalah 3.

2) Untuk jawaban kadang-kadang, skornya adalah 2. 3) Untuk jawaban tidak, skornya adalah 1.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi diartikan sebagai keseluruhan subyek penelitian. Populasi juga dapat diartikan sebagai kumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.17 Populasi dalam penelitian ini adalah ssiswa kelas XI MAN 2 Madiun tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 251 dengan rincian

a. XI A IPA berjumlah 28 siswa b. XI B IPA berjumlah 26 siswa c. XI C IPA berjumlah 25 siswa d. XI D IPA berjumlah 28 siswa e. XI E IPA berjumlah 30 siswa

17


(1)

b. Dengan membandingkan taraf signifikasi (P-Value) dengan galatnya Jika signifikansi > 0,05, maka H0diterima

Jika signifikansi < 0,05, maka H0ditolak

Pada kasus ini terlihat bahwa koefisien korelasi adalah 0,613 dengan signifikansi 0,034. Karena signifikansi < 0,05, maka H0ditolak dan

Ha diterima. Artinya, ada korelasi antara kegiatan muhasabah dan


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari rangkaian penelitian yang berjudul “Pengaruh Kegiatan Muhasabah terhadap Pembentukan Moral Siswa di MAN 2 Madiun” dengan mengacu pada rumusan masalah penelitian dan hasil dari penyajian data serta analisis data yang terkumpul, maka peneliti menyusun kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis, bahwa diskripsi pelaksanaan kegiatan muhasabah di MAN 2 Madiun dapat dikategorikan baik. Hal ini didasarkan pada hasil prosentase kuesioner/angket sebesar 92%. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan muhasabah di MAN 2 Madiun sangat baik. 2. Moral siswa di MAN 2 Madiun sangat baik. Hal ini didasarkan pada hasil

penelitian melalui wawancara dan observasi. Didapatkan hasil prosentase kuesioner/angket sebesar 92% dan prosentase tersebut berada pada interval 75%-100% yang tergolong kedalam kategori baik.

3. Pengaruh kegiatan muhasabah terhadap pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun bersifat positif. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan dibuktikan dengan teknik analisis korelasi Product Moment,


(3)

diperoleh hasil r-hitung > r-tabel (0,613 > 0,576) dan signifikansi 0,034 < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, semakin tinggi

pengaruh kegiatan muhasabah, maka akan diikuti dngan semakin tinggi pula pembentukan moral siswa di MAN 2 Madiun.

B.Saran

Dari serangkaian temuan penelitian, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Koordinator kegiatan muhasabah, hendaknya lebih sering melakukan pelatihan-pelatihan yang mendukung agar para guru lebih prefesional dan bisa membentuk moral siswa dengan baik.

2. Bagi para guru yang memberi arahan bimbingan kegiatan muhasabah, hendaknya lebih meningkatkan ketrampilan serta lebih semangat dalam melakukan pengebangan profesi. Karena hal tersebut dapat meningkatkan profesionalitas diri terutama dalam hal pendidikan.

3. Kepada pihak sekolah hendaknya memperhatikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses kegiatan muhasabah agar proses kegiatan muhasabah dan pembelajaran dapat berjalan dengan mudah


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail,2005) Ahmad Yani, Be Excellent (menjadi Pribadi Terpuji), (Depok: A-Qalam: Kelompok

Gema Insani, 2007)

Ahmad Warson Munawir, Al Munawir Kamus Besar Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al Munawir, 1984)

Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam ( Menjawab Problematika kehidupan), (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka, 2006)

Anas Sujiono, Pengantar Statistika Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992).

Dharma kusuma, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik diSekolah),

(Bandung: PT: remaja Rosdakarya Offset),

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi

dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008).

Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001)

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (London: Allen dan unwin, 1966).

Ian Richard, Dunia Spiritual Kaum Sufi, (Harmonisasi antara dunia Mikro dan Makro), (Jakarta: Pt. Raja Grafindo persada Cet I, 2001)

Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumudin, (Jakarta Timur: Akbar cet 1, 2008) Ine Amirman dan Zainal Arifin, Penelitian dan Statistik Pendidikan, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1993)

Lina Latifah, Muhasabah and Sedona Method, Skripsi. Jurusan tasawuf dan Psikoterapi Fakultas ushuluddin UIN walisongo semarang. 2013


(5)

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2012).

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005).

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2015).

Trianto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2011).

Said Hawwa, Mensucikan Jiwa ( konsep Takziyatun-Nafs terpadu: Intisari Ihya

Ulumuddin), (Jakarta: Robbani Press, 1998), h.167-168

Shahih Al-„Ulyawi, Muhasabah (Instropeksi diri), Terj. Abu Ziyad (maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat rabwah, 2007)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2016).

Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, (Jakarta: pustaka Hidayah cet. I, 2004)

Soffy Balgies, Wawancara: Teori dan Aplikasi dalam Psikodiagnostik, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2012).

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998).

Susilo Rahardjo dan Gudnanto, Pemahaman Individu: Teknik Nontes, (Jakarta: Kencana, 2013).

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1980).

Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998).

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2016).


(6)

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012).