Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dinamika Eksistensi Lesbian Proses Penerimaan Diri, Pemenuhan HAM, dan Eksistensi Diri T2 092012001 BAB V

BAB Lima

EKSISTENSI LESBIAN DI M ASYARAKAT

Pengantar

Persoalan eksistensi di dalam masyarakat menjadi penting untuk
diketahui. Begitu banyak persoalan dan dinamika yang dihadapi oleh
lesbian baik di Indonesia maupun negara lain. Eksistensi lesbian belum
sepenuhnya diterima oleh sebagian besar masyarakat. Eksistensi tidak
hanya merujuk pada pengakuan terhadap lesbian saja. Ada beberapa
hal lain yang begitu penting juga untuk diketahui, seperti eksistensi
diri, termasuk di dalamnya adalah memahami dan menerima diri
sendiri. Dimana hingga saat ini kebebasan dalam menjalani orientasi
seksual masih dibatasi sehingga melahirkan ketersembunyian identitas
seksual bagi sebagian besar lesbian.
Ketika seorang lesbian mampu berproses untuk menerima
dirinya, memahami bahwa dirinya “ada” secara sadar, dapat
membangun eksistensi dirinya, maka akan muncul kesadaran kritis
akan dirinya. Kesadaran tersebut membentuk sebuah nilai atau makna
atas diri dan kehidupannya. Dalam bab III penulis menggambarkan

bagaimana Kris berproses untuk menerima dirinya, dan
mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan pribadi dan lingkungan
sekitarnya. Hal tersebut dapat menjadi modal utama, karena ketika Kris
mampu menerima dirinya sebagai apa adanya dirinya, maka Kris akan
mampu berstrategi untuk membangun eksistensi diri di masyarakat.
Eksistensi diri di masyarakat bukanlah selalu harus dilihat bagaimana
besarannya, melainkan proses-proses bersama dengan orang terdekat,
lingkungan sekitar, dan tempat kerja juga dapat menjadi sebuah
pembahasan yang menggambarkan bagaimana pola yang terbangun
dari seorang individu lesbian dalam pencapaian dirinya di lingkungan
105

tempat dia berada. Selain hal tersebut, ketika seorang lesbian mampu
menyadari dirinya sebagai Aku dan bukan Aku konstruksi sosial di
masyarakat, seorang lesbian sudah melampaui proses eksistensi diri di
masyarakat.
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai eksistesi diri
lesbian di masyarakat, proses yang cukup panjang, sampai detik ini
terus dilakukan, bukan hanya untuk pengakuan saja, melainkan sebagai
sebuah proses memahamkan bahwa setiap manusia adalah sama,

memiliki kemampuan, serta pilihan yang harus tetap dihargai. Proses
yang dilalui Kris dan Roh memang tak lepas dari peranan komunitas
Effort. Begitu banyak penguatan dan proses yang dilakukan bersama
dikomunitas untuk membantu Kris berproses menerima diri, mampu
mengenali dirinya dan membangun eksistensi dirinya dimasyarakat.
Proses eksistensi diruang publik adalah sebuah gambaran bagaimana
lesbian membangun dirinya, mengahdirkan dirinya Ada bagi hidupnya
dan lingkungan disekitarnya.

M empertanyakan ke-Aku-an dalam M asyarakat

Rangkaian dinamika eksistensi seorang lesbian, berawal dari
bagaimana proses penerimaan diri yang kemudian berlanjut dalam
proses eksitensi diri, menerima dan memahami nilai yang ada pada
dirinya, serta menyadari bahwa dirinya ada sebagai Aku dan bukan
“Aku” harapan orang lain. Dengan terwujudnya kesadaran akan diri,
menemukan komunitas yang pas dalam membangun diri juga menjadi
satu hal yang penting. Dengan komunitas sebagian lesbian akan
mampu belajar lebih tentang kesadaran kritis dan keputusan kritis. Hal
lain yang juga sangat penting adalah kemauan untuk terus

mengembangkan capacity building serta potensi untuk menjadi
seorang community organizer yang berkembang dalam aktivitasnya di
komunitas menjadi satu hal pendukung tercapainya eksistensi di
komunitas dan di lingkungan sekitar.

106

Tubuh, seksualitas serta pilihan dalam hidup adalah milik
manusia, karena hanya manusia yang bereksistensi. Eksistensi bagi
Kiergeraad diperuntukkan bagi manusia, karena hanya manusia yang
sadar atas eksistensinya dan mau berjuang secara sadar untuk mencapai
kesempurnaan eksistensinya. Kata “berjuang” yang ditekankan oleh
Kierkegaard mengartikan eksistensi sebagai sebuah proses yang bbelum
selesai. Kebelumselesaian inilah yang menjadi ciri khas eksistensialisme
Kierkegaard. Setiap orang bebas memutuskan sendiri mengenai cara
bereksistensinya. Eksistensi bukanlah seseuatu yang sudah final,
melakukan suatu gerak hidup yang sedang dilaksanakan, sedang
menjadi (M argaretha, 2006: 41).
Kiergeraard menekankan bahwa manusia tak pernah hidup
sebagai “aku umum”, melainkan sebagai “aku individu” yang sama

sekali unik dan tak dapat dijabarkan dengan sesuatu yang lain. Hanya
manusia yang bereksistensi dan bereksistensi sama dengan bertindak.
M aka bereksistensi sama dengan merealisasi diri, mengisi kebebasan
selaku individu (M argaretha, 2006: 38). Dari apa yang disampaikan
oleh Kiergeraard tersebut, maka setiap manusia termasuk yang
berorientasi seksual lesbian haruslah tetap hidup sebagai “aku individu”
dan bukan “aku umum”. Ketika masyarakat masih memandang bahwa
lesbian adalah “aku” umum, maka seluruh proses yang ada pada diri
lesbian tidak akan pernah dapat diterima, penolakan, diskriminasi
menjadi sebuah bentuk ketidakadilan yang terus dilanggengkan.
Begitu banyak gerakan perempuan yang bertumbuh dari tahun
1980an, mengahadirkan sebuah perjuangan pembebasan dan
pemenuhan hak asasi perempuan, yang kemudian perjuangan tersebut
juga menjadi dasar perjuangan bagi lesbian. Pengalian sejarah tentang
gerakan lesbian di Indonesia telah dilakukn dan dituliskan sejak tahun
1998. M enggambarkan begitu beragamnya orientasi seksual yang ada
pada kenyataan kehidupan ini. M emang menjadi sulit ketika proses
penggambaran realitas ini juga kurang diterima masyarakat sama
halnya dengan kenyataan lesbian yang ada disekitarnya.


107

M emahami benar bahwa eksistensi lesbian di masyarakat,
adalah proses yang panjang, begitu banyak problematika dan konflik.
Namun ketika seorang lesbian mampu menyadari dirinya sebagai Aku
bukan lagi mengamini ke Liyanannya, maka lesbian akan mampu
berstrategi dan menunjukkan dirinya dilingkungan sekitarnya dengan
kemampuan, pikiran, kedirian dan kedaulatan yang mereka miliki,
bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang di
sekitarnya.

M enerapkan ke-Aku-an

Seperti yang disampaikan pada bagian diatas, eksistensi lesbian
di masyarakat, adalah sebuah proses yang panjang dan sampai sekarang
masih terus dilakukan. M engungkap bagaimana proses eksistensi
lesbian di masyarakat, memang penuh dinamika. M ulai dari
pemahaman dan bentuk penolakan dari masyarakat yang menghambat
proses eksistensi lesbian, kemudian bagaimana budaya dan agama
mengkonstruksi masyarakat atas keberadaan lesbian juga bukan hal

mudah untuk dideskonstruksi. Deskripsi Kris dan Roh akan
menggambarkan bagaimana proses eksistensi mereka bangun
dilingkungan sekitar mereka berada. Dinamika dan proses yang tidak
simpel, membutuhkan usaha serta kemampuan berdialog dan
bernegosiasi dengan baik.
Proses menuju pada eksistensi diri di masyarakat, juga
membutuhkan dialog yang baik dengan diri, memahhami nilai atas
diri, sehingga menghadirkan sebuah penerimaan atas diri dari
lingkungan. Tidak selalu yang utama adalah penerimaan orientasi
seksual, melainkan penerimaan atas diri sebagai bagian dari keluarga,
teman dan masyarakat. Terus membangun kemampuan diri menjadi
hal penting dalam berhadapan dengan lingkungan sekitar. Potensi dan
kemapuan yang ada didalam diri untuk terus berkembang dan belajar
harus terus dikembangan, sehingga akan ada banyak cara dalam
berdialog dengan lingkungan sekitar. Isu-isu dalam kehidupan juga
108

merupan salah satu pintu masuk yang dapat dipakai dalam berdialog,
dan negosiasi diri dengan masyarakat.


Eksistensi Diri di Ruang Publik

M embangun eksistensi di lingkungan sekitar, merupakan salah
satu bagian dari aktualisasi diri. Dengan proses tersebut lesbian juga
akan memahami nilai dirinya, tidak hanya untuk diri sendiri diterima,
melainkan dapat membagikan sebuah proses yang dilaluinya kepada
orang lain sebagai sumber belajar. Eksistensi diri yang dibangun di
masyarakat tidak lepas dari bagaimana perjuangan bersama individu
lesbian dan komunitas dalam setiap proses perkembangan diri, batin
dan spiritualitas. Setiap kegiatan bersama diharapkan dapat
membangun diri, lebih berpikir kritis dan bertindak kritis dan tetap
menyadari setiap prosesnya sebagai sebuah perjalanan yang harus
dijalani dengan baik.
Eksistensi di masyarakat tidak harus selalu ditunjukkan dengan
capaian yang besar. Namun kemampuan menjadi bagian dari
masyarakat sekitar, melebur dalam lingkungan sosial juga merupakan
sebuah capaian eksistensi. Tidak menjadi eksklusif, melainkan
menjalani kehidupan sosial dengan baik adalah juga salah satu
capaiannya. Dibawah ini Kris dan Roh akan mendeskripsikan
bagaimana proses yang mereka bangun untuk menjalani kehidupan

dengan lingkungan mereka sebagai wujud eksistensi diri di masyarakat.
“ Kegiatan bersama dengan Effort sangat berpengaruh
dilingkungan tempaku kerja. Aku banyak belajar di Effort, dari
apa yang aku dapat ternyata berguna untukku ketika ibu-ibu
teman bekerjaku di pabrik bertanya banyak hal dengan ku.
Pernah mereka bertanya tentang PMS, HIV/AIDS, kesehatan
dan banyak lainnya. Aku coba jelaskan apa yang aku tau, kalau
aku kurang tau aku akan dating ke Effort mengcopy materi dan
kemudian aku akan berikan pada ibu-ibu itu dan ngobrol
dengan mereka. Aku juga banyak ngobrol dengan temantemanku. Kalau mereka membutuhan ngobrol mereka akan
mencariku.

109

Selain itu dengan mengikuti diskusi atau kegiatan lain baik
formal maupun informal dengan Effort memberikan banyak
manfaat untukku, disana aku juga belajar menjadi diriku sendiri
apa adanya, lebih mandiri, sehingga keluargaku juga akan
merasa baik-baik saja saat mengetahui bahwa aku menjalani
hidupku dengan baik.

Orang disekitarku sebagin mengetahui orientasi seksualku,
namun ada juga yang tidak mengetahuinya. Ada kalanya aku
bisa sampaikan orientasi seksualku atau tidak, aku juga harus
melihat siapa yang ada didepanku saat itu. Aku selalu kenalkan
pasanganku dengan keluargaku, dari mulai pasanganku yang
pertama, semua pernah main kerumah. Tapi aku kenalkan
mereka sebagai teman dekat, karena aku belum memiliki
kesempatan dan waktu yang tepat untuk menyampaikan
ketertarikanku pada keluarga. Aku harus belajar banyak hal
untuk menyampaikan pada mereka tanpa melukai, tetapi
membuah mereka mengerti dan memahami bahwa inilah Aku.
Beberapa pasanganku juga sering menginap dirumahku”.

Proses yang dilakukan oleh Kris adalah bagian dari kehidupan
yang harus terus dijalaninya. Apa yang Kris dapat dari kegiatan
bersama dengan komunitas mampu dibagi pada lingkungan sekitar,
teman dan lingkungan tempat dimana Kris bekerja. Dengan proses
tersebut terbangun sebuah niaai untuk tetap menghargai proses karena
itu bagian dari eksistensi diri. Kris memiliki kemampuan untuk
berdialog dan berinteraksi serta membangun hubungan yang baik

dengan lingkungan sekitarnya melalui media yang dibutuhkan oleh
lingkungan sekitarnya.
Selain Kris, Roh juga memiliki proses berbeda dengan
lingkungan sekitar, atas pilihan dalam kehidupannya. Keputusan untuk
tidak menikah, tentu menghadirkan problematika tersendiri bagi Roh.
Namun kemampuan serta independensi dan rasa membangun yang
berkembang di dalam diri Roh membantu Roh dalam dialog dan
berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Berikut deskripsi Roh
atas dialognya bersama dengan lingkungan sekitar.
“Banyak hal yang aku dapat dari kegiatanku bersama Effort, aku
memahami banyak hal termasuk dilingkungan sekitar,
membebaskan banyak hal, terpasuk pilihan orang lain, memiliki
independensi diri dalam menghadapi dan berhungan dengan
sekitar termasuk keluarga. Sehingga keluarga juga akan
110

memahami banyak hal. Ya mereka dulu selalu mendorong ku
untuk menikah. Tahun 2013 waktu bapak meninggal,
sebelumnya bapak juga masih sempat
menyatakan

keinginannya untuk melihatku menikah. Tapi aku selalu bilang
sama bapak sama ibu bahwa inilah keputusanku, aku juga
sampaikan pada mereka untuk tidak memasukan dalam hati apa
yang orang lain katakan tentangku pada mereka.
Ketika aku melakukan banyak diskusi dan berkegiatan bersama
teman-teman Effort, aku merasa menjadi diri sendiri, selain itu
perubahan pola pikir bagiku yang mendasar, misalnya tentang
pilihanku untuk tidak menikah. Ya pengalamanku membuat
dasar untuk ku belajar lebih banyak tentang kehidupan, dari
teman Effort aku juga banyak belajar. Aku merasa Effort yang
memberi support dan kekuatan ku. Tidak ada penilaian, tapi
mereka memberikan kebebasan.
Aku selalu sampaikan pada keluarga dan lingkungan disekitarku
bahwa inilah kenyamanan dan kebahagiaanku, aku merasa
nyaman dan bahagia seperti ini, bukan karena dengan menikah,
tetapi dengan menjalani hidupku yang sekarang ini. Aku selalu
mencoba untuk menjalani kehidupan ini dengan baik. Yang
terjadi ya biar terjadi, jangan pikirkan esok hari, karena belum
tentu esok hari itu ada. Ya begitu. Jika ada orang ngomongin
aku, aku juga biasa saja, sudah kebal. Apalagi kalau mereka
ngomongin aku kalau sampai sekarang aku tidak menikah. Dari
usia remaja aku sudah berpikir untuk tidak menikah. Proses
yang panjang untukku mencoba ngomong baik-baik dengan
keluargaku. Kalau dengan orang lain aku bilang kalau aku
menikah ya dengan pilihan ku bukan dengan orang yang
dijodohkan padaku”.

Sebuah independensi diri, kedirian dan kedaulatan diri yang
dimiliki oleh Roh menjadi modal dasar baginya untuk merhadapan
dengan lingkungan sekitar, bukan hanya untuk memahamkan pada
sekitar tentang pilihan hidupnya. Tetapi memberikan gambaran bahwa
proses masing-masing orang berbeda dan harus tetap terbangun rasa
saling menghargai. M odal dalam diri juga menjadi sebuah proses awal
untuk memampukan diri bernegosiasi serta mengkomunikasikan
banyak hal dengan baik, tanpa menyakiti orang yang ada disekitarnya.

----

111

Banyak lesbian yang mengalami diskriminasi dan penolakan,
meski tidak semua mengalaminya. Ada lesbian yang bisa diterima dan
diperhitungkan dimasyarakat dan publik mengakui dan menerima
orientasi seksualnya. M isalnya saja seorang penulis buku seperti Evelyn
Blackwood dan beberapa aktivis lesbian di Indonesia. M ereka cukup
diterima dengan pekerjaan dan aktivitas mereka tanpa melihat
orientasi seksualnya. Kemandirian dan kemampuan serta perjuangan
teman-teman lesbian tersebut menghasilkan sebuah point yang cukup
penting dalam membangun eksistensi lesbian di masyarakat.
Proses yang panjang harus dialami dan diperjuangkan sebelum
penerimaan itu didapatkan. Begitu banyak karya, perjuangan, kegiatan
dan sosialisasi yang teman-teman lesbian tersebut lakukan, seperti
tulisan penelitian dan histori yang diterbitkan dalam buku, seminar,
pelatihan dan juga sosialisasi dengan masyarakat. M engenalkan dan
memahamkan begitu beranekaragamnya keunikan lesbian disetiap
daerah kepada masyarakat merupakan satu diantara ribuan cara yang
dapat digunakan. Perjuangan gerakan perempuan dan lesbian yang
mulai terbentuk sejak tahun 1980-an dengan proses yang panjang,
menjadi sebuah perjalanan yang mereka lakukan untuk sampai pada
eksistensi diri, kelompok atau komunitas serta pengakuan dari
masyarakat.
Namun tidak sedikit juga lesbian yang bisa diterima orientasi
seksualnya dimasyarakat. Banyak informasi tentang lesbian dan
gerakannya yang kurang diketahui oleh lesbian lainnya. Keterbatasan
informasi terkadang menjadikan sebagian lesbian hanya mengetahui
dan menjalankan kehidupan pribadinya saja sesuai dengan yang ia
ketahui. Hal ini menjadi hambatan bagi perkembangan lesbian.
Proses eksistensi diri masih cukup panjang, terkadang mereka
menyadari bahwa mereka lesbian, namun kerap kali mereka merasa
belum dapat menerima apa yang mereka rasakan sebagai seorang
perempuan yang tertarik terhadap perempuan. Belum menerima diri
menjadi hambatan untuk proses menuju pada eksistensi diri yang
diharapkan. Hal ini membuat sebagian lesbian kurang mengerti dan
112

paham benar tentang perkembangan isu lesbian. Keterbatasan berbagai
hal termasuk informasi membuat mereka menjadi rumit ketika
menghadapi persoalan diri, persoalan dengan pasangan, keluarga
bahkan persoalan dengan masyarakat.
Dari paparan di atas, ditemukan sebuah tahapan yang penting
dalam eksistensi lesbian, sama seperti yang sudah disampaikan pada
rumusan masalah. Yaitu, bahwa yang menjadi pokok adalah eksistensi
diri tau memahami nilai dan makna diri, mencakup penerimaan dan
pemahaman terhadap diri sebagai seorang lesbian, kemudian akan
menghasilkan fleksibilitas ketika masuk pada ranah yang lebih luas
yaitu masyarakat. Dengan proses penerimaan diri yang dilalui, maka
lesbian akan mampu melihat begitu banyak ketidak adilan dalam hal
pemenuhan hak asasi manusia, masih sangat diskriminatif dan proses
penerimaan diri ini juga akan membantu lesbian berupaya untuk
menyuarakan pemenuhan haknya pada masyarakat, maupun Negara.
Fakta yang ada dalam uraian diatas memang tidak begitu saja
dapat digeser. Darimana masyarakat akan memahami lesbian, ketika
tidak ada sebuah aktivitas yang mencoba untuk mamahamkan tentang
lesbian pada masyarakat. Namun hal lain yang juga banyak dialami di
belahan dunia ini adalah bahwa masyarakat pada umumnya memiliki
ketidaktahuan yang mendasar tentang lesbian. bukankah suatu hal
yang sulit ketika hanya lesbian yang harus dipahami, tanpa menengok
bahwa masyarakat juga butuh dipahamkan tentang lesbian itu sendiri.
Oleh karenanya, penting membangun budaya dimasyarakat untuk
saling memahami dan menghargai keberagaman orientasi seksual.
Saat ini mungkin yang terlihat adalah banyak sekali individu
dan gerakan perjuangan lesbian yang muncul, namun benarkah bahwa
apa yang dilakukan adalah sudah termasuk dalam bagian memahami
tentang kondisi lesbian dan masyarakat. Hal dasar yang seharusnya
dimiliki dan dilakukan adalah benar-benar memahami keber-ada-an
dan kebutuhan setiap individu didalam kelompok. Ketidaktahuan
tentang bagaimana cara memahami lesbian juga terkadang dialami oleh
orang-orang gerakan, bahwa proses dan persoalan lesbian itu selalu
113

bergerak dan berkembang. Dengan menggunakan cara dan jalan yang
sama seperti dulu, kadang hanya menjadi sebuah gerakan yang
monoton, karena kita ketahui bahwa proses kehidupan ini
konjungtural bukan linier. Demikian juga yang terjadi pada lesbian
yang selalu mengalami proses perkembangan dan kemtangan secara
psikologi maupun spiritual.
M enyadari bahwa gerakan perjuangan lesbian yang muncul
terkadang kurang memahami akar masalah di masyarakat seperti
kenapa mereka tidak bisa menerima lesbian? Sebenarnya hal ini bukan
lagi persoalan dosa atau tidak, salah atau benar, tetapi bahwa dasarnya
setiap manusia adalah pemilik dirinya, yang tentu berhak atas nilai
dirinya sendiri. Satu pernyataan reflektif bagi gerakan perjuangan
lesbian adalah, menempatkan lesbian sebagai obyek, sehingga
masyarakatpun berpikir hal yang sama yaitu menempatkan lesbian
sebagai obyek. Konsekuensinya, pertentangan serta perbedaan antara
“aku” lesbian dan aku “heteroseksual” semakin menajam. Dengan
demikian, gerakan perjuangan lesbian telah meniadakan eksistensi
manusia yang menjadi dasar ideology gerakan.

114