Model Peningkatan Resiliensi Anak Usia S
Sain Med
JURNAL KESEHATAN
Diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII sebagai terbitan berkala yang menyajikan informasi dan analisis persoalan ilmu Kesehatan. Kajian ini bersifat ilmiah populer sebagai hasil pemikiran teoritik maupun penelitian empirik. Redaksi menerima karya ilmiah/hasil penelitian atau artikel, termasuk ide-ide pengembangan di bidang ilmu Kesehatan. Untuk itu JURNAL SAIN MED mengundang para intelektual, ekspertis, praktisi, mahasiswa serta siapa saja berdialog dengan penuangan pemikiran secara bebas, kritis, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab. Redaksi berhak menyingkat dan memperbaiki karangan itu sejauh tidak mengubah tujuan isinya. Tulisan-tulisan dalam artikel JURNAL SAIN MED tidak selalu mencerminkan pandangan redaksi. Dilarang mengutip, menerjemahkan atau memperbanyak kecuali dengan izin redaksi.
PELINDUNG
Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA. (Koordinator Kopertis Wilayah VII)
REDAKTUR
Prof. Dr. Ali Maksum (Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII)
PENYUNTING / EDITOR
Dr. Yoso Wiyarno, M.Kes. Dian Mulawarmanti, Dr., drg., MS. Sihning E.J.T., dr., MS. Drs. Ec. Purwo Bekti, M.Si. Drs. Supradono, MM Drs. Budi Hasan, SH., M.Si. Suyono, S.Sos, M.Si Thohari, S.Kom.
DESAIN GRAFIS & FOTOGRAFER
Dhani Kusuma Wardhana, A.Md. Sutipah
S EKRETARIS
Tri Puji Rahayu, S.Sos.; Soetjahyono
Alamat Redaksi: Kantor Kopertis Wilayah VII (Seksi Sistem Informasi) Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya
PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH
Jurnal ilmiah SAINMED adalah publikasi ilmiah bukan berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku enam bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah
urutannya sebagai berikut: nama penulis, editor
VII. Untuk mendukung penerbitan selanjutnya redaksi (bila ada), judul buku, kota penerbit, tahun penerbit, menerima artikel ilmiah yang berupa hasil penelitian
volume, edisi, dan nomor halaman. Untuk terbitan empiris dan artikel konseptual dalam bidang Ilmu
berkala urutannya sebagai berikut: nama penulis, judul Kesehatan.
tulisan, judul terbitan, tahun penerbitan, volume, dan Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum
nomor halaman.
pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa akademis dan efektif. Naskah terdiri atas:
Contoh penulisan Daftar Pustaka:
1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa
1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa
Endodontic, J. Endod, 1994: 20: 355–6 yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya.
2. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5 th ed., St. Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula
Louis; Mosby Co 1994: 127–47 terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris.
3. Morse SS, Factors in the emergence of infectious
2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995 gelar akademik maupun jabatan. Di bawah nama
Jan–Mar, 1(1): (14 screen). Available from: penulis dicantumkan instansi tempat penulis bekerja.
URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm.
3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Accessed Desember 25, 1999. Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi.
Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan, MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan
metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan, 2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas disertakan pula kata kunci.
kertas A4.
4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis, Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian,
12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar), hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 disket atau CD.
pustaka. Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa
5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak, mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi), atau pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan kesimpulan dan daftar pustaka.
tanggung jawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan
6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan ketentuan redaksi akan dikembalikan apabila disertai sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar perangko. dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang diletakkan di bawah untuk gambar. Gambar berupa foto (kalau ada), disertakan dalam bentuk mengkilap Naskah dapat dikirim ke alamat: (gloss).
Redaksi/Penerbit:
7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian, Kopertis Wilayah VII bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat d/a Seksi Sistem Informasi memecahkan masalah, faktor-faktor apa saja yang Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya memengaruhi hasil penelitian dan disertai pustaka Telp. (031) 5925418-19, 5947473 psw. 120 yang menunjang.
Fax. (031) 5947479
8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan E-mail: jurnal@kopertis7.go.id Vancouver, disusun berdasarkan urutan kemunculannya Homepage: www.kopertis7.go.id.
Model Peningkatan Resiliensi Anak Usia Sekolah Pasca Letusan Gunung Kelud Kediri Berbasis Disaster Nursing Competency
(Model of Resilience Improvement on School Age Children After the Kelud Mountain Eruption Based on Disaster Nursing Competency)
Nian Afrian Nuari dan Melani Kartika Sari
Prodi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Kediri Jln.Soekarno Hatta No.7, Pare Kediri
ABSTRAK
Anak-anak lebih rentan dibandingkan orang dewasa dan menerima dampak yang paling berat dalam kejadian traumatis pasca bencana alam. Hal ini merupakan bagian dari fokus disaster nursing competency yang belakang ini menjadi trend dalam keperawatan di Indonesia karena letak posisi Indonesia mempunyai peluang terjadi bencana alam. Tujuan penelitian ini untuk mengidentiikasi pengembangan model resiliensi dan PTSD pada anak usia sekolah korban letusan gunung Kelud Kediri berbasis disaster nursing competency. Penelitian ini merupakan explanatory research di SDN Asmorobangun Puncu didaerah Kali Lahar I Gunung Kelud. Sampel yang digunakan sebanyak 41anak diambil dengan tehnik proportionate stratiied random sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner resiliensi dengan kuesioner CYRM – 28 6 dan PTSD diukur PTSD Checklist – Civilian Version (PCL-C). Tehnik analisis dalam penelitian ini adalah model persamaan structural berbasis variance atau Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden mempunyai pengaruh signiikan dengan resiliensi (t = 1,97) dan kejadian PTSD anak usia sekolah (t = 1,976). Resiliensi dipengaruhi komponen faktor individu, hubungan dengan primary care, dan konteks spiritual, pendidikan dan kultur. Resiliensi mempunyai hubungan signiikan dengan kejadian PTSD pada anak usia sekolah. Oleh karena itu pengembangan model peningkatan resiliensi anak usia sekolah di daerah rawan bencana dapat dilakukan oleh perawat dengan melakukan pendidikan dan promosi kesehatan sebagai bagian dari disaster nursing competencie. Perawat dapat meningkatkan program promosi kesehatan dengan menerapkan strategi psychological care sebagai upaya promotif maupun rehabilitatif.
Kata kunci: resiliensi, PTSD, perawat, bencana, anak, usia sekolah
ABSTRACT
Children are more vulnerable than adults and receives the most severe impact on the incidence of post-traumatic natural disaster. This is part of the focus of nursing disaster competency is becoming a trend in nursing in Indonesia because the location of the position of Indonesia has the opportunity of natural disasters. The purpose of this study was to identify the development of models of resilience and PTSD (Post Traumatic Stress Dissorder) in children of school age victims of the eruption of Kelud Kediri based on disaster nursing competency. This research was an explanatory research on SDN Asmorobangun Puncu in Lahar River I Kelud Mountains area. The sampel was 41 children are taken with a Proportionate Stratiied Random Sampling technique. Data collection used resiliency questionnaire with CYRM - 28 and PTSD Checklist - Civilian Version (PCL-C). Data were then analyzed using a structural equation model based variance or Partial Least Square (PLS). The results showed the characteristics of respondents had signiicant inluence with resilience (t = 1.97) and the incidence of PTSD school-age children (t = 1.976). Resilience is inluenced components of individual factors, relationship with primary care, and spiritual context, education and culture. Resilience has a signiicant correlation with the incidence of PTSD in children of school age. Therefore, development of models of school-age children resilience improvement in disaster areas can be performed by nurses with education and health promotion as part of disaster nursing competencies. Nurses can improve health promotion program by implementing the strategy of psychological care as promotive and rehabilitative intervention.
Key words: resilience, PTSD, nurse, disaster, children, school age.
PENDAHULUAN abu tebal dan diperkirakan sebanyak 200 ribu jiwa harus mengungsi dari tempat tinggalnya. Tidak hanya kerugian
Dalam kurun waktu 10 tahun Indonesia mengalami secara materi, kerugian secara isik pun dirasakan oleh beberapa bencana, diantaranya Tsunami di Aceh, gempa
para korban penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Banjir di Wasior
iritasi mata karena debu bahkan dampak psikologis juga dan yang belum lama terjadi meletusnya Gunung Kelud
dapat teradi karena kejadian ini tentunya menimbulkan di Jawa Timur. Salah satu dari bencana yang terjadi
ketakutan dan kecemasan bagi para korban. di Indonesia adalah peristiwa meletusnya Gunung
Anak-anak hingga lansia telah menyaksikan kejadian Kelud pada 13 Februari 2014 yang lalu. Bencana ini
yang menakutkan dalam sejarah hidup mereka. Tempat mengakibatkan 35 kelurahan dan tiga kecamatan tertutup
tinggal dan harta benda mereka telah hilang bahkan nyawa
Jurnal Sain Med, Vol. 7. No. 2 Desember 2015: 41–45
mereka pun terancam ketika Gunung Kelud meletus. Dari pada anak-anak korban bencana untuk mengurangi semua korban, anak-anak adalah kelompok paling rentan.
resiko terjadinya gangguan stress pascatrauma akibat Masa anak-anak merupakan waktu bagi mereka untuk
dari disaster. Hal ini merupakan bagian dari disaster bermain dan mengenal kehidupan di sekitarnya. Anak-
nursing competency dalam mendukung fungsi psikologis anak korban bencana mengalami peristiwa yang terjadi
para korban bencana. Disaster nursing competency secara tiba-tiba yang akan memberikan respon cemas dan
merupakan hal yang belakang ini menjadi trend dalam ketakutan. Mereka harus menyaksikan rumah dan sekolah
keperawatan di Indonesia karena letak posisi Indonesia mereka hancur, orang tua dan saudara-saudaranya berlari
yang penuh dengan gunung berapi sehingga mempunyai ketakutan serta menghadapi kehidupan di pengungsian.
peluang terjadi bencana alam. Disaster nursing Hal-hal tersebut dapat memberikan stressor yang besar
competency meliputi 4 kompetensi yaitu kompetensi bagi mereka dan dapat menyebabkan trauma psikologis.
mitigasi, kompetensi pencegahan, kompetensi respon Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 7
dan kompetensi rehabilitasi/recovery. Kompetensi respon orang siswa di SDN Kebonrejo II, Kepung, Kabupaten
meliputi perawatan terhadap komunitas; perawatan Kediri, didapatkan 3 dari 7 siswa mengatakan mudah
terhadap individu dan keluarga; perawatan psikologis dan teringat pada peristiwa erupsi gunung Kelud tersebut dan
perawatan terhadap kelompok yang rentan/berkebutuhan
5 siswa beberapa kali mengalami mimpi buruk tentang khusus. 4 Hal ini terkait dengan peran perawat dalam peristiwa tersebut.
melakukan perawatan psikologis pasca bencana agar tidak Anak-anak dan remaja lebih rentan dibandingkan
menimbulkan maslah psikologis pasien seperti adanya orang dewasa dan menerima dampak yang paling berat
PTSD. Oleh karena itu peneliti ingin mengidentiikasi
pengembangan model resiliensi dan PTSD pada anak usia disaster /bencana perlu melakukan proses adaptasi. Dalam
dalam kejadian traumatis. 1 Anak-anak yang terdampak
sekolah korban letusan gunung Kelud Kediri berbasis beradaptasi, ada anak yang mampu bertahan dan pulih
disaster nursing competency yang perlu diteliti lebih kembali dari situasi yang negatif sedangkan ada juga
lanjut.
yang gagal karena tidak dapat menghadapi perubahan yang ada. Hal ini tergantung seberapa jauh kemampuan individu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang
METODE PENELITIAN
terjadi dalam kehidupan yang lebih dikenal dengan resiliensi. Resiliensi merupakan hal yang penting dalam
penelitian ini menggunakan desain penelitian perkembangan karena anak yang mempunyai resiliensi
survey dengan desain cross sectional dan sifat penelitian yang baik akan mampu beradaptasi dengan masalah
ini penelitian penjelasan ( explanatory research). yang menyulitkannya. Oleh karena itu penting dilakukan
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa SDN penelitian gambaran tentang resiliensi anak usia sekolah
Asmorobangun I Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri untuk memantau perkembangan psikologisnya.
yang berusia diantara 10–12 tahun berjumlah 41 anak Onset morbiditas pada anak-anak yang terekspos
yang diambil secara Proportionate Stratiied Random
Sampling. 5 Lokasi SD ini bertempat di Kecamatan Puncu terpengaruh akibat sebuah bencana alam. Walaupun
pada trauma bervariasi. 2 Anak mungkin kelihatan tak
yang merupakan daerah ring 1 yang berjarak kurang begitu, seiring berjalannya waktu pada sebagian besar
10 km dari puncak Kelud dan Desa Asmorobangun anak-anak mungkin berkembang morbiditas yang besar
merupakan lokasi KL 1 (Kali Lahar 1) yang terdampak yang dapat berlanjut pada tahun kedua setelah sebuah
material letusan gunung kelud dan pengambilan data bencana alam. Anak yang terpengaruh terhadap peristiwa
dilakukan bulan Februari–Maret 2015. traumatis mungkin pada awalnya memperlihatkan
Variabel dalam penelitian ini adalah resiliensi fenomena reaktif, yang mungkin berlanjut dan membawa
dengan menggunakan kuesioner The Child and Youth kepada gangguan apabila anak tersebut memiliki
Resilience Measure (CYRM) – 28 6 dan PTSD diukur
dengan instrument kuesioner menggunakan PTSD menyisakan ingatan buruk pada mereka dan memberikan
kepribadian yang rentan. 3 Hal-hal tersebut akan
Checklist – Civilian Version (PCL-C). 7 Tehnik analisis stressor yang besar. Salah satu dampak yang dapat terjadi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model karena pengalaman traumatis tersebut adalah terjadinya
persamaan structural berbasis variance atau component gangguan Stress Pascatrauma (Post Traumatic Stress
based yang terkenal Partial Least Square (PLS). Hasil Dissorder/ PTSD).
analisis Multivariat dengan Partial Least Square yang Peran perawat sangat diperlukan dalam mengatasi
meliputi dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan gejala PTSD pada anak dengan memberikan terapi-terapi
pengujian measurement model dan tahap ke dua dengan seperti, Cognitive Behavior Therapy (CBT), Trauma
uji struktural model. 8
Healing dan permainan kelompok dapat diberikan
Nuari dan Sari: Model Peningkatan Resiliensi Anak Usia Sekolah
Gambar 1. Diagram Jalur Model Struktural
Tabel 1. Analisis Uji Validitas Konstrak
Konstrak
Indikator
Loading Factor
Uji T
Keterangan
Karakteristik Usia
Tidak signiikan Responden
Jenis Kelamin
Tidak signiikan Pendidikan Orang Tua
Signiikan Pendapatan Orang Tua
Tidak signiikan Resiliensi
Individual Factor (Personal skill, Social
Signiikan Support, Peer Support ) Hubungan dengan Primary Care
Signiikan Konteks Spritual, Education, Kultur
Signiikan PTSD (Post
Signiikan Traumatic Stress
Tidak signiikan Dissorder )
Tabel 2. Analisis Uji Hipotesis
Hubungan antar variabel
Coefisien Path
Uji T
Keterangan
Karakteristik responden terhadap Resiliensi
Signiikan Karakteristik responden terhadap PTSD
Signiikan Resiliensi terhadap PTSD
Sedangkan indikator yang signiikan meliputi indikator re-experiencing dan indikator hyperarousal.
Hasil Analisis Multivariat dengan Partial Least Hasil uji struktural model bertujuan mengetahui Square (PLS) pada hasil uji validitas konstrak didapatkan
hubungan antar variabel didapatkan bahwa karakteristik bahwa 6 indikator yang signifikan yang mempunyai
responden mempunyai pengaruh dengan resiliensi ( γ= T-statistik > 1,96. Hasil pengujian membuktikan bahwa
0,389, T= 1,97) dan karakteristik responden mempunyai pendidikan orang tua merupakan indikator konstrak yang
pengaruh dengan PTSD ( γ = 0,439, T= 1,976). Resiliensi terkuat dari variabel karakteristik responden. Sedangkan
mempunyai pengaruh signifikan dengan PTSD ( γ = hasil pengukuran variabel resiliensi menunjukkan bahwa
0,158, T= 2,10).
dari ke tiga indikator mempunyai T statistik > 1,96 yang berarti bahwa semua indikator dalam resiliensi signiikan dan indikator konteks spiritual, education dan kultur yang
PEMBAHASAN
merupakan indikator konstrak yang terkuat dari variabel resiliensi. Pada variabel PTSD didapatkan indikator re-
Karakteristik responden meliputi indikator jenis experiencing merupakan indikator konstrak yang terkuat.
kelamin, usia, pendidikan orang tua dan pendapatan
Jurnal Sain Med, Vol. 7. No. 2 Desember 2015: 41–45
orang tua. Hasil pengujian membuktikan bahwa tersebut diantaranya ketika mereka tidak dapat ke sekolah pendidikan orang tua merupakan indikator konstrak
karena harus tinggal di pengungsian dan kehilangan yang terkuat dari variabel karakteristik responden.
waktu bermain mereka Hal ini bisa menjadi stressor Berdasarkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa
yang kemudian menjadi stimuli yang mengaktivasi karakteristik responden mempunyai pengaruh signiikan
proses resiliensi pada anak. Bencana alam tersebut terhadap resiliensi. Resiliensi adalah sebuah proses atau
bisa menginisiasi berbagai macam gangguan seperti hasil adaptasi positif yang merupakan hasil interaksi
distress, disorder dan health risk behaviour. Apabila hal antara individu dan lingkungan eksternalnya. Lingkungan
tersebut tidak mendapatkan perhatian akan menyebabkan eksternal yang paling mendukung dalam perkembangan
timbulnya PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). 1 anak adalah keluarga atau orang tua. Keluarga mampu
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa membentuk anak dalam memberikan respon adaptif
variabel PTSD berhubungan dengan karakteristik terhadap stressor. Dukungan sosial dari keluarga, teman
responden dan berpengaruh signifikan terhadap dan agama merupakan faktor protektif yang dapat
resiliensi. Indikator yang signiikan dalam PTSD adalah mencegah munculnya dampak negatif. 9
Re-experiencing dan Hyperarousal. Re-experiencing menunjukkan pendidikan orang tua mempunyai validitas
Hasil penelitian
merupakan munculnya gejala yang mengganggu seperti konstrak terkuat dari faktor keluarga. Pendidikan orang
berulang, kenangan tak sadar, mimpi menyedihkan, atau tua mempunyai pengaruh dalam pembentukan respon
kilas balik peristiwa traumatik. Sedangkan hyperarousal adaptif seorang anak terhadap stressor. Orang tua mampu
merupakan suatu gejala peningkatan arousal yang menjadi role model anak dalam penyelesaikan konlik/
persisten sebagaimana diindikasikan oleh dua hal (atau masalah sehingga dapat dicontoh oleh anak. Penyelesaian
lebih) yaitu kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur; masalah yang adaptif membentuk resiliensi yang baik
mudah tersinggung atau marah meledak-ledak; sulit pada anak.
konsentrasi; kewaspadaan yang teralu tinggi dan respon Berdasarkan Tabel 1, didapatkan 3 indikator yaitu
kejut yang berlebihan.
faktor individual, hubungan dengan primary care, dan PTSD merupakan sindrom yang dialami oleh konteks spiritual, education serta kultur. Pada faktor
seseorang yang mengalami kejadian yang traumatis individual meliputi 3 faktor yaitu individual personal
dan individu tersebut tidak mampu menghilangkan skill, individual peer support dan social skills. Ketiga
ingatan akan kejadian tersebut dari pikirannya. 13 PTSD faktor tersebut sangat penting dalam membentuk resiliensi
kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun- seorang anak. Mayoritas usia responden dalam penelitian
tahun atau sampai beberapa dekade dan mungkin baru ini adalah usia 10 dan 11 tahun. Usia ini merupakan tahap
muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya early adolescence yang meliputi perkembangan pubertas.
pemaparan terhadap peristiwa traumatis. Pada anak Pada masa early adolescence merupakan masa peralihan
usia sekolah respon psikologis yang mungkin mucul dari anak-anak ke dewasa dimana individu dihadapkan
setelah terpapar bencana adalah gangguan pikiran pada kebutuhan untuk menemukan jati diri. Permulaan
tentang kejadian, sulit tertidur, mimpi buruk di malam usia remaja, individu juga mengalami perubahan sosial
hari, mudah terjaga, respons kaget berlebihan, luapan yang akan mempengaruhi perkembanagan psikososial
kemarahan, dan kesulitan berkonsetrasi. Bila gejala ini individu tersebut. 10 Indikator hubungan dengan Primary
tidak diketahui dan ditangani sejak awal, maka dapat Care juga berpengaruh signifikan terhadap resiliensi
mengancam kesehatan mental dan proses pembentukan dimana merupakan bagian dari faktor protektif eksternal.
kepribadian anak.
Adanya pelayanan kesehatan yang maksimal akan Resiliensi dan PTSD merupakan aspek psikologis menyebabkan anak usia sekolah mendapatkan kualitas
yang sangat diperlukan peran perawat didalamnya. kesehatan yang baik apabila mengalami permasalahan
Pemahaman akan pentingnya gambaran tentang resiliensi kesehatan. Indikator spiritual, edukasi dan kultur juga
dan PTSD pada anak usia sekolah pasca bencana/ berpengaruh signiikan dalam resiliensi. Resiliensi juga
disaster merupakan salah satu komponen yang harus dipengaruhi faktor spiritual atau agama karena agama
dipahami oleh perawat agar bisa memberikan psychology juga merupakan faktor protektif eksternal. Faktor budaya
care sebagai salah satu poin dalam disaster nursing memberikan pengaruh dalam perkembangan resiliensi
competency . Disaster nursing competency merupakan individu. Pemahaman yang mendalam mengenai faktor
hal yang belakang ini menjadi trend dalam keperawatan budaya yang dianut pada daerah terkena bencana dapat
di Indonesia karena letak posisi Indonesia yang penuh meningkatkan semangat pada korban bencana. 11 dengan gunung berapi sehingga mempunyai peluang
Indonesia termasuk dalam negara yang sering
terjadi bencana alam.
terjadi bencana alam dan semakin banyak populasi Komponen dari disaster nursing competencies
meliputi 4 kompetensi yaitu Kompetensi pencegahan/ dampak bencana yang semakin bertambah, diperlukan
yang terkena bencana setiap tahunnya. 12 Frekuensi dan
mitigasi, kompetensi pencegahan, kompetensi respon kemampuan bangkit kembali dari individu tersebut.
dan kompetensi rehabilitasi/recovery. Kompetensi respon Anak-anak lebih rentan menerima dampak kejadian
meliputi perawatan terhadap komunitas, perawatan traumatis dibandingkan oleh orang dewasa. Dampak
Nuari dan Sari: Model Peningkatan Resiliensi Anak Usia Sekolah
perawatan terhadap kelompok yang rentan/berkebutuhan promosi kesehatan dengan menerapkan strategi khusus. 4
Psychological Care dan mengidentifikasi tumbuh Salah satu kompetensi yang sangat penting dilakukan
kembang anak sekolah di daerah rawan bencana sebagai dalam perawatan disaster adalah melakukan perawatan
upaya preventif sebelum terjadi bencana dan sebagai psikologis (Psychological Care) agar tidak mengalami
upaya rehabilitatif pasca bencana. Upaya promotif gangguan jiwa. Peran perawat pada tahap tanggap
terhadap resiliensi anak usia sekolah perlu dukungan dari darurat menyediakan perawatan kesehatan baik isik dan
berbagai faktor yaitu dengan meningkatkan keterlibatan mental. Perawatan disediakan dalam berbagai pengaturan
orang tua dan lingkungan eksternal karena merupakan dalam kondisi bencana yang membutuhkan perawat
faktor yang berpengaruh signiikan dalam peningkatan berpengetahuan, terampil dan kreatif. Perawat harus
resiliensi anak sekolah sehingga mampu menurunkan melakukan koordinasi perawatan, menentukan apakah
gejala PTSD pada anak. Penelitian lebih lanjut dapat standar pelayanan harus diubah, membuat rujukan yang
dilakukan dengan menerapkan suatu intervensi tertentu tepat, triase, penilaian, pengendalian infeksi dan evaluasi.
untuk meningkatkan resiliensi pada anak usia sekolah. Perawat disaster juga perlu mengidentiikasi individu dengan penyakit kronis atau cacat. Kejadian PTSD/Post Traumatic Stress Disorder , depresi dan kecemasan sering
KEPUSTAKAAN
terlihat setelah terjadinya bencana. Perawat harus terus memantau korban untuk tanda-tanda masalah kesehatan
1. Vijaya Kumar & Thara, R. Psychological Interventions After
mental, harus memberikan perawatan dan harus Tsunami in Tamil Nadu India. International Review of Psychiatric.
membuat rujukan yang diperlukan. Kompetensi perawat
2. Wagnild & Young. Development and Psychometric Evaluation Of
sangat penting untuk mengenal resiliensi korban untuk
The Resilliance Scale. Journal Of Nursing Maesurement. 1999.
mencegah adanya PTSD.
3. Afrianti, Mariza. Gambaran Tingkat Distres Psikologis Satu
Tahun Pasca Trauma Healing Akibat Gempa Bumi Pada Siswa Kelas Iii, Iv, Dan V SDN 02 Terandam Kecamatan Padang Timur
Kota Padang Tahun 2011. Skripsi. Tidak Diterbitkan, Fakultas SIMPULAN DAN SARAN Keperawatan Universitas Andalas Padang. 2011.
4. ICN. ICN Framework of Disaster Nursing Competency. WHO
Simpulan
and International Council Of Nurses. 2009. 5. Sugiyono. Statistika untuk penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan
yang didapat adalah sebagai berikut: Hasil penelitian
6. Resilience Research Centre. The Child And Youth Ressilience
menunjukkan karakteristik responden berpengaruh
Measure-28: User Manual Halifax. NS: Ressilience Research centre:
terhadap resiliensi dan munculnya PTSD anak usia Dalhousie University. 2009.
7. Saryono. Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan.Bantul: Nuha
sekolah. Resiliensi anak usia sekolah dapat dikembangkan
Medika. 2011.
melalui komponen faktor individu, hubungan dengan
8. Ghozali, Imam.. Struktural Equation Modeling Dengan Program
primary Care, dan konteks spiritual, pendidikan dan
LISREL 8.54, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2005.
kultur. Resiliensi pada anak usia sekolah mempunyai 9. Ahn, E.S. A Study of Risk Factors, Protective Factors, and
Resilience Among College Students. A thesis submitted to
hubungan yang signifikan dengan PTSD. Komponen
the Faculty Of Emory College of Arts and sciences Of Emory
PTSD yang mempunyai hubungan signifikan pada
University,Departement Of Sociology. 2011.
indikator Re-experiencing dan Hyperarousal. Resiliensi
10. Santrock,J.W. Adolescence (7th ed).USA: McGraw-Hill Companies
dan PTSD merupakan aspek psikologis yang sangat Inc. 1998.
11. Chandra,V., Pandav,R., & Bhugra,D. Mental health and Psychosocial
diperlukan peran perawat didalamnya sebagai bagian dari
support After The Tsunami: Observations Across Affected
disaster nursing competency.
Nations. International Review Of Psychiatry. 2006. 12. Doocy,S., Gorokhovich,Y., Burnham,G., Balk,D,. & Robinson,C.
Saran Tsunami Mortality Estimates And Vulnerability Mapping in
Aceh, Indonesia. American Journal Of Public Health. 2007.
Pengembangan model peningkatan resiliensi anak
13. Erwina, Ira. Pengaruh Cognitive Behavior Therapy Terhadap
usia sekolah di daerah rawan bencana dapat dilakukan
Post-Traumatic Stress Disorder Pada Penduduk Pasca Gempa di
oleh perawat dengan melakukan pendidikan dan Kelurahan Air Tawar Barat Kecamatan Padang Utara Propinsi
Sumatera Barat. Tesis. Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Keperawatan
promosi kesehatan sebagai bagian dari disaster nursing
Universitas Indonesia, Depok. 2010.
competencie. Perawat dapat meningkatkan program
Gambaran Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum (Pondok Induk) Tambakberas Jombang
(The Description of Many Factors That Causes Scabies in Student at Bahrul Ulum Islamic Boarding School Tambakberas Jombang)
Vendi Eko Kurniawan
STIKES Bahrul Ulum Jombang
ABSTRAK
Di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum prevalensi penyakit skabies cenderung terjadi pada siswa SLTP. Perpindahan penyakit skabies antar penderita dapat berlangsung melalui kontak langsung antar kulit yaitu dengan adanya kepadatan hunian yang menyebabkan penularan penyakit skabies berkembang semakin cepat, melalui pakaian yang digunakan bersama dan alat mandi yang tidak terpisah, penyakit skabies dapat berkembang dengan cepat karena higiene perorangan yang buruk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kejadian skabies pada santri di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang. Penelitian Deskriptif ini dilaksanakan pada tanggal 08 Juni 2014. Jumlah populasi 250 santri, menggunakan tehnik simple random sampling dengan jumlah sampel 95 responden. Alat ukur penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian didapatkan bahwa frekuensi berdasarkan tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 78 orang (82%), pada tingkat sosial ekonomi yang mampu sebanyak 85 orang (89%), sedangkan pada kepadatan hunian yang tidak padat sebanyak 77 orang (81%), dan pada higiene perorangan yang buruk sebanyak 83 orang (87%). Dengan terjadinya higiene perorangan yang buruk hendaknya meningkatkan kebersihan diri misalnya mandi secara rutin di air pancuran, tidak bergantian sabun maupun handuk dengan sesama teman, sering menjemur pakaian maupun sprai untuk meminimalkan penularan penyakit skabies.
Kata kunci: Pengetahuan, Skabies, Santri
ABSTRACT
The boarding school students in Bahrul ‘Ulum prevalence of scabies disease tends to occur in junior high school students. Tranfers of disease between patients with scabies can take place through direct contact between the skin with the population density which lead to the transmission of scabies disease develops more rapidly, through the clothing and equipment in use with no separate bathroom, disease scabies can berk. Purpose of this study was to determine the factors that cause the occurrence of scabies in the boarding school students in Bahrul ‘Ulum (lodge master) Tambakberas Jombang. This descriptive study performed on the 8 th of june 2014. Total population of 250 students, using simple random sampling technique with less of 95 respondents. Research using questionnaires measuring instrument. Get the results of research of the frequency based on the level of knowledge that a good many as 78 people (82%), the socioeconomic level that is capable of as many as 85 people (89%), whereas in densely populated residential density by 77 people (81%), and the poor personal hygiene as many as 83 people (87%). The occurrence of poor personal hygiene should improve personal hygiene such as regular bathing in water showers, no soap or towels alternately with their peers, as well as spray drying clothes frequently to minimize the transmission of desease scabies.
Key words: knowledge, scabies, students
PENDAHULUAN
skabies dalam masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 2004 adalah 40,78% (Depkes, 2004). Sedangkan
Skabies merupakan penyakit infeksi kulit yang telah data dari Puskesmas Tambakrejo, pada siswa MTSN ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia
tambakberas pada tanggal 11-14 November 2013 pada dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa
siswa sebanyak 854, didapatkan hasil yang menderita negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar
skabies sebanyak 74 siswa atau 9,06% (Puskesmas antara 6 - 27% dari populasi umum dan insidens tertinggi
Tambakrejo, 2013). Skabies tidak hanya menyerang terdapat pada anak usia sekolah dan remaja (Tabri, 2005).
daerah luar saja. Survei yang dilakukan peneliti pada Di Indonesia Prevalensi penyakit skabies adalah sekitar
tanggal 08 November 2013 tepatnya di pondok pesantren 28% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi
Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang, pada anak dan remaja. Berdasarkan data dari Departemen
bahwa dari 250 jumlah santri, 50% dari jumlah santri Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit
ada yang mempunyai riwayat penyakit skabies, ada juga
Kurniawan: Gambaran Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kejadian Skabies
sebagian santri yang sedang menderita penyakit skabies, dan pada santri ada juga yang sedang menderita penyakit
skabies serta mempunyai riwayat penyakit tersebut. D ari
hasil wawancara terhadap 10 santri didapatkan (70%) dari
10 santri mengatakan sedang menderita penyakit skabies karena faktor higiene yang buruk seperti tukar handuk atau tukar pakaian dengan sesama teman. Sedangkan (30%) dari 10 santri mengatakan menderita penyakit ini karena faktor kepadatan penghuni yang tinggi yaitu seperti tidur bersama dalam 1 kamar dengan berhimpitan (PP Bahrul ‘Ulum, 2013).
Transmisi atau perpindahan skabies antar penderita dapat berlangsung melalui kontak langsung dari orang ke orang dengan akrab dan erat serta kontak kulit yang cukup lama. Hal ini dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, terutama anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian yang digunakan bersama atau alat mandi yang tidak terpisah (Tabri, 2005). Kepadatan penghuni yang tinggi, keadaan seperti ini juga bisa terjadi penularan penyakit skabies, karena tidur dengan berhimpitan bisa terjadi kontak langsung penularan penyakit skabies. Tingkat higiene yang buruk, perilaku seperti ini juga bisa menjadi penyebab kejadian skabies, kebanyakan santri kurang bisa menjaga kebersihan diri, banyak santri yang sering bergantian dalam memakai handuk maupun baju dengan sesama teman. Seseorang yang terinfestasi tungau skabies akan mengalami gatal-gatal yang serius, menggaruk-garuk bagian yang terserang. Biasanya akan timbul bintik- bintik. Meski hanya beberapa tungau yang menginfestasi tubuh. Biasanya bintik-bintik ini berkembang ke seluruh bagian tubuh (Sembel, 2009). Penyakit kulit skabies akan cepat menular pada semua santri dan kejadian skabies pada santri tidak akan berhenti kalau tidak segera diatasi. Untuk mengatasi itu semua bisa diatasi dengan mengadakan suatu penyuluhan pada santri tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian skabies di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian skabies pada santri di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang.
MATERI Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
Sarcoptes scabiei var hominis yang menjadikan iritasi kulit oleh karena parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal dan merusakkan kulit penderita (Soedarto, 1996). Deinisi skabies juga banyak diungkapkan oleh berbagai sumber. Soedarto (2009), menyebutkan bahwa skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei
tungau (mite) berukuran kecil yang hidup di dalam kulit penderita. Tungau ini berukuran antara 200-450 mikron, berbentuk lonjong, bagian dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih. Sedangkan menurut Tabri (2005) skabies merupakan erupsi kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi oleh kutu sarcoptes scabiei var, hominis dan bermanifestasi sebagai lesi popular, pustule, vesikel, kadang-kadang erosi serta krusta, dan terowongan berwarna abu-abu yang disertai keluhan subyektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah celah dan lipatan. Sarcoptes scabiei juga dikenal dengan nama tungau gatal-gatal manusia (human itch mite) menginvasi kulit manusia dan hewan dan menyebabkan kudis sarkoptik atau skabies (Sembel, 2009). Sedangkan menurut Derber 1997 dalam Fakultas kedokteran UI, (1994). Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Skabies adalah epidermis oleh kutu sarcoptes scabiei , yang ditandai oleh adanya terowongan (“borrow”) intraepidermal, pruritus hebat dan infeksi sekunder (Medical News-Tribune Ltd, 2000).
Skabies telah tersebar di seluruh dunia terutama pada daerah beriklim tropis dan sub tropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, meskipun demikian gambaran akurat insidensnya sulit ditentukan dengan pasti oleh karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain: Sosial ekonomi yang rendah, tingkat higiene yang buruk, kepadatan penghuni yang tinggi, kurangnya pengetahuan, kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan skabies. Transmisi atau perpindahan skabies antar penderita akan berlangsung melalui kontak langsung dari orang ke orang dengan akrab dan erat serta kontak kulit yang cukup lama. Hal ini dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, terutama anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian yang digunakan bersama atau alat mandi yang tidak terpisah (Tabri, 2005). Sedangkan menurut sumber dari buku Fakultas Kedokteran UI (1994), Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemic skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (penyakit akibat hubungan seksual). Transmisi penyakit ini ada dua cara yaitu dengan kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Sedangkan kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain. Penularannya biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang- kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula sarcoptes scabiei
Jurnal Sain Med, Vol. 7. No. 2 Desember 2015: 46–51
manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara
(5) Kuretasi terowongan
binatang peliharaan misalnya anjing. Penyakit ini banyak Kuretasi superfisial sepanjang sumbu terowongan menyerang anak-anak, walaupun orang dewasa dapat
atau pada puncak papul, lalu kerokan diperiksa pula terkena. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin
dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. frekuensi penyakit ini sama pada pria dan wanita. Faktor-
Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak, dan pasien faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini antara
nonkooperatif.
lain: faktor bangsa atau ras, yaitu terkena pada semua
(6) Tetrasiklin topikal
bangsa. Faktor penularan, dapat langsung maupun tidak Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan langsung melalui pakaian, tempat tidur dan alat-alat
yang dicurigai, setelah 5 menit dikeringkan dengan tidur, handuk, dan lain-lain. Faktor lingkungan, seperti
menggunakan isopropil alkohol. Tetrasiklin akan populasi yang padat pada suatu tempat mempermudah
berpenetrasi ke dalam kulit melalui kerusakan stratum penularan penyakit. Faktor daerah, seperti daerah yang
korneum sehingga terowongan akan tampak dengan kumuh, dengan kebersihan dan higiene yang buruk
penyinaran lampu wood sebagai garis lurus berwarna mempermudah penularan (Siregar, 1996).
kuning kehijauan.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan adanya
(7) Apusan kulit
riwayat gatal pada malam hari yang menyebabkan anak Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian dengan tampak lelah dan lesu serta kurang tidur, distribusi lesi
gerakan cepat selotip diletakkan pada lesi dan yang khas, riwayat gatal/lesi yang sama pada anggota
diangkat. Selotip lalu diletakkan di atas gelas objek (6 keluarga lain, serta gejala cepat hilang setelah pemberian
buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek), dan obat antiskabies. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
diperiksa di bawah mikroskop. ditemukannya tungau pada pemeriksaan mikroskopis
(8) Menggunakan epiluminescence dermatoscopy yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
Teknik ini memeriksa kulit secara rinci mulai (1) Kerokan kulit
dari lapisan atas sampai ke papila dermis. Hasil Minyak mineral diteteskan diatas papul atau
pemeriksaan dapat diketahui dalam beberapa menit. terowongan baru yang masih utuh, kemudian dikerok
Cara ini khusus digunakan pada anak-anak, orang tua, dengan menggunakan skalpel steril untuk mengangkat
dan pasien imunodeisiensi (Tabri, 2005). atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak
METODE PENELITIAN
tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-
desain yang digunakan pada penelitian ini adalah anak atau pasien yang tidak kooperatif.
penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan Faktor-Faktor (2) Mengambil tungau dengan jarum
yang Menyebabkan Kejadian Skabies di Pesantren Bahrul Jarum dimasukkan kedalam terowongan pada bagian
‘Ulum (pondok induk) Tambakberas, Jombang. yang gelap, lalu digerakkan secara tangensial. Tungau
Tempat penelitian di pondok pesantren Bahrul akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang, yang keluar.
dilaksanakan pada tanggal 08 Juni 2014. Populasi (3) Epidermal shave biopsi
adalah semua santri yang sedang menderita dan pernah Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada
menderita skabies di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum sela jari antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan
(pondok induk) Tambakberas Jombang dengan jumlah hati-hati diiris pada puncak lesi dengan skapel no.
125 orang. Sampel penelitiannya adalah sebagian santri
16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. yang menderita skabies dan yang pernah menderita Biopsi dilakukan sangat superisial sehingga tidak
skabies di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anastesi.
induk) Tambakberas Jombang dengan jumlah 95 orang. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek,
Dalam penentuan besar sampel yaitu dengan cara: lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah
jika besar populasi <1000, maka: mikroskop. (4) Tes tinta Burrow
Keterangan: Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian
n=
1 + N (d)²
n = Jumlah sampel segera dihapus dengan alkohol. Jejak terowongan
akan tampak sebagai garis yang karakteristik
N = Jumlahpopulasi berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes
d = Tingkat signiikansi (p)
ini mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak
dan pasien nonkooperatif.
1 + 0,3125 = 95 (Jumlah Sampel)
(Nursalam, 2003: 96)
Kurniawan: Gambaran Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kejadian Skabies
Tabel 1. Tabel Deinisi Operasional Variabel
No Variabel
Definisi operasional
Parameter
Alat ukur
Skor
1. Faktor-faktor yang Faktor-faktor atau keadaan
Indikator faktor-faktor yang
menyebabkan yang dapat mengganggu atau
menyebabkan kejadian skabies: U
E Jawaban pada santri
kejadian skabies menyebabkan kejadian skabies
1. faktor pengetahuan
pada santri
Benar: 1 I Salah: 0
ON
Kategori: E Baik: 76-100%
Cukup: 56-75% Kurang: <56%
2. faktor sosial ekonomi
Skor Ya: 1 Tidak: 0 Kategori: Mampu: (3-5) Tidak mampu: (0-2)
3. faktor kepadatan hunian
Skor Ya: 1 Tidak: 0 Kategori: -Padat -Tidak padat
4. faktor higiene perorangan
Skor Ya: 1 Tidak: 0 Kategori: Baik: (10) Buruk: (0)
Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 95 ini adalah tehnik simple random sampling yaitu tehnik
responden, hampir seluruh responden memiliki tingkat penentuan sampel dengan cara pengambilan anggota
pengetahuan baik yaitu sebanyak 78 responden (82%). sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (sugiyono, 2008:64)
Tabel 3. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan sosial ekonomi di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas HASIL PENELITIAN Jombang pada tanggal 08 Juni 2014.
No
Kategori
Frekuensi/N Persentase/%
Klasiikasi Responden Berdasarkan Pengetahuan
85 89 Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden
1. Mampu
10 11 berdasarkan pengetahuan di pondok pesantren
2. Tidak Mampu
95 100 Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas
Jumlah
Sumber: Data Primer, 2014
Jombang pada tanggal 08 Juni 2014.
No Kategori
Frekuensi/N
Persentase/%
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari
95 responden, hampir seluruh responden memiliki sosial 1. Baik
78 82 ekonomi mampu yaitu sebanyak 85 responden (89%). 2. Cukup
Sumber: Data Primer, 2014
50 Jurnal Sain Med, Vol. 7. No. 2 Desember 2015: 46–51
Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kepadatan hunian di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang pada tanggal 08 Juni 2014.
No Kategori
Frekuensi/N
2. Tidak Padat
Sumber: Data Primer, 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari
95 responden, hampir seluruh responden memiliki tempat tinggal yang tidak padat yaitu sebanyak 77 responden (81%).
Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan higiene perorangan di pondok pesantren Bahrul ‘Ulum (pondok induk) Tambakberas Jombang pada tanggal 08 Juni 2014.
No Kategori
Frekuensi/N
Sumber: Data Primer, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 95 responden, hampir seluruh responden memiliki higiene perorangan buruk yaitu sebanyak 83 responden (87%).
PEMBAHASAN
Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian dan teori diatas dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan yang baik tidak dapat mempengaruhi kejadian penyakit skabies, tingkat pendidikan seorang yang rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula, kebanyakan santri sering mendapatkan informasi dari sekolah maupun teman tentang penyakit skabies, seperti fakta yang didapatkan dari tingkat pendidikan SLTP berpengetahuan baik. Sedangkan berdasarkan informasi yang di peroleh santri tentang penyakit skabies baik dari pendidikan formal maupun non formal seperti dari guru, teman maupun petugas kesehatan dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan peningkatan pengetahuan tentang penyakit skabies. Sedangkan Sosial budaya yaitu kebiasan tradisi yang dilakukan orang-orang tentang kebiasaan kebersihan diri maupun lingkungan seperti berapa kali dalam ganti baju, mandi maupun mencuci pakaian apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan