RISIKO LIKUIDITAS PADA BANK BPR DI INDON (4)

RISIKO LIKUIDITAS PADA BANK BPR DI INDONESIA 2015-2016

Simanjuntak ,Johannes

Universitas Trilogi

A. Latar belakang masalah
Dalam pengembangan ekonomi sekarang ditemui banyak metode-metode dalam pengelolaan
likuiditas pada lembaga keuangan. Baik itu bank maupun non bank.
Pengaruh pengelolaan likuiditas dapat berpengaruh pada perkembangan lembaga tersebut.
Seperti krisis di sektor keuangan yang terjadi saat ini telah salah satu dampak dari imbas ketidak
becusanya lembaga dalam menangani masalah aliran sumber dananya. Dan pengarunya secara
luas, terlihat pada perkembangan pasar surat-surat berharga, pada sektor perbankan dan lebih
jauh lagi pada sektor riil.
Di sisi lain, di tengah ketatnya likuiditas global, Bank Indonesia memberikan insentif bagi dunia
usaha dengan menurunkan angka Giro Wajib Minimum sehingga meningkatkan likuiditas di
kalangan perbankan. Namun dengan mengambil salah satu contoh mengenai pengetatan aturan
main Letter of Credit, dunia perbankan tampaknya masih berhati-hati dalam memanfaatkan
longgarnya likuiditas tersebut.
Dari gambaran tersebut, terlihat bahwa kebijakan otoritas moneter dan juga gejolak
perekonomian global maupun nasional berpengaruh terhadap kebijakan internal kalangan

perbankan dimana tujuannya adalah untuk menjaga kelangsungan hidup industri perbankan itu
sendiri

B.Tujuan Penulisan

a.

Untuk menjelaskan pengertian risiko likuiditas

b. Untuk menjelaskan tujuan dan manfaat risiko likuiditas
c.

Untuk menjelaskan jenis – jenis risiko likuiditas

d. Untuk menjelaskan hasil pengukuran.

C. Isi Pembahasan
Tanggal 3 November 2015 Otoritas Jasa Keuangan telah menetapkan Peraturan nomor
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Rakyat, yang
diundangkan pada tanggal 12 November 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Dengan

demikian ketentuan penerapan manajemen risiko telah resmi diberlakukan sejak tanggal 12
November 2015.
Penerapan manajemen risiko merupakan salah satu upaya memperkuat kelembagaan dan
meningkatkan reputasi industri Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan arah kebijakan
pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Persaingan bisnis yang semakin ketat dan
meningkatnya aktivitas bisnis yang makin kompleks tentu saja tingkat potensi risiko yang
dihadapi oleh perbankan, khususnya BPR juga semakin meningkat.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 13/POJK.03/2015 ini
diharapkan dapat menciptakan sektor keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
serta memiliki daya saing yang tinggi.
OJK mewajibkan semua BPR menerapkan manajemen risiko paling sedikit meliputi:
1. Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris.
2. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan limit yaitu:
1) kebijakan Manajemen Risiko;
2) prosedur Manajemen Risiko; dan
3) penetapan limit Risiko.

3. Kecukupan proses dan sistem yaitu:
1) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; dan
2) sistem informasi Manajemen Risiko.

4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Mengingat volume usaha BPR sangat bervariasi dan keterbatasan jumlah SDM, maka OJK
membolehkan BPR menerapkan manajemen risiko yang disesuaikan dengan kecukupan modal
dan volume usahanya.


BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 50 miliar, wajib menerapkan menajemen
risiko dengan cakupan:

a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas;
e. Risiko reputasi; dan
f. Risiko stratejik.
Apabila aset BPR kurang dari Rp 300 miliar dan memiliki kurang dari 10 kantor cabang dan
tidak melalukan kegiatan sebagai penerbit kartu ATM atau kartu Debit, maka wajib paling
sedikit menerapkan manajemen risiko dengan cakupan:
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;

c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas.


BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 15 miliar namun kurang dari Rp 50
miliar diwajibkan menerapkan manajemen risiko dengan cakupan:

a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;

c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas.
Apabila BPR memiliki aset paling sedikit Rp 300 miliar dan memenuhi kriteria
– memiliki paling sedikit 10 kantor cabang, dan.atau
– melakukan kegiatan sebagai penerbit kartu ATM atau kartu Debit
maka wajib paling sedikit menerapkan manajemen risiko berikut:
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas;

e. Risiko reputasi; dan
f. Risiko stratejik.


BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp. 15 miliar diwajibkan menerapkan
manajemen risiko dengan cakupuan:

a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan.

PROSES MANAJEMEN RISIKO
Proses manajemen risiko meliputi:
1. identifikasi
2. pengukuran
3. pemantauan
4. pengendalian

Supaya proses manajemen risiko dapat berjalan dengan baik, maka wajib didukung oleh:





sistem informasi manajemen yang memadai; dan
laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan BPR, kinerja aktivitas
fungsional dan eksposur Risiko BPR.

Identifikasi Risiko
Proses identifikasi risiko paling sedikit dilakukan dengan cara analisis terhadap:
a. karakteristik Risiko yang melekat pada BPR; dan
b. Risiko dari kegiatan usaha, produk, dan layanan BPR.
Pengukuran Risiko
Proses pengukuran risiko dilakukan dengan:
1. evaluasi terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk
mengukur Risiko; dan
2. penyesuaian terhadap proses pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan yang bersifat
material pada kegiatan pelayanan BPR, produk, dan faktor Risiko.
Pemantauan Risiko
Pemantauan risiko meliputi:
1. evaluasi terhadap eksposur Risiko; dan

2. penyesuaian proses pelaporan apabila terdapat perubahan yang bersifat material pada
kegiatan usaha BPR, produk, faktor Risiko, teknologi informasi, dan sistem informasi
Manajemen Risiko.
Pengendalian Risiko
Setelah dilakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan, maka pengendalian risiko
merupakan langkah-langkah antisipasi terhadap terjadi risiko-risiko bagi BPR.

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO
Dalam rangka penerapan manajemen risiko, BPR harus memiliki sistem informasi yang paling
sedikit dapat menghasilkan laporan dan informasi:
1. eksposur Risiko;
2. kepatuhan terhadap kebijakan Manajemen Risiko
3. kepatuhan terhadap prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko; dan
4. realisasi penerapan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

SISTEM PENGENDALIAN INTERN
BPR wajib melaksanakan sistem pengendalian intern yang menyeluruh secara efektif terhadap
pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi BPR yang mampu
mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi, secara tepat waktu.


RENCANA TINDAK MANAJEMEN RISIKO – 30-06-2016
Untuk pelaksanaan pertama kalinya, BPR diwajibkan menyusun Rencana Tindak (Action Plan)
dan menyampaikannya kepada OJK selambat-lambatnya 30 Juni 2016. Di dalam penyusunan
rencana tindak tentu harus memperhatikan batas waktu pembentukan Komite Manajemen Risiko,
Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Pejabat Eksekutif.Batas waktu penyelesaian rencana tindak
tersebut diatur sbb:




30 Juni 2018 untuk BPR yg memiliki modal inti paling kurang Rp. 50 miliar
30 Juni 2019 untuk BPR yg memiliki modal inti kurang dari Rp. 50 miliar

D. Kesimpulan
Setiap jenis usaha pasti memiliki berbagai jenis resiko, tak terkecuali pada jenis usaha
perbankan syariah. Salah satu resiko yang dihadapi oleh dunia perbankan adalah jenis resiko
likuiditas. Resiko ini mengharuskan bank untuk bisa mengelola aset-asetnya dan mengontrol
jumlah asset yang likuid guna memenuhi kewajiban bank, dalam menghadapi resiko likuiditaas
bank memiliki manajemen tersendiri, proses manajemen resiko likuiditas yang baik bank harus
dimulai dari tahapan mengukur likuiditas sampai dengan tahap mitigasi serta diakhiri dengan

berbagai strategi guna mengelola likuiditas pada bank islam.
Manajemen resiko likuiditas sangat diperlukan bagi keberlangsungan sebuah bank,
kurangnya likuiditas pada bank tentu akan menggagu stabilitas kas pada sebuah bank, akan tetapi
likuiditas yang berlebihan juga tidak baik bagi sebuah bank, karena dengan banyaknya asset
yang dicadangkan maka akan mengurangi profitabilitas bank tersebut. Maka dengan manajemen
resiko likuiditas bank akan bisa memenuhi kewajibannya tanpa harus mencadangkan banyak
aseetnya, sehingga profitabilitas bank bisa tetap terjaga.

E.Daftar Pustaka

Kizman, Z5 Shintabelle Restiyanita, M. The Validity of Capital Assets Pricing Model(CAPM)
And Arbitrage Pricing Theory(APT) in predicting the Return of stocksnin Indonesia Stock
Exchange.American Journal of Economic,Finance and Management Vol 1, No. 3, 2015.pp.
184-189

Kasmir,2000,Manajemenm Perbankan,Edisi1,PT Raja Grafindo Perkasa,Jakarta

Zinsari, 2016 Berlakunya bPenerapan Manajemen Resiko bagi BPR :
https://zinsari.wordpress.com/2016/02/17/berlakunya-ketentuan-penerapan-manajemen-risikobagi-bpr/ Diakses pada tanggal 12 Desember 2017
Javandy, Roy 2015 Resiko Likuiditas : http://royjavandy.blogspot.co.id/2015/05/resikolikuiditas.html Diakses pada tanggal 12 Desember 2017