Pengantar Bahasa Indonesia Untuk Mahasis

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA Muchammad Djarot, M.Pd

Pengantar Bahasa Indonesia

(Untuk Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir)

Pengantar Bahasa Indonesia

(Untuk Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir)

All rights reserved @ 2018, Indonesia: Pontianak NISN: 148 x 210 mm|vi + 117 hlm.

Penulis:

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA Muchammad Djarot, M.Pd

Layout & Cover:

Adi Santoso

Diterbitkan oleh :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa pengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-ungangan yang berlalu.

Ketentuan Pidana Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja ataau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama

7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku yang berjudul Pengantar Bahasa Indonesia ( Untuk Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir) ini dapat diselesaikan. Buku ini sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam proses perkuliahan serta memberikan petunjuk praktis agar mahasiswa mendapatkan gambaran secara jelas mengenai Bahasa Indonesia.

Buku ini ditujukan untuk melengkapi kekurangan referensi mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir dalam mata kuliah Pengantar Bahasa Indonesia.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian buku perkuliahan ini. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku perkuliahan ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pontianak, 2018 Penulis

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar | iii Daftar Isi | iv

BAB I SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA | 1

A. Sejarah Bahasa Indonesia |1

B. Hakikat Kedudukan Bahasa Indonesia |5

1. Bahasa Persatuan |5

2. Bahasa Nasional |5

3. Bahasa Negara |6

4. Bahasa Baku |6

BAB II ARTI, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA | 8

A. Pengertian Bahasa |8

B. Fungsi Bahasa Indonesia |10

1. Fungsi Bahasa Indonesia Secara Umum |10

2. Fungsi Bahasa Indonesia Secara Khusus |15

C. Ragam Bahasa |18

BAB III EJAAN BAHASA INDONESIA | 28

A. Pengertian Pedoman Umum Ejaan Bahasa

iv

Indonesia (EBI) |28

B. Perbedaan dengan EYD dan EBI) |29

C. Ruang Lingkup Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) |29

1. Pemakaian Huruf 30

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring |36

3. Penulisan Kata |48

4. Pemakaian Tanda Baca |67

5. Penulisan Unsur Serapan |72

BAB IV PILIHAN KATA (DIKSI) | 75

A. Pengertian Diksi |75

B. Macam-Macam Diksi |75

C. Penggunaan Diksi dalam Ragam Bahasa Ilmiah dan Semi Ilmiah |79

BAB V KERANGKA KARANGAN | 86

A. Pengertian Kerangka Karangan |86

B. Fungsi atau Manfaat Kerangka Karangan |86

C. Cara Membuat Kerangka Karangan |87

BAB VI KUTIPAN | 93

A. Pengertian Kutipan |93

B. Manfaat Kutipan |94

C. Cara Mengutip |95

1. Kutipan Langsung |95

2. Kutipan Tidak Langsung |96

D. Kutipan mengacu pada APA Style (American Psychological Association) |98

BAB VII DAFTAR PUSTAKA DAN CATATAN KAKI | 103

A. Pengertian Daftar Pustaka |103

B. Catatan Kaki (foot note) |110

Daftar Pustaka | 116

vi

BAB I SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Bahasa Indonesia

B berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar

ahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, pemuda dari berbagai pelosok Nusantara

(1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal

18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang- Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna.

Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuno.

2 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa

4 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

B. Hakikat Kedudukan Bahasa Indonesia

1. Bahasa Persatuan

Bahasa persatuan adalah pemersatu suku bangsa, yaitu pemersatu suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA) bagi suku bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Fungsi pemersatu ini (heterogenitas/kebhinekaan) sudah dicanangkan dalam Sumpah Pemuda

28 Oktober 1928.

2. Bahasa Nasional

Bahasa Nasional adalah fungsi jati diri

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Bangsa Indonesia bila berkomunikasi pada dunia luar Indonesia. Fungsi bahasa nasional ini dirinci sebagai berikut:

a. Lambang kebanggaan kebangsaan Indonesia

b. Identitas nasional dimata internasional

c. Sarana hubungan antarwarga, antardaerah, dan antar budaya, dan

d. Pemersatu lapisan masyarakat: sosial, budaya, suku bangsa, dan bahasa.

3. Bahasa Negara

Bahasa negara adalah bahasa yang digunakan dalam administrasi negara untuk berbagai aktivitas dengan rincian berikut:

a. Fungsi bahasa sebagai administrasi kenegaraan,

b. Fungsi bahasa sebagai pengantar resmi belajar di sekolah dan perguruan tinggi,

c. Fungsi bahasa sebagai perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,

d. Fungsi bahasa sebagai bahasa resmi berkebudayaan dan ilmu teknologi (IPTEK).

4. Bahasa Baku

Bahasa baku (bahasa standar) merupakan bahasa yang digunakan dalam pertemuan

6 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 6 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

a. Pemersatu sosial, budaya, dan bahasa,

b. Penanda kepribadian bersuara dan berkomunikasi,

c. Penambah kewibawaan sebagai pejabat dan intelektual,

d. Penanda acuan ilmiah dan penuisan tulisan ilmiah.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

BAB II ARTI, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA

A. Pengertian Bahasa

B sama, berkomunikasi, dan mengidentiikasikan

ahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja

diri. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh angota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antarsesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.

Bahasa menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah suatu sistem tanda bunyi yang secara sukarela dipergunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,

berkomunikasi, dan mengidentiikasi diri.Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh

8 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 8 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1. Sistem lambang yang bermakna dan dapat

dipahami oleh masyarakat pemakainya.

2. Sistem lambang tersebut bersifat konvesional yang ditentukan oleh masyarakat pemakainya berdasarkan kesepakatan.

3. Lambang-lambang tersebut bersifat arbitrer (kesepakatan) digunakan secara berulang dan tetap.

4. Sistem lambang tersebut bersifat terbatas, tetapi produktif. Artinya, dengan sistem yang sederhana dan jumlah aturan yang terbatas dapat menghasilakan jumlah kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana yang tidak terbatas jumlahnya.

5. Sistem lambang bersifat unik, khas, dan tidak sama dengan lambang lain.

6. Sistem lambang dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat universal.

Semua bahasa sama rumitnya. Hal ini merupakan bagian dari kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memakai bahasa itu. Oleh karena itu, semua bahasa sama baiknya dengan bahasa yang lain dan tidak ada yang secara intrinsik lebih baik atau lebih buruk dari bahasa yang lain.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

B. Fungsi Bahasa Indonesia

1. Fungsi Bahasa Indonesia secara Umum

Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Fungsi bahasa adalah cara orang menggunakan bahasa mereka, atau bahasa-bahasa mereka bila mereka berbahasa lebih dari satu. Jika dinyatakan dalam pengertian yang lebih rapat yaitu orang melakukan sesuatu dengan bahasa mereka, yaitu dengan cara bertutur dan menulis, mendengarkan, dan membaca, mereka berharap dapat mencapai banyak sasaran dan tujuan.

Ada beberapa pengelompokan fungsi kebahasaan yang sudah dikenal misalnya, pengelompokan yang disampaikan oleh Malinowski, yang berkaitan dengan dengan kajiannya tentang situasi dan makna yang dirujuk pada awal pembicaraan. Malinowski (1923) mengelompokkan fungsi bahasa ke dalam dua kelompok besar, yaitu pragmatic dan magis. Sebagai seorang yang pakar antropologi, ia tertarik pada penggunaan bahasa yang praktis atau pragmatik di satu pihak, yang selanjutnya dibaginya lagi ke dalam

10 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 10 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Satu pengelompokkan yang sangat berbeda adalah pengelompokan yang dikemukakan oleh seorang psikolog Austria Karl Buhler (1934). Ia tertarik pada fungsi bahasa bukan dari sudut pandangan kebudayaan, tetapi dari sudut pandangan perseorangan. Buhler membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang terarah pada diri-sendiri, si pembicara. Bahasa konatif yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicara dan bahasa representasional yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainna-yaitu, apa saja selain si pembicara atau lawan bicara. Berikut merupakan fungsi bahasa secara umum.

a. Sebagai Sarana Komunikasi

Digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya, komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial. Manusia tidak dapat

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

b. Sebagai Sarana Integrasi dan Adaptasi

Bahasa indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara merupakan fungsi integratif. Indikator kedudukannya sebagai bahasa nasional.

1) Lambang nasional yang dapat memberikan kebanggaan jati diri pemakainya sebagai bangsa Indonesia

2) Lambang identitas nasional yang dapat dikenali oleh masyarakat

3) Alat pemersatu penduduk antar pulau diseluruh Indonesia

4) Alat komunikasi antardaerah dan antarbudaya

Indikator kedudukan sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai:

1) Bahasa dalam kegiatan resmi

2) Bahasa pengantar di sekolah

3) Alat komunikasi pada tingkat nasional

4) Alat pengembangan budaya

c. Sebagai Kontrol Sosial

Berfungsi untuk mengendalikan komunikasi

12 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 12 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

d. Sebagai Sarana Memahami Diri

Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan mengidentiikasi

kondisi dirinya terlebih dahulu.Pemahaman ini mencakup kemampuan isik, emosi,

kecerdasan dll.

e. Sebagai Sarana Ekspresi Diri

Dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai dengan tingkat yang kompleks. Ekspresi paling sederhana misalnya untuk menyatakan cinta, lapar, kecewa. Tingkat kompleks misalnya berupa pernyataan kemampuan mengerjakan proyek besar dalam bentuk proposal yang sulit dan rumit, menulis laporan, desain produk, dll.

f. Sebagai Sarana Memahami Orang Lain

Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakai bahasa dapat mengenali berbagai

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

g. Sebagai Sarana Mengamati Lingkungan Sekitar

Keberhasilan seseorang menggunakan kecerdasannya ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan situasi lingkungannya sehingga memperoleh berbagai kreativitas baru yang dapat memberikan berbagai keuntungan bagi dirinya dan masyarakat. Misalnya, Apa yang melatarbelakangi pengamatan, bagaimana masalahnya, bagaimana cara mengamati, tujuannya, hasilnya, kesimpulan.

h. Sebagai Sarana Berpikir Logis

Melalui proses berikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat yang harus dilakukan. Selain itu, perlu disadari bahwa bahasa bukan hanya sarana proses berpikir melainkan juga penghasil pemikiran, konsep, atau ide.

i. Mengembangkan Kecerdasan Ganda

14 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki beberapa kecerdasan sekaligus. Selain itu orang yang tekun mendalami bidang studinya secara seriu dimungkinkan memiliki kecerdasan yang produktif. Misal seorang ahli pemograman yang mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, mesin penerjemaah, dll.

j. Membangun Karakter

Kecerdasan merupakan bagian karakter dari manusia. Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya lebih baik.

2. Fungsi Bahasa Indonesia secara Khusus

a. Bahasa Nasional

Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari “Sumpah Pemuda” lebih tepatnya, dinyatakan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki fungsi- fungsi sebagai berikut.

1) Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional

Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

“Kami poetera dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.”

2) Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan

Bangsa Kedudukan kedua dari Kedudukan

Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya. Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.

3) Bahasa Indonesia sebagai Alat Komunikasi

Kedudukan ketiga dari Kedudukan

16 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya buku, koran, acara pertelevisian, siaran radio, website, dll. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara yang memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu di antara semua itu. Hal ini juga berkaitan dengan kedudukan keempat dari kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai alat pemersatu bangsa yang berbeda suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya.

4) Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa yang berbeda suku,

agama, ras, adat istiadat dan budaya.

b. Bahasa Negara

Bahasa Negara adalah bahasa yang digunakan dalam administrasi Negara baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa resmi Negara ini dikukuhkan dalam UUD 1945, pasal 36 bab XV sehingga telah memainkan perannya dalam kehidupan bernegara. Posisi bahasa Negara ini dapat

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1) Bahasa resmi kenegaraan,

2) Bahasa pengantar resmi di sekolah dan Universitas,

3) Bahasa resmi tingkat nasional dalam kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Indonesia,

4) Bahasa resmi kebudayaan dalam pengembangan kebudayaan, ilmu, teknologi dan komunikasi di Indonesia.

C. Ragam Bahasa

Pengertian kata ragam secara umum dalam bahasa Indonesia adalah tingkah, jenis, langgam, corak dan laras. Ragam bahasa diartikan sebagai variasai bahasa menurut pemakaian yang dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap

18 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 18 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Bahasa yang di hasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulisan. Jadi dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulisan kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua ragam tersebut memiliki hubungan yang erat.

Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya ragam bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1. Dasar-dasar Ragam Bahasa

Pada ragam bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian dasar-dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan. Dasar-dasar ragam bahasa yang akan diperbandingkan itu didasarkan atas sarana ragam bahasa lisan dan ragam tulisan.

2. Jenis- jenis Ragam Bahasa

a. Ragam Dialek

Ragam dialek adalah ragam bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa daerah si pembicara atau ragam bahasa daerah yang ditandai oleh daerah atau kota.

b. Ragam Lisan

Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan dengan sarana lisan yang ditandai oleh pengulangan intonasi,

20 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 20 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing adapun ciri

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1) Memerlukan orang kedua/teman bicara.

2) Tergantung kondisi, ruang, dan waktu.

3) Tidak harus memerhatikan

gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.

4) Berlangsung cepat Contohnya: “Sudah saya baca buku itu”

c. Ragam Tulisan

Ragam tulisan adalah variasi bahasa yang digunakan melalui sarana tulisan dan dapat diperkuat atau didukung oleh sarana visual untuk mencapai sasaran.

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang diungkapkan nya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karrena itu, penggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan struktur kalimat, serta kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam

22 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 22 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1) Tidak memerlukan orang kedua/ teman bicara;

2) Tidak tergantung kondisi, situasi, ruang dan waktu;

3) Harus memperhatikan unsur gramatikal;

4) Berlangsung lambat;

5) Selalu memakai alat bantu;

6) Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;

Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.

Tabel 1. Perbedaan antara Ragam Lisan dan Tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata )

Ragam Bahasa Lisan Ragam Bahasa Tulisan (Tata Bahasa) Nia sedang baca surat Nia sedang membaca kabar.

surat kabar. Ari mau nulis surat.

Ari mau menulis surat. Tapi kau tak boleh me- Namun, engkau tidak nolak lamaran itu.

boleh menolak lamaran itu.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Ragam Bahasa Lisan Ragam Bahasa Tulisan (Kosa kata) Ariani bilang kalau kita Ariani mengatakan harus belajar.

bahwa kita harus be- Kita harus bikin karya lajar. tulis.

Kita harus membuat Rasanya masih terlalu karya tulis. pagi buat saya, Pak.

Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.

d. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa indonesia terdiri dari ragam dialek, ragam terpelajar, ragam resmi dan ragam tak resmi.

Contoh: Ragam dialek : “Gue udah baca itu

buku ” Ragam terpelajar : “Saya sudah membaca

buku itu” Ragam resmi : “Saya sudah membaca

buku itu” Ragam tak resmi : “Saya sudah baca buku

itu”

e. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur

24 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya

pitnah seharusnya itnah komplek seharusnya kompleks,

pitamin seharusnya vitamin, pideo seharusnya video, pilm seharusnya ilm, pakultas seharusnya fakultas mbawa membawa nyari seharusnya mencari.

f. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap lawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan lawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

g. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi

1) Ragam Baku adalah ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut ragam resmi.

2) Ragam Tidak Baku adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah

yang terdapat dalam bahasa baku.

h. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang

1) Ragam Ilmu dan Teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan teknologi.

2) Ragam Sastra adalah ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan cara penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.

3) Ragam niaga adalah ragam bahasa

26 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 26 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

BAB III PEDUMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA (PUEBI)

A. Pengertian Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

(EBI), sebelum membahas EBI pastinya kita P

ada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonnesia

harus tahu terlebih dahulu apa itu Ejaan. Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dan sebagainya) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.

Sedangkan Ejaan Bahasa Indonesia adalah ejaan yang berlaku dari tahun 2015. Pemberlakuan Ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan

28 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 28 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

B. Perbedaan dengan EYD dan PUEBI

Perbedaan Ejaan yang Disempurnakan dengan Ejaan Bahasa Indonesia adalah:

1. Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, serta menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.

2. Penambahan huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).

C. Ruang Lingkup Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Sesuai dengan ketentuan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ruang lingkup Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) meliputi

4 aspek yaitu:

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1. Pemakaian Huruf

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dikenal paling banyak menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.

a. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri dari huruf berikut ini. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.

Huruf Nama Kapital Nonkapital

30 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 30 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri dari huruf a, i, u, e, dan o. Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata adalah.

• Pemakaian huruf vokal “a” : api, padi, lusa.

• Pemakaian huruf vokal “i” : itu, simpan, padi.

• Pemakaian huruf vokal “u” : ulang, tahun, itu.

• Pemakaian huruf vokal “e” : enak. petak, sore.

• Pemakaian huruf vokal “o” : oleh, kota,

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

c. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia adalah huruf yang selain huruf vokal yang terdiri dari huruf-huruf b,

c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama

d. Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat 4 gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

1) Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan “kh”

Contoh : khusus, akhir, tarikh.

2) Pemakaian Gabungan Huruf

32 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 32 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

3) Pemakaian Gabungan Huruf

Konsonan“ny” Contoh : nyata, banyak

4) Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan“sy”

Contoh : syarat, musyawarah, arasy.

e. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Con- toh pemakaiannya dalam kata

1) Pemakaian Huruf Diftong “ai”

: balairung, pandai.

2) Pemakaian Huruf Diftong “au” : autodidak, tau ik, harimau.

3) Pemakaian Huruf Diftong “oi” : boikot, amboi.

4) Pemakaian Huruf Diftong “ei”

: eigendom, geiser,survei

f. Pemenggalan Kata

1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Misalnya: au-la

bukan a-u-la sau-dara bukan

sa-u-da-ra am-boi bukan

am-bo-i

b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.

Misalnya: ba-pak la-wan ke-nyang mu-ta-

khir ba-rang su-lit de-ngan

c) Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.

Misalnya: man-di swas-ta Ap-ril makh-luk som-bong

ca-plok bang-sa

34 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 34 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Misalnya: in-stru-men

ben-trok ikh-las ul-tra

bang-krut in-fra

2) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya: makan-an pergi-lah me-rasa-kan mem-bantu Catatan:

a) Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.

b) Akhiran -i tidak dipenggal.

c) Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.

Misalnya:

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

3) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.

Misalnya: Bio-grai

bi-o-gra-i Foto-grai menjadi

menjadi

fo-to-gra-i Intro-speksi menjadi

in-tro-spek- si

Kilo-gram menjadi ki-lo-gram Pasca-panen menjadi pas-ca-pa-

nen Keterangan: Nama orang, badan hukum, dan nama

dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

a. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai

36 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 36 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Misalnya: Dia mengantuk. Kita harus beker

keras. Apa maksudnya? Pekerjaan itu belum

selesai.

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf

pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?” Bapak menasihatkan, “Berhati-

hatilah, Nak!” “Kemarin engkau terlambat,” katanya. “Besok pagi,” kata ibu, “dia akan

berangkat”.

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha

Pengasih, Alkitab, Quran,

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Weda, Islam, Kristen. Tuhan akan menunjukkan jalan

kepada hamba-Nya Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke

jalan yang Engkau beri rahmat.

4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya: Mahaputra Yamin

Haji Agus Salim,

Sultan Hasanuddin Nabi Ibrahim.

5) Huruf kapital dipakai sebagai

huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:

Dia baru saja diangkat menjadi sultan. Tahun ini dia pergi naik haji.

6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama

38 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 38 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik Perdana Menteri Nehru Profesor Supomo Laksamana Muda Udara Husein

Sastranegara Sekretaris

Jenderal Departemen Pertanian

Gubernur Irian Jaya.

7) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya: Siapakah gubernur yang baru dilantik

itu? Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad

dilantik menjadi mayor jenderal.

8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya:

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Amir Hamzah Wage Rudolf Supratman Halim Perdanakusumah

Dewi Sartika

9) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya:

Mesin diesel

10 volt

5 ampere

10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

Misalnya: Bangsa Indonesia suku Sunda bahasa Inggris

11) Huruf kapital tidak dipakai sebagai

huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:

Mengindonesiakan kata asing Keinggris-inggrisan

40 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan peristiwa sejarah.

Misalnya: tahun Hijriah

hari Jumat

tarikh Masehi hari Galungan bulan Agustus

bulan Maulid hari Lebaran hari Natal Perang

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Candu

13) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai sebagai nama.

Misalnya: Soekarno dan Hatta

memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.

Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.

14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf

geograi. Misalnya:

pertama

nama

Asia Tenggara Banyuwangi Bukit Barisan

Cirebon

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Danau Toba Dataran Tinggi Dieng Gunung Semeru Jalan Diponegoro Jazirah Arab

Kali Brantas Lembah Baliem Ngarai Sianok Pegunungan Jayawijaya Selat Lombok Tanjung Harapan Teluk Benggala

15) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geograi yang tidak menjadi unsur nama diri.

Misalnya: berlayar ke teluk mandi di kali menyeberaangi selat pergi ke arah

tenggara

16) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geograi yang digunakan sebagai nama jenis.

Misalnya: garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon

17) Huruf kapital dipakai sebagai

huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.

42 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Misalnya: Republik Indonesia Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan

Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak Keputusan

Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972

Presiden

18) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya: menjadi sebuah republik beberapa badan hukum kerja sama antara pemerintah dan

rakyat menurut undang-undang yang berlaku

19) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial

Undang-Undang Dasar Repulik Indonesia Rancangan

Undang-Undang Kepegawaian

20) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave

Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra. Dia adalah agen surat kabar Sinar

Pembangunan. Ia menyelesaikan makalah “Asas-

Asas Hukum Perdata”

21) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

Misalnya:

44 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Dr. doktor (gelar untuk jenjang pendidikan S3)

dr. dokter ( ahli dalam hal penyakit dan pengobatan )

M.A. master of arts

S.E. sarjana ekonomi S.H.

sarjana hukum S.S.

sarjana sastra Prof.

22) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya: “Kapan Bapak Berangkat?” tanya

Harto. Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”. Surat Saudara sudah saya terima.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

“Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok Paman akan datang. Mereka pergi ke rumah Pak Camat. Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.

23) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.

Misalnya: Kita semua harus menghormati bapak

dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah

berkeluarga.

24) Huruf kapital dipakai sebagai huruf

pertama kata ganti Anda. Misalnya: Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima.

b. Huruf Miring

Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing (kecuali yang telah disesuaikan ejaannya), dan untuk

46 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 46 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya:

majalah Bahasa dan Sastra buku Negarakertagama karangan

Prapanca surat kabar Suara Rakyat.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya:

Huruf pertama kata abad adalah a. Dia buka menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan penulisan

huruf kapital. Buatlah kalimat dengan berlepas

tangan.

3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah

Carcinia mangostama. Politik devide et impera pernah

merajalela di negeri ini. Weltanschauung

antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’

3. Penulisan Kata

Ada beberapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :

a. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan.

Misalnya : Buku itu sangat tebal. Kantor pajak penuh sesak.

b. Kata Turunan (Kata berimbuhan)

1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya:

48 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 48 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)

Misalnya: ber tepuk tangan, garis bawahi, menganak

sungai, sebar luaskan.

3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)

Misalnya: menggarisbawahi

menyebarluaskan penghancurleburan

dilipatgandakan

4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:

adipati, aerodinamika, antarkota,

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

infrastruktur, inkonvensional,

introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara,

multilateral, narapidana,

nonkolaborasi, Pancasila, panteisme,

paripurna, poligami, pramuniaga, prasangka, purnawirawan,

reinkarnasi, saptakrida,

semiprofessional, subseksi,

swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern catatan:

• Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang

huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).

Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme

• Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. M

is

ny

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.

50 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

c. Kata Ulang

Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Jenis jenis kata ulang yaitu :

1) Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.

Misalnya = Laki : Lelaki

2) Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya = Laki : Laki-laki

3) Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.

Misalnya = Sayur : Sayur-mayur

4) Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.

Misalnya =Main : Bermain-main

d. Gabungan Kata

1) Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah. Misalnya:

duta besar, kambing hitam, kereta api

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.

Misalnya: Alat pandang-dengar, anak- istri saya, buku sejarah-baru, mesin- hitung tangan, ibu-bapak kami, watt- jam, orang-tua muda.

3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya: Adakalanya, akhirulkalam,

Alhamdulillah, astaghirullah, bagaimana, barangkali, bilamana,

bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, karatabaasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa,

52 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 52 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

e. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan –nya Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai

dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan

di perpustakaan.

f. Kata Depan di, ke, dan dari Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah

dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam sajalah di sini.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Di mana Siti sekarang? Mereka ada di rumah. Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Ia datang dari Surabaya kemarin. Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di

bawah ini dtulis serangkai. Si Amin lebih tua daripada si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepadanya. Kesampingkan saja persoalan yang tidak

penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta

pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa hadir dalam

kenduri itu.

g. Kata Si dan Sang

54 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.

Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

h. Partikel

1) Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik. Apakah yang tersirat dalam dalam

surat itu? Jakarta adalah ibukota Republik

Indonesia. Siapakah gerangan dia? Apatah gunanya bersedih hati?

2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.

Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.

Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi. Catatan: Kelompok yang lazim

dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.

Misalnya: Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.

Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.

Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.

Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.

Walaupun miskin, ia selalu gembira.

3) Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

Misalnya:

56 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.

Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.

Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.

i. Singkatan dan Akronim

1) Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.

Misalnya: A.S Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A. M.B.A master of business

administration M.Sc. master of science S.E. sarjana ekonomi S.Kar.

sarjana karawitan S.K.M

sarjana kesehatan masyarakat

Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

Bpk. Bapak Sdr. Saudara Kol. Kolonel

2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat PGRI Persatuan Guru Republik

Indonesia GBHN

Garis-Garis Besar Haluan Negara

KTP kartu tanda penduduk

3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.

Misalnya: dll. dan lain-lain dsb. dan sebagainya dst. dan seterusnya

58 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd 58 Dr. H. Saifuddin Herlambang, MA & Muchammad Djarot, M.Pd

4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Misalnya: Cu

cm sentimeter

cuprum

TNT trinitrotulen kVA kilovolt-ampere

kg kilogram

liter

Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah

5) Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157