Karakterisasi Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai dan Xanthan Gum

  TINJAUAN PUSTAKA Beras

  Serealia merupakan sumber karbohidrat terbesar di dunia. Karbohidrat merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimiawi beras ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).

  Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga mengandung

  Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket). Perbandingan kedua golongan pati ini menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).

  Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibedakan menjadi beras ketan (kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi (kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi

  20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras (Dianti, 2010).

  Beras dengan kadar amilosa rendah setelah dimasak akan menghasilkan nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin, sedangkan beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen (Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras Keterangan Ubi kayu (%) Kentang (%) Beras (%)

  Air 70,25 75,00 10,90 Protein 1,12 2,08 7,06 Lemak 0,41 0,20 0,60 Zat tepung 21,45 19,90 80,27

  • Zat gula 5,13 - Bahan serat 1,11 1,10 0,51 Abu 0,54 0,92 1,50

  Sumber : Simanjuntak (2006) Ubi Jalar

  Beragamnya sifat tanaman ubi jalar dapat dibedakan dari penampakan fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna batang (Sarwono, 2005).

  Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen lain yang terkandung adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga 38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).

  Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya jingga kemerah-merahan memiliki kandungan beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar

  Jenis Zat Jenis Kandungan Air (g)

  70,00 Serat kasar (g) 0,30 Kalori (kal) 113,00 Protein (mg) 2,20 Fe (mg)

  1,00 Na (mg)

  5,00 Ca (mg)

  46,00 P (mg)

  49,00 Vitamin A (IU) 7100,00 Vitamin B (mg) 0,08

  1 Vitamin B 2 (mg) 0,05

  Niasin (mg) 0,90 Abu (g)

  1,20 Lemak (g) 0,70 Karbohidrat (g) 27,90 Gula (g)

  26,70 Amilosa (g) 9,80-26,00

  Sumber : Simanjuntak (2006)

  Ubi jalar mengandung air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar 30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A, vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).

  Kentang

  Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Menurut Soelarso (1997), perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu Parameter Jagung Kentang Ubi Kayu

  Air (%) 15,17 68,72 64,62 Abu (%) 1,70 1,05 0,26 Lemak (%) 4,14 0,10 0,40 Protein (%) 8,93 2,45 1,23 Pati (%) 66,55 20,63 30,79

  • Amilosa (%) 19,57 7,05 7,02
  • Amilopektin (%) 46,98 13,58 23,77 Rasio amilosa:amilopektin 29:71 34:66 23:77 Ca (%) 0,06 0,02 0,02 Pati resisten (%) 6,62 6,30 6,01

  Sumber : Wulan, dkk., (2006)

  Pati kentang memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi, tetapi memiliki viskositas pada fase pendinginan yang lebih rendah dibandingkan dengan pati jagung. Hal ini dikarenakan pati kentang memiliki kandungan amilosa yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk gel yang kurang kuat (Kusnandar, 2011).

  Kedelai

  Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.

  Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu sekitar 38%. Kadar rata-rata protein kacang kedelai adalah 40,09% (Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Kandungan gizi kedelai a Komponen Kadar (%) Air a

  12,106 Lemak a 13,902 Gula reduksi a

  1,92 Vitamin C a

  1,9448 Abu b

  3,857 Protein c 41,80-42,10 Karbohidrat 36,834-43,926 Sumber : a = Wachid (2006); b = Balitkabi (2008); c = Yuwono, dkk., (2012).

  Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85% merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi persyaratan (FAO). Asam amino lisin pada kedelai lebih tinggi daripada asam amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%. Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan serta membentuk lapisan tipis (Wolf dan Cowan, 1975).

  Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat, kemampuan ini disebabkan protein bersifat hidrofilik. Dimana kemampuan protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan, seperti air dan lemak, sangat penting dalam formulasi makanan. Kapasitas pengikatan ini mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan (Kusnandar, 2011).

  Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan dimasak. Selain itu, protein pada kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh tubuh. Namun kedelai memiliki sedikit kekurangan, yaitu mengandung sedikit asam amino metionin (Winarno, 1993).

  Tepung kacang-kacangan dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan

  o

  dengan pencucian, perebusan (90°C, 15 menit), pengeringan dengan oven (55

  C, 24 jam), pengupasan kulit, penggilingan, dan pengayakan (50 mesh) hingga diperoleh tepung. Tepung kacang-kacangan dapat dibedakan menjadi tepung yang kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti kacang hijau dan kacang tunggak. Tepung kedelai biasanya digunakan sebagai campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan campuran. Tepung kacang-kacangan dapat dicampur dengan tepung lainnya seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).

  Xanthan Gum

  Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh campestris. Xanthan gum memiliki rumus molekul C H O

  Xanthomonas

  35

  49

  29 dengan rantai utama ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa.

  Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Struktur molekul xanthan gum (Williams dan Phillips, 2004) Xanthan gum memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber serat terlarut. Jumlah serat terlarut dari berbagai jenis gum rata-rata diatas 75%. Xanthan gum termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (liquid), merupakan bagian penting dari makanan yang menyehatkan sebab kedua serat tersebut membantu fungsi saluran pencernaan dan membantu keteraturan aliran makanan (Sukamto, 2010).

  Keuntungan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.

  Selain itu xanthan gum dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi seperti gluten dalam roti. Hasil interaksi tersebut mampu meningkatkan umur simpan, menghasilkan struktur crumb yang baik dan mempertahankan kelembaban (Whistler dan Be Miller, 1993).

  Kuswardani, dkk., (2008) menyatakan bahwa xanthan gum juga mampu membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat sensoris roti tawar tanpa gluten. Penggunaan xanthan gum pada produk bakery pada umumnya berkisar antara 0,1-0,5%. Lopez, dkk., (2004) menggunakan xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun demikian, konsentrasi penambahan xanthan gum yang sesuai sangat ditentukan oleh formula roti tawar yang digunakan.

  Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena adanya kompleks antara gliadin dengan xanthan gum. Dengan demikian xanthan gum diharapkan dapat meningkatkan kemampuan adonan roti untuk menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi sehingga dapat memberikan mutu produk olahan composite

  flour . Roti yang dihasilkan pun memiliki kestabilan, penampakan estetis, dan sifat

  mutu lain yang diinginkan meski diberikan dalam konsentrasi rendah (Sibuea, 2001).

  Tepung

  Tepung terdiri dari butir-butir granula. Tiap tepung memiliki bentuk granula yang berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan umbi- umbian yang melalui berbagai tahapan proses hingga menjadi tepung kering. Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan dan kemudian mengental, peristiwa ini disebut dengan

  o

  gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72

  C. Jika tepung tapioka, tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau tepung terigu (Tarwotjo, 1998).

  Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada tepung-tepung yang lain. Konsentrasi protein dapat mempengaruhi besarnya nilai viskositas karena kandungan kolagen dalam protein kedelai dengan pemanasan akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat pada tepung kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas. Selain gelatin, pati juga akan mengikat air sehingga semakin tinggi penambahan pati maka semakin meningkatkan nilai viskositas (Yudihapsari, 2009).

  Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu dapat dilihat pada Tabel 6.

  Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu Komponen (%) Tepung garut Tepung kedelai Terigu

  • Rendemen 12,6 Derajat putih - 74,2 86,5 Daya serap air 120,6 242,4 65,8 Kadar air 7,0 6,6 13,2 Kadar abu 0,3 1,3 0,4 Serat kasar 6,0 3,2 1,9

  Kadar lemak 1,4 27,1 2,3 Kadar protein 2,5 41,7 14,9 Karbohidrat 86,9 23,3 69,3 Pati 46,8 - 33,0 Gula 0,6 0,7 0,3

  • Tannin 3,7 -

  Sumber : Widaningrum, dkk., (2005)

  Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beraneka ragam, mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium bisulfit 0,3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Widowati, dkk., 2002). Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar Kriteria Tepung gaplek ubi kayu Tepung ubi jalar

  Kadar air (maks) 15% 15% Keasaman (maks) 4 ml 1N NaOH/100g 4 ml 1N NaOH/100g Kadar pati (min) 68% 55% Kadar serat (maks) 3% 3% Kadar abu (maks) 2% 2%

  Sumber: Antarlina (1998) Pati Kentang

  Konsentrasi pati menentukan suhu gelatinisasi pati. Semakin kental larutan pati yang terbentuk, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai sampai suhu tertentu kekentalan tidak berubah atau bahkan menurun. Konsentrasi yang terbaik dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu kemudian viskositas akan menurun (Winarno, 2002). Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati

  Jenis pati Pati (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Ubi jalar 11,505 0,007 0,602 0,086 87,80 Ubi kayu 12,524 0,007 1,289 0,122 86,06 Jagung 11,830 0,003 0,685 0,060 87,42 Kentang 17,332 0,005 0,669 0,085 81,91

  Sumber : Erika (2010)

  Kadar abu pada pati cenderung lebih rendah karena perbedaan proses pengolahan antara pati dan tepung. Pati yang dihasilkan dari proses ekstraksi dan pencucian yang berulang-ulang menyebabkan mineral ikut terlarut bersama air dan ikut terbuang bersama ampas. Tepung dan pati yang mengandung protein tinggi dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas pati, karena protein dan pati membentuk kompleks dengan permukaan granula sehingga kekuatan gel menjadi rendah. Selain itu, kadar lemak di dalam pati dan tepung dapat mengganggu proses gelatinisasi karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga dapat menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Lemak juga akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekitar granula. Lapisan tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air untuk terjadinya pengembangan granula berkurang (Richana dan Sunarti, 2004).

  Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat birefringence dan pola difraksi sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi dapat ditandai saat terjadi pembengkakan pada granula pati di dalam air panas secara irreversible dan diakhiri granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda, ini disebabkan karena perbedaan ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Berdasarkan profil gelatinisasi pati dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu profil tipe A merupakan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami

  breakdown ). Profil tipe B mirip dengan pati tipe A, tetapi viskositas maksimum

  lebih rendah. Profil tipe C adalah pati yang telah mengalami proses pengembangan yang terbatas, yang ditandai dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi). Profil tipe D adalah pati yang mengalami proses pengembangan yang terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas (Kusnandar, 2011).

  Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya kelarutan, dimana semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula nilai kelarutannya.

  Kenaikan nilai swelling power dan kelarutan ditentukan oleh lamanya waktu dan suhu pemanasan yang menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga rantai pati tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air yang terserap pada setiap granula menyebakan nilai swelling power meningkat, dikarenakan granula-granula yang terus membengkak dan saling berhimpitan (Hakiim dan Sistihapsari, 2011).

  Kandungan amilosa mempengaruhi tingkat pengembangan dan penyerapan air pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya di dalam air juga akan meningkat karena amilosa memiliki sifat polar (Juliano, 1994).

  Suhu gelatinisasi tepung campuran yang medium dalam proses pembentukan gel memerlukan waktu yang lama dan suhu yang cukup tinggi. Hal ini menandakan amilopektin yang terkandung pada tepung campuran cukup tinggi. Kandungan amilopektin yang cukup tinggi pada tepung campuran serta amilopektin yang memilik i ikatan cabang 1,6 α–glukosa mempunyai sifat sedikit menyerap air dan sukar larut di dalam air. Tingginya kandungan amilopektin pada tepung campuran sehingga pada saat pendinginan energi yang diperlukan untuk membentuk gel tidak cukup kuat untuk melawan kecenderungan molekul amilosa untuk menyatu kembali. Pada saat dilakukan proses pendinginan, pasta pati yang telah dipanaskan disertai dengan pangadukan, ini memperlihatkan terjadinya proses retrogradasi dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin dan viskositas pasta meningkat kembali sedangkan suhu pasta menurun (Hasnelly, 2011).

  Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai C-nya, apakah bentuk rantai molekulnya lurus atau bercabang. Pati termasuk homopolimer glukosa denga n ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

CH OH CH OH CH OH

  2

2

2 O O O H H H H H H H H H HO OH OH H O H OH H O OH H OH OH H OH H n

  Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa

CH OH

2 CH OH

  2 O O H H H H H H OH O H OH O H Ikatan a -1,6

  

O

H OH H

CH

2 CH OH 2 CH OH 2 O O O H H H H H H H

H

H O OH OH H H OH O H O O H OH OH H OH

H

Ikatan a -1,4

  Gambar 3. Struktur molekul amilopektin (Swinkels, 1985)

  Tepung komposit

  Tepung campuran (composite flour) merupakan tepung campuran dari beberapa jenis tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini upaya untuk menekan ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).

  Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai, konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Dari segi gizi, protein ini merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia, karena selain meningkatkan kandungan protein, juga meningkatkan kadar asam- asam amino, terutama lisin dalam protein. Jika protein-protein ini ditambahkan sampai 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum, misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 1987).

  Nilai warna tepung komposit diukur dengan menggunakan colorimeter dan nilai yang digunakan adalah nilai dari sistem Hunter. Sistem Hunter dicirikan dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue) yang ditulis dengan notasi a, intensitas warna dengan notasi b, dan kecerahan dengan notasi L.

  L menunjukkan tingkat kecerahan (lightness) dengan nilai berkisar antara 0 yang berarti hitam sampai 100 yang berarti putih. Notasi a menunjukkan warna kromatik campuran merah-hijau dan nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a(-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau.

  Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70 untuk warna biru (Andarwulan, dkk., 2011).

  Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan. Dengan mencampur atau mengkombinasikan beberapa macam tepung diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan mutu yang lebih baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 9 dan komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi

  Konsentrasi Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas (%)

  Derajat tepung

  o

  putih Waktu Suhu Waktu Suhu Puncak

  50 C Balik komposit o o (%)

  (menit) (

  C) (menit) (

  C) (BU) (BU) (BU) terigu : ubi jalar 100 : 0 82,17 20,0 60,0 40,5 90,8 1025 1495 470

  90 : 10 81,20 20,8 61,1 40,0 90,0 477,5 995 517,5 80 : 20 75,50 22,3 65,3 40,5 92,0 530 770 240 70 : 30 76,93 23,5 65,3 42,0 93,9 400 725 325 60 : 40 72,28 24,0 66,0 41,3 91,9 410 595 335 50 : 50 74,23 27,0 70,5 41,0 91,5 372,5 555 182,5 0 : 100 74,43 32,5 78,8 39,5 90,0 1815 1510 -305

  Sumber : Antarlina (1998)

  Tabel 10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi Konsentrasi Komposisi (% basis basah) terigu : ubi

  Serat Air Lemak Protein Abu Karbohidrat jalar kasar 100 : 0 12,29 0,75 9,43 0,68 76,85 0,41

  90 : 10 11,58 0,83 9,09 0,81 77,69 0,62 80 : 20 11,79 0,86 9,33 1,13 76,90 0,85 70 : 30 11,28 0,88 7,76 1,56 78,52 1,14 60 : 40 10,62 0,77 6,66 2,08 79,87 1,38 50 : 50 10,63 0,85 4,95 2,05 81,52 1,41

  Sumber : Antarlina (1998)