BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Defenisi Dividen dan Kebijakan Dividen - Pengaruh Return On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS) dan Free Cash Flow Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Sektor Perta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Defenisi Dividen dan Kebijakan Dividen

  Palepu et al (2004) dalam penelitian Lestanti (2007:9) dan Atthar (2012:22) “mendefinisikan dividen sebagai cara perusahaan untuk memberikan timbal balik kepada pemegang saham dari kelebihan kas atas kegiatan operasional dan investasi”. Ross et al (2005:606) di dalam Atthar (2012:22) “Dividend is a payment made out of a firm’s earnings to its owners,

  

in the form of either cash or stock.” Dalam penelitian Andriyani (2008:15)

  dividen adalah distribusi, yang bisa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau bukti lain yang menyatakan hutang perusahaan, dan saham, kepada pemegang saham suatu perusahaan sebagai proporsi dari sejumlah saham yang dimiliki oleh pemilik. Walaupun perusahaan dapat membagikan dividen dalam bentuk saham ataupun bentuk lainnya, akan tetapi para pemegang saham lebih menginginkan dividen dibagikan dalam bentuk dividen tunai (cash dividend) karena akan mengurangi ketidakpastian atas investasi yang mereka lakukan.

  Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang akan menentukan keputusan perusahaan mengenai laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau menahannya untuk diinvestasikan kembali di dalam perusahaan. Menurut Martono dan Harjito (2001) dalam penelitian Samarthagani (2013:18), kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen pada akhir tahun atau akan ditahan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

  Menurut Ang (1997) dalam penelitian Andriyani (2008:15) kebijakan dividen didasarkan pada rentang pertimbangan antara kepentingan pemegang saham disatu sisi dan kepentingan perusahaan disisi yang lain. Secara umum tidak ada aturan umum yang secara universal dapat diterapkan pada keputusan pemegang saham dan manajemen tentang dividen. Hal terbaik yang dapat dikatakan adalah bahwa nilai dividen tergantung pada lingkungan pengambil keputusan. Oleh karena lingkungan tersebut berubah sewaktu-waktu, seorang manajer dihadapkan dengan tidak relevannya dividen pada waktu tertentu dan dalam waktu tertentu menjadi sesuatu yang utama atau penting (Ang, 1997 dalam Andriyani, 2008:15).

  Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan yang penting bagi perusahaan yang sudah go public dari beberapa kebijakan keuangan perusahaan. Dividend Payout Ratio (DPR) dan Dividend Per Share (DPS) merupakan alat untuk menganalisis dan menghitung kebijakan dividen perusahaan. Penelitian ini menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR) sebagai proksi dari kebijakan dividen.

2.1.2 Jenis-Jenis Dividen

  Menurut Kieso et al (2005:358), ada beberapa jenis kebijakan dividen yang digolongkan menjadi beberapa bentuk, yaitu :

  1. Dividen Tunai (Cash Dividend) Merupakan bentuk dividen yang paling wajib digunakan oleh pihak perusahaan. Bagi suatu perusahaan, dividen ini menyebabkan penurunan laba yang dibagi dan nilai kas, kewajiban lancar untuk hutang dividen diakui pada tanggal pengumuman dividen. Kewajiban ini dihapus ketika cek dividen dikirimkan kepada para pemegang saham.

  2. Dividen Harta (Property Dividend) Merupakan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham yang dibayarkan dengan aktiva selain kas. Seringkali aktiva yang akan didistribusikan adalah sekuritas perusahaan lain yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian, perusahaan memindahkan hak kepemilikannya dalam sekuritas tersebut kepada para pemegang saham. Dividen harta biasanya hanya terjadi dalam perseroan yang bersifat tertutup. Dividen harta dinilai dengan nilai terbawa (carrying value), jika nilai pasar yang wajar tidak dapat ditentukan.

  3. Dividen Likuidasi (Liquidating Dividend) Suatu pembagian yang merupakan pengembalian modal setoran kepada pemegang saham. Dividen ini merupakan peluang bagi investasi yang dibukukan dengan mengurangi modal setoran.

  4. Dividen Saham (Stock Dividend) Dividen saham merupakan pembagian dividen bukan dalam bentuk uang tunai, namun dengan memberikan dalam bentuk lembar saham. Jadi pembagian stock dividend akan meningkatkan jumlah saham yang dimiliki

  shareholders . Perusahaan sering kali membayar stock dividend sebagai

  pengganti atau pelengkap dividen kas. Dividen saham memungkinkan perusahaan untuk tetap menggunakan aktiva bersih yang dihasilkan dari laba bersih dan bersamaan dengan itu menawarkan tambahan saham kepemilikan kepada pemegang saham.

2.1.3 Teori-Teori Mengenai Kebijakan Dividen

  Ada beberapa macam teori tentang kebijakan deviden. Berikut ini diuraikan teori tentang kebijakan deviden dari berbagai sumber :

1. Residual Dividend Theory

  Teori dividen yang dinamakan residual dividend theory, seperti yang dikutip dari Keown, Martin, Petty dan Scott Jr. (2010:208), menyatakan bahwa dividen yang dibayarkan jumlahnya harus sama dengan jumlah modal yang tersisa setelah alokasi untuk pendanaan investasi yang menguntungkan. Van Horne (2001:299), berpendapat bahwa teori ini juga menyatakan bahwa dividen tidak relevan, karena mengasumsikan investor memiliki preferensi yang sama antara kas yang dijadikan dividen atau yang ditahan perusahaan. Apabila proyek atau investasi yang ditargetkan perusahaan menjanjikan return lebih besar dari pada required return, maka investor lebih senang jika perusahaan menahan kas dari pada memberikannya sebagai dividen. Begitu pula sebaliknya. Lebih lanjut, Keown, Martin, Petty dan Scott Jr. (2010:208), memberikan kesimpulan bahwa pada teori ini, kebijakan dividen perusahaan dipengaruhi oleh: a. Kesempatan investasi perusahaan,

  b. Campuran struktur modal, dan

  c. Ketersediaan dari modal yang dihasilkan sendiri atau internal (internally

  generated capital )

  Menurut Atthar (2012:26) teori diatas, kebijakan dividen adalah pengaruh yang pasif karena tidak memiliki pengaruh langsung pada harga pasar saham.

  Maka teori diatas menyatakan bahwa dividen akan dibagikan bila perusahaan memiliki dana sisa (residu), dan apabila perusahaan tidak memiliki dana sisa tersebut maka tidak akan ada pembagian dividen. Keputusan dividen adalah residual karena perusahaan lebih cenderung membiayai investasinya dengan pendanaan internal dari laba ditahan (retained earnings) dibandingkan pendanaan eksternal (hutang atau saham). Karena pendanaan internal tentu saja jauh lebih murah, dan tidak akan ada percampuran dari pihak perusahaan lain, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan.

2. Clientele Effect Theory

  Menurut Keown, Martin, Petty dan Scott Jr. (2010:210), teori mengenai

  clientele effect menjelaskan bahwa setiap investor memiliki pemikiran serta

  preferensi yang berbeda-beda atas return dalam investasi saham. Investor baik secara individu maupun institusional yang memiliki kebutuhan yang mendesak akan dana lancar lebih memilih untuk berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang memberikan pembayaran dividen (kas) yang tinggi. Sedangkan bagi investor lainnya, terutama bagi pihak-pihak yang ingin menghindari pajak, akan lebih memilih berinvestasi pada perusahaan- perusahaan yang memberikan dividen yang rendah namun dengan capital gain yang besar.

  Dalam teori ini menurut Atthar (2012:27) menyatakan bahwa jika perusahaan membagikan dividennya, maka akan mengurangi sumber pendanaan perusahaan tersebut. Dengan demikian, perusahaan harus mencari sumber dana yang baru dalam bentuk hutang (debt). Investor akan secara langsung menyesuaikan jenis investasi dengan kebijakan dividen perusahaan yang bersangkutan. Bagi investor yang menyukai kas, cenderung akan memilih perusahaan yang akan melakukan pembagian dividen dalam jumlah besar, sedangkan investor yang lebih menyukai capital appreciation tentu saja akan memilih berinvestasi pada saham yang mengalami kenaikan harga, jadi perusahaan dengan kebijakan dividen yang ditentukan akan memiliki investor (client).

  3. Bird In The Hand Theory

  Menurut Keown, Martin, dan Scott Jr. (2003) dalam penelitian Lestanti (2007:11) dan T. Abdu Syahri Atthar (2012:27), bird in the hand theory merupakan teori yang memiliki keyakinan bahwa pendapatan dividen memberikan nilai yang lebih tinggi kepada investor dibandingkan pendapatan

  

capital gain . Karena dividen dinilai memiliki tingkat kepastian yang lebih

tinggi dari pada capital gain.

  4. Signaling Theory

  Selain itu perubahan dalam kebijakan dividen dapat dijadikan investor sebagai sinyal mengenai keadaan keuangan perusahaan, khususnya mengenai

  

earnings power. Jadi, kenaikan dividen yang melebihi perkiraan dapat

  menjadi sinyal bagi investor bahwa manajemen memprediksikan kenaikan laba yang signifikan di masa depan, begitu pula sebaliknya. Hal ini berdasarkan pada signaling theory.

  Wirjolukito et al (2003) dalam Atthar (2012:28) merangkum beberapa penelitian yang memperkenalkan model persinyalan di dalam kebijakan dividen perusahaan. Teori ini menjelaskan bahwa dividen berisi informasi mengenai tingkat keuntungan sekarang maupun di masa yang akan datang.

  Hipotesis persinyalan menjelaskan bahwa perusahaan menggunakan dividen untuk memberikan sinyal adanya informasi asimetris, yang artinya bahwa dividen tersebut dapat mengubah ekspektasi perusahaan atas keuntungan di masa yang akan datang dan membuat perubahaan atas harga saham biasa.

  Penelitian Aharony dan Swary (1980) yang dikutip oleh Wirjolukito et al

  (2003) dalam Atthar (2012:28) yang memusatkan perhatian pada hubungan antara sinyal dan pergerakan harga saham, bahwa penggunaan dividen sebagai sinyal akan bereaksi positif terhadap peningkatan dividen (harga saham meningkat) dan negatif terhadap pemotongan dividen (penurunan harga saham).

  Dalam Signaling theory ini juga mengatakan bahwa penurunan dividen terlihat manajemen yang tidak optimis terhadap kemajuan perusahaan dan akan memberikan sinyal negatif bagi pasar. Sebaliknya peningkatan dividen menunjukkan bahwa manajemen yakin akan prospek masa depan perusahaan dan merupakan sinyal yang direspon positif oleh pasar.

5. Tax Preference Theory

  Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah dari pada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki nilai pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Sebaliknya, jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian karena pajak atas capital gain akan dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Selain itu periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen (Rachmad, 2013:20) . Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi dari pada saham dengan dividen yield yang rendah.

  Berdasarkan teori tax preference, investor mungkin menyetujui menahan laba dari pada menerima pembagian dividen karena alasan yang berkaitan dengan pajak. Perlakuan yang menguntungkan dari capital gain melebihi dividen akan mengarahkan investor untuk lebih memilih pembayaran yang lebih rendah dari pada pembayaran dividen dalam jumlah yang lebih tinggi.

  Selain dari beberapa teori tersebut di atas, terdapat beberapa teori lain yang terkait dengan dividen dalam penelitian Estika Maulida Priyo (2013:20- 22), yaitu : 1.

   Pecking Order Theory Menurut Myers (1984) dalam Priyo (2013:20), pecking order theory menyatakan bahwa Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan memiliki sumber dana internal yang berlimpah dan asimetri informasi menyebabkan perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal karena asimetri informasi tersebut menyebabkan pendanaan eksternal terlalu mahal bagi perusahaan.

  Myers dan Majluf (1984) dalam Priyo (2013:21) berpendapat bahwa perusahaan tergantung pada internal funds karena ingin memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang sudah ada. Perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan. Kecukupan dana internal dapat dilihat dari besarnya laba, laba ditahan, atau arus kas. Perusahaan membutuhkan dana eksternal hanya apabila dana internal tidak cukup dan sumber dana eksternal yang lebih diutamakan adalah utang daripada emisi saham.

  2. Agency Cost Theory Teori Keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan

  Meckling (1976) dalam Priyo (2013:21) bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham seringkali bertentangan, sehingga bisa menyebabkan konflik diantara keduannya. Hal ini lebih disebabkan antara lain karena manajer lebih cenderung untuk berusaha mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pemegang saham. Hubungan keagenan merupakan salah satu sebab adanya suatu konflik Konflik-konflik keagenan dapat dikurangi dengan pengawasan, pengontrolan dan mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait. Namun mekanisme tersebut menimbulkan biaya-biaya yang disebut sebagai biaya keagenan (agency cost).

  3. Free Cash Flow Hipotesis

  

Free Cash Flow Hipotesis (Jensen, 1968) dalam Priyo (2013:22) yang

  menekankan pada isu agency dengan alasan bahwa manajer dapat meningkatkan kemakmuran dengan mengorbankan pemegang saham dengan menginvestasikan free cash flow pada peluang investasi yang tidak menguntungkan dari pada dengan membayar deviden untuk free cash flow untuk deviden, pembelian kembali saham, dan lain-lain tekanan pasar untuk mengendalikan perusahaan akan mendorong para manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham.

2.1.4 Bentuk Kebijakan dalam Pembayaran Dividen

  Ada empat bentuk kebijakan pembayaran dividen (Riyanto, 2000 dalam Priyo, 2013:17), yaitu sebagai berikut:

  1. Kebijakan dividen yang stabil.

  Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahun relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.

  2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu.

  Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Jika kondisi keuangan perusahaan baik, perusahaan akan membagikan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Jika kondisi memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja.

  3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.

  Jika kebijakan ini yang dipakai oleh perusahaan, ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya.

  4. Kebijakan dividen yang fleksibel.

  Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen yang besarnya disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial perusahaan setiap tahunnya.

  Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa setiap perusahaan pasti memiliki bentuk kebijakan yang berbeda dalam melakukan pembayaran dividen kepada para pemegang saham. Dimana bentuk kebijakan dalam pembayaran dividen tersebut tergantung dengan kondisi keuangan dan keuntungan yang diperoleh perusahaan serta kebijakan finansial yang ditetapkan di dalam perusahaan.

  Menurut Weston dan Brigham dan Gapenski (2001:66) kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertambahan di masa yang akan datang yang memaksimumkan harga saham perusahaan.

  Prosentase laba yang dibayarkan sabagai dividen akan berfluktuasi dari satu periode ke periode lainnya seiring dengan jumlah peluang yang diterima perusahaan. Dengan dibayarkannya dividen maka diharapkan perusahaan tersebut akan memiliki nilai yang tinggi di mata investor. Selain itu dengan pembayaran dividen yang terus menerus, perusahaan mampu menghadapi gejolak perekonomian dan mampu memberikan hasil kepada para pemegang saham.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

  Menurut Horne dan Wachowicz (1998:501), beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah :

  1. Aturan-aturan Hukum Hukum badan perusahaan memutuskan legalitas distribusi apa pun kepada para pemegang saham biasa perusahaan. Aturan-aturan hukum tersebut berkaitan dengan penurunan nilai modal, insolvensi (kebaangkrutan) dan penahanan laba yang tidak dibenarkan.

  2. Kebutuhan pendanaan perusahaan Dalam hal ini, anggaran kas, laporan sumber dan penggunaan dana yang diproyeksikan, serta perkiraan laporan arus kas akan dibutuhkan.

  Intinya adalah menentukan arus kas dan posisi kas perusahaan yang akan terjadi di tengah ketiadaan perubahan kebijakan dividen.

  3. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, makam semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

  4. Kemampuan untuk meminjam Posisi yang likuid tidak hanya merupakan cara untuk memberikan fleksibilitas keuangan dan melindungi dari ketidakpastian. Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk meminjam dalam jangka waktu yang relatif singkat, maka dapat dikatakan juga perusahaan tersebut fleksibel secara keuangan. Semakin besar kemampuan perusahaan untuk meminjam, maka akan semakin besar fleksibilitassnya untuk meminjam, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

  5. Batasan-batasan dalam kontrak utang Syarat perjanjian utang sebagai pelindung dalam kesepakatan obligasi atau pinjaman sering kali meliputi batasan untuk pembayaran dividen.

  Batasan tersebut diteentukan oleh pihak pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan perusahaan membayar utang.

  6. Pengendalian Dalam hal ini, apabila perusahaan membayar dividen dalam jumlah besar maka perusahaan perlu mengumpulkan modal di kemudian hari agar dapat membiayai berbagai peluang investasi melalui penjualan saham. Hal tersebut dapat mengakibatkan pihak yang memiliki kendali atas perusahaan dapat terdilusi jika pemegang saham tidak dapat memesan saham tambahan.

  Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa setiap perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor di atas sebelum perusahaan mengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan dividen. Faktor-faktor di atas perlu diperhatikan agar perusahaan tidak salah untuk mengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan dividen karena kesalahan dalam menetapkan kebijakan dividen tentunya akan dapat merugikan para pemegang saham dan perusahaan itu sendiri.

2.1.6 Return On Asset ( ROA )

  Hanafi (2004:42) menyatakan bahwa Return on asset ( ROA) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu yang ada di dalam perusahaan. Dengan demikian apabila semakin besar ROA sebuah perusahaan semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula perusahaan tersebut dalam hal penggunaan aset.

  Return on asset (ROA) yang positif menunjukkan bahwa pada suatu

  periode total asset yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan mampu menghasilkan laba bagi perusahaan begitu pula sebaliknya apabila ROA negatif berarti total asset yang digunakan tidak menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Tinggi-rendahnya return on asset (ROA) sebuah perusahaan tentu saja mempengaruhi kebijakan dividen yang akan diambil.

  Nilai ROA yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan/ laba bersih dengan melalui penggunaan aset yang dimiliki dengan persentase yang relatif tinggi. Semakin tinggi nilai ROA mengindikasikan bahwa perusahaan memperoleh jumlah keuntungan/ laba bersih yang tinggi pula. Menurut Hanafi (2004:375) “perusahaan yang mempunyai aliran arus kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen”. Hal tersebut menunjukkan bahwa return

  

on asset mempunyai pengaruh yang positif terhadap kebijakan dividen

  perusahaan. Dalam Brigham dan Houston (2010:148) return on asset dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

  Earning After Tax (net income) ROA = 100% Total Asset

2.1.7 Leverage

  Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan

  hutang dimana hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva berasal dari kreditor, bukan dari pemegang saham atau investor. Leverage dapat dikatakan sebagai pinjaman sehingga suatu perusahaan dapat membeli lebih banyak aktiva dibandingkan yang disediakan pemegang saham melalui investasi mereka. Ada beberapa pengukuran dalam menghitung rasio leverage yaitu : 1.

  Rasio hutang terhadap aktiva (debt to asset ratio/DAR) Rasio hutang terhadap aktiva dihitung dengan membagi total hutang terhadap total aktiva. Rasio ini mengukur jumlah aktiva yang didanai dengan hutang. Rumus untuk menghitung debt to asset ratio yaitu:

  = Rata-rata rasio hutang terhadap total aktiva untuk industri adalah 35%

  (Kasmir, 2008: 157). Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang bagi perusahaan dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan hutang. Perusahaan akan dikatakan baik jika perusahaan mampu mencapai rata-rata rasio hutang terhadap total aktiva dibawah rata-rata industri.

2. Rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER)

  Rasio hutang terhadap ekuitas dihitung dengan membagi total hutang dengan total ekuitas. Rasio ini menggambarkan kemampuan modal sendiri dalam menjamin hutang. Rumus untuk menghitung debt to equity ratio yaitu:

  = Rata-rata rasio hutang terhadap total ekuitas untuk industri adalah 80%

  (Kasmir, 2008: 159). Perusahaan akan dikatakan baik jika perusahaan mampu mencapai rata-rata rasio hutang terhadap total ekuitas dibawah rata-rata industri.

3. Rasio kelipatan pembayaran bunga (time interest earned ratio)

  Rasio kelipatan pembayaran bunga dihitung dengan membagi jumlah laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga. Rasio ini digunakan untuk menunjukkkan kemampuan laba sebelum bunga dan pajak untuk membayar beban bunga. Rumus untuk menghitung kelipatan pembayaran bunga yaitu: laba sebelum bunga dan pajak kelipatan pembayaran bunga = beban bunga

  Kelipatan pembayaran bunga untuk industri adalah 10 kali (Kasmir, 2008:162).

  Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio hutang terhadap aktiva (DAR) karena rasio ini mengukur berapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditor. Semakin besar rasio DAR mengindikasikan semakin besarnya tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal yaitu kreditur dan semakin besar pula beban biaya hutang atau biaya bunga yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DAR, maka hal tersebut akan berdampak terhadap tingkat profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian keuntungan yang diterima akan digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) akan semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman), maka hal tersebut akan mengakibatkan hak para pemegang saham atas dividen perusahaan juga semakin berkurang.

  Chang dan Rhee (1990) dalam Rachmad (2013:39) juga menunjukkan bahwa tingkat hutang yang lebih rendah mengikuti pembayaran dividen perusahaan yang lebih tinggi. Begitu pula sebaliknya apabila perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi akan diikuti dengan pembayaran dividen perusaahaan yang lebih rendah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa leverage (DAR) mempunyai hubungan yang negatif dengan kebijakan dividen perusahaan.

2.1.8 Ukuran perusahaan (firm size)

  Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian (Brigham dan Houston, 2001 dalam Estika Maulida Priyo, 2013:26).

  Ukuran perusahaan menjelaskan bahwa sebuah perusahaan yang telah mapan dan besar dapat memiliki akses yang lebih mudah untuk masuk ke dalam pasar modal untuk memperoleh dana dari berbagai macam sumber, sehingga untuk dapat memperolah pinjaman dari kreditur akan lebih mudah dikarenakan perusahaan yang lebih besar memiliki potensi yang lebih besar pula untuk menang dalam persaingan yang terjadi dan bertahan dalam dunia industri apabila dibandingkan dengan sebuah perusahaan yang berukuran kecil atau perusahaan yang baru berdiri.

  Perusahaan besar memiliki akses yang mudah untuk dapat masuk ke dalam pasar modal untuk mendapatkan suntikan dana sehingga hal teersebut berpengaruh terhadap pembayaran dividen perusahaan. Bagi perusahaan besar yang memiliki banyak aset cenderung akan membayar dividen dalam jumlah yang besar yang bertujuan untuk menjaga reputasi di kalangan investor. Dalam Anggi Noor Rachmad (2013:41) selain menggunakan natural

  

logaritma of sales ,proksi ukuran perusahaan dapat menggunakan natural log

total asset atau natural log capitalization. Dalam penelitian ini ukuran

  perusahaan dihitung dengan menggunakan rumus : Ukuran perusahaan = Ln of Total Asset

2.1.9 Investment Opportunity Set (IOS)

  Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan olehMyers (1977) dalam Imam Subekti dan I.W. Kusuma (2001) yang menguraikan pengertian perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi investasi masa depan (Budi Mulyono, 2009). Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Budi Mulyono (2009), opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditujukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable).

  Dalam penelitian ini, proksi yang digunakan adalah rasio Market to

  

Book Value of Equity (MVEBVE) yang mencerminkan bahwa pasar menilai

  return dari ekuitasnya. Adanya perberdaan antara nilai pasar dengan nilai buku ekuitas menunjukkan investasi perusahaan.

  Rasio MVEBVE dipilih dalam penelitian ini kerena merupakan rasio yang paling valid dan paling banyak digunakan oleh peneliti di bidang keuangan. Selain itu, ratio ini diyakini memiliki hubungan yang konsisten dengan pertumbuhan perusahaan yang nyata dari perusahaan (Kallapur dan Trombley, 2001 dalam Pasaribu, 2012:41). Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah:

  ℎ x share closing price =

  Dapat dikatakan perusahaan yang memiliki kesempatan investasi atau

  

investment opportunity set yang tinggi di masa depan akan memiliki tingkat

Tingkat pertumbuhan yang tinggi di asosiasikan pertumbuhan yang tinggi pula. dengan penurunan dividen (Rozeff, 1982 dalam Budi Mulyono, 2009 ). Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi diharapkan memiliki kesempatan investasi yang tinggi. Untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan, perusahaan memerlukan dana yang besar yang dibiayai dari sumber internal.

  

Dengan menurunkan jumlah pembayaran dividen akan membuat perusahaan

memiliki sumber dana internal yang cukup untuk keperluan investasi yang akan

dilakukan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa investment opportunity

set (IOS) perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen

perusahaan.

2.1.10 Free Cash Flow

  Menurut Brigham dan Houston (2007:109) free cash flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakuka investasi dalam aset tetap, produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Free Cash Flow adalah sebagai kelebihan dana kas setelah dipakai untuk mendanai seluruh proyek yang memberikan net

  

present value positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang

relevan (Jensen dalam Rosdini, 2009 dan Priyo, 2013:51).

  Free cash flow yang tersedia di dalam perusahaan biasanya digunakan

  untuk membayar hutang, membeli kembali saham, pembayaran dividen kepada para investor atau disimpan sebagai dana untuk kesempatan perusahaan berinvestasi di masa mendatang. Dalam Priyo (2013:27) arus kas ini merefleksikan tingkat pengembalian bagi penanam modal, baik itu dalam bentuk hutang atau ekuitas. Bila perusahaan memiliki free cash flow positif (FCF

  ≥ 0), maka keuangan perusahaan dalam kondisi yang baik. Sedangkan

  free cash flow perusahaan adalah negative (FCF

  ≤ 0) maka perusahaan harus mengeluarkan saham untuk menambah modal, hal ini akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan per saham dari perusahaan tersebut.

  Banyaknya kas yang dimiliki perusahaan juga mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham melalui pengurangan hutang, peningkatan dividen atau pembelian saham kembali. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Dalam Pasaribu (2013:40)

  

free cash flow dihitung dengan menggunakan rumus , yaitu:

  = CFO

  − ( + ℎ ) 100%

2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu.

  Berikut adalah uraian dari beberapa hasil penelitian terdahulu.

  1. T Abdu Syahri Atthar (2012) meneliti tentang pengaruh size, roa dan leverage terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia. Penelitian ini menggunakan 29 perusahaan yang dijadikan sampel pada tahun penelitian. Terdapat satu variabel dependen yaitu kebijakan dividen dan tiga variabel independen yaitu size, ROA dan leverage yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel size, roa dan leverage tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen. Dan juga secara simultan variabel size, roa dan leverage tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

  2. Niken Tyas Lestanti (2007) dengan judul analisis Pengaruh Rasio

  

Profitabilitas, Hutang, dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen

Perusahaan. Terdapat 4 variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang

terdiri dari satu variabel dependen yaitu dividend payout ratio (DPR), serta 3

variabel independen yaitu return on common equity (ROCE), debt to equity

ratio (DER), dan current ratio (CURR). Disimpulkan bahwa dari tiga

hipotesis yang diuji, didapatkan hasil ROCE memiliki hubungan yang positif

dan signifikan dengan DPR. Selain itu DER terbukti memiliki hubungan

pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap DPR. Sedangkan CURR tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DPR.

  3. Maria Andriyani (2008) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh

  

Cash Ratio, Debt To Equity Ratio, Insider Ownership, Investment

Opportunity Set (IOS), dan Profitability Terhadap Kebijakan Dividen.

  Terdapat 6 variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu kebijakan dividen dan 5 variabel independen yaitu Cash Ratio, Debt To Equity Ratio, Insider Ownership, Investment

  

Opportunity Set (IOS), dan Profitability (Studi Empiris pada perusahaan

Automotive di Bursa Efek IndonesiaPeriode Tahun 2004-2006) .

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa CashRatio, DER, IOS, dan ROA secara parsial signifikan terhadap DPR sedangkan kepemilikan saham manajemen, tidak signifikan terhadap DPR.

  4. Estika Maulida Priyo (2013) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh Return On Asset , Debt To Equity Ratio, Firm Size, Growth dan

  

Free Cash Flow Terhadap Devidend Payout Ratio (Studi EmpirisPada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bei Periode 2008-2011).

  Terdapat 6 variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu Dividend Payout Ratio (DPR) dan 5 variabel independen yaitu Return On Asset , Debt To Equity Ratio, Firm Size,

  Hasil uji t statistik menunjukan bahwa variabel Growth dan Free Cash Flow. (DER) berpengaruh negatif dan Firm Size berpengaruh

  Debt Equity Ratio positif signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR), sedangkan variabel

Free Cash Flow (FCF) berpengaruh negatif, Return on Asset (ROA) dan

Growth berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio

(DPR). Hasil uji F menyatakan bahwa semua variabel dalam penelitian ini

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR).

  5. Anggie Noor Rachmad (2013) dengan judul penelitian Pengaruh Struktur Kepemilikan, Leverage, dan Return On Asset (ROA) Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Empiris pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Dimana terdapat 4 variabel dalam penelitian ini yang terdiri dari satu variabel independen yaitu kebijakan dividen dan 3 variabel independen yaitu struktur kepemillikan, leverage, dan ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, dan Return On Asset serta variabel kontrol ukuran perusahaan

  Leverage,

  berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan deviden. Sedangkan, kepemilikan institusional dan kepemilikan saham minoritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan deviden.

  6. Vithoaruna Samarthagani (2013) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turnover, Return On Asset, Debt To

  

Equity Ratio Terhadap Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Yang

  Listed Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2011. Dimana terdapat lima variabel dalam penelitian ini yang terdiri satu variabel independen yaitu

  

dividend payout ratio dan empat variabel independen yaitu current ratio,

total asset turnover , return on asset, debt to equity ratio. Hasil penelitian

variabel CR dan variabel ROA berpengaruh positif dan

  menunjukkan bahwa

  

signifikan terhadap DPR. Sedangkan variabel TATO dan variabel DER

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR. Secara simultan CR,

TATO, ROA dan DER berpengaruh signifikan terhadap DPR.

  Budi Mulyono (2009) dengan judul penelitian 7.

  Pengaruh Debt To

  

Equity Ratio, Insider Ownership, Size , dan Investment Opportunity Set

  Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Pada Industri Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2007). Dimana terdapat lima variabel dalam penelitian ini yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu kebijakan dividen dan empat variabel independen yaitu

  

debt to equity ratio, insider ownership, size , dan investment opportunity

variabel DER dan Ln IOS secara set . Hasil penelitian menunjukkan bahwa

parsial berpengaruh signifikan terhadap DPR, sementara variabel Ln Insider

dan Size dan Ownership secara parsial tidak signifikan terhadap DPR..

  Sedangkan, secara bersama-sama DER, Ln Insider, Size, Ln IOS terbukti signifikan berpengaruh terhadap DPR.

  8. Boanyah et al (2013) dengan judul penelitian Determinants of

  

dividend payout policy of some selected manufacturing firms listed on the

Ghana Stock Exchange. Dimana terdapat delapan variabel dalam

  penelitian ini yang terdiri dari satu variabel dependen yaitu kebijakan dividen dan tujuh variabel independen yaitu profitability, cash flow, sales

  

growth, last year dividend per share, size, liquidity. Hasil penelitian

  menunjukkan bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan sementara last year dividend per memiliki pengaruh negatif dividen, sedangkan variabel lain ( sales

  share

growth, cash flow, liquidity dan EPS) tidak memiliki pengaruh yang

  signifikan terhadap kebijakan dividen. Ikhtisar hasil penelitian terdahulu di atas tercantum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu

  No Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian (Tahun) Penelitian Penelitian

  1. Pengaruh Size, Dependen:

  • Size tidak Atthar ROA dan berpengaruh
  • Kebijakan (2012) Leverage Dividen signifikan

  Terhadap (DPS)

  • ROA tidak Kebijakan berpengaruh

  Dividen Pada Independen: signifikan

  Perusahaan

  • Size • Leverage Manufaktur Perusahaan tidak yang Terdaftar berpengaruh
  • ROA di Bursa Efek signifikan
  • Leverage Indonesia

  • ROCE memiliki hub positif dan signifikan
  • DER memiliki hub negative dan signifikan
  • CURR tidak berpengaruh signifikan 3.
  • DER = Debt

  • CURR =
  • >DER, IOS, dan ROA secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
  • Kebijakan dividen (DPR)
  • cash ratio
  • debt to
  • Insider
  • insider
  • investment
  • >profitabiliy >Variabel DER berpengaruh negatif dan Firm Size berpengaruh positif signifikan terhadap DPR.
  • Variabel FCF<
  • DPR Independen:
  • ROA
  • DER
  • Firm size
  • Growth Free cash

  Dependen:

  Return On Asset , Debt To Equity Ratio, Firm Size, Growth dan Free Cash Flow Terhadap Devidend Payout Ratio

  Analisis Pengaruh

  Estika Maulida Priyo (2013)

  tidak bepengaruh signifikan 4.

  ownership

  opportunity set (IOS)

  ownership

  equity ratio

  Independen:

  Empiris pada perusahaan Automotive di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006)

  Dependen:

  Ratio, Debt To Equity Ratio, Insider Ownership, Investment Opportunity Set (IOS), dan Profitability Terhadap Kebijakan Dividen (Studi

  Analisis Pengaruh Cash

  Maria Andriyani (2008)

  Current Ratio

  to Equity Ratio

  Return Common On Equity

  ROCE =

  Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas, Hutang, dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan 1.

  Niken Tyas Lestanti, (2007)

  Lanjutan tabel 2.1 2.

  flow

  • Variabel ROA, DER, firm size, growth dan FCF secara bersama- sama terhadap DPR 5.
  • Kebijakan dividen (DPR)

  ROA serta variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap DPR .

  turn over

  ratio

  Independen:

  Payout ratio

  Dependen:

  Current Ratio , Total Asset Turnover , Return On Asset , Debt To Equity Ratio

  Analisis Pengaruh

  Samarthagani (2013)

  6. Vithoaruna

  Kepemilikan institusional dan kepemilikan saham minoritas tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR.

  Leverage, dan

  Kepemilikan manajerial,

  • Struktur Kepemilikan • LeverageReturn on

  Asset (ROA)

  Independen:

  Dependen:

  Empiris pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

  Leverage, dan Return On Asset (Roa) Terhadap Kebijakan Dividen (Studi

  Pengaruh Struktur Kepemilikan,

   Anggie Noor Rachmad (2013)

  berpengaruh negatif, ROA dan Growth berpengaruh positif tidak signifikan terhadap DPR

  Lanjutan tabel 2.1

  CR dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR. TATO dan DER berpengaruh negatif dan

  • Dividen
  • Current
  • Total asset
  • Return on

  • Debt to

  To Equity Ratio, Insider Ownership, Size , Dan Investment Opportunity Set Terhadap

  Ln Insider dan Size dan Ownership secara parsial tidak signifikan terhadap DPR . Secara bersama- sama DER, Ln Insider, Size, Ln

  Opportunity Set DER dan Ln IOS secara parsial berpengaruh signifikan terhadap DPR.

  Ownershi

  Equity Ratio

  Independen:

  Dependen:

  Kebijakan Dividen (Studi Pada Industri Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2007)

  Pengaruh Debt

  (2009)

  7. Budi Mulyono

  signifikan terhadap DPR. Secara simultan CR, TATO, ROA dan DER berpengaruh signifikan terhadap DPR

  equity ratio

  asset

  Pada Perusahaan Yang Listed Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2011

  Dividend Payout Ratio

  Lanjutan tabel 2.1 Terhadap

  • Kebijakan Dividen (DPR)
  • Debt To
  • Insider
  • SizeInvestment

  IOS terbukti signifikan berpengaruh terhadap DPR Lanjutan tabel 2.1

  Boanyah et al

  8. Determinants Dependen: Profitability dan

  (2013) of dividend size berpengaruh

  • Kebijakan

  payout policy positif

  dividen

  of some (DPR) selected Dividend last

  Independen:

  manufacturing year per share

  • Dividend

  firms listed on berpengaruh last year per the Ghana negatif share Stock

  (DPS it-1) .

  Exchange Variabel lain

  • Profiability

  (cash flow, sale

  • Cash flow

  growth,

  • Sales growth

  liquidity, dan

  • Liquidity

  EPS) tidak

  • Size berpengaruh
  • EPS signifikan

  Sumber: Tesis dan Skripsi yang di-download

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Menurut Erlina (2011:33) kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

  Berdasarkan atas latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dibangun kerangka konseptual

  partial dan simultan seperti pada gambar 2.1.

  Return on Asset (X1) H1 (+)

  H2 (-) Leverage

  (X2) Ukuran perusahaan H3 (+) Kebijakan dividen (DPR) (X3)

  ( Y) Investment

H4 (-)

  Investment opportunity set (X4) ( X4) H5 (+)

  Free cash flow (X5) H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Return on asset merupakan rasio antara laba bersih dibagi dengan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas dan Invesment Oportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan yang Terdaftar Di LQ45

5 113 99

Pengaruh Return On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS) dan Free Cash Flow Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012

0 44 107

Pengaruh Return On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS) dan Free Cash Flow Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012

1 36 108

Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia

3 69 98

Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

5 70 119

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Signalling Theory (Teori Sinyal) - Analisis Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Free Cash Flow dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terda

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di B

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Hutang 2.1.1 Pengertian Hutang dan Jenis-jenis Hutang - Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kebijakan Dividen - Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas dan Invesment Oportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan yang Terdaftar Di LQ45

1 1 22

Pengaruh Return On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS) dan Free Cash Flow Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012

0 0 44