Hubungan Faktor Risiko Umur Jenis Kelami (2)
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO UMUR, JENIS KELAMIN DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI DESA WORI KECAMATAN WORI SKRIPSI OLEH :
Jendra F.J Dotulong 110111175
DOSEN PEMBIMBING dr. Margareth R. Sapulete, MKes Prof. Dr. dr. Grace D. Kandou, MKes
UNIVERSITAS SAM RATULANGI PROGRAM KEDOKTERAN UMUM MANADO 2015
ABSTRAK
Dotulong, Jendra. hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB di Desa Wori Kecamatan Wori. Pembimbing : (I) dr. Margareth R. Sapulete, Mkes, (II) Prof. Dr. dr. Grace
D. Kandou, Mkes
Tuberkulosis (TB) ialah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis . Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Determinan penyakit TB paru adalah kependudukan dan faktor lingkungan. Kependudukan meliputi jenis kelamin, umur. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian. Di Kecamatan Wori kasus TB terbanyak pada terdapat di Desa Wori selama tahun 2012 dan 2014 sebanyak 12 kasus di tahun 2012 dan 5 kasus (Januari - Agustus)
di tahun 2014 Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor risiko umur,
jenis kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB di Desa Wori Kecamatan Wori.
Jenis Penelitian ini menggunakan studi deskriptif analitik dengan metode cross sectional . Sampel Penelitian sebanyak 97 responden. Analisis Data dilakukan dengan uji chi square untuk mengetahui deskripsi dan hubungan faktor resiko dengan kejadian tuberculosis paru.
Hasil analisis bivariat yang terbukti berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah; umur (p = 0,012) dan jenis kelamin (p = 0,000). Dari keseluruhan hasil penelitian bahwa faktor resiko yang di teliti yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah umur dan jenis kelamin.
Kata kunci: Faktor resiko, TB paru, umur, jenis kelamin
ABSTRACT
Dotulong, Jendra. relationship of risk factors of age, sex and residential density
with the incidence of TB disease in the village Wori Wori District. Guidance by : (I) dr. Margareth R. Sapulete, Mkes, (II) Prof. Dr. dr. Grace
D. Kandou, Mkes
Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. Most of the TB germs attack the lungs, but can also regarding other organs. Determinants of pulmonary TB disease is the demographic and environmental factors. Population includes gender, age. Whereas environmental factors include population density. In Wori District TB cases in there in the village of Wori during 2012 and 2014 as many as 12 cases in 2012 and 5 cases (January-August) in 2014
The research objective was to determine the relationship of risk factors of age, sex and residential density with the incidence of TB disease in the village Wori Wori District.
This study uses a type of descriptive analytic study with cross sectional method. The study sample as many as 97 respondents. Data analysis done with chi square test to determine the risk factors description and relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis.
The results of the bivariate analysis were shown to be associated with the incidence of pulmonary tuberculosis is; age (p = 0.012) and gender (p = 0.000). From the overall results of the study that examined risk factors associated with the incidence of pulmonary tuberculosis were age and sex.
Keywords: risk factors, pulmonary tuberculosis, age, gender
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO UMUR, JENIS KELAMIN DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI DESA WORI KECAMATAN WORI
Oleh: Jendra F.J Dotulong 110 111 175
Telah diajukan pada Ujian Karya Tulis Ilmiah Sarjana Kedokteran Universitas Sam Ratulangi 15 Januari 2015, telah dikoreksi dan disetujui oleh :
dr. Margareth R. Sapulete, Mkes Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. dr. Grace D. Kandou, Mkes Dosen Pembimbing II
dr. Iyone E.T Siagian, Mkes Kepala Bagian IKKOM
Prof. Dr. dr. Adrian Umboh, Sp.A(K) Dekan Fakultas Kedokteran UNSRAT
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber bacaan baik yang dikutip maupun yang dirijuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Jendra Frits Johanis Dotulong NRI : 110111175
Tanda Tangan :
Tanggal
: Januari 2015
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Sebagai civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Jendra Frits Johanis Dotulong NRI : 110111175
Program Studi
: Pendidikan Dokter
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, setuju untuk memberikan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Nonexclusive Royalty Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO UMUR, JENIS KELAMIN DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI DESA WORI KECAMATAN WORI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Royalti Nonekslusif ini Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengolah, dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dibuat di
: Manado Pada tanggal : Januari 2015 Yang Menyatakan
Jendra F.J Dotulong
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
tuntunannya dalam pembuatan skripsi ini yang berjudul “Hubungan faktor risiko Umur, Jenis Kelamin dan Kepadatan Hunian dengan kejadiaan TB
paru di Desa Wori Kecamatan Wori” bisa terselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Kedokteran Umum Universitas Sam Ratulanngi Manado.
Saya selaku Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih dan Apresiasi yang setinggi-tinginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Adrian Umboh, SpA (K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2. Ibu dr. Iyone E.T. Siagian, MKes, DK sebagai Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas (IKKOM) Universitas Sam Ratulangi Manado
3. Bapak dr. Henry M.F. Palandeng, MSc sebagai Ketua Panitia skripsi Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas (IKKOM) Universitas Sam Ratulangi Manado
4. Ibu dr. Margareth R. Sapulete, MKes sebagai Panitia Sekertaris Skripsi bagian Ilmu Kedokteran Komunitas (IKKOM) di Universitas Sam Ratulangi Manado sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I
5. Ibu Prof. Dr. dr. Grace D. Kandou, MKes sebagai Ketua Program Pasca Sarjana di Universitas Sam Ratulangi Manado sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II
6. Ibu dr. Wulan P.J Kaunang, Grad Dip, Mkes, DK Sebagai Penguji I
7. Ibu dr. Dina V. Rombot, Mkes sebagai Penguji II
8. Ibu dr. Nelly Mayulu, Msi sebagai dosen Pembimbing Akademik
9. Seluruh Pengajar dan staff Program studi Kedokteran Umum Universitas Sam Ratulangi Manado yang telah memberikan bekal ilmu pada masa perkuliahan hingga kini.
10. Bapak Steven Korengkeng, Camat dari Kecamatan Wori yang telah membantu saya mengumpulkan data-data penduduk di Desa Wori yang juga telah mengijinkan penulis untuk meneliti Desa Wori.
11. Ibu dr. Joice Maramis, Kepala Puskesmas Wori di Desa Wori yang juga telah membantu penulis mengambil data-data yang di perlukan untuk penelitian ini.
12. Papa dan Mama saya (Anton Tololiu Dotulong dan Selvie Sendra Oflagi) yang sudah dipercayakan Tuhan Allah sebagai Orang Tua saya yang juga selalu memotivasi penulis agar terus semangat dalam penulisan skripsi ini.
13. Sahabat-sahabat dari penulis Joseph Hardi, Reza Susanto, Erick Tungka dan Yohanes Tjandra teman - teman yang juga membantu saya dalam penulisan ini.
14. Seluruh Mahasiswa Program studi Kedokteran Umum Universitas Sam Ratulangi Manado lebih khusus angkatan 2011 (Effect), juga teman- teman skripsi bagian IKKOM, dan juga kepada semua pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah menambahkan ide dan gagasan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, Tuhan Yesus Memberkati kita semua. ”IMMANUEL”
PENULIS,
Jendra F.J Dotulong
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Luas Wilayah Kecamatan Wori …………………………... 28 Tabel 2.
Data Luas dan jumlah jaga Wilayah Kecam atan Wori …... 29 Tabel 3.
Jumlah Pendu duk Kecamatan Wori ………………………. 30 Tabel 4.
Distribusi Responden faktor- faktor yang berpengaruh …... Terhadap kejadian TB paru ……………….……………… 31
Tabel 5. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan .. ……….... 31 Tabel 6.
Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan .. .…………. 32 Tabel 7.
Distribusi Umur Responden ………………………………. 33 Tabel 8.
Distribusi Jenis Kela min Responden ……………………... 33 Tabel 9.
Distribusi K epadatan Hunian ……………………………... 34 Tabel 10.
Distribusi Kejadian TB p aru ……………………………… 34 Tabel 11.
Hubungan Umur dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis . Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014 …...…… 35
Tabel 12. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Penyakit ........ Tuberkulosis Paru di Des a Wori Kecamatan Wori ………. Tahun 2014 ……………………………………………….. 36
Tabel 13. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit .. Tuberkulosis Paru di Desa Wori Kecamatan Wori ………. Tahun 2014 ……………………………………………….. 37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data .........................................
51 Lampiran 2. Surat Pernyataan .........................................................
52 Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ....................................................
53 Lampiran 4. Master Tabel Hasil penelitian .......................................
54 Lampiran 5. Peta Kecamatan Wori ..................................................
66
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis 1 . Sebagian besar bakteri mycobacterium tuberculosis
menyerang organ paru-paru (80%), sedangkan 20% lainnya menyerang organ diluar paru. 2 Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan di dunia, yang
menempati urutan kedua sebagai penyakit infeksi penyebab kematian terbanyak setelah 1 Human Imunodeficiency Virus (HIV).
Menurut WHO ( World Health Organization) pada tahun 2012, memperkirakan bahwa jumlah kasus TB di dunia 8,6 juta kasus baru TB. Dengan insiden sekitar 122 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2012 insiden tertinggi ditemukan di ASIA (58%) dan Afrika (27%). Indonesia masuk dalam 10 negara dengan insiden TB tertinggi, mulai dari Negara India, China, Afrika Selatan, dan
Indonesia menduduki posisi keempat pada tahun 2012. 1 Tahun 2013 di Indonesia ditemukan jumlah kasus baru Bakteri Tahan
Asam (BTA) positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus
baru di Indonesia. 4
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tentang kasus tuberkulosis paru di Unit Pelayanan Kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara untuk tahun 2011 terbanyak pada triwulan keempat 1.080 kasus. Dan untuk tahun 2012 terbanyak pada triwulan keempat 1.126 kasus. Serta pada tahun 2013 terbanyak pada triwulan pertama terdapat 1.198 kasus. Disini dapat dilihat terjadi peningkatan kasus tuberkulosis paru khususnya di Unit Pelayanan
Kesehatan. 27 Determinan penyakit TB paru adalah kependudukan dan faktor
lingkungan. Kependudukan meliputi jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian, lantai
rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban. 7 Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada
kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39%. 4
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. 3 Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali
penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup dalam 1-2 jam sampai beberapa hari tergantung dari ada tidaknya sinar matahari, ventilasi yang
baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan hunian rumah. 9 Kepadatan hunian merupakan hasil bagi antara luas ruangan dengan
jumlah penghuni dalam satu rumah. Luas rumah yang tidak sebanding dengan penghuninya akan mengakibatkan tingginya kepadatan hunian rumah. 9
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kecamatan Wori, pada Puskesmas Wori selama 3 tahun terakhir (2012 - akhir Agustus 2014). Pada tahun 2012 terdapat 39 kasus baru, 2013 terdapat 33 kasus dan tahun 2014 dari bulan Januari - Agustus terdapat 25 kasus baru. Ditemukan kasus TB terbanyak pada Desa Wori selama tahun 2012 dan 2014 sebanyak 12 kasus di tahun 2012 dan 5 kasus
(Januari - Agustus) di tahun 2014. 5 Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dari faktor
risiko umur, jenis kelamin dan kepadatan hunian di Desa Wori tahun 2014
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: Adakah Hubungan antara faktor risiko umur, jenis kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru di Desa Wori?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin dan kepadatan a. Mengetahui hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin dan kepadatan
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan umur dengan kejadian penyakit TB
b. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian penyakit TB
c. Mengetahui hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB
D. Manfaat Penelitian
a) Dapat dijadikan sebagai bahan masukan, informasi, dan bahan evaluasi bagi Dinas Kesehatan dan instansi terkait dalam usaha peningkatan pencegahan penyakit tersebut.
b) Sebagai bahan informasi, masukan, dan kebijakan bagi pemerintah daerah setempat dalam peningkatan pencegahan dan perbaikan penanganan penyakit tuberkulosis.
c) Dapat menjadi bahan informasi yang dapat menambah pengetahuan bagi penulis dalam mengamati masalah kesehatan yang ada serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. 1
B. Etiologi
Kuman yang menyebabkan TB paru ( mycobacterium tuberculosis) ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur lama selama beberapa hari. 6
C. Cara Penularan
1. Tuberkulosis Primer
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil TB. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet, sampai di paru basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil TB. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet, sampai di paru basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi
penyakit. 2,12
2. Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: - meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas - memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi - bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped). 11
D. Risiko Penularan
Risiko penularan setiap tahun ( Annual Risk of Tuberkulosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk terdapat 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TBC, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TBC.
Dari keterangan di atas dapat diperkirakan pada daerah dengan ARTI 1% maka di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita
tuberculosis setiap tahun, di mana 50 penderita adalah BTA Positif. 6
E. Gejala Klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik - batuk > 2 minggu - batuk darah - sesak napas - nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik - Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan 3. Gejala tuberkulosis ekstraparu Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. 11
F. Diagnosis penyakit TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu- Pagi-Sewaktu (SPS):
· S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
· P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas Layanan Kesehatan (fasyankes).
· S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
2. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu : - Pasien TB Ekstra Paru - Pasien Tb Anak - Pasien TB BTA Negatif Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia
laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.
3. Uji Kepekaan Obat TB
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi 3,11 overdiagnosis.
Gambar 2.1 Skema alur diagnosis TB pada orang dewasa (PDPI, 2006)
G. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi (Depkes RI, 2008).
Penderita tuberkolosis dengan gejala klinis harus mendapat minimum dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Baru-baru ini CDC dan American Thoracic Society (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkolosis dengan Penderita tuberkolosis dengan gejala klinis harus mendapat minimum dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Baru-baru ini CDC dan American Thoracic Society (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkolosis dengan
a. Tujuan Pengobatan Tujuan pengobatan menurut Depkes RI menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencengah kekambuhan, menurunkan tingkat penularan.
1. Jenis Dan Dosis Obat a). Isoniasid (INH) Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/Kg BB, sedangkan untuk mengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/Kg BB.
b). Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/Kg BB sedangkan
untuk mengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari. Sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
c). Etambutol (E) Bersifat bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 12 mg/Kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/Kg BB.
d). Rifampisin (R) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (pesister) yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
e). Pirasinamid Bersifat bakterisd, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali diberikan dengan dosis mg/kg BB. (Depkes RI,
H. Pencegahan
Upaya pencegahan TB paru dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Temukan semua penderita tuberculosis dan berikan segera pengobatan yang tepat
b. Sediakan fasilitas medis yang memadai seperti laboratorium dan alat rontgen agar dapat melakukan diagnosa dini terhadap penderita, kontak dan tersangka. Sediakan juga fasilitas pengobatan terhadap penderita dan mereka yang risiko tinggi terinfeksi, sedangkan fasilitas tempat tidur untuk mereka yang perlu mendapat perawatan.
c. Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara pemberantasan.
d. Mengurangi dan menghilangkan kondisi social yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian.
e. Meningkatkan sanitasi lingkungan perumahan.
Lima tingkatan pencegahan ( Five level of prevention by level and Clark 1958)
1. Health Promotion (Promosi Hidup Sehat).
2. Spesific Protection (Pencegahan dan Perlindungan spesifik).
3. Early Diangnosis and prompt Treatmen (Diagnosa Dini dan Pengobatan yang Cepat dan Tepat).
4. Disability Limitation (Meminimalkan Kecacatan atau ketidak mampuan).
5. Rehabilitation (rehabilitasi fisik dan mental). 13
I. Program Penanggulangan TB
Program pemberantasan penyakit menular mempunyai peranan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian adapun tujuan penanggulangan Tuberkulosis paru adalah :
1. Jangka Panjang
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB dengan cara memutuskan mata rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Jangka Pendek
Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan tercapainya cakupan penemuan penderita sesuai dengan target CDR (Crude Death Rate) yang ditetapkan oleh pemerintah
yaitu sebesar 70% secara bertahap. 3,6,10
J. Faktor Risiko TB
Faktor risiko adalah suatu determinan yang diperlukan sehingga dapat mengurangi kemungkinan timbulnya masalah kesehatan atau penyakit. Karakteristik tertentu dari golongan penduduk yang mempunyai risiko untuk
terjangkitnya penyakit TB lebih besar bila dibandingkan dengan golongan lain, 6 faktor risiko tersebut adalah :
1. Umur
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44
tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39%. 4 Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). 3 Penyakit TB sebagian besar (± 75%) menyerang kelompok usia produktif,
kelompok ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah. Hal tersebut juga di temukan pada penelitian kasus kontak TB yang dilakukan oleh Chandra Wibowo dkk di RSUP Manado di mana dari 15 orang penderita, 14 orang (93,33%) berusia produktif (19-55 tahun) dan hanya 1 orang (6,67%)berusia 56 tahun. Rentang usia TB pada kasus kontak adalah 28-46 tahun pada laki-laki dan 20-56 tahun pada
perempuan. 6,14
2. Jenis Kelamin
WHO (2012) melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki daripada wanita didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada wanita menurun 0,7%. tuberkulosis WHO (2012) melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki daripada wanita didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada wanita menurun 0,7%. tuberkulosis
Hasil penelitian mengenai risiko jenis kelamin dan infeksi tuberkulosis masih bervariasi, seperti penelitian Feng et al tahun 2012 yang menunjukkan bahwa di Taiwan Cina, jenis kelamin pria merupakan faktor risiko independen untuk terinfeksi tuberkulosis (OR, 1,96, 95% CI, 1,12-3,41) karena memiliki kebiasaan merokok. Sedangkan penelitian Zhenhua tahun 1996-2000 di Arkansas Amerika Serikat menunjukkan bahwa perempuan (OR, 1,98, 95% CI, 1,25-3,13), non-Hispanik kulit hitam (OR, 2,38, 95% CI , 1,42-3,97), dan HIV-positif (OR, 4,93, 95% CI, 1,95-12,46) memiliki risiko lebih tinggi untuk tuberkulosis paru
daripada laki-laki, kulit putih non-Hispanik, dan HIV-negatif. 1,3,15
3. Kepadatan Hunian
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 8 m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang . Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur
dengan anggota keluarga lainnya. 13 Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat
hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 10 m²/orang. 13 Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan tahun 2000,
didapatkan data bahwa :
1. Rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai risiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur terpisah;
2. Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya;
3. Besar risiko terjadinya penularan dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita TB. 13
K. Kerangka Teori
Dari teori yang didapat dari hasil kepustakaan yang ada dan hasil-hasil dari beberapa penelitian didapatkan berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian TBC Paru, yaitu :
Gambar 2.2 Kerangka Kemenkes RI 2011
L. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
M. Hipotesis
1) H 0 : Tidak ada hubungan antara Umur dengan kejadian TB paru
H 1 : Ada hubungan antara Umur dengan kejadian TB paru
2) H 0 : Tidak ada hubungan antara Jenis Kelamin dengan kejadian TB paru
H 1 : Ada hubungan antara Jenis Kelamin dengan kejadian TB paru
3) H 0 : Tidak ada hubungan antara Kepadatan Hunian dengan kejadian TB paru
H 1 : Ada hubungan antara Kepadatan Hunian dengan kejadian TB paru
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Bentuk penelitian ini yaitu penelitian deskriptif analitik, dengan pendekatan potong lintang ( Cross Sectional).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wori Kecamatan Wori Minahasa Utara dari bulan Oktober sampai Desember 2014
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh masyarakat yang tinggal di Desa Wori Kecamatan Wori Minahasa Utara. Sampel : Penetuan besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus
menurut Lameshow 1990 yakni sebagai berikut :
2 n = Zα P(1 –P)
Keterangan : n = Besar sampel Z α = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95 % = 1,96) P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi.
d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 0,10 Diketahui :
Perkiraan Proporsi ( P ) = 0,5 Presisi (d) = 0,10 Derajat Kepercayaan ( Z α ) = 1,96 Jadi :
n = 1,96 2 0,5 ( 1 – 0,5)
n = 3,8416 x 0,25 0,01 n = 0,9604 0,01 n = 96,04 dibulatkan menjadi 97. Jadi, untuk menentukan sampel terpilih digunakan teknik simple random
sampling, teknik ini dilakukan jika suatu sampel dengan n elemen dipilih dari suatu populasi dengan N elemen sedemikian rupa sehingga setiap kemungkinan sampel dengan n elemen mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih. Dan cara pengambilan yang akan saya gunakan adalah dengan undian. Dengan kriterian sampel yaitu :
a. Kriteria Inklusi - Bersedia berpartisipasi dalam penelitian - Berusia 15 tahun ke atas (usia produktif) - Bertempat tinggal di desa Wori Minimal 6 bulan
b. Kriteria Eksklusi - Tidak berada di tempat pada waktu penelitian - Dalam keadaan sakit atau tidak bisa di temui
D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas :
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Kepadatan hunian rumah
2. Variabel terikat :
d. Kejadian Tuberkulosis Paru
3. Definisi Operasional
1) Variabel bebas
a. Umur
Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan
tahun. 17 Kriteria:
1. Umur 15 ~ 54 tahun
2. 19 Umur ≥ 55 tahun. Alat Ukur : Checklist
Skala Ukur : Nominal
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin (seks) menurut Hungu adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. 18
Kriteria :
1. Laki-Laki
2. 19 Perempuan. Alat Ukur : Cheklist
Skala Ukur : Nominal
c. Kepadatan Hunian
Kepadatan Hunian adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. 13
Hasil Ukur :
1. 2 Buruk bila luas seluruh ruangan 10 m > 1orang
2 2. 6,16 Baik bila luas seluruh ruangan minimal 10 m = 1 orang. Alat ukur : Meteran dan Cheklist
Skala Ukur : Nominal
2) Variabel Terikat
d. Kejadian TB Paru
Kejadian penyakit tuberkulosis adalah penderita penyakit tuberkulosis paru yang dinyatakan dokter dengan pemeriksaan dahak dan hasil BTA positif berdasarkan catatan medik.
Kriteria:
1. Ya
2. 20 Tidak. Alat ukur : Cheklist
Skala Ukur : Nominal
E. Sumber data Penelitian
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dan observasi kepada responden dengan menggunakan kuesioner seperti identitas, alamat, umur, jenis kelamin, dan kondisi sanitasi rumah yang dilakukan di Desa Wori.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari laporan tahunan Dinas Kesehatan Desa Wori tahun 2014 , Kantor Kecamatan, Tiap-tiap Jaga yang ada serta dari Internet.
F. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner untuk dapat mendapatkan informasi subjek penelitian melalui wawancara terstruktur. Kemudian peralatan laboratorium kesehatan lingkungan seperti Roll Meter dan Kalkulator.
G. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
a) Editing, yaitu melakukan pengecekan kuesioner mengenai kelengkapan, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi, kesesuaian jawaban dan keseragaman satuan data.
b) Koding, yaitu mengklasifikasikan jawaban responden dengan cara member kode tertentu. Tujuannya adalah mempermudah saat analisis data dan entry.
c) Tabulasi, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.
d) Cleaning data, yaitu mengecek kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
2. Analisis Data
Di dalam pelaksanaan analisis data digunakan perangkat computer program Statisyical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 20 dan uji statistik dengan menggunakan uji univariat dan bivariat.
a. Analisa univariat
Analisa univariat dimaksudkan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variable yang diteliti yaitu Umur, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Hunian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis data. Data kategorik ini disajikan dalam bentuk nilai proporsi dan presentase dengan skala ukur nominal.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variable bebas yaitu Umur, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Hunian dengan variable terikat yaitu kejadian Tb paru. Variabel bebas dan variable terikat merupakan data kategorik dengan skala ukur nominal :
Analisis dari uji statistik ( chi square test ). Melihat dari uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya hubungan antara dua variabel tersebut yaitu variabel bebas (Umur, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Hunian) dan variabel terikat (kejadian Tb paru) bermakna atau tidak bermakna.
Analisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut dengan melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.
Uji yang digunakan pada analisis bivariat adalah uji Chi Square dengan menggunakan Statisyical Product and Service Solution (SPSS). Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis digunakan kriteria sebagai berikut :
Jika probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima dan H 1 ditolak. Jika probabilitas < 0,05 maka H 0 ditolak dan H 1 diterima.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
a. GEOGRAFI
Kecamatan Wori adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, yang terletak di bagian Utara, secara geografis berada posisi 01'35' 29,19"U dan 124" 50'16. 22"T dengan ketinggian Ketinggian wilayah 0,5 - 50 m dari permukaan laut.dengan topografi datar , sedikit berbukit yang terbagi dalam dua wilayah yaitu daratan/pesisir dengan tigabelas Desa, dan kepulauan yaitu puiau Mantehage empat Desa dan Pulau Nain tiga desa.
Menurut letaknya kecamatan Wori berbatasan dengan : Sebelah Utara : Laut Sulawesi
Sebelah Timur : Kec. Likupang Barat dan Talawaan Sebelah Selatan : Kota Manado Sebelah Barat
: Kota Manado dan Laut Sulawesi
Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Wori Daerah
Luas (Ha) Pemukiman
197 Ha Ladang
864 Ha Sawah tadah hujan
88 Ha Perkebunan rakyat
6.074,53 Ha Perkebunan rakyat
529,47 Ha Hutan
67 Ha Rawa Laut
730 Ha Tambak
7 Ha Fasilitas Olah Raga
5 Ha Kuburan
15 Ha Lain – lain
67 Ha Profil kantor Camat Kec. Wori
Tabel 2. Data Luas dan jumlah jaga Wilayah Kecamatan Wori No
3 KIMA BAJO
4 TALAWAAN BANTIK
5 TALAWAAN ATAS
15 MANTEHAGE I
16 MANTEHAGE II
17 MANTEHAGE III
20 NAIN I
5 JUMLAH
86.53 129 Profil kantor Camat Kec. Wori
b. Demografi
Kepadatan penduduk adalah 190 jiwa tiap kilometer persegi yang tersebar dalam 20 desa, dengan jumlah penduduk : 19.249 jiwa yang terdiri dari : Data Luas Wilayah, Jumlah Jaga dan Jumlah Penduduk.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Wori PENDUDUK
No DESA
KK
Lk
Pr Jumlah
3 KIMA BAJO
4 TALAWAAN BANTIK
5 TALAWAAN ATAS
15 MANTEHAGE I
16 MANTEHAGE II
17 MANTEHAGE III
20 NAIN I
9.842 20.250 Profil kantor Camat Kec. Wori
Dari 20 desa di atas, peneliti memilih desa Wori yang merupakan desa yang memiliki kejadian TB paru terbanyak selama 3 tahun terakhir juga sebagai desa yang memiliki kepadatan penduduk terbanyak kedua setelah desa Nain.
2. Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Wori Kecamatan Wori, jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 97 responden. Tabel 4. Distribusi responden faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru Variabel
Minimal-Maksimal Umur
Mean
15 – 81 Jumlah penghuni
5 1 - 14 Luas Rumah (m 2 )
Dari 97 responden usia termuda 15 tahun dan tertua 81 tahun dengan rata- rata 45 tahun. Jumlah penghuni rumah dengan rata-rata dihuni 5 orang, rumah dengan penghuni paling sedikit 1 orang dan paling banyak 10 orang. Luas rumah
2 2 dalam m 2 terkecil 16 m dan terbesar180 m dengan rata-rata luas rumah 45,59 m 2 .
Tabel 5. Distribusi Pendidikan Responden
Pendidikan Responden
Tidak Sekolah
26 26,8 Perguruan Tinggi
6 6,2 Total
Dari tabel 5. Dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak secara berturut-turut yaitu SMP (34%), SD (32%), SMA (26,8%), Perguruan Tinggi (6,2%), dan Tidak Sekolah (1%).
Tabel 6. Distribusi Pekerjaan Responden
Pekerjaan Responden
2 2,1 Ibu Rumah Tangga 50 51,5
Dari tabel 6. Jenis pekerjaan responden terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (51,5%), Petani (18,6%), Wiraswasta (8,2%), Pengangguran (8,2%), Pelajar (5,2%), Buruh (4,1%), PNS (2,1%), Nelayan (2,1%).
3. Analisis Univariat
Analisis Univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi pada masing 8 – masing variabel yang di teliti.
a. Variabel Bebas
1) Umur Tabel 7. Distribusi Umur Responden
Umur Responden
15-54 tahun
Sumber : Data Primer 2014 Tabel 7. menunjukkan bahwa jumlah responden lebih banyak pada
kelompok umur 15 – 54 tahun sebanyak 65 orang (67%), dan lebih sedikit pada kelompok >55 tahun sebanyak 32 orang (33%).
2) Jenis Kelamin Tabel 8. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki - laki
Tabel 8. menunjukkan bahwa jumlah responden lebih banyak oleh perempuan dengan jumlah 58 orang (59,8%) dan Laki-laki sebanyak 39 orang (40,2%).
3) Kepadatan Hunian Tabel 9. Kepadatan Hunian
Kepadatan Hunian n
Tabel 9. menunjukkan bahwa jumlah responden dengan kepadatan penghuni berdasarkan keadaan rumah yang buruk terdapat 55 rumah (56.7%) dan baik terdapat 42 rumah (43.3%).
b. Variabel Terikat
4) Kejadian TB paru Tabel 10. Kejadian TB paru
Tabel 10. menunjukkan bahwa jumlah responden dengan Kejadian TB paru berdasarkan hasil wawancara terdapat 32 orang positif (33%) dan terdapat 65 orang negative untuk kejadian TB paru (67%).
4. Analisis Bivariat
a. Hubungan Umur dengan kejadian penyakit TB paru di Desa Wori Kecamatan Wori
Kejadian penyakit TB paru bila dibandingkan dengan non TB Paru yang ada di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014, seperti pada tabel di bawah ini. Hubungan umur dengan kejadian penyakit TB Paru BTA Positif sebagai berikut :
Tabel 11. Hubungan Umur dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014
TB Paru
OR Nilai p Umur
% 0,327 0,012 15-54 thn
65 100% >55 thn
32 100% (95% Cl Jumlah
Tabel 11. Diatas bahwa analisis hubungan umur dengan kejadian penyakit TB paru. Pada kelompok umur 15 – 54 Tahun terdapat 16 orang positif terkena Penyakit TB paru dan 49 orang Negatif. Sedangkan, pada kelompok umur >55 Tahun terdapat 16 orang Positif terkena Penyakit Tuberkulosis paru dan 16 orang negatif tidak terkena penyakit TB paru.
Hasil uji statistik Chi Square pada taraf keper cayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan bahwa nilai p 0.012 sehingga Ho ditolak atau H 1 diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian penyakit TB paru BTA positif. Di Desa Wori Kecamatan Wori. Nilai OR = 0,327 (95% Cl
0,134-0,798) artinya bahwa umur merupakan faktor yang protektif (OR < 1).
b. Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian Penyakit TB paru di Desa Wori Kecamatan Wori
Kejadian penyakit TB paru bila dibandingkan dengan non TB Paru yang ada di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014, seperti pada tabel di bawah ini. Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian penyakit TB Paru BTA Positif sebagai berikut :
Tabel 12. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014
TB Paru
Jenis
Jumlah
OR Nilai p
Ya
Tidak
Kelamin n
58 100% (95% Cl Jumlah
Tabel 12. Diatas bahwa analisis hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian penyakit TB paru. Pada Jenis Kelamin Laki - Laki terdapat 22 orang positif terkena Penyakit TB paru dan 17 orang negatif. Sedangkan, pada perempuan terdapat 10 orang positif terkena Penyakit Tuberkulosis paru dan 48 orang negatif tidak terkena penyakit TB paru.
Hasil uji statistik Chi Square pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan bahwa nilai p 0.000 sehingga Ho ditolak atau H 1 diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian Hasil uji statistik Chi Square pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan bahwa nilai p 0.000 sehingga Ho ditolak atau H 1 diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian
c. Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian penyakit TB paru di Desa Wori Kecamatan Wori
Kejadian penyakit TB paru bila dibandingkan dengan non TB Paru yang ada di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014, seperti pada tabel di bawah ini. Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian penyakit TB Paru BTA Positif sebagai berikut :
Tabel 13. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Tahun 2014
TB Paru
Kepadatan
Jumlah
OR Nilai p
Ya
Tidak
Hunian n
42 100% (95% Cl Jumlah
Tabel 13. Diatas bahwa analisis hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian penyakit TB paru. Pada Kepadatan Hunian yang buruk (luas rumah 10m 2
>1orang) terdapat 19 orang positif terkena Penyakit TB paru dan 36 orang negatif. Sedangkan, pada Kepadatan Hunian yang baik terdapat 13 orang positif terkena Penyakit Tuberkulosis paru dan 29 orang negatif tidak terkena penyakit TB paru.
Hasil uji statistik Chi Square pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan bahwa nilai p 0.709 sehingga Ho diterima atau H 1 ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara Kepadatan Hunian dengan kejadian penyakit TB paru BTA positif. Di Desa Wori Kecamatan Wori.
B. Pembahasan
1. Pembahasan Univariat
a. Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian, diperoleh data mengenai pendidikan, responden yang terbanyak adalah SMP sebanyak 33 responden (34%), SD sebanyak 31 responden (32%), SMA sebanyak 26 responden (26.8%), Perguruan Tinggi sebanyak 6 responden dan yang paling sedikit yaitu Tidak Sekolah sebanyak 1 responden (1%). Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan tentang penyakit TB paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi terhadap jenis
pekerjaannya. 24 Ditinjau dari pekerjaan sehari-hari, responden terbanyak yaitu Ibu Rumah